Galeri Saliharanyaris gelap total. Numen Company, kelompok teater asal Jerman mengajak seluruh pengunjung memasuki ruangan. Di tengah panggung galeri, suasana alam kematian dimunculkan pada set sebuah makam dengan batu nisan dan sebuah lingkaran seperti altar mengelilinginya.. Suasana gelap sekaligus sendu di alam kematian semakin terasa setelah gong ketiga berbunyi. eorang aktor sebagai dalang dengan jubah hitam masuk ke tengah Galeri Salihara yang telah disulap menjadi ruang pertunjukan yang intim; bersiap untuk memulai ritual kematian dari Mesir Kuno bersama tokoh Anubis..
Lakon ini bertajuk Anubis, dibawakan oleh Numen Company dalam program u Salihara International Performing Arts Festival (SIPFest) 2024. Tibo Gebert, Direktur Artistik sekaligus dalang (puppeteer) dalam pementasan ini mengundang penonton untuk melihat Anubis dan dunia kematiannya melalui eksekusi panggung minimalis, namun penuh ketajaman misteri ketika pencahayaan panggung berpadu dengan pergerakan boneka Anubis.
Sebagai kelompok teater boneka kontemporer, Numen Company dikenal akan karakteristiknya dalam menampilkan visual yang misterius, inventif, dan efektif. Anubis dalam cerita ini diambil dari kisah Anubis sang Dewa Mesir berkepala anjing jackal yang bertugas membimbing arwah-arwah ke dalam alam kematian. Selain membimbing, ia juga menimbang jiwa dari arwah-arwah tersebut untuk menentukan nasib mereka selanjutnya.
Dalam pertunjukan berdurasi 30 menit ini, Anubis datang menaiki perahu dari sisi kanan panggung; hendak memulai rutinitasnya. Boneka Anubis dimainkan oleh Tibo dengan gerakan penuh wibawa layaknya dewa kematian yang misterius dan mengerikan. Mereka mulai mengekplorasi panggung, berjalan dengan langkah perlahan. Ia mengenakan jubah berwarna krem dengan tudung menutupi wajah dan bergerak harmonis dengan dalang yang mengendalikan. Selain mengeksplorasi ruang, Anubis melihat timbangan yang ia gunakan untuk mengukur jiwa manusia, hingga sesuatu yang tidak terduga terjadi; Anubis menari.
Semua kengerian dan nuansa mistis yang sudah dibangun berubah menjadi aktivitas yang jenaka. Anubis dengan rahang yang terbuka menari dari satu titik ke titik yang lain, serta bermain-main dengan timbangan sakral. Ia memberikan sisi lain yang jauh dari wibawa seorang dewa kematian Mesir kepada penonton.
Melihat Anubis yang humoris, nakal, dan ekspresif mengingatkan saya akan teknik Johari Window oleh psikolog abad 20, Joseph Luth dan Harrington Ingham. Sang dewa Mesir memperlihatkan jendela hidden di mana dia melakukan sesuatu yang mungkin hanya dia yang tahu. auh dari persona yang ia tampilkan di berbagai literatur dunia. Bila ditarik dari sisi empati, apakah gerakan menari, bercanda–diiringi musik yangt jenaka–, dan semuanya ia lakukan sebab ia bosan dengan rutinitas yang dijalani sejak awal peradaban manusia? Atau memang itu sifat aslinya yang tidak kita ketahui? Atau mungkin cerita ini juga ingin mengajak kita bagaimana memahami rasa kesepian yang begitu manusiawi dan ternyata mengusik dewa Agung Mesir?
Parodi yang ditampilkan dari Anubis menjadi salah satu tawaran eksperimen yang menarik dari Numen Company. Bagaimana dalam sebuah kesendirian, Anubis menemukan metode lain untuk menghibur dirinya. Tidak hanya itu, tawaran menarik lainnya adalah batas yang berbeda dari kebanyakan pemain boneka lainnya. Baik dalang dan Anubis adalah entitas yang berbeda, bukan merupakan suatu kesatuan. Di antara mereka terjadi interaksi dengan berdialog, menarik, dan bertatapan dalam sunyi.
Tibo mengatakan bahwa narasi puitis dari karya Death and the Fool oleh Hugo von Hofmannsthal dengan pertunjukan ini saling berkaitan. Nuansa dingin mengenai alam kematian dan kesepian yang dirasakan Anubis perlahan bangkit menuju akhir pertunjukan seiring dengan dibacakannya narasi-narasi puitis dari penggalan karya Hugo tersebut. Pertunjukan ini merupakan karya yang tepat bagi kita yang ingin merefleksikan kematian hingga rasa kesepian yang panjang dalam kemasan yang memanjakan panca indera.