komas

(SIPFest) Salihara International Performing Arts Festival 2024
Orde Seni Baru

Hadir Kembali dengan Seni Pertunjukan Bermutu Tinggi

 

Jakarta, 24 Juli 2024 – Setelah vakum sejak 2019, Komunitas Salihara kembali menyelenggarakan SIPFest (Salihara International Performing Arts Festival) pada 02-31 Agustus 2024. SIPFest merupakan festival seni pertunjukan yang menampilkan beragam pertunjukan tari, musik, teater, dan juga lokakarya yang bisa diikuti mulai dari anak-anak hingga dewasa.

Direktur Program Komunitas Salihara Arts Center, Nirwan Dewanto mengatakan bahwa SIPFest merupakan puncak dari seluruh program Salihara dalam dua tahun terakhir. Bahkan menjadi sangat istimewa di mana festival ini menjadi luring sepenuhnya setelah sebelumnya dilaksanakan secara hibrida (2022) dan daring (2020) dengan nama Musim Seni Salihara,

Dengan SIPFest 2024 ini, kami hendak mengajak para pemirsa berekreasi dengan sesungguh-sungguhnya. Re-kreasi: ikut menciptakan kembali kesenian dan kebudayaan dengan penuh kegembiraan dan kemerdekaan. Menciptakan masyarakat yang sehat dan peka akan perubahan dan kemajuan.

SIPFest 2024 adalah gelanggang bagi para seniman-penampil dan masyarakat penonton untuk berbagi kreativitas, kebaruan dan kegembiraan. Sebuah daya-upaya untuk mengembangkan orde yang lain, yang tidak biasa-biasa saja. “ tambah Nirwan.

Festival dua tahunan Salihara baik SIPFest dan LIFEs selalu muncul dengan jargon yang menggambarkan semangat dari keseluruhan acara tersebut. “Orde Seni Baru” menjadi jargon dalam SIPFest tahun ini. Dalam keterangan tertulis, Nirwan Dewanto  menjelaskan bahwa “kita” tidak hanya punya orde politik melainkan juga ada orde seni yang dapat mengajak kita memperbaharui diri dan membuka ruang-ruang kreativitas yang tertutup oleh kekuasaan resmi,

Seni bukan hanya mengatasi politik, tapi juga mengisi ruang-ruang yang tidak diisi oleh politik. Seni memberikan alternatif terhadap klise dan kemandegan yang dijajakan oleh politik. Seni mengajak kita memperbaharui diri kita dan masyarakat kita. 

Seni itu menggoda, mengejutkan, sekaligus menyenangkan. Membuka ruang-ruang kreativitas yang tertutupi kekuasaan resmi. Kita memimpikan orde yang lain melalui kesenian. Kita menyurung orde kesenian, alih-alih orde politik, untuk mengembangkan kebangsaan dan kemanusiaan.” 

Selama ± satu (1) bulan pelaksanaan SIPFest akan menghadirkan rangkaian acara yang menampilkan keragaman pertunjukan seni dari berbagai negara seperti Australia, Jerman, Korea Selatan, Malaysia, dan tentunya; Indonesia. 

SIPFest akan resmi dibuka pada 03 Agustus 2024 dengan Jecko Siompo dan Animal Pop Family yang akan membawakan tari KUSUKUSU II. Jecko Siompo adalah penari dan koreografer asal Papua. la telah banyak membawa karya tari ke pentas-pentas internasional. Salah satu penemuan bentuk tarinya adalah Animal Pop, sebuah tarian yang lahir dari gerak gerik binatang yang dipadukan dengan gerak tradisi modern dan animasi. Tidak hanya menarik, Jecko dan Animal Pop Family juga akan mengadakan lokakarya tari yang dapat diikuti dari usia tujuh tahun, pada 02 Agustus 2024. Untuk bisa mengikuti lokakarya ini peserta cukup sudah memiliki tiket pertunjukan KUSUKUSU II.

Selain Jecko pengunjung dapat menikmati rangkaian pertunjukan yang akan dibawakan oleh Lucy Guerin Inc. (Australia), CCOTBBAT (Korea Selatan), Chong Kee Yong & Ensemble Studio C (Malaysia), Numen Company (Jerman), Jason Mountario & Trio, Jecko Siompo, Megatruh Banyu Mili, Annastasya Verina, dan Teater Koma (Indonesia). Jadwal lengkap dan detail pertunjukan mereka serta lokakarya yang diampu oleh beberapa penampil tersebut dapat dilihat melalui sipfest.salihara.org.

Tidak hanya pertunjukan, pengunjung juga dapat mengikuti Pentas Ceramah oleh Landung Simatupang yang akan mengangkat tajuk 50 Tahun Seni Peran di Jalur Olahraga Kesehatan. Ceramah yang akan diadakan pada 13-14 Agustus 2024, 20:00 WIB ini akan membahas mengenai cara mengolah pembacaan/penyuaraan teks menjadi pertunjukan yang bertumpu pada keaktoran dan didukung unsur-unsur artistik seperti lazimnya pergelaran teater.

Untuk dapat menikmati seluruh rangkaian acara yang ada dalam SIPFest 2024, pengunjung bisa langsung melakukan pemesanan tiket atau reservasi melalui laman resmi di sipfest.salihara.org. Harga tiket bervariasi mulai dari Rp75.000 (pelajar) hingga Rp155.000 (umum). 

____________________________________________________________________________________

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

?????????????????????????????????

Pameran Rupa Panggung: Sepilihan Skenografi Indonesia Hadir di Galeri Salihara

06 Juli – 04 Agustus 2024 | Selasa – Minggu | 11:00 – 19:00 WIB

Jakarta, 04 Juli 2024 – Dalam upaya memperkenalkan salah satu unsur produksi panggung dalam dunia teater, Komunitas Salihara menyelenggarakan sebuah pameran dengan tajuk Rupa Panggung: Sepilihan Skenografi Indonesia. Skenografi–dalam keterangan tertulis yang dibuat oleh Kurator Galeri Salihara, Asikin Hasan–adalah sisi seni rupa dalam pertunjukan dan merupakan bagian penting dalam pentas teater dan tari.

