foolish

Komunitas Salihara x Pesta Boneka 2024: Bawa Misi Penyelamatan Bumi lewat Foolish Doom

Jakarta, 01 November 2024 – Komunitas Salihara akan menghadirkan teater menarik yang bertajuk Foolish Doom persembahan dari Tiny Colossus Productions. Pertunjukan ini adalah bagian dari rangkaian acara Pesta Boneka–yang berpusat di  Yogyakarta–yang diselenggarakan oleh Papermoon Puppet Theatre  pada Sabtu, 09 November pukul 20.00 WIB dan Minggu, 10 November pukul 16.00 WIB. Dengan durasi sekitar 60 menit, pertunjukan ini dapat disaksikan oleh semua usia. .

Foolish Doom merupakan satu-satunya pertunjukan dalam rangkaian program Pesta Boneka on Wheels yang dipentaskan di luar Yogyakarta.Pentas ini mengangkat kisah petualangan seorang penyihir maha kuat bernama Burnhart dan rekan setianya, Pippa, yang datang ke Bumi dengan misi mulia: menyelamatkan dunia dari krisis iklim.

Di tengah kekacauan dan hiruk-pikuk suara manusia dengan solusi yang saling bertentangan, Burnhart dan Pippa harus mencari cara untuk mengatasi tantangan besar ini. Dengan menggabungkan teater fisik, boneka objek, dan musik live, Foolish Doom menghadirkan kisah inspiratif yang membangkitkan harapan, mengingatkan kita semua bahwa perubahan nyata dimulai dari pengakuan akan kekuatan yang dimiliki setiap individu. 

Foolish Doom pertama kali dipentaskan di Jerman pada Juni 2024 dan ini menjadi penampilan perdana bagi Tiny Colossus Productions di Jakarta setelah sebelumnya ia dipentaskan di Yogyakarta dalam festival Pesta Boneka.

 

Tentang Tiny Colossus Productions

Tiny Colossus Productions, yang didirikan oleh Peter Sweet dan Leonie Baker, dikenal melalui karya-karya yang menggabungkan teater fisik, boneka, dan musik. Dengan tema yang seringkali besar namun disajikan secara ringan dan menghibur, kelompok teater ini bertujuan menciptakan pengalaman teater interaktif yang menyentuh hati dan pikiran anak-anak, remaja, hingga orang dewasa.

Peter Sweet, seorang seniman asal San Francisco, AS, yang kini menetap di Berlin, telah berkarya sebagai aktor, sutradara, dan pengajar teater fisik selama lebih dari dua dekade.  Pertunjukan solo dan duo miliknya, Meet Pete Sweet, Swinging High, dan BOOM!, telah dipentaskan di lebih dari 20 negara.

Pendiri lainnya yakni Leonie Baker merupakan aktris dan produser asal Inggris yang tinggal di Berlin, Jerman. Selain memiliki latar belakang dalam tari dan piano, ia juga menguasai seni boneka dan animasi objek secara otodidak.

Pertunjukan ini semakin istimewa dengan kehadiran Matteo Destro, salah satu pembuat topeng dan sutradara paling berpengaruh dalam teater topeng. Matteo menimba ilmu bersama Jacques Lecoq di L’École Internationale de Théâtre di Paris, kemudian memperdalam seni pembuatan topeng dengan maestro ternama Donato Sartori. Ia turut mendirikan Teatro Punto pada 2000 dan Larven Teatro pada 2004, dan sejak 2015 ia memimpin pusat internasional Atelier Mask Movement Theatre.

Foolish Doom didukung oleh Goethe-Institut Indonesia, yang berperan aktif dalam mendukung pertukaran budaya dan seni antara Indonesia dan Jerman. Dukungan ini diharapkan dapat memperkaya pengalaman penonton Indonesia dengan kualitas seni pertunjukan berstandar internasional.

