sidang PPKI

Memaknai 80 Tahun Kemerdekaan Indonesia dengan Membaca Ulang Naskah Sidang BPUPKI

Pada 2025 ini, sudah 80 tahun Indonesia merdeka. Perjalanan panjang dilewati untuk mempertahankan kemerdekaan bangsa hingga hari ini. Meski dalam perjalanannya kita melalui berbagai fenomena yang mencederai kemerdekaan tersebut, dari pembatasan berekspresi atas nama menyinggung kelompok tertentu hingga penyalahgunaan posisi kekuasaan. Bahkan beberapa catatan sejarah bangsa kita masih ada yang dicap sebagai “koleksi arsip terlarang”. 

Tapi, penting pula bagi kita untuk kembali menengok arsip pembentukan Indonesia. Kita dapat memulainya dari membaca ulang catatan notulensi Sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan) yang berlangsung pada 28 Mei hingga 1 Juni 1945. Sidang tersebut dihadiri oleh tokoh-tokoh bangsa, antara lain, Mohammad Yamin, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Soepomo, dan Soekarno. Naskah ini ibarat kitab suci bangsa Indonesia, memuat argumen dan perdebatan mendasar tentang bangsa dan negara. 

Dari naskah BPUPKI, kita akan menemukan misalnya pandangan Mohammad Yamin tentang poin-poin penting yang perlu dimasukkan ke dalam Dasar Negara ialah Peri- Kebangsaan, Peri- Kemanusiaan, Peri- ke-Tuhanan, Peri- Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Berbeda pula dari pandangan Ki Bagoes Hadikoesoemo, bahwa Negara Indonesia baru yang akan datang itu berdasarkan agama Islam dan akan menjadi negara yang tegak dan teguh serta kuat dan kokoh. Pendapat lain muncul dari Soepomo, menurutnya penting pula untuk memikirkan perhubungan negara dan agama, cara bentukan pemerintahan, perhubungan negara dan kehidupan ekonomi. Dari pembacaan tersebut kita akan menemukan ketegangan dari argumen setiap tokoh yang hadir. Masing-masing dengan kokoh dan berapi-api mempertahankan gagasan-gagasannya. 

Membaca ulang naskah BPUPKI adalah juga merefleksikan kembali apa-apa yang sudah disusun untuk negara dan bangsa ini. Kita juga dapat secara kritis memahami ulang pendapat-pendapat para tokoh bangsa. Selama 80 tahun Indonesia merdeka, jejak-jejak pembentukannya penting untuk kita telusuri. Sebab, dari penelusuran tersebut generasi yang baru akan lebih mengenal bagaimana seluk-beluk negara dan bangsa ini terbentuk. 

Sebagai bangsa Indonesia, manusia yang kemudian terlahir sebagai Indonesia, tentunya memiliki harapan agar kemerdekaan senantiasa tumbuh, hadir, dan seiring dengan kehidupan kita di negara ini. Maka, salah satu upaya untuk turut menjaga kemerdekaan adalah dengan kembali menelusuri pemikiran dan kerja-kerja tokoh bangsa kita. Catatan sejarahnya seharusnya menjadi bekal untuk generasi hari ini dan seterusnya untuk tidak mencederai kemerdekaan yang telah terbangun. 

Menyambut Literature and Ideas Festival of Salihara (LIFEs) 2025, Komunitas Utan Kayu dan Komunitas Salihara menggagas sebuah program Undangan Terbuka Pembacaan Naskah BPUPKI yang dapat diikuti oleh publik yang lebih luas hingga Juni nanti. Tak hanya membaca, para peserta dapat memerankan tokoh bangsa dan pembacaan tersebut akan direkam seluruhnya. Informasi selengkapnya kunjungi bit.ly/PembacaanNaskahBPUPKI.

marka

Marka/Matriks: Menyusuri Jejak dan Metafora dalam Seni Cetak Grafis Kontemporer

Jakarta, 19 April – 18 Mei 2025

Galeri Salihara

 

Jakarta, 19 April 2025 – Komunitas Salihara membuka pameran perdananya di 2025 dengan tajuk Marka/Matriks pada Sabtu, 19 April di Galeri Salihara. Pameran yang berlangsung selama satu bulan ini menghadirkan 30 seniman lokal dan mancanegara serta menampilkan lebih dari 105 karya dengan berbagai teknik cetak grafis yang beragam.

Seni cetak grafis kontemporer bukan hanya sekadar teknik mencetak gambar pada media tertentu, tetapi sebuah ruang yang luas untuk eksperimen, dialog, dan berinteraksi antara berbagai disiplin ilmu. Dari teknik cukilan kayu, etsa, litografi dan sablon hingga penggunaan fotografi, teknologi digital dan kecerdasan artifisial, seni cetak grafis terus berkembang mengaburkan batasan-batasan medium dan tak lagi terbatas pada teknik atau prosedur tertentu, tapi menjadi cara baru dalam berpikir dan berekspresi. 

Marka/Matriks sebagai judul diambil dari kata marker (tanda) dan matriks (acuan cetak). Dua kata ini diangkat untuk menegaskan bahwa ini adalah pameran seni cetak grafis dan merupakan dua istilah yang melekat dengan seni grafis; dikemukakan oleh Agung Hujatnika selaku ko-kurator pameran ini. 

“Marka itu sesuatu yang ditinggalkan ketika bekerja dengan plat tertentu dalam teknik konvensional sedangkan matriks itu merupakan acuan cetaknya yakni plat, batu, kayu cukil dan sebagainya…” lanjut Agung.

Pameran Marka/Matriks menampilkan beragam teknik cetak grafis dalam berbagai bentuk baik yang tradisional–cukil kayu, etsa, litografi, sablon, dsb–hingga berbasis digital hasil eksplorasi dari seniman yang berpartisipasi. 

 

Jembatan di Tengah Diskursus Seni Cetak Grafis Asia Tenggara

Dalam keterangan tertulis, Kurator Galeri Komunitas Salihara, Asikin Hasan mengatakan bahwa karya-karya dalam pameran ini dapat membuka ruang eksplorasi serta menjadi jembatan di tengah diskursus seni cetak grafis Asia Tenggara yang begitu luas.

“Karya-karya dalam pameran ini menunjukkan bagaimana proses cetak dapat bergerak di luar fungsi tradisionalnya, menjadi ruang bagi seniman untuk mengungkapkan gagasan-gagasan seputar kekinian dan kemutakhiran. 