Perwujudan skenografi antara lain berbentuk komposisi tata panggung, cahaya, suara, unsur gambar, dan aroma. Skenografi menjadi penting sebab seorang skenografer dapat memberikan pengalaman inderawi serta menyakinkan penonton akan suatu dunia dalam panggung pertunjukan.

Rupa Panggung di Galeri Salihara ini adalah pameran yang sangat langka, bahkan belum pernah diadakan di Indonesia. Kami menampilkan beberapa skenografi terpilih dalam bentuk rancangan, foto, sketsa, maket dan rekonstruksi-bagian, dari sejumlah pentas tari dan teater dalam 50 tahun terakhir. Ini adalah pameran dokumentasi yang menunjukkan skenografi sebagai tulang punggung bagi khazanah seni pentas Indonesia. Mari kita saksikan karya-karya para pemuka skenografer kita, antara lain Roedjito, Danarto, Jay Subyakto.” Terang Direktur Program Komunitas Salihara, Nirwan Dewanto.

Di Indonesia kesadaran pada pentingnya skenografi dalam pentas teater sudah ada di awal abad ke-20, seiring dengan tumbuhnya sandiwara modern ketika bentuk-bentuk komedi stambul beringsut ke arah tonil (teater). Dalam perkembangannya, kehadiran Taman Ismail Marzuki (TIM) di masa awal Orde Baru menempatkan skenografi sebagai medan kerja sama antara orang-orang yang bertugas dalam tata panggung, properti, musik, cahaya, hingga busana.

Di era Orde Baru tersebut muncul nama-nama penting yang bekerja untuk skenografi pertunjukan antara lain seniman Roedjito, Danarto, dan Rusli. Pameran ini hendak menghadirkan kerja skenografi dalam berbagai aspek pertunjukan yang menghubungkan skenografi dengan penyutradaraan, aktor-aktor, dan naskah secara keseluruhan. 

Secara khusus, pameran ini menghadirkan karya, pemikiran dan berbagai aspek pertunjukan teater dan tari Indonesia seperti Sumur Tanpa Dasar, Danarto, Teater Kecil (1971), Dhemit, Roedjito, Teater Gandrik (1987), Sampek Engtay, Sjaeful Anwar, Teater Koma (1988), Biografi Yanti setelah 12 Menit, Teater Sae (1992), The Birds, Farida Oetoyo, Ballet Sumber Cipta (2001), Ariah, Jay Subyakto, Atilah Soeryadjaya (2011) dan Nggiring Angin, Roedjito, Bagong Kusudiarjo (1986), baik melalui rekonstruksi, maket, sketsa, serta dokumentasi foto dan video. Pameran ini menunjukkan panggung pertunjukan di Indonesia tak pernah jauh dari seni rupa dan para pelakunya.

Rupa Panggung: Sepilihan Skenografi Indonesia akan dibuka pada 06 Juli 2024 di Galeri Salihara, 16:00 WIB yang dapat dikunjungi secara gratis dengan mengisi tautan: Bit.ly/rsvpskenografi. Setelahnya, pameran ini dapat dikunjungi hingga 04 Agustus 2024 setiap Selasa-Minggu dari 11:00-19:00 WIB. Bagi calon pengunjung yang tertarik untuk hadir dalam pameran ini dapat membeli tiket sebesar Rp35.000 (umum) dan Rp25.000 (pelajar) dengan mengunjungi tiket.salihara.org

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

Screenshot 2024-06-19 114043

Mempertanyakan Eksistensi Manusia lewat Pertunjukan “Hutan” di Salihara

22-23 Juni 2024 | Sabtu & Minggu | 14:00 – 22:00 WIB | Teater Salihara

 

Jakarta, 10 Juni 2024 – Komunitas Salihara–bekerja sama dengan Goethe-Institut–mempersembahkan sebuah pertunjukan dengan judul “Hutan”. Pertunjukan ini merupakan instalasi suara performatif di mana pengunjung akan menikmati pengalaman suara yang diambil dari hutan Rungan, Kalimantan Tengah dengan koreografi yang imajinatif dan eksploratif. 

“Hutan” merupakan karya dari Katia Engel dan Ari Ersandi yang dikerjakan oleh para seniman dari penari, koreografer serta penata  suara dan masing-masing berasal dari Long Penaneh (Kalimantan Tengah), Lampung, Berlin, Budapest dan Yogyakarta ketika mendengarkan rekaman suara hutan Runggan di Kalteng. 

Karya ini merupakan sebuah kontemplasi tentang krisis saat ini, yang bukan melulu tentang lingkungan, tetapi juga perseptual. “Hutan” mengajak kita untuk merasakan suasana hutan Rungan yang diputar terus selama 8 jam di dalam Teater Salihara di mana pengunjung bebas keluar masuk dari 14:00 – 22:00 WIB. Tidak hanya menampilkan instalasi suara, karya ini juga menghadirkan koreografi tiga penari yang bisa dinikmati oleh pengunjung.

“Hutan” merupakan sebuah jawaban atas rangkaian pertanyaan tertulis oleh Katia dan Ari sebagai latar belakang dari karya yang akan dipresentasikan di Salihara,

“Jika hutan bisa bersuara, apa yang bisa ia ungkapkan tentang eksistensi kita, manusia? Dapatkah paduan suara hutan yang kompleks ditimbang sebagai bagian ingatan kolektif tubuh kita semua? Apakah mendengarkan irama dan frekuensi non-manusia di dalam hutan menciptakan pergeseran di dalam indra pendengaran kita?”

Berbeda dengan beberapa pertunjukan di Teater Salihara sebelumnya, karya yang berlangsung selama 8 jam ini mereplika siklus hari dari sebelum matahari terbit hingga gelap malam. Pengunjung bebas untuk masuk dan keluar ruang teater selama durasi; dan di dalam, mereka pun bebas berdiri, duduk atau berbaring, menikmati.