Bagi pengunjung yang ingin melihat keseruan dalam pertunjukan Foolish Doom dapat melakukan pemesanan tiket di tiket.salihara.org dengan harga Rp110,000 (Umum) dan Rp55,000 (Pelajar). 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

WhatsApp Image 2024-09-19 at 16.54.21

Cinta dan Ingatan: Menghidupkan Kisah Cinta Masyarakat Metropolitan bersama Dansity

Jakarta, 14 September 2024 – Komunitas Salihara kembali dengan program tari, menghadirkan rangkaian pertunjukan tari kontemporer dari Dansity pada 21-22 September mendatang. Acara ini menghadirkan empat karya dari empat koreografer (Josh Marcy, Nudiandra Sarasvati, Siko Setyanto, & Yola Yulfianti) dengan tajuk Cinta dan Ingatan

Cinta dan Ingatan tumbuh dari narasi tentang kota sebagai tempat hubungan cinta berkembang dan bersemi yang dihadirkan dalam empat karya tari. Suasana kota yang energik, keindahan arsitektur, dan keragaman budaya dapat menjadi latar belakang yang memainkan peran penting dalam menghidupkan cerita-cerita cinta. Di sisi lain, kota juga menyimpan ingatan yang melibatkan rasa sakit atau kehilangan. Kota juga mencerminkan perubahan zaman dan transformasi hubungan cinta. Ingatan kolektif tentang kota dalam konteks cinta, berdampak pada bagaimana kita menghubungkan cinta dan ingatan dengan kota tersebut. Empat karya tari ini menghadirkan ingatan kolektif yang melibatkan memori bersama tentang pengalaman dan perasaan dalam cinta. 

Kurator Tari Komunitas Salihara, Tony Prabowo mengatakan bahwa Dansity selalu berkomitmen dalam memberikan inovasi di bidang tari melalui eksperimen lintas media dalam seni pertunjukan.

“Grup ini berfokus pada eksplorasi tari kontemporer dan eksperimen lintas medium dalam seni pertunjukan, dengan komitmen terhadap profesionalisme dan inovasi di bidang tari.

Cinta dan Ingatan merupakan sebuah pertemuan 3 koreografer dan penari yang proses penciptaannya mengutamakan latihan terbuka ( open rehearsal ) yang telah mereka lakukan sejak akhir tahun lalu. Dalam prosesnya, keberlangsungan karya bertumbuh ini membutuhkan feedback dan mendiskusikan langsung dengan penontonnya.”

“Peran dan konsistensi Salihara sebagai art center /presenter diharapkan bisa memberikan sumbangan dalam mendorong pertumbuhan serta perkembangan tari kontemporer di Indonesia,” lanjutnya.

Dalam pertunjukan yang akan dibawakan di Teater Salihara pekan ini, Dansity menghadirkan empat judul koreografi dengan detail;

 

1. The LoversKoreografer: Josh Marcy | Penari: Josh Marcy & Nudiandra Sarasvati 

Sabtu, 21 September 2024 | 20:00 WIB

The Lovers mempertunjukan dua manusia, dua medan yang bertemu, bertaut, dan kelindan. Karya ini berupa kolase imaji bernuansa romansa, yang justru menemukan pemaknaannya yang sekilas-kilas melalui disrupsi terhadap apa yang dibayangkan sebagai romantisme. The Lovers ingin bermain-main dengan gairah, lalu dengan dingin menyingkap hal-hal yang tersembunyi di balik penggambarannya—pada hantu ingatan, mesin kekuasaan, kematian dan lahir kembali.

 

2. Longing You

Koreografer: Yola Yulfianti | Penari: Sri Qadariatin & Savika Refa Zahira

Sabtu, 21 September 2024 | 20:00 WIB

Longing You terinspirasi dari ketegangan dan konsistensi yang muncul dari aksi Kamisan. Suatu gerakan yang diinisiasi oleh Maria Catarina Sumarsih, atau orang tua Bernadinus Realino Norma Irmawan, salah satu korban dari Tragedi Semanggi I, 1998. Ibu Sumarsih menjadi simbol keteguhan dan keberanian. Ia berkomitmen dan konsisten dalam melawan penindasan dan berjuang untuk memperoleh keadilan terhadap hak asasi manusia dan penegakan hukum. Eksplorasi antara gerakan yang intens dan ketidakseimbangan tubuh merupakan dasar dari proses penciptaan karya ini. Bagaimana tubuh merespons dan beradaptasi serta berinteraksi dinamis antara kontrol dan kekacauan. Bagaimana ketegangan dan ketidakstabilan dapat memengaruhi ekspresi tubuh.