Seniman yang berpartisipasi tidak hanya mengandalkan teknik yang sudah ada, tetapi juga berani untuk mengeksplorasi bahan-bahan alternatif dan alat yang tidak biasa. Dalam pameran ini, kita akan melihat bagaimana seni cetak berfungsi sebagai jembatan, menghubungkan berbagai medium dan membuka ruang bagi eksplorasi lebih lanjut.”

Dalam pameran ini pengunjung dapat melihat berbagai irisan dalam dunia cetak grafis seperti karya Agugn, The Tower (2022) yang bisa dilihat di dekat pintu masuk yang memperlihatkan contoh karya dan matriksnya disandingkan bersebelahan.

Lalu ada karya Cecil Mariani yang memanfaatkan teknologi terkini; AI dalam proses penciptaan karyanya. Teknik AI dimanfaatkan Cecil dalam menciptakan prompt yang nantinya diolah menjadi matriks yang melahirkan karya Dragon Praying to be Dove 4: Earth Malkuth (2023) & Distant Shaman Kiss (2024).

Pengunjung juga bisa berinteraksi dengan karya dalam pameran ini melalui karya Adi Sundoro berjudul Pasal Karet (2025). Karya ini mengajak pengunjung untuk mencelup kain PVC ke dalam air dan mengeringkannya di jemuran yang sudah disediakan sebagai representasi akan kondisi hukum Indonesia saat ini dalam pandangan sang seniman. 

Selain karya-karya di atas, pengunjung akan menikmati lebih dari 105 karya lainnya yang bisa disaksikan selama satu bulan ke depan.

 

Berikut adalah daftar seniman dalam pameran Marka/Matriks:

Adi Sundoro Fuad Pathil Prihatmoko Moki
Agugn Garis Edelweiss RW Mulyadi
Agung Kurniawan Goenawan Mohamad Satria Nugraha
Amnat Kongwaree Gunawan Bonaventura Septa Adi
Amorn Thongpayong Haslin Ismail Syahrizal Pahlevi
Arpatsarin Khunnarong Henryette Louise Syaiful Ardianto
Cecil Mariani Krack Printmaking Collective Theresia A. Sitompul
Devy Ferdianto M. Muhlis Lugis Tisna Sanjaya
Edi Sunaryo Maharani Mancanagara Ucup Baik
Firman Lie Ong Hieng Fuong Vimonmarn Khanthachavana

Pameran Marka/Matriks dibuka untuk umum mulai 19 April – 18 Mei 2025, setiap Selasa-Minggu pukul 11:00-19:00 WIB (kunjungan terakhir 18:30 WIB). Pengunjung dapat melakukan pembelian tiket di tiket.salihara.org dengan harga Rp50.000 (umum) & Rp25.000 (pelajar). 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

gmkehormatan2025

Goenawan Mohamad Terima Tanda Kehormatan Official Cross of the Order of “Isabel la Catolica” oleh Kerajaan Spanyol

Jakarta, Selasa, 18 Maret 2025 | 18:00 WIB

 

Jakarta, 18 Maret 2025 – Atas kontribusi Goenawan Mohamad dalam dunia sastra, seni, dan jurnalistik, Raja Spanyol H.M. King Felipe VI melalui Duta Besar Kerajaan Spanyol untuk Indonesia, Francisco Aguilera Aranda menganugerahi Goenawan Mohamad Official Cross of the Order of “Isabel la Catolica” pada Selasa (18/03) di kediaman Duta Besar Kerajaan Spanyol untuk Indonesia, Jakarta.

Penghargaan ini diberikan sebagai pengakuan atas dedikasi luar biasa Goenawan Mohamad dalam memperjuangkan kebebasan berekspresi, keadilan sosial, serta kontribusinya dalam mempererat hubungan budaya antara Indonesia dan Spanyol.

Ketertarikan Goenawan Mohamad terhadap sastra global salah satunya sastra Spanyol, menjadi salah satu alasan Ia dianugerahi penghargaan ini. Sosok Goenawan Mohamad digambarkan persis seperti sosok Don Quijote dalam karya Miguel de Cervantes yang selalu mengangkat tema akan keadilan, idealisme, dan perjuangan melawan kesulitan.

“Tema universal seperti keadilan, idealisme, dan perjuangan melawan kesulitan—yang begitu kuat diwujudkan dalam sosok Don Quijote—tercermin dalam karyanya. Sebagaimana ksatria pengembara ciptaan Cervantes yang menentang norma-norma kaku pada zamannya, Goenawan secara konsisten menggunakan suaranya untuk mempertanyakan kekuasaan dan memperjuangkan kebenaran.” ujar Fransisco dalam pidato pembukaan di kediamannya.

Jembatan budaya antara Spanyol dan Indonesia tercermin dalam pertunjukan teater boneka yang ditulis oleh Goenawan Mohamad yang berjudul Den Kisot. Pentas boneka  ini  pertama kali dipentaskan pada 2019 di Salihara Arts Center, dan disutradarai oleh Endo Suanda.. Setelahnya, pementasan ini mulai dipentaskan di berbagai tempat antara lain Bandung, Solo, Yogyakarta, Ternate, dan Tidore. Perjalanan karya Den Kisot ke berbagai daerah ini merupakan bentuk kolaborasi antara Komunitas Salihara dengan Kedutaan Besar Spanyol.

“Kisah Don Quijote telah menginspirasi saya sejak kecil. Saya merasa terhormat dapat mementaskan pertunjukan wayang yang mengadaptasi dari kisah tersebut. Prosesnya cukup berat namun menyenangkan, saya begitu senang dan bangga. Bagi saya pribadi, pementasan (Den Kisot) ini merupakan sebuah pencapaian budaya bagi saya. Di mana karya ini dipentaskan dalam format wayang golek ala Sunda dari cerita Don Quijote de La Mancha.” Ujar Goenawan Mohamad saat pidato penyerahan medali Order of “Isabel la Catolica”.

Seusai pemberian medali acara ini ditutup dengan dua rangkaian pertunjukan, yang pertama adalah pembacaan puisi berjudul Epilog dari kumpulan puisi Don Quixote (2024) karya Goenawan Mohamad oleh Rebecca Kezia. Rangkaian penghargaan ini ditutup dengan pertunjukan musik oleh DeKa yang juga menjadi pengiring dalam pentas boneka Den Kisot dan membawakan lagu-lagu dalam pertunjukan tersebut. 

