Tokoh-tokoh di dalam karya sastra tidak mesti selalu digambarkan sebagai manusia ideal, terpelajar, maupun pahlawan yang dianggap identik dengan realita. Terkadang pengertian mengenai realita itu sendiri juga perlu dipertanyakan. Kali ini kita akan berkenalan dengan Iwan Simatupang, pengarang Indonesia yang berkarya pada era 1950 dan 1960-an.
Salah satu keunikan karya-karya Iwan Simatupang terletak pada penggambaran tokoh-tokoh fiksinya. Terutama tokoh yang ia gambarkan sebagai manusia yang terkesan tidak waras alias gila. Siapa saja para tokoh fiksi yang unik itu? Mari kita simak di bawah ini.
Tokoh “aku” dalam cerita pendek “Lebih Hitam dari Hitam”
Si tokoh “aku” dalam cerita pendek ini adalah orang gila yang sedang dirawat di rumah sakit jiwa. Si “aku” yang selalu kesepian ini suatu hari akhirnya mendapatkan seorang kawan, si kepala besar, meski dengan cara yang terkesan aneh. Tetapi baru saja si “aku” menemukan keakraban, si kepala besar malah pergi meninggalkannya. Iwan Simatupang membawa kita ke dunia yang ganjil, dunia orang-orang gila, dengan sudut pandang yang baru. Tokoh si “aku” ini bisa kita baca di kumpulan cerita pendek Tegak Lurus dengan Langit (1982).
“Tokoh Kita” dalam novel Merahnya Merah
Iwan Simatupang hanya memberinya nama Tokoh Kita. Tokoh Kita di novel ini adalah seorang gelandangan yang pernah jadi calon rahib, komandan kompi, algojo dan masuk rumah sakit jiwa. Tokoh Kita kemudian terseret di dunia jalanan yang keras, kompleks dan tanpa harapan. Tokoh Kita pun diceritakan mati setelah tertancap golok gelandangan lain yang menaruh dendam padanya. Novel Merahnya Merah memang sering dicap sebagai novel absurd oleh para kritikus sastra Indonesia.
“Tokoh Kita” dalam novel Ziarah
Lagi-lagi Iwan Simatupang hanya memberi nama tokoh dengan Tokoh Kita. Tokoh Kita dalam novel ini memang tak secara terang-terangan dikatakan gila oleh si pengarang. Tokoh Kita adalah seorang pelukis yang ditinggal wafat oleh istrinya. Tetapi Tokoh Kita tak pernah menganggapnya demikian, karena ia selalu merasa bakal bertemu istrinya kembali di sebuah simpang jalan setiap pagi. Novel ini sering dikatakan sebagai refleksi personal Iwan Simatupang, karena ia memang kehilangan istrinya karena sakit tifus dan kejadian itu memang benar menekan batinnya. Novel ini mendapatkan Hadiah Roman Asean Terbaik 1977.
Pak Sastro dalam novel Kooong
Pak Sastro sebenarnya bukanlah tokoh gila seperti pada poin pertama di atas. Keunikan dari tokoh Pak Sastro bermula ketika ia memutuskan mencari seekor perkutut peliharaannya yang lepas. Pak Sastro yang diceritakan kesepian karena telah kehilangan istri dan anaknya, menganggap bahwa perkutut itu adalah segalanya. Pak Sastro pun pergi, mengorbankan harta bendanya demi perkutut yang bahkan berbunyi pun tak bisa. Apa yang terjadi berikutnya bisa kita baca dalam novel Kooong, novel yang memenangkan Sayembara Mengarang Roman Bacaan Remaja, novel yang mulanya menggunakan nama samaran Kebo Kenangan.
Itu dia beberapa tokoh unik yang dikarang oleh Iwan Simatupang. Selain Iwan, kita juga punya sastrawan lain yang punya gaya penceritaan non-realis. Mau tahu siapa saja? Yuk tonton peta sastra episode 09 untuk berkenalan! Klik di sini untuk menonton.