 

3. Ketika Menyala

Koreografer: Nudiandra Sarasvati | Penampil: Nudiandra Sarasvati

Minggu, 22 September 2024 | 16:00 WIB

Karya terbaru Nudiandra berasal dari ketakutannya sendiri akan penuaan tanpa melakukan apa-apa. Waktu terus berjalan tanpa henti dan ia ingin menghentikannya. Namun, apa yang akan  dilakukan jika waktu benar-benar berhenti? Bisakah kita menanggung konsekuensinya? Karya ini adalah pertunjukan berdasarkan naskah yang ditulis oleh Nusa Wicastya. Ketika Menyala juga mengajak keterlibatan penonton dalam karya ini.

 

4. Tentang Kamu Dulu, Aku Nanti

Koreografer: Siko Setyanto | Penampil: Siko Setyanto

Minggu, 22 September 2024 | 16:00 WIB

Siko merefleksikan masa duka dan trauma yang berdampak besar pada kehidupannya. Proses berat, gejolak batin, penerimaan dan berdamai dengan kesedihan dirangkai dalam adegan sebagai perwujudan salam perpisahan terakhir dan doa bagi yang telah pergi menuju ketenangan abadi.

 

Untuk bisa melihat empat karya dari empat koreografer Dansity secara langsung, calon pengunjung bisa melakukan pemesanan tiket di tiket.salihara.org dengan harga Rp110.000 (umum) dan Rp55.000 (pelajar/mahasiswa). Untuk pertunjukan The Lovers dikhususkan untuk calon pengunjung yang sudah berusia 21 tahun ke atas. 

____________________________________________________________________________________

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

tandacinta

Salihara International Performing Arts Festival (SIPFest) 2024: Ruang Bebas untuk Seni Bermutu Tinggi

Jakarta, 12 September 2024 – Pertunjukkan Tanda Cinta oleh Teater Koma menjadi penanda berakhirnya Salihara International Performing Arts Festival (SIPFest) 2024 pada 31 Agustus lalu. Sebelumnya SIPFest–yang menjadi festival terbesar Komunitas Salihara di tahun ini–diselenggarakan selama 1 bulan penuh dari 02-31 Agustus menampilkan berbagai kesenian bermutu tinggi dari dalam dan luar negeri.

Teater Koma menjadi penutup yang manis, sebab pertunjukannya di SIPFest merupakan kemunculan pertama kali Teater Koma setelah terakhir pentas di Salihara 14 tahun yang lalu. Sutradara Tanda Cinta, Rangga Riantiarno mengatakan bahwa bisa bermain di SIPFest merupakan kesempatan yang luar biasa bagi Teater Koma,

“Menurut saya, (ketika) kita bingung dengan kondisi Jakarta tidak ada gedung pertunjukan (serupa Salihara), bersyukur banget ada Salihara. Sangat luar biasa memberikan ruang untuk seniman menyajikan karya yang entah work in progress atau yang sudah jadi. Penontonnya intim sekali, ada banyak lakon potensial yang bisa dimainkan di Salihara. 

Dan bisa bermain di SIPFest adalah kesempatan yang luar biasa, karena udah 14 tahun berlalu kami terakhir di sini, dan kenalan lagi dengan penonton Salihara.” terang Rangga.

SIPFest merupakan festival seni pertunjukan yang menampilkan beragam pertunjukan tari, musik, teater, dan juga lokakarya yang bisa diikuti mulai dari anak-anak hingga dewasa.

