Ditulis oleh Wulansari Rembah
Jailangkung sudah lama dikenal masyarakat nusantara sebagai boneka pemanggil arwah. Mendengar kata “jailangkung” akan mengingatkan kita pada sosok boneka dari kayu dengan kepala dari tempurung kelapa yang berpakaian karung goni, sosok menyeramkan dengan jargon khasnya “datang tak dijemput, pulang tak diantar”. Bagaimana jika jailangkung dihadirkan dalam pentas teater?
SEKAT Studio menampilkan boneka ritus ini sebagai elemen utama dalam pertunjukan berjudul Identikit di Salihara pada Sabtu, 25 Februari 2023. Pertunjukan ini merupakan bagian dari pementasan Helateater yang diadakan tiap dua tahun. Tema tahun ini adalah “teater objek”, memungkinkan para kelompok teater bereksplorasi dengan berbagai objek seperti boneka, wayang, hingga benda keseharian, menjadikannya simbol dan memberikan pemaknaan tertentu dalam kisah yang mereka tuturkan, baik secara verbal maupun nonverbal.
Saat memasuki ruang teater, para penonton disuguhi aroma bunga melati yang semerbak, mengingatkan kita pada aroma mistis nan horor (meskipun ada juga sebagian orang menganggapnya aromaterapi yang menenangkan). Di panggung sudah tertata dua layar dari kain putih besar, jailangkung dan foto seorang perempuan di atas laci, serta susunan boneka modern seperti robot android dari yang kecil hingga jumbo, berukuran lebih besar dari manusia dewasa. Sambil menunggu pentas dimulai, nuansa malam dan sayup jangkrik terdengar dari speaker memenuhi ruang auditorium.
Pertunjukan dibuka dengan bunyi gemerincing lonceng yang dibawa oleh sosok bertopeng berambut putih panjang, yang nantinya kita akan tahu ia bertugas sebagai penata musik di sisi kanan panggung. Kemudian hadirlah dua orang laki-laki, yang satu berperawakan lebih tinggi. Lelaki tinggi melakukan ritual memanggil arwah kekasihnya yang sudah meninggal, sambil memasangkan aksesoris tertentu pada jailangkung. Pada percobaan pertama, tidak ada reaksi apapun sehingga lelaki tinggi kesal dan meninggalkan ruangan. Temannya masih melanjutkan ritual, lalu pergi juga tak lama kemudian. Setelah itu datanglah arwah yang berwujud sosok berbaju putih dan berambut putih, merasuki jailangkung hingga bergerak ke sana kemari. Tak puas menempati wadah kecil, arwah itu pindah merasuki boneka android berukuran sedang. Masih tak puas juga, ia masuk ke wadah android yang lebih besar, hingga akhirnya ia merasuki lelaki kecil dan bertingkah seperti perempuan sang kekasih temannya. Cerita mencapai puncaknya ketika arwah perempuan ini bermaksud mengendalikan tubuh kekasihnya juga.
Dalam penyajian kisahnya, Identikit mengombinasikan teater bayangan dan teater gerak. Tiap adegan diselingi dengan adegan kilas balik yang menggunakan bayangan boneka kertas pada proyektor kain. Dari adegan kilas balik itu, penonton bisa memahami perjalanan cinta antara si lelaki dan kekasihnya yang sudah meninggal. Pergantian adegan di masa lalu dan di masa kini mudah dipahami dengan penanda musik latar yang diisi oleh synthesizer, drum, dan instrumen ritmis lainnya. Musik yang lembut (meski kadang menyisakan nuansa sepi dan horor) menandakan kilas balik, sementara musik menegangkan yang didominasi oleh pukulan simbal drum dan lonceng menunjukkan masa kini. Selain penanda alur waktu, musik juga menjadi tanda peristiwa kesurupan. Gemerincing lonceng dan ringbell beberapa kali terdengar sangat intens untuk menggambarkan roh kekasih yang sudah berhasil merasuki wadah.
Para tokoh dan kru yang muncul di panggung menggunakan topeng dan bercerita pada penonton melalui gerak-gerik mereka, tanpa dialog satu kata pun, sehingga penonton akan menerka-nerka dan menafsirkan sendiri. Untungnya proyeksi bayangan boneka kertas yang dibuat sangat apik dan artistik membantu penonton memahami kisah masa lalu si lelaki dan perasaan cintanya yang dalam terhadap kekasihnya.