 

Pidato Duta Besar Kerajaan Spanyol untuk Indonesia, Francisco Aguilera Aranda:

Text diterjemahkan ke bahasa Indonesia. 

Hari ini, kita berkumpul untuk memberikan penghormatan kepada seorang ikon sastra dan jurnalistik Indonesia, Goenawan Mohamad. Kariernya yang ditandai dengan komitmen teguh terhadap kebebasan berekspresi dan keadilan sosial menjadikannya penerima yang layak dari Order of “Isabel la Católica”, sebuah penghargaan yang tidak hanya mengakui pencapaiannya secara individu, tetapi juga dampak besar terhadap masyarakat serta kontribusinya dalam memperkuat hubungan budaya antara Indonesia dan Spanyol.

Goenawan Mohamad lahir pada 29 Juli 1941 di Batang, Indonesia. Sejak usia muda, kecintaannya terhadap sastra telah membawanya pada karier yang kaya, termasuk penerbitan berbagai kumpulan puisi seperti Parikesit (1971) dan Asmaradana (1992), serta esai-esai yang menantang norma dan membuka dialog kritis tentang budaya serta politik Indonesia.

Lebih dari itu, ia juga mendalami tradisi sastra global, termasuk sastra Spanyol. Tema universal seperti keadilan, idealisme, dan perjuangan melawan kesulitan—yang begitu kuat diwujudkan dalam sosok Don Quijote—tercermin dalam karyanya. Sebagaimana ksatria pengembara ciptaan Cervantes yang menentang norma-norma kaku pada zamannya, Goenawan secara konsisten menggunakan suaranya untuk mempertanyakan kekuasaan dan memperjuangkan kebenaran.

Kecintaannya terhadap sastra tidak terbatas pada karyanya sendiri. Sebagai penerjemah dan kritikus, ia telah memperkenalkan para pembaca Indonesia kepada para sastrawan dunia, sebagaimana Spanyol telah menjadi jembatan antarbudaya sepanjang sejarah. Ia memiliki rasa ingin tahu intelektual yang sama dengan para penulis besar Zaman Keemasan Spanyol—Quevedo, Calderón, dan terutama Cervantes.

Salah satu pencapaian paling signifikan dari Goenawan adalah pendirian majalah Tempo, di mana ia menjabat sebagai pemimpin redaksi selama lebih dari dua dekade. Melalui platform ini, ia menjadi pembela gigih jurnalisme independen, menggunakan kata-katanya untuk mengungkap ketidakadilan dan mempromosikan hak asasi manusia. Kolom mingguannya, Catatan Pinggir, menjadi mercusuar pemikiran kritis, memberikan analisis tajam terhadap isu-isu sosial dan politik—mirip dengan esai intelektual ternama Spanyol seperti Ortega y Gasset ketika mendirikan La Revista de Occidente pada tahun 1920-an. Suaranya, seperti para penulis kronik terdahulu, telah membentuk wacana publik dan membimbing generasi pemikir serta penulis.

Goenawan bukan hanya seorang penyair dan jurnalis; ia adalah pemikir yang pengaruhnya melampaui batas tulisan. Esai-esainya, seperti Seks, Sastra, dan Kita (1980) serta Kesusastraan dan Kekuasaan (1993), mengeksplorasi hubungan antara sastra dan kekuasaan, mendorong para penulis untuk merenungkan peran mereka dalam membentuk masyarakat. Pendekatan humanistiknya serta kemampuannya untuk menghubungkan diri dengan perjuangan sehari-hari mengingatkan kita pada pemikiran sastra dan filsafat Spanyol, mulai dari refleksi eksistensial Miguel de Unamuno hingga kritik sosial Federico García Lorca.

Kontribusinya terhadap sastra kontemporer Indonesia tidak terbantahkan. Ia telah menginspirasi para penulis muda untuk menemukan suara mereka sendiri dan mengangkat tema-tema kompleks dengan keberanian. Seperti yang dikatakan Ayu Utami dengan begitu indah, “Melalui karya-karya Goenawan Mohamad, kita belajar bagaimana berinteraksi dengan filsafat global dan mengasah kepekaan estetika kita.”

Kemampuan untuk menumbuhkan pemikiran kritis dan kreatif inilah yang menjadikan warisannya begitu berharga, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia, termasuk di Spanyol, di mana kebebasan intelektual dan ekspresi seni telah lama menjadi nilai yang dijunjung tinggi.

Sepanjang kariernya yang cemerlang, Goenawan telah menerima berbagai penghargaan yang mengakui kiprahnya dalam jurnalisme dan sastra, termasuk International Press Freedom Award yang bergengsi dari Committee to Protect Journalists pada tahun 1998. 

Penghargaan-penghargaan ini menjadi bukti dedikasinya yang tak tergoyahkan terhadap kebenaran, keadilan, dan kebebasan—prinsip-prinsip yang menjadi dasar tradisi demokrasi baik di Indonesia maupun Spanyol.

Dengan menganugerahkan Order of “Isabel la Católica” kepada Goenawan Mohamad, kita merayakan perannya sebagai jembatan budaya antara Indonesia dan Spanyol. Karyanya mencerminkan semangat Don Quijote dari Cervantes—sebuah pengejaran ideal yang tak kenal lelah, perlawanan terhadap penindasan, dan keyakinan pada kekuatan transformatif kata-kata. Tulisan-tulisannya mengingatkan kita bahwa sastra dan jurnalisme bukan sekadar alat pencatat sejarah, tetapi juga kekuatan yang mampu membentuk masyarakat dan menginspirasi perubahan.

Selamat kepada Goenawan Mohamad atas penghargaan yang sangat layak ini. Semoga warisannya terus menginspirasi mereka yang percaya pada kekuatan abadi sastra dan pencarian kebenaran yang tak pernah surut, sebagaimana Spanyol dan Indonesia terus memperdalam pertukaran budaya dan intelektual mereka untuk generasi mendatang.

 

___________________________________________________________________ 

 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

handaru

Handaru: Negosiasi Kultur Melalui Ornamentasi Vokal dan Instrumen Gesek

Sabtu, 08 Februari 2025 | 20:00 WIB 

Teater Salihara

 

Jakarta, 23 Januari 2025 – Komunitas Salihara menyapa kembali di awal 2025 dengan pertunjukan musik karya Dinar Rizkianti pada 08 Februari mendatang di Teater Salihara. Pertunjukan musik karya Dinar ini akan memadukan ornamentasi dari vokal Sunda dengan instrumen gesek.