“Orde Seni Baru” menjadi jargon dalam SIPFest tahun ini. Dalam keterangan tertulis, Nirwan Dewanto  menjelaskan bahwa “kita” tidak hanya punya orde politik melainkan juga ada orde seni yang dapat mengajak kita memperbarui diri dan membuka ruang-ruang kreativitas yang tertutup oleh kekuasaan resmi,

“Seni bukan hanya mengatasi politik, tapi juga mengisi ruang-ruang yang tidak diisi oleh politik. Seni memberikan alternatif terhadap klise dan kemandegan yang dijajakan oleh politik. Seni mengajak kita memperbarui diri kita dan masyarakat kita. 

Seni itu menggoda, mengejutkan, sekaligus menyenangkan. Membuka ruang-ruang kreativitas yang tertutupi kekuasaan resmi. Kita memimpikan orde yang lain melalui kesenian. Kita menyurung orde kesenian, alih-alih orde politik, untuk mengembangkan kebangsaan dan kemanusiaan.” 

Selama satu bulan penyelenggaraan, Komunitas Salihara telah menampilkan 15 kelompok seniman termasuk seniman dalam rangkaian program Work in Progress (menampilkan karya yang masih dalam tahap pengembangan) untuk ditampilkan kepada publik Komunitas Salihara. Dalam festival ini Komunitas Salihara juga menampilkan kelompok seniman luar negeri, antara lain dari  Australia, Jerman, Korea Selatan, dan Malaysia.

Sejumlah tokoh seniman dan public figure tanah air juga turut menjadi saksi akan keseruan rangkaian pertunjukan festival ini seperti; Guruh Soekarno Putra, Dewa Budjana, Maudy Koesnaedi, Ladya Cheryl, dan masih banyak lagi.

Untuk Melihat berbagai ulasan dari rangkaian program yang berjalan di SIPFest 2024, Anda bisa membacanya secara lengkap di blog.salihara.org. Dalam blog tersebut terangkum berbagai kegiatan seputar rangkuman pertunjukan yang telah dipentaskan dalam festival ini. Untuk jadwal pertunjukan dan buku program SIPFest 2024, sila mengunduh di sipfest.salihara.org.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

__________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

Screenshot_1

Komunitas Salihara Mendapatkan
Penghargaan Internasional dari The Japan Art Association

Jakarta, 10 September 2024 – Komunitas Salihara mendapatkan “The Praemium Imperiale Grant for Young Artists” dari The Japan Art Association atas upaya dalam merawat kebebasan berpikir dan berekspresi melalui penyediaan ruang kepada seniman-seniman muda di Indonesia. Penghargaan ini diberikan langsung oleh Hisashi Hieda (Direktur the Japan Art Association) pada 10 September, pukul 18:00 waktu setempat di Hotel Okura, Tokyo. 

Nirwan Dewanto (Direktur Utama) dan Ening Nurjanah (Direktur Program) mewakili Komunitas Salihara dalam konferensi pers dan serah terima tersebut. Acara penyerahan penghargaan ini dihadiri dan diliput oleh 60 media massa Jepang dan internasional.

The Praemium Imperiale Grant for Young Artists didirikan pada 1997 dengan tujuan mendukung dan mendorong kegiatan para seniman muda yang sejalan dengan visi dan misi Japan Art Association.

Penganugerahan ini diberikan setiap tahun kepada seniman maupun organisasi yang secara aktif berkontribusi pada pengembangan bakat artistik para generasi muda. Untuk bisa mendapatkannya, calon penerima harus melalui beberapa kriteria tertentu salah satunya merupakan seniman / lembaga seni profesional atau sedang dalam pelatihan menjadi profesional.

Direktur Utama Komunitas Salihara, Nirwan Dewanto menanggapi penganugerahan ini dengan bangga lewat keterangan tertulisnya, 

“Anugerah yang kami terima hari ini merupakan hal yang penting bagi kami, Komunitas Salihara dan juga komunitas seni di Indonesia, terutama dalam tiga hal. Pertama, hal ini mengingatkan kami agar selalu berada di garda depan dalam mendorong perkembangan talenta baru baik di panggung nasional dan internasional.

