Enam Komponis Perempuan Prancis tanpa Kata-Kata

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp

Klassikhaus memainkan komposisi enam komponis perempuan Prancis lintas era dalam pentas Les Femmes sans Paroles (11/8). Pentas ini menjadi bagian dari LIFEs 2023: Mon Amour! yang menjelajahi sastra, budaya dan pemikiran negara-negara Frankofoni. Les Femmes sans Paroles, atau “Perempuan-perempuan tanpa kata-kata,” menjelaskan karya para komponis di pentas ini yang semuanya instrumental.

Klassikhaus (2019) adalah komunitas seni pertunjukan yang ingin mengakrabkan musik klasik pada masyarakat dengan mengadakan resital-resital kasual di ruang-ruang publik. Di Les Femmes, Klassikhaus hadir dalam format trio: Budi Utomo Prabowo duduk di bangku harpsichord dan piano, Windy Setiadi memangku bandoneon, dan Muhammad Ravi Arrauf merengkuh kontrabas. Trio ini menginterpretasi komposisi dari Élisabeth Jacquet de La Guerre (1665–1729), Pauline Viardot (1821–1910), Cécile Chaminade (1857–1944), Germaine Taillefer (1892–1944), Lili Boulanger (1893–1918) hingga Betsy Jolas (1926). Melalui karya keenam komponis, Klassikhaus menjelajahi musik dari Barok ke atonal.

Klassikhaus mengawali pentas dengan memainkan Sonata Biola no. 2 di D Mayor oleh Élisabeth Jacquet de la Guerre. Ia merupakan seorang pemain harpsichord dan organ, dan menjadi komponis perempuan pertama di Prancis yang menciptakan karya opera. Sonata Biola singkat empat bagian ini mulai dengan Presto, yang bertempo cepat, turun ke Adagio, pelan, lalu kembali ke dua Presto selanjutnya. Harpsichord dan kontrabas jalin-menjalin, lapis-melapis, dan memberi ruang bagi bandoneon untuk bermain di wilayah depan ruang dengar kita.

 

previous arrow
next arrow
Slider

 

Komposisi ini sesungguhnya diciptakan untuk biola dan continuo yang terdiri dari harpsichord dan kontrabas. Sekalinya bandoneon dimainkan, kita langsung menyadari beda wataknya: Biola mampu menarik melodi tangkas juga memanjang, sedangkan bandoneon bergantung pada tarik-hembus paru-paru (bellows) instrumen ini. Bagian unik bandoneon adalah tombol melodi yang menyerupai keyboard, yang membedakannya dengan akordion meskipun anatominya mirip, dan Windy Setiadi, yang mempelajari cara main bandoneon pada 2016 di bawah bimbingan musisi Ryota Komatsu, sepanjang pentas, ibarat sedang mengetik nada ketimbang kata. Pada bagian-bagian Presto, terutama, bandoneon tampil jenaka dan eksentrik, terlebih karena instrumen ini juga amat jarang kita lihat atau dengar, jika bukan tak pernah sama sekali. Namun rasanya bandoneon tak dapat menggantikan biola yang mahir mempersedih Adagio. Biola melamun bersama kontrabas, yang dalam sonata ini, banyak digesek selain dipetik.

Aransemen kontrabas dan harpsichord dalam Sonata Biola akan pula mengingatkan kita pada album pop di Inggris dan Amerika Serikat pada 1960-an yang terpengaruh Barok, seperti Pet Sounds, The Beach Boys (1966), atau Sgt. Pepper’s Lonely Hearts Club Band, The Beatles (1967). Paul McCartney di masa-masa Sgt. Pepper’s, misalnya, akan gemar mengaransemen laju bass sesibuk kontrabas di komposisi ini.

