Pameran Adu Manis membawa kita masuk dalam ‘museum khayal’ tiga perupa, Gabriel Aries, Reggie Aquara, dan Rendy Pramudya. Pemilihan judul “Adu Manis”, diambil dari istilah pertukangan tradisional, yaitu teknik penyambungan dua bidang kayu dengan potongan presisi 45 derajat yang menghasilkan sambungan sempurna bersudut 90 derajat, atau kita bisa melihatnya dalam sudut-sudut sebuah pigura. Teknik ini sejalan dengan alegori pertemuan kreatif antara ide dan material yang melahirkan energi dari elemen-elemen yang saling berinteraksi, berkonflik, dan bernegosiasi.
Karya-karya tiga seniman ini menolak narasi literal, dan menawarkan ‘ruang kosong’ yang memungkinkan dialog intens antara material dan pengalaman, antara objek dan ruang, antara pencipta dan penonton.
Gabriel Aries menciptakan patung dari baja tahan karat, batu onyx dan resin yang menegangkan antara kekuatan material dan kerapuhan bentuk. Reggie Aquara menjadikan kanvas sebagai arsip emosi: lapisan catnya ibarat fosil perasaan yang membeku. Rendy Pramudya menghadirkan bidang organik cair yang menantang batas antara ilusi, kendali, dan kebebasan. Ketiganya menciptakan karya-karya tersebut dalam ruang dan waktu yang sama untuk dipertemukan pertama kali dalam pameran Adu Manis.
Reggie Aquara mengubah kanvas menjadi arsip sensori yang merekam gejolak emosi melalui materialitas cat akrilik. Bagi Reggie, cat tidak hanya sekadar medium, melainkan entitas hidup. Karya-karyanya mengajak penonton melakukan arkeologi sensoria, melupakan sejenak referensi digital dan beralih sepenuhnya pada pengamatan langsung dan intuisi. Dalam karya Reggie kita akan melihat sebuah objek bunga, pemandangan, air sungai, seolah memiliki lapisan-lapisan yang kompleks, bergerak, dan menggelitik intuisi kita untuk terus menerka setiap lapisannya. Kita seperti sedang melihat sebuah potret dengan piksel-piksel yang dipertajam.
Gabriel Aries memilih material batu onyx yang mampu memendarkan cahaya sekaligus menciptakan pantulan lembut dan nuansa hangat yang dipadukan dengan kilau dingin baja tahan karat. Gabriel memanfaatkan pantulan cahaya sebagai elemen pahat, batu onyx seolah dipahat dengan estetis oleh pantulan cahaya. Gabriel juga menciptakan karya patung yang digantung di tengah ruang dan dapat dilihat 360 derajat. Penonton dapat mengamati dari segala sudut dan memiliki pengalaman yang beragam dalam setiap sudutnya.
Rendy Pramudya, dalam salah satu karyanya menggunakan material kain silk screen tembus pandang yang menjadi semacam pembedahan anatomis atas metode kerjanya. Alih-alih menggunakan kanvas dan cat, ia justru membedah praktik melukisnya menjadi empat lapisan transparan yang terpisah dan digantung sejajar dalam ruang. Rendy mengajak penonton menyaksikan lapisan-lapisan yang dibentuk dari keputusan formal, transformasi kebetulan menjadi kesengajaan, dan perwujudan alam metafisik melalui material.
Adu Manis mengajak kita untuk menyambung persepsi, menggesekkan pandangan, dan merasakan getaran yang lahir dari setiap pertemuan.