Dalam pertunjukan Handaru yang akan dibawakan nanti, Dinar mempersembahkan empat repertoar musik yakni: Handaruan, Seah, Suar dan Salah Gumun. Melalui pertunjukan ini, Dinar mencoba menggabungkan antara dua artikulasi dari bunyi dan vokal dan mengupayakan negosiasi dari dua kultur yang berbeda untuk meleburkan fleksibilitas di antara keduanya. 

Kurator Musik Komunitas Salihara, Tony Prabowo mengatakan bahwa pertunjukan yang sudah direncanakan dari setahun lamanya ini berangkat dari gagasan musikal pengolahan bunyi pada suara manusia, berdasarkan extended technique ornamentasi pada vokal tradisi Sunda yang diimplementasikan pada dua format musik, yaitu dua vokal dan kuartet gesek, “Pertunjukan ini fokus terhadap eksplorasi bunyi antara kuartet gesek dan vokal sunda yang berangkat dari tradisi Ronggeng Gunung,” tambah Tony.

Handaru hadir sebagai perayaan kebebasan ekspresi yang memadukan tradisi dan modernitas melalui bunyi-bunyi yang dipadukan secara harmonis–selaras dengan esensi pertunjukan-pertunjukan khas Komunitas Salihara selama ini. Empat repertoar yang dipersembahkan tidak hanya menghadirkan keindahan musik tetapi juga menggali nilai-nilai budaya dari eksplorasi Dinar sebagai seorang komposer yang telah lama berkutat dengan tradisi Sunda dan instrumen barat lainnya.

Untuk dapat menikmati pertunjukan dengan durasi 40 menit ini, calon pembeli sudah dapat mengunjungi laman tiket.salihara.org. Pertunjukan musik ini terbuka untuk semua umur dengan harga tiket Rp110.000 (umum) dan Rp55.000 (pelajar).

 

Tentang Komposer

Dinar Rizkianti adalah salah satu pendiri kelompok Perempuan Komponis. Ia alumni jurusan Seni Karawitan dan pascasarjana Program Studi Pengkajian dan Penciptaan Seni di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung pada 2017. Karya-karyanya banyak mengeksplorasi vokal, berbagai alat tradisi Sunda dan instrumen Barat.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

lakon_story (3)

Pengumuman Penerima Beasiswa Kelas Menulis Lakon Salihara 2025

Berdasarkan hasil penjurian dan diskusi yang dilaksanakan, Dewan Juri memutuskan bahwa dua orang yang terpilih menjadi Penerima Beasiswa Kelas Menulis Lakon 2025, yaitu adalah

  1. Majid Amrullah
  2. Alifya Maheswari Putri Wibowo

Demikian berita acara ini kami sampaikan hendaknya diterima. Keputusan Dewan Kurator tidak dapat diganggu gugat. Komunitas Salihara akan menghubungi penerima beasiswa untuk informasi lebih lanjut.

Jika memiliki pertanyaan, sila kirim email ke info@salihara.org

teras

Risalah BPUPKI dalam “Rumah dengan Selembar Tikar”

Catatan pendek presentasi karya Aliansi Teras pada SIPFest 2024

 

Arsip pembentukan sebuah negara menjadi harta penting untuk merefleksikan kembali apa yang menjadi cita-cita bangsa dan apakah ia dapat terwujud di masa selanjutnya. Upaya merefleksikan kembali baik dari gagasan, visi dan tegangan-tegangan apa saja yang muncul ketika negara hendak dibentuk, dilakukan oleh kolektif teater Aliansi Teras melalui pembacaan dramatik risalah BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) bertajuk Rumah dengan Selembar Tikar. Pembacaan dramatik ini adalah bagian dari program Work In Progress SIPFest 2024 pada 17 Agustus lalu, sebuah program untuk mempresentasikan karya bertumbuh sekaligus ruang diskusi antara seniman dengan penontonnya. 

Naskah yang dibacakan pada presentasi tersebut adalah respons dari 300 halaman risalah BPUPKI yang telah disusun ulang. Pembacaan ini menggunakan teknik satu aktor memerankan lebih dari satu tokoh, misalnya KRT Radjiman Wedyodiningrat dan Mohammad Hatta diperankan oleh satu aktor, begitu pun dengan tokoh Mohammad Yamin, Oto Iskandar Dinata, Soepomo, Baswedan, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo diperankan oleh satu aktor lainnya. Selain beberapa nama tokoh bangsa tersebut, Aliansi Teras juga memasukkan tokoh jembatan yaitu Seseorang yang dimainkan oleh satu aktor perempuan untuk membacakan teks narator. Aliansi Teras juga mencoba untuk mengikutsertakan penonton yang hadir dengan membagikan tiga kategori kertas bertuliskan Kerajaan, Republik, dan Lain-lain.  Setiap penonton akan mendapat satu kategori yang sudah disiapkan. Peran penonton pun dihadirkan sebagai peserta pertemuan BPUPKI yang pada momen tertentu akan memberikan suaranya untuk memilih bentuk negara yang diinginkan. 

Presentasi ini adalah percobaan pertama pembacaan dramatik risalah BPUPKI oleh Aliansi Teras, meski belum dengan halus menciptakan struktur dramatik dengan visual yang lebih mendukung dan adanya kontrak penonton untuk terlibat. Pembacaan dramatik Aliansi Teras ini telah membawa penonton mampu membayangkan bagaimana ketegangan yang terjadi saat pembentukan negara Indonesia. Narasi-narasi tentang batas wilayah dan kedaulatan, identitas warga negara, dan kehidupan beragama, memicu pertanyaan bagi Aliansi Teras tentang “negara ini punya siapa?”

Rumah dengan Selembar Tikar juga mengacu pada salah satu dialog Soekarno yang ditampilkan dalam video presentasi pembacaan ini.  

“Tuan mengatakan seakan-akan kami memerlukan perabotan, radio, dan ini dan itu sebelum kami kawin. Permintaan kami hanyalah membuat sebuah rumah dengan sehelai tikar.” 