Untuk bisa menikmati pengalaman ini secara langsung, calon pengunjung bisa melakukan pemesanan tiket di tiket.salihara.org dengan harga Rp110.000 (umum) dan Rp55.000 (pelajar/mahasiswa). Instalasi suara performatif ini akan dilangsungkan pada 22-23 Juni 2024 di mana pada 15:00 – 17:00 WIB merupakan waktu yang terbaik bagi pengunjung anak-anak.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

Setengah Abad “Aduh”: Tetap Relevan Meski Setengah Abad Berjalan

10-12 Mei 2024

 

Jakarta,  20 Mei 2024 – Komunitas Salihara telah sukses menggelar rangkaian Setengah Abad “Aduh” di Salihara Arts Center yang terbagi ke dalam kegiatan diskusi, pembacaan, dan pertunjukan. Setengah Abad “Aduh” merupakan rangkaian yang diselenggarakan untuk menampilkan kembali karya tokoh teater ternama Indonesia; Putu Wijaya di mana salah satu naskahnya yang berjudul “Aduh” kembali dipentaskan setelah 50 tahun lamanya di Teater Salihara.

Selama tiga hari penyelenggaraan pada 10-12 Mei lalu, pengunjung dapat mengenal Putu Wijaya lebih dalam lewat kekaryaannya dalam diskusi Apa Kabar Telegram yang dibawakan oleh Goenawan Mohamad (10/05) dan Aduh Setelah 50 Tahun bersama  Cobina Gillitt (12/05). Selain dua diskusi tersebut, Komunitas Salihara juga mempersembahkan alumni Kelas Akting Salihara untuk membacakan fragmen karya dari Putu Wijaya dalam Malam Pembacaan Putu Wijaya (10/05). Rangkaian acara ini juga dihadiri oleh sejumlah tokoh seniman tanah air seperti Jajang C. Noer, Niniek L. Karim, Butet Kartaredjasa, dan lainnya.

Sebagai puncak dari rangkaian ini, pertunjukan “Aduh” yang dibawakan oleh Teater Mandiri dan disutradarai oleh Putu Wijaya ditampilkan selama dua hari pada 11-12 Mei. Tiket terjual habis dengan lebih dari 400 pasang mata menyaksikan “Aduh” setelah 50 tahun lamanya. 

Di depan awak media pascapementasan; dalam penggarapan “Aduh” yang dipentaskan di Teater Salihara, Putu mengatakan bahwa apa yang dia garap menggunakan process oriented

“Berbeda dengan product oriented yang dilakukan di barat–di mana semuanya sudah jelas dan tahu apa yang dituju–apa yang saya garap saya tidak tahu. Ketika masuk, bertemu dengan pemain, bertemu dengan kesulitan di lapangan, menimbulkan masalah yang menyebabkan saya berpikir dan setelah berpikir saya memanfaatkan apa yang ada.”

 

Para tokoh sibuk berdebat terhadap nasib “tokoh” yang terkapar tanpa ada aksi pertolongan dalam pentas Aduh di Teater Salihara
Dok. Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya.

 

Aduh merupakan pementasan yang menceritakan tokoh tanpa nama yang mengerang dan mengaduh kesakitan di tengah kesibukan orang banyak. Orang-orang sibuk berdebat, perlukah memberi pertolongan hingga yang sakit akhirnya mati. Mereka panik lalu susah payah membuang mayat yang sakit ke sumur. Tanpa sadar, di antara mereka ada yang terjebak di dalam sumur. Dari sumur itu lantas muncul suara mengaduh minta tolong di sela erangan. Lagi-lagi mereka berdebat perlukah menolong tanpa pernah bertindak hingga suara itu lenyap bersama ajal yang menjemputnya.  

Meski naskah ini dimainkan pertama kali di 1974, Putu menceritakan bahwa Aduh pernah dibawakan di 2010 meskipun tidak utuh. Sehingga pementasan di Salihara menjadi sesuatu yang begitu spesial baginya.

 

Siapakah Putu Wijaya?

Dalam dunia sastra dan teater tanah air, Putu Wijaya dikenal sebagai seorang seniman yang lengkap. Ia piawai dalam menulis esai, cerita pendek, novel, naskah lakon, dan juga cerita film. Kekaryaan Putu Wijaya dan jejaknya terentang dari 1964 saat ia masih merantau di Yogyakarta, ia menghasilkan karya-karya yang dekat dengan realisme, antara lain Dalam Cahaya Bulan, Lautan Bernyanyi dan Bila Malam Bertambah Malam.

Di Jakarta, Putu melahirkan kembali Bila Malam Bertambah Malam sebagai novel yang pertunjukannya juga pernah ditampilkan di Teater Salihara pada 2013. Putu merupakan seorang penulis yang mahir membangun cerita. Ia pernah menulis novel Telegram dan berhasil menjadi pemenang Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta (1972) disusul oleh novel-novel lainnya yang memenangkan penghargaan seperti Stasiun, Pabrik, dan lain-lain. Sebagai penulis, ia piawai menjelajahi prosa dan produktif melahirkan karya beragam bentuk. Tidak hanya novel, karya dramanya pun juga menarik untuk disimak salah satunya adalah naskah Aduh yang ia tulis pada 1971. Naskah ini; seperti karya-karya Putu Wijaya lainnya juga memenangkan Lomba Penulisan Lakon DKJ dan dipentaskan pertama kali pada 1974. 

Cerita di dalam naskah ini terinspirasi dari konflik manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk individu. Apakah komunitas yang sudah menzolimi individu atau individu yang sejatinya menindas komunitas, keputusannya diserahkan kepada penonton. Setelah 50 tahun atau setengah abad Aduh, naskah ini ditampilkan kembali di Teater Salihara. 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

Pameran Salihara: Wajah Indonesia dalam Relief Era Bung Karno

Jakarta,  20 Mei 2024 – Sebuah proyektor menampilkan video mengenai relief-relief yang dibangun di era Sukarno. Proyektor tersebut menampilkan salah satunya adalah karya S. Sudjojono yang berjudul Manusia Indonesia yang pernah menjadi bagian dari Bandara Internasional Kemayoran, Jakarta. Selain relief di dalam proyektor, kita juga dapat melihat cetak trimatra dari relief di Sarinah dan beberapa dokumentasi mengenai relief lain di era Presiden Sukarno. Baik relief, cetak trimatra, dokumentasi, dan arsip yang ditampilkan ini merupakan bagian dari pameran terbaru Komunitas Salihara dengan tajuk Relief Era Bung Karno yang berada di dalam Galeri Salihara.