Kedua, pengakuan internasional seperti ini dapat membuat lembaga kami semakin ‘nyata’ di mata audiens Indonesia, serta mendorong kami untuk memperluas jaringan dengan seniman dan pemangku kepentingan seni di tingkat global.

Dan yang ketiga, ini adalah pengingat bagi semua orang di Indonesia bahwa ekosistem kita, yang begitu kaya akan warisan seni yang beragam, masih perlu membangun strategi yang lebih baik dalam mengembangkan bakat-bakat baru, mungkin melalui hibah seni, penghargaan yang adil, dan lain sebagainya bagi seniman serta penyelenggara seni.” 

Komunitas Salihara Arts Center merupakan institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta. Dalam mewujudkan seni yang berkelanjutan dan merawat kebebasan berpikir dan berekspresi, Komunitas Salihara hadir dengan berbagai program-program unggulan seperti:

  1.  Kelas Publik: Kelas Menulis Kreatif, Kelas Menulis Lakon, Kelas Akting, dan Kelas Filsafat 
  2. Undangan terbuka yang ditujukan untuk seniman/organisasi baru (emerging): Helatari (Tari), Helateater (teater), dan Salihara Jazz Buzz (musik)
  3. Festival skala internasional: Festival Sastra dan Gagasan (Literature and Ideas Festival – LIFEs) dan Festival Seni Pertunjukan Internasional (Salihara International Performing Arts Festival – SIPFest)
  4. Pameran (kontemporer, kesejarahan, hingga pameran lintas-disiplin)

Dalam pidato penerimaan, Nirwan Dewanto menyatakan, bahwa upaya Salihara dalam mendukung para seniman muda adalah bagian dari misi yang lebih luas untuk merawat kemerdekaan, demokrasi dan perdamaian di lingkungan masyarakat dunia.

Pada acara tersebut diumumkan juga para pemenang the Praemium Imperiale Award 2024, yaitu Ang Lee (sutradara film, Taiwan), Doris Salcedo (pematung, Kolombia), Sophie Calle (fotografer, Prancis), Maria Joao Pires (pianis, Portugal) dan Shigeru Ban (arsitek, Jepang).

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

2024 Grant for Young Artists
Komunitas Salihara Arts Center (Indonesia)

Mr. Hisashi Hieda (Direktur The Japan Art Association), Nirwan Dewanto (Direktur Komunitas Salihara), Ening Nurjanah (Direktur Program Komunitas Salihara).

Komunitas Salihara mendapatkan the Praemium Imperiale Grant for Young Artists dari The Japan Art Association atas–kami mengutip siaran pers lembaga tersebut–“has focused on nurturing young artists while providing a space that upholds diversity and protects freedom of thought and expression.”

Grant yang diberikan setiap tahun tersebut diserahkan oleh Hisashi Hieda (Direktur the Japan Art Association) pada Selasa, 10 September 2024, pukul 18:00 waktu setempat di Hotel Okura, Tokyo. Nirwan Dewanto (Kurator-Kepala & Direktur Program) dan Ening Nurjanah (Kepala Divisi Program) mewakili Komunitas Salihara dalam konferensi pers dan serah terima tersebut. Acara penyerahan penghargaan ini dihadiri dan diliput oleh 60 media massa Jepang dan internasional.

Pada acara tersebut diumumkan juga para pemenang the Praemium Imperiale Award 2024, yaitu Ang Lee (sutradara film, Taiwan), Doris Salcedo (pematung, Kolombia), Sophie Calle (fotografer, Prancis), Maria Joao Pires (pianis, Portugal) dan Shigeru Ban (arsitek, Jepang).

Dalam pidato penerimaan, Nirwan Dewanto menyatakan, bahwa upaya Salihara dalam mendukung para seniman muda adalah bagian dari misi yang lebih luas untuk merawat kemerdekaan, demokrasi dan perdamaian di lingkungan masyarakat dunia.

komas

(SIPFest) Salihara International Performing Arts Festival 2024
Orde Seni Baru

Hadir Kembali dengan Seni Pertunjukan Bermutu Tinggi

 

Jakarta, 24 Juli 2024 – Setelah vakum sejak 2019, Komunitas Salihara kembali menyelenggarakan SIPFest (Salihara International Performing Arts Festival) pada 02-31 Agustus 2024. SIPFest merupakan festival seni pertunjukan yang menampilkan beragam pertunjukan tari, musik, teater, dan juga lokakarya yang bisa diikuti mulai dari anak-anak hingga dewasa.