(Soekarno, Pejambon 1945: Konsensus Agung Para Peletak Fondasi Bangsa, hal. 7-8)

Tikar juga dijadikan sebagai salah satu properti dalam pembacaan ini. Tikar berbahan jerami dipotong kotak seukuran tegel dan digunakan untuk permainan pola lantai aktor. Aktor akan berdiri di atas salah satu tikar dan akan berpindah ke tikar lainnya apabila berganti peran. Tikar di sini seolah seperti kedudukan atau posisi dan dapat menjadi makna yang lebih besar yaitu rumah, tempat tinggal dengan segala visi-misinya. 

Pembacaan dramatik Rumah dengan Selembar Tikar membuka impresi kita pada bagaimana negara ini dibentuk dan mempertanyakan kembali tentang cita-cita yang muncul dalam proses pembentukan tersebut. Selain Aliansi Teras, Work in Progress dalam SIPFest 2024 juga menampilkan seniman teater dan tari, antara lain Teater Gardanalla, Teater Asa, Try Anggara, Fitri Setyaningsih, dan Rheza Oktavia.

Sandiwara, Identitas, dan Yang Liyan dalam “Theatre and the Other Self”

Pintu masuk Galeri Salihara membawa kaki kita pada sebuah ruang gelap, sempit, dengan atap terpal, alas karpet, buntalan kain dan tumpukan bantal di pinggirnya. Sebuah cahaya temaram memperlihatkan sepasang kerangka telapak kaki berjinjit di sudut kiri. Ruang sempit seperti lorong gelap tak lebih dari dua meter ini, membawa pengunjungnya pada perasaan ngeri usai disambut potongan kerangka manusia. Sepasang kaki yang terlepas dari kulitnya, berjinjit nyaris tak menapak lantai, ia seperti diasingkan di ujung kegelapan. Sedangkan alas di lorong ini selayaknya karpet bermotif lembut yang biasa membuat kita nyaman bergoler di rumah. Keluar dari lorong tersebut, sebelah kanan kita sudah ada kotak P3K menempel di tembok. Tak ada obat luka atau sekadar pereda nyeri, di dalamnya justru berbaris peluru yang masing-masing seukuran ibu jari.

Pengalaman pintu masuk tersebut mengingatkan pada kenyaman rumah, tempat tinggal, namun sekaligus menampilkan kengerian, asing dan kekerasan dari potongan kerangka dan peluru. Kenyamanan-kengerian, dua hal yang seperti berdampingan dalam ingatan-ingatan manusia. Kadang-kadang salah satunya dirindukan oleh perasaan manusia, atau bahkan memadukan keduanya menjadi kengerian yang cantik. Demikianlah ketika memasuki dan melihat pameran Theatre and the Other Self yang menampilkan karya dua perupa, Mujahidin Nurrahman dan Nesar Eesar. Dikurasi oleh Krishnamurti Suparka, pameran ini bekerja sama dengan Artsociates untuk menyuguhkan pengalaman estetika sekaligus reflektif bagi pengunjungnya. Pameran ini berlangsung sejak 16 November hingga 15 Desember 2024. 

Theatre and the Other Self menggunakan sandiwara sebagai simbol untuk menggambarkan dinamika sosial dan sejarah, bahwa Identitas tidak pernah menjadi sesuatu yang tetap, melainkan terus dinegosiasikan, dibentuk, dan diperdebatkan dalam konteks dialog global. Melalui karya-karya Mujahidin Nurrahman dan Nesar Eesar, konsep “diri” berada di antara wilayah personal dan sosial.

Bagi kedua seniman ini, konsep tentang “diri” telah lama dipengaruhi oleh narasi yang datang dari luar. Mujahidin Nurrahman memanfaatkan akar budaya dan keyakinan lokal untuk menciptakan karya yang memanfaatkan simbol-simbol tradisional yang sarat makna spiritual. Sebaliknya, Nesar Eesar berupaya mengkritisi dan merekonstruksi gambaran Timur yang selama ini terkungkung dalam stereotip orientalis serta narasi kolonial, seperti pada karya pertama di pintu masuk bertajuk Restless Soul #0 karya Nesar Eesar. Ia menghadirkan kondisi karpet bermotif khas gambaran Timur yang digelar dalam ruang pengungsian. 

Pameran ini menghadirkan eksplorasi dualitas antara “diri sendiri” dan “yang lain,” sebuah istilah yang merujuk pada konstruksi sosial terhadap kelompok atau individu di luar norma mayoritas. Dalam karya-karya Mujahidin Nurrahman dan Nesar Eesar membongkar narasi historis yang menempatkan Timur sebagai objek pasif dari imajinasi Barat dan membuka peluang bagi representasi baru yang lebih inklusif.

Dalam ruang pameran, pengunjung dihadapkan pada berbagai medium—lukisan, instalasi, dan elemen visual lain—yang menyelidiki bagaimana persepsi identitas dibentuk oleh sejarah kolonial, tradisi, dan dinamika politik kontemporer.

Pameran ini mengupas identitas sebagai fenomena dinamis, tidak pernah statis, dan selalu berada dalam proses pembentukan. Bagi kurator Krishnamurti Suparka, identitas bukanlah sesuatu yang sepenuhnya dimiliki individu, melainkan hasil dari interaksi sosial yang rumit. Alih-alih menghilangkan ketegangan antara “diri” dan “yang liyan,” pameran ini menjadikan kontradiksi tersebut sebagai sumber inspirasi untuk mengurai bagaimana identitas dan persepsi saling berinteraksi dalam kehidupan kontemporer.

Melalui eksplorasi yang kritis, pameran ini mengundang kita untuk meninjau ulang konsep representasi dan inklusi, serta mempertimbangkan bagaimana citra “yang lain” memengaruhi cara kita memahami diri sendiri dan sesama. Di tengah dunia yang semakin terkoneksi, garis pemisah antara “aku” dan “mereka” menjadi semakin kabur, membuka ruang bagi dialog baru yang mendalam dan reflektif.