Cetak trimatra relief Sarinah menggambarkan kehidupan rakyat Indonesia Dok. Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya.

Pameran ini dibuka pada 11 Mei lalu di Serambi Salihara oleh Pendiri Komunitas Salihara, Goenawan Mohamad dan Kurator Galeri Salihara, Asikin Hasan. Relief Era Bung Karno hadir untuk menumbuhkan kembali apresiasi terhadap karya relief sebagai bagian dari tumbuh kembang kesenian modern serta bangsa Indonesia secara keseluruhan. Pameran ini memperkenalkan kepada publik tokoh-tokoh seniman seperti Harijadi Sumadidjaja, S. Sudjojono, Surono, Trubus Soedarsono, dan seniman dari Sanggar Pelukis Rakyat yang begitu dekat hubungan dengan Presiden Sukarno.

Hadir pula dalam pameran ini anak dari S. Sudjojono; Maya Sudjojono  dan Alexandra Pandanwangi Sudjojono serta anak dari Harijadi Sumadidjaja; Santu Wirono.

 

Suasana pembukaan pameran Relief Era Bung Karno di Galeri Salihara (11/05)
Dok.Komunitas Salihara / Witjak Widhi Cahya.

Relief Era Bung Karno dapat dikunjungi dari 11 Mei hingga 09 Juni 2024 (Senin dan libur nasional tutup) di Galeri Salihara. Kurator Pameran; Asikin Hasan dan Ibrahim Soetomo menulis tajuk “Wajah Indonesia dalam Pahatan Relief-relief di Masa Mercusuar Soekarno” yang dapat dilihat sesaat pengunjung memasuki galeri. Dalam tulisan tersebut dikatakan,

“Relief-relief modern–demi membedakannya dengan relief yang terdapat di berbagai candi dan pura–berisi nilai-nilai luhur masa lalu, gotong royong, cinta kasih pada sesama, solidaritas, semangat membebaskan Indonesia dari belenggu imperialisme dan seterusnya. Pendek kata–relief-relief tersebut bercerita–segala hal yang berkaitan dengan proyek mercusuar Bung Karno dan kebaikan moralitas Indonesia.”

Singkatnya, pameran ini—yang mengemas topik kesejarahan lewat seni rupa–mengajak pengunjung untuk melihat gagasan presiden Soekarno lewat proyek-proyek yang ia kerjakan dengan seniman sezaman dan kedekatannya dengan tokoh-tokoh seni rupa ternama tanah air.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

WhatsApp Image 2024-05-10 at 14.36.46

Menyelami Kesenian Modern Indonesia dalam Pameran “Relief Era Bung Karno” di Galeri Salihara

Jakarta, 03 Mei 2024 – Memasuki Mei 2024, Komunitas Salihara mempersembahkan pameran berbasis kesejarahan dengan tajuk Relief Era Bung Karno yang akan resmi dibuka pada 11 Mei 2024 di Galeri Salihara. Pameran ini bisa dikunjungi umum mulai dari 11 Mei – 09 Juni 2024. 

Soekarno sebagai Presiden pertama Republik Indonesia dikenal memang dekat dengan dunia kesenian. Ia tidak hanya mengoleksi beragam lukisan dan patung di Istana Negara tetapi juga mengenalkan berbagai bentuk seni rupa lain seperti mural, mozaik, dan relief. Sebagai negarawan, Soekarno juga dekat dengan beberapa seniman ternama seperti Harijadi Sumadidjaja, S. Sudjojono, Surono, Trubus Soedarsono, dan Sanggar Pelukis Rakyat untuk mengerjakan proyek-proyek relief di era 1950-1960-an.

Kurator Galeri Komunitas Salihara, Asikin Hasan mengatakan bahwa pameran ini diselenggarakan untuk menumbuhkan kembali apresiasi terhadap karya relief sebagai bagian dari tumbuh kembang kesenian modern serta bangsa Indonesia secara keseluruhan,

“Pameran ini berencana menggunakan pendekatan seni media baru, seperti proyeksi video dan digital sculpting, sebagai media ungkap termutakhir yang dapat menjangkau pelaku dan penikmat seni generasi baru di Indonesia. Penggunaan media baru ini juga menjadi upaya pengarsipan digital sejarah kesenian modern Indonesia.” lanjut  Asikin dalam keterangan tertulis.

Relief Era Bung Karno akan menampilkan arsip dan dokumentasi terkait karya-karya relief di Indonesia dalam bentuk foto, video, digital sculpting, dan 3D print ke dalam sebuah pameran yang diolah secara artistik. Dalam proses pelaksanaannya, tim Galeri Salihara bekerja sama dengan fotografer dan seniman yang ahli dalam bidang digital sculpting dan 3D printing untuk membuat dan mencetak sebagian panel atau subjek relief terpilih. Relief-relief yang akan ditampilkan di antaranya adalah relief yang  berada di Bali Beach (Bali), Samudra Beach (Sukabumi), hingga Hotel Ambarrukmo (Yogyakarta).

Melalui pameran ini pengunjung akan melihat gagasan Presiden Soekarno tidak hanya lewat proyek-proyek yang ia gagas bersama seniman sezaman namun juga melalui video wawancara dengan kurator, seniman, dan instalasi-instalasi yang padu. 