Klassikhaus kemudian membawakan Berceuse (Ninabobo, 1913) dan Arabesque dari Germaine Taillefer. Taillefer merupakan satu-satunya komponis perempuan dalam sebuah grup komponis Prancis abad 20 bernama Les Six. Enam Komponis. Selain Taillefer, grup ini terdiri dari Darius Milhaud, Francis Poulenc, Arthur Honegger, Georges Auric dan Louis Durey. Musik Les Six dikenal berseberangpaham dengan Romantisisme Jerman Richard Wagner dan Richard Strauss, juga orkestrasi rimbun komponis sesama penduduk Prancis, Claude Debussy, dan mengambil inspirasi dari musik-musik Erik Satie dan puisi-puisi Jean Cocteau.

Berceuse, asalnya tercipta untuk piano dan biola, menghadirkan tema yang mendaki dengan ramah dan tak bepergian jauh. Muhammad Ravi Arrauf, yang menggantikan fungsi biola dengan kontrabas, membuat ninabobo ini gagah dan bijaksana, seakan terkandung di dalamnya suatu pengalaman hidup menahun. Sedangkan Arabesque Taillefer sunyi, misterius. Laik Berceuse, mengandung tema berulang. Mendengarnya kita mengandai secercah caya lampu minyak di malam hari, sendiri bergeseran di tembok-tembok dan jalanan sepi.

Klassikhaus kemudian membawakan Piano Trio no. 1 di G Minor, Op. 11 (1881), oleh Cécile Chaminade. Komposisi ini terbagi jadi empat bagian: (I) Allegro, (II) Andante, (III) Presto, (IV) Allegro molto. Dalam Les Femmes, Klassikhaus terlebih dahulu memainkan dua bagian pertama Trio, kemudian menyisipkan Ruht wohl (2011) oleh Betsy Jolas, Nocturne untuk biola dan piano (1911/1914) oleh Lili Boulanger, Romance, 6 Morceaux, no. 1 (1868) oleh Pauline Viardot, lalu kembali ke Piano Trio dengan sisa Presto dan Allegro molto.

Chaminade mengaransemen Piano Trio untuk piano, biola, cello. Kali ini, kita menyaksikan bagaimana Klassikhaus, terkhususnya Windy Setiadi, menguji kapasitas bandoneon dalam memainkan dan mengisi wilayah hembus yang tak terjamah oleh biola, juga dalam mengikuti tempo cepat Allegro, karena ada gerakan tertentu yang membuat bandoneon seolah-olah kehabisan napas. Lain halnya ketika komposisi memasuki Andante. Kita akhirnya mendengar dampak bunyi bandoneon yang berbeda dari saat ia memainkan Sonata Biola di awal pentas; Suatu kualitas yang kita kenal dengan sedih. Bagaimana caranya sebuah instrumen musik dapat terdengar nelangsa? Apakah ini kualitas inheren instrumennya, atau inikah qualia manusia?

Klassikhaus memperlihatkan dampak lain bandoneon ketika ia menggantikan peran biola dalam komposisi Ruht wohl, atau “Istirahatlah dalam damai,” oleh Betsy Jolas. Jolas, kini berumur 97 tahun dan masih aktif berkarya, merupakan komponis kontemporer perempuan yang konsisten menciptakan komposisi atonal. Ruht wohl merupakan sebuah renungan pendek Jolas terhadap bagian akhir oratorio St. John Passion (1724) oleh Johann Sebastian Bach, yang dengan paduan suara, mempersembah ninabobo megah: Ruht wohl, Ihr heiligen Gebeine/Die ich nun weiter nicht beweine (Istirahatlah dalam damai, tulang-tulang kudus/Aku tak lagi menangisimu [terjemahan bebas penulis]). Terkait interpretasi Klassikhaus terhadap Ruht wohl Jolas, bandoneon nampak mampu mendorong renungan ke daerah yang lebih kelam, dan kontrabas, dengan nada yang lebih bawah dari biola dan cello, turut mempertipis udara di atmosfer atonal, menjadikan komposisi ini seperti suatu daerah hampir-vakum.

 

Penulis: Ibrahim Soetomo

Shopping Basket

Berlangganan/Subscribe Newsletter