Theatre and the Other Self mengajak kita untuk merenungkan identitas sebagai sesuatu yang dinamis, selalu dinegosiasikan di tengah pergulatan sosial dan politik. Melalui karya Mujahidin Nurrahman dan Nesar Eesar, pameran ini membongkar lapisan-lapisan narasi yang membentuk gagasan tentang “diri,” sekaligus menyoroti bagaimana dinamika budaya, sejarah, dan kekuasaan terus memengaruhi cara kita memahami diri sendiri dan orang lain.

akting24

Dinamika Kota dan Humor Dewasa dalam Pentas Kelas Akting Salihara 2024

Sabtu 30 November 2024 | Kota dan Topeng-Topeng yang Ganjil | 20:00 WIB 
Minggu, 01 Desember 2024 | JATAH | 16:00 WIB
Teater Salihara

 

Jakarta, 25 November 2024 – Di penghujung 2024, Komunitas Salihara kembali hadir dengan pementasan Kelas Akting Salihara; menampilkan lakon bertajuk Kota dan Topeng-Topeng yang Ganjil yang dipentaskan oleh peserta Tingkat 1 dan JATAH dipentaskan peserta Tingkat 2. Pentas ini akan diselenggarakan pada 30 November dan 1 Desember 2024 di Teater Salihara yang disutradarai langsung oleh Rukman Rosadi selaku pengampu dari Kelas Akting Salihara.

Kelas Akting Salihara merupakan program reguler yang diselenggarakan setiap tahun; kelas dibagi dalam Tingkat 1 dan Tingkat 2. Dalam program ini, peserta akan mendalami metode keaktoran dengan Sistem Stanislavski selama tiga bulan dan kelas ini bisa diikuti oleh siapa saja yang tertarik untuk menyelami seni peran tanpa menimbang latar belakang keaktoran masing-masing peserta. Pada akhir kelas, para peserta harus mempresentasikan hasil latihan mereka dalam bentuk sebuah pementasan yang bisa dilihat pada Sabtu dan Minggu pekan ini.

Kurator Teater Komunitas Salihara, Hendromasto Prasetyo mengatakan tujuan utama dari program Kelas Akting ini adalah untuk mendistribusikan pengetahuan kepada mereka yang tertarik mendalami seni peran. Hasil dari pelatihan ini tentunya dapat diimplementasikan sesuai kebutuhan masing-masing peserta dalam kehidupan sehari-hari.

“Program ini sejak awal didesain untuk menjadi ruang mendistribusikan pengetahuan yakni seni peran. Kita percaya seni peran tidak hanya berguna bagi para aktor di panggung atau di depan kamera, tetapi juga bisa untuk keseharian. Bagaimana seni peran dapat dipahami semua orang tanpa peduli latar belakangnya. Jadi hadirnya kelas ini adalah untuk mereka bisa mendalami dan mengimplementasikannya sesuai dengan kebutuhan masing-masing.”

Sejalan dengan visi Kelas Akting Salihara yang bisa membantu peserta mendalami dan mengimplementasikan materi ke personal masing-masing; berbagai latar belakang pun menghiasi peserta Kelas Akting tahun ini. Salah satunya adalah Arief Ramadhan, engineer yang tertarik mendalami dunia seni peran lewat Kelas Akting Salihara. 

“Saya tertarik belajar akting karena melihatnya sebagai pengembangan soft skill yang berguna dalam karir. Dalam akting kita belajar untuk berekspresi, membentuk citra diri, hingga membaca lawan bicara. Kemampuan ini relevan untuk semua manusia, termasuk engineer.” ujar Arief.

Lewat kelas ini, Arief berharap pembelajaran yang didapat dapat meningkatkan kecerdasan emosional, seperti lebih bisa berempati, memahami perspektif orang lain, dan mengekspresikan diri yang kelak dapat berguna untuk kehidupan sehari-hari.

Selain Arief yang merupakan peserta Tingkat 1, ada Ratih Kumala–Penulis Gadis Kretek–yang menjadi peserta Kelas Akting Salihara Tingkat 2. Menurut Ratih yang mengikuti Tingkat 1 di tahun sebelumnya, pembelajaran yang dirasakan begitu berbeda. Tingkat 1 fokus terhadap pembangunan fondasi sebagai seorang aktor sedangkan Tingkat 2 lebih ke proses ke dalam keaktoran itu sendiri.

“Jika di tingkat 1 adalah fondasi yang diberikan oleh mentor kami, Mas Rukman Rosadi, untuk mempersiapkan diri menjadi ‘aku aktor’, maka di tingkat 2 ini adalah proses benar-benar masuk ke ‘aku peran’. Dan karena kelas akting untuk teater, saya merasa tantangannya jauh lebih besar daripada aktor film. Bagi saya yang sehari-hari bekerja sebagai penulis, ini adalah modal yang penting untuk proses kreatif menulis.” Ujar Ratih. 

Informasi pembelian tiket untuk pertunjukkan Kota dan Topeng-Topeng yang Ganjil dan JATAH dapat dilakukan di tiket.salihara.org dengan harga donasi sebesar Rp50.000,-. Kedua pentas dengan durasi 60 menit ini akan menampilkan hasil pembelajaran selama ± 3 bulan yang dikembangkan tidak hanya oleh sutradara namun juga secara kolektif bersama dengan seluruh peserta.

 

Tentang Pentas:

 

Kota dan Topeng-Topeng yang Ganjil
Penampil: Kelas Akting Salihara Tingkat 1 2024
Sutradara: Rukman Rosadi
Sabtu, 30 November 2024 | 20:00 WIB

 

Sinopsis:

Kota dan Topeng-Topeng yang Ganjil menggambarkan dinamika kota yang secara sadar atau tidak kerap menuntun penghuninya untuk memiliki banyak topeng dalam kesehariannya. Yang terlihat dalam ruang publik seperti di kantor, berbeda dengan apa yang nampak di tempat nongkrong, dan berbeda pula ketika di ruang privat. Situasi tersebut memantik tegangan yang membuat lupa tentang wajah asli diri sendiri.

Kota dan Topeng-Topeng yang Ganjil adalah kolase pengalaman personal dan kolektif para peserta Kelas Akting Salihara Tingkat 1 2024. Karya ini bermula dari kepingan cerita masing-masing peserta yang mereka olah selama kelas berlangsung dan kemudian dijahit oleh sutradara menjadi keping-keping cerita dalam Kota dan Topeng-Topeng yang Ganjil.

 

Daftar Pemain:

Ahmed Dwiky Febrian, Alvino Owen Susilo, Arief Ramadhan, Ayu Kenar Briliane Mulia, Bela Nabila, Boetje Bismart, Denny Kristianto, Ferdinand Pavel Gunawan, Ibnatalain Jasin, Idoan Marciano, Kamal Zidane Ardarifa, Kunti Dewanggani, Marshanda Ratna Jelita, Mochammad, Hisyam Hidayat, Muhammad Fahmi Rizki, Rio Masito Situmeang, Runny Rudiyanti, Sarah Azka Isrinadi / Sarazany, Sebastian Partogi, dan Shaquilla Rahmadina.