Pameran ini dapat dikunjungi mulai  11 Mei 2024 hingga 25 Juni 2024 (Senin & libur nasional tutup) di Galeri Salihara. dari jam 11:00 – 19:00 WIB. Pengunjung cukup membayar Rp35.000 untuk bisa menikmati pameran ini secara penuh. Informasi pembelian tiket bisa melalui tiket.salihara.org.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

Presentation1

Melihat Kembali “Aduh” Karya Putu Wijaya
Setelah 50 Tahun Berlalu di Teater Salihara

10-12 Mei 2024 | Sabtu & Minggu | Teater Salihara

 

Jakarta, 03 Mei 2024 – Dalam dunia sastra dan teater tanah air, Putu Wijaya dikenal sebagai seorang seniman yang lengkap. Ia piawai dalam menulis esai, cerita pendek, novel, naskah lakon, dan juga cerita film. Kekaryaan Putu Wijaya dan jejaknya terentang dari 1964 saat ia masih merantau di Yogyakarta, ia menghasilkan karya-karya yang dekat dengan realisme, antara lain Dalam Cahaya Bulan, Lautan Bernyanyi dan Bila Malam Bertambah Malam.

Di Jakarta, Putu melahirkan kembali Bila Malam Bertambah Malam sebagai novel yang pertunjukannya juga pernah ditampilkan di Teater Salihara pada 2013. Putu merupakan seorang penulis yang mahir membangun cerita. Ia pernah menulis novel Telegram dan berhasil menjadi pemenang Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta (1972) disusul oleh novel-novel lainnya yang memenangkan penghargaan seperti Stasiun, Pabrik, dan lain-lain. Sebagai penulis, ia piawai menjelajahi prosa dan produktif melahirkan karya beragam bentuk. Tidak hanya novel, karya dramanya pun juga menarik untuk disimak salah satunya adalah naskah Aduh yang ia tulis pada 1971. Naskah ini; seperti karya-karya Putu Wijaya lainnya juga memenangkan Lomba Penulisan Lakon DKJ dan dipentaskan pertama kali pada 1974. 

Cerita di dalam naskah ini terinspirasi dari konflik manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk individu. Apakah komunitas yang sudah menzolimi individu atau individu yang sejatinya menindas komunitas, keputusannya diserahkan kepada penonton. Setelah 50 tahun atau setengah abad Aduh, naskah ini ditampilkan kembali di Teater Salihara. 

“Naskah ini masih relevan dengan situasi di Indonesia saat ini, di mana banyak yang hanya berbicara tanpa bertindak, bahkan dalam situasi kritis.” ujar Hendromasto Prasetyo, Kurator Teater Komunitas Salihara dalam keterangan tertulis.

Aduh pada 1974 menandai jejak karya teater Putu menjauh dari realisme. Absurditas mulai lekat padanya. Pasca Aduh, Putu konsisten mencipta teater dengan judul-judul singkat dan hanya terdiri dari satu suku kata. Dalam kesempatan kali ini Komunitas Salihara kembali mengajak penonton untuk meneroka naskah-naskah Putu Wijaya dalam rangkaian program seperti diskusi, pembacaan karya, dan pertunjukan teater dalam tajuk Setengah Abad “Aduh”.

Dalam rangkaian Setengah Abad “Aduhini kita akan melihat naskah Telegram dan Aduh–dan tidak menutup kemungkinan naskah-naskah lainnya–dibahas secara mendalam bersama dengan tokoh-tokoh seni seperti Goenawan Mohamad dan Cobina Gillitt.

Rangkaian ini juga menampilkan pembacaan fragmen karya-karya Putu Wijaya yang akan dipentaskan oleh alumni Kelas Akting Salihara serta tentunya pertunjukan Aduh oleh Teater Mandiri—disutradarai oleh Putu Wijaya—yang akan dipentaskan selama dua hari di Teater Salihara. 

 

Berikut adalah rangkaian program Setengah Abad Aduh yang akan dilaksanakan 10-12 Mei 2024:

Apa Kabar Telegram? [Diskusi]
Pembicara: Goenawan Mohamad 
Jumat, 10 Mei 2024 | 16:00 WIB | Teater Salihara

Putu Wijaya mahir membangun cerita. Sebelum Putu Wijaya dikenal sebagai nama penting dalam ranah teater di Indonesia, ia lebih dulu muncul sebagai penulis sastra. Karya sastranya telah terbit semasa ia masih tercatat sebagai mahasiswa di UGM maupun Asdrafi (Akademi Seni Drama dan Film) di periode 1960-an. Salah satu karyanya, novel Telegram (Pustaka Jaya, 1973), Putu Wijaya memilin yang nyata dan khayal dalam tokoh Aku sebagai nadi cerita. Telegram memiliki modus penceritaan yang berulang-alih antara kenyataan dan halusinasi. Bersama Goenawan Mohamad, diskusi ini akan membahas lebih dalam tidak hanya seputar naskah Telegram, namun juga karya-karya sastra Putu Wijaya lainnya.  

 

Malam Pembacaan Karya Putu Wijaya [Pentas]
Penampil: Budi Suryadi, Firly Savitri, Fransisca Lolo, Henry C. Widjaja, Sita Nursanti
Jumat, 10 Mei 2024 | 20:00 WIB | Teater Salihara

Malam pembacaan menyajikan sepilihan karya-karya Putu Wijaya baik berupa petikan cerita pendek, novel, maupun naskah teater. Alumni Kelas Akting Salihara menjadi pembaca karya-karya tersebut. Sejumlah karya yang dibacakan antara lain Stasiun, Telegram, dan Bila Malam Bertambah Malam.

 

Aduh [Teater]
Penampil: Teater Mandiri | Sutradara: Putu Wijaya
Sabtu, 11 Mei 2024 | 20:00 WIB & Minggu, 12 Mei 2024 | 16:00 WIB | Teater Salihara
Tiket: Rp110.000 (umum) & Rp55.000 (Pelajar)

 

Aduh oleh Teater Mandiri pertama kali dipentaskan pada 1974. Aduh menegaskan kehadiran yang absurd di ranah teater Indonesia kala lakon-lakon realis tengah berkibar. Sejak kemunculannya setengah abad lampau, Aduh menjadi salah satu naskah karya Putu Wijaya yang kerap dimainkan oleh banyak kelompok teater di Indonesia hingga hari ini. Bagi Putu Wijaya yang mendirikan Teater Mandiri, Aduh merupakan babak baru penjelajahan artistiknya. 