Makna Simbolik Sisir dan Boneka
Di antara serpihan kilas balik, salah satu yang menarik perhatian adalah gambar sisir yang seringkali muncul. Sisir menjadi benda tak terpisahkan yang menemani perjalanan cinta si tokoh. Mulai dari si lelaki yang memberikan sisir pada perempuan ketika mereka masih belia, sampai adegan lelaki yang sedang menyisiri rambut perempuan dari belakang. Bahkan adegan tersebut diulang kembali secara nyata di akhir cerita, saat arwah merasuki tubuh lelaki. Bentuk sisir sangat khas menyerupai sisir kuno peninggalan kebudayaan China. Mungkinkah sisir ini memiliki makna khusus?
Di China, sisir disebut “shubi”, alat rias yang menyimpan sejarah sejak ribuan tahun lalu. Tak hanya sebagai aksesoris, sisir juga menunjukkan status sosial pemakainya. Bagi masyarakat China, sisir merupakan simbol kebahagiaan. Sisir menjadi salah satu benda seserahan penting yang diberikan mempelai pria kepada mempelai wanita pada acara lamaran. Sebelum melaksanakan prosesi pernikahan, terdapat tradisi penyisiran yang dilakukan keluarga masing-masing mempelai. Anggota keluarga menyisir rambut mempelai sebanyak tiga kali sambil menyisipkan doa dan harapan.
Mengetahui kedudukan sisir yang ternyata sangat bernilai dalam kebudayaan China, tidak heran jika tokoh lelaki mengungkapkan rasa cintanya dengan menyisir rambut kekasihnya. Ungkapan tersebut mungkin sangat jarang ditemukan pada masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jawa. Hal inilah yang agak mengaburkan penonton tentang latar kisah ini, apakah di nusantara ataukah di China? Sebab selama ini, jailangkung selalu dikaitkan dengan tradisi orang Jawa.
Rupanya setelah ditelusuri, jailangkung berasal dari China dan diserap di Indonesia melalui interaksi yang terjalin sejak berabad-abad lalu. Di China, ritual pemanggil arwah ini bernama “Cai Lan Gong”, ritual untuk memanggil dewa keranjang yang biasanya dilakukan saat Festival Rembulan berlangsung. Ritual ini dibawa oleh para pedagang dan pendatang dari Tiongkok, hingga akhirnya terakulturasi dengan kebudayaan animisme Jawa. Kepercayaan orang Jawa tentang roh dan makhluk halus diduga menjadi salah satu faktor pendukung bertahannya ritual ini sampai sekarang. Mereka memandang bahwa semua makhluk hidup berdampingan di alam semesta, baik alam nyata maupun alam gaib. Makhluk halus, termasuk arwah nenek moyang dipercaya memiliki kekuatan supranatural, dapat mengontrol dan memengaruhi kehidupan di dunia nyata. Itulah alasannya ketika terjadi gejala alam di luar kendali manusia, masih ada sekelompok orang yang meminta bantuan terhadap makhluk gaib, menyapa dengan sesajen, maupun melakukan ritual pemanggil arwah.
Dalam pertunjukan Identikit, jailangkung menjadi boneka pertama yang dirasuki roh sebelum roh memasuki wadah-wadah lainnya, termasuk manusia. Saat lelaki kecil kesurupan, kita bisa melihat tubuhnya bergerak dikendalikan roh perempuan. Tangan dan kakinya bergerak seperti tungkai boneka kayu. Ia tak ubahnya seperti seonggok tubuh yang bergerak sembarangan. Adegan kerasukan yang terjadi berkali-kali ini membuat kita sekali lagi meyakini bahwa makhluk hidup memiliki elemen tubuh dan jiwa. Tanpa jiwa, tubuh hanyalah gumpalan daging dan tulang yang tak berarti apa-apa. Jiwalah yang membuatnya hidup. Jiwalah yang menjadi identitasnya, sementara tubuh hanya perangkat saja. Diskursus mengenai tubuh dan jiwa ini rupanya menjelaskan arti judul Identikit yang diusung. Dapat kita simpulkan bahwa Identikit adalah gabungan dua kata, identitas dan kit (perangkat).
Dengan bereksplorasi menggunakan objek jailangkung, pertunjukan Identikit telah mengajak kita untuk menelusuri interaksi budaya antara Indonesia dengan China, sekaligus mempertanyakan kembali makna tubuh dan jiwa, sembari mengaktifkan penuh indra penciuman, penglihatan, dan pendengaran kita.
Bacaan dan Tontonan Lebih Lanjut:
Film Cai Lan Gong yang mengungkap asal-usul jailangkung: https://www.fimela.com/entertainment/read/2342220/cai-lan-gong-ungkap-asal-mula-kehidupan-jailangkung
Kepercayaan orang Jawa tentang makhluk halus: https://historia.id/kultur/articles/hak-hidup-makhluk-halus-PRgbJ
Sisir dalam budaya China: https://www.youtube.com/watch?v=oOzz9jS2HIE