 

*JATAH

Penampil: Kelas Akting Salihara Tingkat 2 2024
Sutradara: Rukman Rosadi
Penulis Naskah: Farhan Arief & Ratih Kumala
Minggu, 01 Desember 2024 | 16:00 WIB

 

Sinopsis:

Di sebuah kampung yang permai, warga tengah gelisah. Tanah mereka dilirik investor sekaligus Caleg setempat untuk disulap jadi kawasan wisata. Para lelaki bersemangat menjual tanah, sementara istri-istri mereka tegas menolak. Beda pendirian itu berujung pada aksi mogok seks para istri agar suami-suami mereka mengubah sikap.

Jatah ditulis oleh Farhan Arief dan Ratih Kumala yang terinspirasi Lysistrata karya Aristophanes. Jatah dikembangkan bersama seluruh peserta Kelas Akting Tingkat 2 2024. Dalam prosesnya, masing-masing peserta bertugas menajamkan karakter sementara sutradara mengatur ansambel permainan untuk menjaga premis naskah komedi tersebut. Jatah adalah tantangan serius bagi para peserta kelas mengingat komedi sama sekali bukan soal mudah. 

* Pertunjukan ini untuk usia 18 tahun ke atas.

 

Daftar Pemain:

Attila Syah, Dina Amalina, Farhan Arief, Firly Savitri, Fitria Sari, Manik, Michelle Evelyn Tanoto, Muthi Trileva, dan Ratih Kumala

 

 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

pameran

Komunitas Salihara x ArtSociates:
Memaknai Identitas antara “Diri Sendiri” dan “Yang Lain” dalam Theatre and the Other Self

Jakarta, 14 November 2024 – Komunitas Salihara bekerja sama dengan ArtSociates menggelar pameran dua seniman yang bertajuk Theatre and the Other Self. Pameran ini menampilkan karya-karya dari Mujahidin Nurrahman dan Nesar Eesar dan akan dibuka resmi pada Sabtu, 16 November 2024 di Galeri Salihara. Pameran yang dikuratori oleh Krishnamurti Suparka ini akan berlangsung hingga 15 Desember 2024.

Theatre and the Other Self menghadirkan sudut pandang unik tentang “diri” sebagai hasil negosiasi dari beragam pengaruh sosial, budaya, dan sejarah. Dalam pameran ini, sandiwara digunakan sebagai metafora kehidupan, mencerminkan dinamika identitas dalam percakapan global yang penuh perubahan. Karya-karya Nurrahman dan Eesar menyoroti gagasan tentang diri yang selalu berhadapan dengan “yang lain,” menunjukkan bagaimana konstruksi identitas tidaklah tetap dan selalu berkembang di bawah bayang-bayang pengaruh eksternal.

“Praktik berkarya Nurrahman dan Eesar melampaui narasi-narasi biografis. Keduanya membahas tema-tema keyakinan, kelokalan, dan simpangan antara yang pribadi dan publik, selagi mempertanyakan kerangka pengakuan dan penolakan dalam masyarakat yang langgeng hingga hari ini.” Ujar Krishnamurti dalam keterangan tertulis.

Kedua seniman dalam pameran ini, meski berasal dari latar budaya dan sejarah yang berbeda, memiliki pandangan yang sejalan dalam memaknai identitas sebagai sesuatu yang tak terhindarkan dari pandangan orang lain. Keduanya berasal dari generasi di mana Islam dipandang sebagai sesuatu yang asing, dengan stereotip yang menempatkannya sebagai ancaman bagi dunia Barat. Sebagai orang yang lahir dengan nama “pejuang iman” dan “cahaya rahmat,” Nurrahman dibayangi oleh beban stereotip yang telah dipupuk oleh propaganda global. Sedangkan bagi Eesar, pengasingan adalah bagian dari hidupnya. Ia lahir dan besar di Afganistan, ia menyaksikan konflik berkepanjangan di tanah kelahirannya. Baginya, Afganistan bukan hanya tempat konflik tetapi juga kenangan tentang keluarga, kepulangan, dan rasa kehilangan.

Melalui seni, Nurrahman dan Eesar mempertanyakan dan merebut kembali identitas mereka. Nurrahman kini memeluk namanya dalam karya-karyanya, menghadirkan potongan-potongan ornamen yang penuh simbolisme, sementara Eesar mengenang tanah kelahirannya melalui sapuan warna yang membawa ingatan masa lalu ke dalam komposisi baru. Kedua seniman ini menawarkan eksplorasi tentang “rumah” sebagai sesuatu yang tidak tetap, tetapi selalu berada di antara kehilangan dan penemuan kembali.

Narasi “diri” mereka diwarnai oleh pengaruh luar yang kuat, khususnya representasi Timur yang telah lama dikonstruksi oleh pandangan Barat. Pameran ini mengajak kita merenungkan bagaimana citra diri yang kita miliki sering kali ditentukan oleh konstruksi sosial yang terjadi di luar diri kita sendiri.

Di tengah masyarakat yang sedang sibuk membahas isu representasi dan inklusi, Theatre and the Other Self membuka ruang bagi kita untuk merenungkan tentang bagaimana persepsi terbentuk. Pameran ini mengajak kita untuk berpikir bagaimana konstruksi “keliyanan” terus memengaruhi interaksi dan pemahaman kita dalam kehidupan bermasyarakat saat ini. Pameran ini tidak hanya menampilkan karya seni, tetapi juga batas-batas persepsi, mendorong kita untuk terlibat secara kritis terhadap identitas yang dilihat, dipandang, dan dipahami di dunia yang batas antara “diri sendiri” dan “yang lain” semakin kabur atau bahkan semakin terhubung.

Pameran ini dapat dikunjungi mulai  16 November 2024 hingga 15 Desember 2024 (Senin & libur nasional tutup) di Galeri Salihara, dari jam 11:00 – 19:00 WIB. Pengunjung cukup membayar Rp50.000 (umum) dan RP25.000 (pelajar) untuk bisa menikmati pameran ini secara penuh. Informasi pembelian tiket bisa melalui tiket.salihara.org.