Aduh menampilkan tokoh tanpa nama yang mengerang dan mengaduh kesakitan di tengah kesibukan orang banyak. Orang-orang sibuk berdebat, perlukah memberi pertolongan tanpa pernah bertindak hingga yang sakit akhirnya mati. Mereka panik lalu susah payah membuang mayat yang sakit ke sumur. Tanpa sadar, di antara mereka ada yang terjebak di dalam sumur. Dari sumur itu lantas muncul suara mengaduh minta tolong di sela erangan. Lagi-lagi mereka berdebat perlukah menolong tanpa pernah bertindak hingga suara itu lenyap bersama ajal yang menjemputnya. 

Setelah setengah abad, Aduh masih terasa dekat dengan kenyataan di Indonesia hari ini. Bukankah hingga kini masih banyak di antara kita yang sibuk berkata-kata tanpa bertindak hingga berujung fatal?

 

Aduh Setelah 50 Tahun [Diskusi]
Pembicara: Cobina Gillitt
Minggu, 12 Mei 2024 | 14:00 WIB | Teater Salihara

Seri kedua diskusi Setengah Abad “Aduh” secara khusus membicarakan naskah lakon Aduh sebagai karya penting Putu Wijaya, yang menegaskan kehadiran Teater Mandiri di dunia teater Indonesia. Pada diskusi ini Cobina Gillitt menjadi pembicara tunggal yang akan membagikan pengalamannya dengan naskah Aduh. Pengalamannya sebagai anggota Teater Mandiri, menerjemahkan Aduh dan memainkannya dalam bahasa Inggris menjadi materi diskusi yang dapat diikuti sebelum karya tersebut dipentaskan di Teater Salihara.

Untuk melakukan pemesanan tiket, calon pengunjung bisa melakukan pembelian di tiket.salihara.org.

 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

debat2024

KOMUNITAS SALIHARA MEMBUKA PENDAFTARAN
“KOMPETISI DEBAT SASTRA TINGKAT SMA 2024”

Pendaftaran: 15 Maret–17 Juli 2024
Final: 28 September 2024
Total Hadiah: Rp44.000.000

 

Jakarta, 17 Maret 2024– Membaca karya sastra penting dilakukan sejak usia dini sebab sastra seperti novel, cerpen, atau puisi dapat memberikan kekayaan psikologis dan perspektif dalam memahami persoalan manusia atau dunia. Untuk mendukung minat baca sejak dini serta mendorong peningkatan intelektualitas generasi muda, Komunitas Salihara kembali membuka pendaftaran untuk Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA 2024. 

Kompetisi debat ini telah menjadi kalender rutin bagi Komunitas Salihara yang ingin berkontribusi dalam membuka wawasan kritis bagi pelajar muda di Indonesia dan di tahun ini kami hadir dengan  “Membandingkan novel Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta karya Luis Sepúlveda (Chili) dengan Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis (Indonesia)”.

Kedua novel ini dipilih untuk dibandingkan karena keduanya ditulis di saat negeri masing-masing—Indonesia dan Chili—diperintah oleh diktator militer—Soeharto di Indonesia dan Pinochet di Chili. Selain itu dari konteks juga keduanya bercerita antara lain tentang hubungan manusia dengan alam hutan, ekosistemnya, dan persoalan yang timbul akibat peradaban modern—suatu masalah yang menjadi semakin urgen belakangan ini.

Fokus perbandingan yang diminta adalah: penggarapan sastrawi atas tema pembangunan dan ekologi, dan penggarapan atas tokoh-tokoh cerita. Penting juga untuk melihat apakah ide (tema atau pesan cerita) dan bentuk (bahasa, metafora, plot, dll.) berjalin seimbang sehingga novel ini nikmat dibaca.

Bagi calon peserta yang ingin mengikuti “Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA” ini diharapkan untuk membentuk tim yang terdiri dari 3 (tiga) siswa tingkat SMA/sederajat dari sekolah yang sama. Tiap sekolah dapat mengirimkan lebih dari 1 (satu) tim. Siswa/i yang mendaftar harus merupakan siswa yang masih bersekolah di bangku SMA ketika final debat berlangsung di 28 September 2024.

Kompetisi ini tertutup bagi sekolah yang sudah menjadi juara 1 (satu) di tahun sebelumnya. Peserta yang mendaftar akan membuat karya tulisan telaah (berupa tulisan atau makalah) dalam bahasa Indonesia setelah membaca dan membandingkan kedua karya (Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta dan Harimau! Harimau!) yang dapat diunduh setelah proses pendaftaran.

Pendaftaran sudah dimulai sejak 15 Maret–17 Juli 2024, sedangkan untuk makalah dapat dikumpulkan mulai 17 Juli–05 Agustus 2024 (tenggat kirim surat elektronik). Perlu diingat, sekolah yang mendaftar namun tidak mengirimkan makalahnya akan didiskualifikasi pada tahun penyelenggaraan berikutnya.

Makalah yang terpilih akan dilihat dari mutu argumen, pendalaman, penggalian masalah, dan ketertiban serta keindahan bahasa Indonesia yang digunakan. Pemenang Kompetisi Debat Sastra akan mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp20.000.000 dan Rp15.000.000 untuk pemenang kedua. Tiga makalah favorit juga akan mendapatkan masing-masing Rp3.000.000 (pajak ditanggung pemenang). 

Di tahun ini Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA 2024 didukung oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan melalui Program Pemanfaatan Hasil Kelola Dana Abadi Kebudayaan Tahun 2023. Bagi Calon peserta yang tertarik untuk mengikuti kompetisi ini bisa mengunjungi laman salihara.org atau menghubungi edukasi@salihara.org.

 

Tentang Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta dan Harimau! Harimau! 