 

Tentang Seniman

Mujadihin Nurrahman (Bandung) memiliki karya yang khas, yaitu karya berbasis kertas yang dipotong-potong menjadi ornamen arabes yang cantik dan amat rinci, namun mengambil bentuk yang berseberangan secara ide, seperti senapan, peluru, hingga roket misil. Lahir dari keluarga Islam yang taat, Mujahidin kerap membahas isu-isu seputar Islam serta stigma kekerasan dan terorisme yang kerap menyertainya.

Sedangkan Nesar Eesar (Afghanistan, kini tinggal di Bandung), belajar kaligrafi pada masa rezim Taliban (1996-2001), kemudian seni lukis realistik dan miniatur di Kabul. Karya-karyanya kerap menggambarkan kondisi Afganistan dan dampak perang terhadap masyarakat Afghanistan. Kini ia berfokus pada isu pengungsian dan migran dengan karya bergaya lukisan Miniatur bergaya tradisional dari abad ke-15 Herat, Afghanistan.

 

Tentang Kurator

Praktik Krishnamurti Suparka mencakup drawing, menulis, mengajar, dan mengkurasi. Karya dan konsep kuratorialnya merupakan refleksi mendalam atas kondisi masyarakat terkini, termasuk: 1) Dampak sejarah, teknologi dan kemajuan material terhadap alam dan penghuninya; 2) Tentang arus informasi dan dampaknya terhadap akuisisi pengetahuan dalam gaya hidup serba-meme dan masa pasca-kebenaran (post-truth); serta 3) Cara kerja bahasa dan kode-kode linguistik dalam dunia yang saling terhubung. 

Tentang ArtSociates

ArtSociates adalah manajemen seni dan seniman yang didirikan pada 2007 oleh Andonowati sebagai bagian dari Foundation AB. Tujuan utamanya adalah mempromosikan seniman-seniman Indonesia kepada audiens yang lebih luas, baik di tingkat nasional maupun internasional. Selain itu, ArtSociates juga berfokus pada pengelolaan industri kreatif dengan tujuan membangun sebuah ruang yang memantau perkembangan dan inovasi di bidang seni dan budaya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, ArtSociates mengelola dan membina seniman-seniman yang diwakilinya dengan memperkuat kualitas mendasar dari karya mereka. Di saat yang sama, ArtSociates juga mengelola distribusi karya seni mereka dan meningkatkan kualitas portofolio seniman-seniman tersebut. Lebih lanjut, ArtSociates aktif mencari talenta baru dan inovatif melalui program penghargaan dua tahunan mereka, Bandung Contemporary Art Award.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

foolish

Komunitas Salihara x Pesta Boneka 2024: Bawa Misi Penyelamatan Bumi lewat Foolish Doom

Jakarta, 01 November 2024 – Komunitas Salihara akan menghadirkan teater menarik yang bertajuk Foolish Doom persembahan dari Tiny Colossus Productions. Pertunjukan ini adalah bagian dari rangkaian acara Pesta Boneka–yang berpusat di  Yogyakarta–yang diselenggarakan oleh Papermoon Puppet Theatre  pada Sabtu, 09 November pukul 20.00 WIB dan Minggu, 10 November pukul 16.00 WIB. Dengan durasi sekitar 60 menit, pertunjukan ini dapat disaksikan oleh semua usia. .

Foolish Doom merupakan satu-satunya pertunjukan dalam rangkaian program Pesta Boneka on Wheels yang dipentaskan di luar Yogyakarta.Pentas ini mengangkat kisah petualangan seorang penyihir maha kuat bernama Burnhart dan rekan setianya, Pippa, yang datang ke Bumi dengan misi mulia: menyelamatkan dunia dari krisis iklim.

Di tengah kekacauan dan hiruk-pikuk suara manusia dengan solusi yang saling bertentangan, Burnhart dan Pippa harus mencari cara untuk mengatasi tantangan besar ini. Dengan menggabungkan teater fisik, boneka objek, dan musik live, Foolish Doom menghadirkan kisah inspiratif yang membangkitkan harapan, mengingatkan kita semua bahwa perubahan nyata dimulai dari pengakuan akan kekuatan yang dimiliki setiap individu. 

Foolish Doom pertama kali dipentaskan di Jerman pada Juni 2024 dan ini menjadi penampilan perdana bagi Tiny Colossus Productions di Jakarta setelah sebelumnya ia dipentaskan di Yogyakarta dalam festival Pesta Boneka.

 

Tentang Tiny Colossus Productions

Tiny Colossus Productions, yang didirikan oleh Peter Sweet dan Leonie Baker, dikenal melalui karya-karya yang menggabungkan teater fisik, boneka, dan musik. Dengan tema yang seringkali besar namun disajikan secara ringan dan menghibur, kelompok teater ini bertujuan menciptakan pengalaman teater interaktif yang menyentuh hati dan pikiran anak-anak, remaja, hingga orang dewasa.

Peter Sweet, seorang seniman asal San Francisco, AS, yang kini menetap di Berlin, telah berkarya sebagai aktor, sutradara, dan pengajar teater fisik selama lebih dari dua dekade.  Pertunjukan solo dan duo miliknya, Meet Pete Sweet, Swinging High, dan BOOM!, telah dipentaskan di lebih dari 20 negara.

Pendiri lainnya yakni Leonie Baker merupakan aktris dan produser asal Inggris yang tinggal di Berlin, Jerman. Selain memiliki latar belakang dalam tari dan piano, ia juga menguasai seni boneka dan animasi objek secara otodidak.

Pertunjukan ini semakin istimewa dengan kehadiran Matteo Destro, salah satu pembuat topeng dan sutradara paling berpengaruh dalam teater topeng. Matteo menimba ilmu bersama Jacques Lecoq di L’École Internationale de Théâtre di Paris, kemudian memperdalam seni pembuatan topeng dengan maestro ternama Donato Sartori. Ia turut mendirikan Teatro Punto pada 2000 dan Larven Teatro pada 2004, dan sejak 2015 ia memimpin pusat internasional Atelier Mask Movement Theatre.

Foolish Doom didukung oleh Goethe-Institut Indonesia, yang berperan aktif dalam mendukung pertukaran budaya dan seni antara Indonesia dan Jerman. Dukungan ini diharapkan dapat memperkaya pengalaman penonton Indonesia dengan kualitas seni pertunjukan berstandar internasional.

Bagi pengunjung yang ingin melihat keseruan dalam pertunjukan Foolish Doom dapat melakukan pemesanan tiket di tiket.salihara.org dengan harga Rp110,000 (Umum) dan Rp55,000 (Pelajar). 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org