Ditulis oleh: Kurator Edukasi dan Gagasan Komunitas Salihara, Zen Hae

Novel Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis dan Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta karya Luis Sepúlveda adalah dua novel tentang konflik manusia dengan harimau. Yang pertama berlangsung di hutan Sumatra, yang kedua di belantara Ekuador. Harimau dalam hal ini mewakili kekuatan alam liar yang terusik oleh ulah manusia, baik karena pemukiman, penambangan maupun perburuan yang telah menjadi tradisi panjang masyarakat setempat. Sumber makanan harimau menipis dan membuatnya kelaparan. Itulah kenapa sang harimau menuntut balas, memangsa manusia. Sebaliknya, korban-korban yang berjatuhan menjadi alasan manusia untuk memburu harimau. Pada akhirnya, sang harimau mati di tangan para pemburu. Dengan begitu, salah satu kekuatan alam telah ditaklukkan. 

Kedua novel ini sama-sama memberikan pelajaran betapa pentingnya merawat alam dan menghormati apa-apa yang ada di dalamnya. Tanpa kesadaran ini maka perusakan alam (dalam hal ini: perburuan dan penambangan) akan terus terjadi. Dua pengarang, dengan cara masing-masing, telah menunjukkan betapa konflik antara manusia dan harimau hampir selalu dimulai dari terancamnya sang harimau oleh manusia. Manusia yang kelewat rakus menjarah hasil hutan akan menanggung akibat kemarahan para penghuni rimba raya. Tetapi, manusia selalu dimenangkan dalam konflik ini.

Membandingkan kedua novel ini berarti membandingkan juga dua budaya dalam melihat alam dan rimba raya. Termasuk cara pandang masyarakat dalam melihat ancaman harimau. Antara yang melihatnya dengan cara pandang realistis-pragmatis dan yang melihatnya dengan bumbu mitos harimau jadi-jadian. Antara cara pengarang yang tangkas dan penuh humor dan pengarang yang bertele-tele dan penuh petuah. Antara sapuan erotisme yang samar-samar dan maksud politik jahat penguasa setempat. Masing-masing novel hadir dengan kekuatan dan kelemahannya. 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

Mengapresiasi Kebaruan dalam Musik
Melalui Salihara Jazz Buzz 2024

Teater Salihara, 24-25 Februari & 02 Maret 2024

 

Jakarta, 10 Maret 2024 – Salihara Jazz Buzz 2024 telah sukses digelar dari 24 Februari –  02 Maret lalu. Acara ini menghadirkan tiga musisi hasil Undangan Terbuka yakni; A6 Ensemble, Borderline, dan Riki Danni. Ketiganya berhasil memukau lebih dari ratusan pasang mata yang menghadiri Salihara Jazz Buzz selama tiga hari pertunjukan tersebut.

Ketiga musisi pilihan dewan juri tersebut, hadir dengan membawa warna musik masing-masing dan menawarkan konsep yang progresif selayaknya nyawa dari Salihara Jazz Buzz yang selalu menawarkan kebaruan. Contohnya seperti A6 Ensemble–kelompok musik asal Yogyakarta– yang menghadirkan tradisi dan jaz dengan bunyi-bunyi tematiknya merepresentasikan beragam suasana yang dirasakan oleh tiap personilnya seperti senang, sedih, sukacita, dan didukung dengan tampilan visual arts di atas panggung.

A6 Ensemble dengan latar visualnya dalam pertunjukan di Salihara Jazz Buzz, Teater Salihara (25/02) Dok. Witjak Widhi Cahya

 

Selain A6 Ensemble, musisi Riki Danni yang menjadi pembuka dalam acara ini membawakan fusion jazz yang diiringi oleh alat musik saksofon, flute, gitar, keyboard, bas elektrik, perkusi, dan drum dengan sentuhan improvisasi tiap-tiap instrumen di dalam pertunjukannya. Riki mengaku bahwa bermain di Salihara Jazz Buzz merupakan pengalaman yang menyenangkan dan memotivasi dirinya untuk terus berkarya,

“Pengalaman yang asik, mengetahui bahwa ada wadah yang mengapresiasi kebaruan dalam musik menjadi motivasi saya untuk terus berkarya.”

Dorongan yang mengantarkan Riki dan rekan-rekan Jazz Buzz lainnya seperti A6 Ensemble dan Borderline, dilandasi oleh pengalaman musisi-musisi sebelumnya yang pernah mengikuti Undangan Terbuka ini di tahun-tahun sebelumnya.

Kembali mengingatkan, Salihara Jazz Buzz merupakan festival musik jaz persembahan Komunitas Salihara yang mengusung ide Jazz Sans Frontières, sebuah gagasan dan konsep musikal “lintas-batas”. Hal tersebut menjadikan Salihara Jazz Buzz sebagai salah satu acara yang paling diminati oleh pemirsa seni Komunitas Salihara. Salah satu upaya Komunitas Salihara untuk menemukan bakat-bakat terbaru dari musisi muda di bawah usia 35 tahun dalam bermusik jaz. Salihara mengadakan Undangan Terbuka untuk seluruh musisi yang memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Dewan Juri. Dari hasil Undangan Terbuka yang sudah dilakukan sejak 2023 lalu, terpilihlah tiga musisi yang telah disebutkan di atas yakni: A6 Ensemble, Borderline, dan Riki Danni yang mendapat kesempatan untuk bermain di Teater Salihara pada 24 Februari (Riki Danni), 25 Februari (A6 Ensemble), dan 02 Maret (Borderline).

Semangat untuk menemukan estetika baru dalam mendengarkan jazz diharapkan masih terus berkobar untuk tahun-tahun kedepannya, mengingat antusias dan respons masyarakat yang begitu baik di tiap-tiap tahun penyelenggaraan Salihara Jazz Buzz. Salah satunya adalah Muhammad Febriyanto (29) yang mengatakan pengalaman menonton musik jaz yang dipersembahkan Riki Danni merupakan sesuatu yang baru dan membuat nyaman,

“Untuk sebuah showcase ini adalah pertunjukan yang membuat nyaman meskipun memang jenis musiknya tidak untuk semua kalangan. Vibes yang dibangun sangat menarik dan saya suka walaupun ini (konsep) acara musik jaz pertama kali saya lihat.”

Kurator Musik Salihara, Tony Prabowo berharap ke depannya Salihara sebagai presenter pada acara musik jaz tetap bisa menghadirkan tawaran yang lebih progresif terutama terhadap genre musik yang sesuai dengan visi/misi yang sudah dipegang Salihara selama lebih dari 15 tahun ini.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

kartono-pers

Mengamati Harta Karun Sejarah Seni Rupa Indonesia dalam Pameran Kartono Yudhokusumo

Pameran: 10 Desember 2023 – 21 Januari 2024
Jam Buka: Selasa – Minggu | 11:00 – 19:00 WIB
Senin & Libur Nasional Tutup

 

Jakarta, 08 Desember 2023 – Menutup tahun 2023, Komunitas Salihara menyelenggarakan programpameran karya dan arsip dari salah satu tokoh seni rupa Indonesia; Kartono Yudhokusumo. Pameran ini menghadirkan kurator tamu Amir Sidharta, seorang kolektor, pengamat seni, penulis, dan juga pemilik dari rumah lelang ternama “Sidharta Auctioneer”. Pameran yangberlangsung dari 10 Desember 2023 – 21 Januari 2024 ini akan memperlihatkan beragam karya-karya drawing dari Kartono yang hampir tidak pernah diperlihatkan kepada publik, dan pameran kali ini menjadi kesempatan yang tepat untuk melihat harta karun sejarah seni rupa Indonesia.

 

Asikin Hasan, Kurator Galeri Salihara mengatakan bahwa Kartono Yudhokusumo merupakan tokoh penting yang gagasan artistiknya belum banyak dibicarakan. “Kartono Yudhokusumo adalah satu dari tokoh penting pelukis Indonesia yang gagasan artistiknya belum banyak dibicarakan. Ia mengembangkan gaya seni lukis dekoratif yang sangat khas. Kita dapat melihat jejak tradisi, sekaligus artikulasi modern dalam banyak lukisannya.” Melalui pameran ini kita tidak hanya melihat karyanya saja, namun juga dapat melihat perjalanan hidupnya melalui dokumentasi baik berupa gambar, lukisan, artefak, catatan, dan berita tentang dirinya yang dimuat di media massa.

 

Siapa Kartono Yudhokusumo?

Lahir di Lubuk Pakam, Sumatera Utara, pada 18 Desember 1924,  Kartono telah belajar melukis sejak usia belia. Sejak muda ia banyak berguru kepada pelukis-pelukis pemandangan ternama seperti Chiyoji Yazaki, S. Sudjojono, B.J.A. Rutgers dan W.F.M Bosschaert. . Kartono banyak melukis pemandangan, alam benda, bangunan, suasana revolusi, dan objek sehari-hari dengan berbagai medium seperti cat air, pastel, cat minyak, tinta cina, dan masih banyak lainnya.

Kemampuan melukis Kartono sudah diakui sejak usia muda. Terbukti dalam pemberitaan harian Jawa Nippo (sebuah harian Jepang) pada 13 Agustus 1934, pelukis Jepang; Chiyoji Yazaki mengakui bakat seorang laki-laki dari Jawa berusia kira-kira 10 tahun yang diharapkan akan memiliki masa depan yang baik. Karya-karyanya dari 1934 kemungkinan besar dibuat ketika Kartono muda sedang ikut dalam kegiatan Masyarakat Pelukis Pastel, yang beberapa kali keliling kota Batavia untuk melukis bersama di bawah bimbingan pelukis senior Yazaki sebagai ketua kelompok itu.

Di masa pendudukan Jepang, Kartono mendapat penghargaan dan kesempatan untuk berpameran. Menurut pemberitaan di harian Soeara Asia, 16 Oktober 1943, dalam pameran yang diselenggarakan 12 hingga 26 Oktober 1943 itu dipamerkan 43 karyanya yang dibuatnya selama 8 tahun.

Kartono Juga sempat menggambar tema-tema perjuangan dan revolusi saat masa kemerdekaan Indonesia. Objek prajurit baris-berbaris, berlatih, dan istirahat sering menjadi sumber inspirasi Kartono dalam melukis. Kartono menggambarkan aksi perjuangan dalam lukisan yang berjudul Penyerangan pada Pengok dan Wonosari, yang mengisahkan upaya perjuangan pejuang-pejuang Indonesia melawan Belanda yang kembali ingin menjajah tanah air.

Setelah pengakuan kedaulatan di 1949, Kartono pindah ke Bandung dan banyak melahirkan lukisan-lukisan pemandangan dari tempat-tempat yang ia kunjungi. Bahkan di Bandung, Kartono terus menggambar dan melukis pemandangan Bandung dan beragam tempat lain di Jawa Barat dengan mengendarai motor besarnya. Kartono meninggal di usia 33 tahun dan pameran ini akan mengajak kita untuk melihat kekaryaan hidupnya yang terbilang singkat serta mengapresiasi apa yang telah ia tinggalkan untuk sejarah seni rupa Indonesia.

Pameran Kartono Yudhokusumo: Karya dan Arsip mulai dibuka untuk umum dari 10 Desember 2023 – 21 Januari 2024 dengan jam buka Selasa-Minggu dari 11:00 – 19:00 WIB. Pengunjung bisa melakukan pemesanan tiket melalui tiket.salihara.org atau datang langsung dengan biaya masuk Rp35.000 (Umum) dan Rp25.000 (Pelajar).

Selain pameran, juga akan ada diskusi dengan tajuk Menilik Kartono Yudhokusumo yang akan diselenggarakan di Komunitas Salihara padaRabu, 13 Desember 2023 pukul 19:00 WIB. Diskusi ini akan menghadirkan Danuh Tyas Pradipta dan  Sally Texania yang merupakan kurator dan periset yang akan mencoba menggali dan melebarkan makna pada karya-karya Kartono dari segi-segi artistik, tematik, dan situasi yang melingkupinya di masa itu.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org