Direktur Program Komunitas Salihara Arts Center, Nirwan Dewanto mengatakan bahwa SIPFest merupakan puncak dari seluruh program Salihara dalam dua tahun terakhir. Bahkan menjadi sangat istimewa di mana festival ini menjadi luring sepenuhnya setelah sebelumnya dilaksanakan secara hibrida (2022) dan daring (2020) dengan nama Musim Seni Salihara,

Dengan SIPFest 2024 ini, kami hendak mengajak para pemirsa berekreasi dengan sesungguh-sungguhnya. Re-kreasi: ikut menciptakan kembali kesenian dan kebudayaan dengan penuh kegembiraan dan kemerdekaan. Menciptakan masyarakat yang sehat dan peka akan perubahan dan kemajuan.

SIPFest 2024 adalah gelanggang bagi para seniman-penampil dan masyarakat penonton untuk berbagi kreativitas, kebaruan dan kegembiraan. Sebuah daya-upaya untuk mengembangkan orde yang lain, yang tidak biasa-biasa saja. “ tambah Nirwan.

Festival dua tahunan Salihara baik SIPFest dan LIFEs selalu muncul dengan jargon yang menggambarkan semangat dari keseluruhan acara tersebut. “Orde Seni Baru” menjadi jargon dalam SIPFest tahun ini. Dalam keterangan tertulis, Nirwan Dewanto  menjelaskan bahwa “kita” tidak hanya punya orde politik melainkan juga ada orde seni yang dapat mengajak kita memperbaharui diri dan membuka ruang-ruang kreativitas yang tertutup oleh kekuasaan resmi,

Seni bukan hanya mengatasi politik, tapi juga mengisi ruang-ruang yang tidak diisi oleh politik. Seni memberikan alternatif terhadap klise dan kemandegan yang dijajakan oleh politik. Seni mengajak kita memperbaharui diri kita dan masyarakat kita. 

Seni itu menggoda, mengejutkan, sekaligus menyenangkan. Membuka ruang-ruang kreativitas yang tertutupi kekuasaan resmi. Kita memimpikan orde yang lain melalui kesenian. Kita menyurung orde kesenian, alih-alih orde politik, untuk mengembangkan kebangsaan dan kemanusiaan.” 

Selama ± satu (1) bulan pelaksanaan SIPFest akan menghadirkan rangkaian acara yang menampilkan keragaman pertunjukan seni dari berbagai negara seperti Australia, Jerman, Korea Selatan, Malaysia, dan tentunya; Indonesia. 

SIPFest akan resmi dibuka pada 03 Agustus 2024 dengan Jecko Siompo dan Animal Pop Family yang akan membawakan tari KUSUKUSU II. Jecko Siompo adalah penari dan koreografer asal Papua. la telah banyak membawa karya tari ke pentas-pentas internasional. Salah satu penemuan bentuk tarinya adalah Animal Pop, sebuah tarian yang lahir dari gerak gerik binatang yang dipadukan dengan gerak tradisi modern dan animasi. Tidak hanya menarik, Jecko dan Animal Pop Family juga akan mengadakan lokakarya tari yang dapat diikuti dari usia tujuh tahun, pada 02 Agustus 2024. Untuk bisa mengikuti lokakarya ini peserta cukup sudah memiliki tiket pertunjukan KUSUKUSU II.

Selain Jecko pengunjung dapat menikmati rangkaian pertunjukan yang akan dibawakan oleh Lucy Guerin Inc. (Australia), CCOTBBAT (Korea Selatan), Chong Kee Yong & Ensemble Studio C (Malaysia), Numen Company (Jerman), Jason Mountario & Trio, Jecko Siompo, Megatruh Banyu Mili, Annastasya Verina, dan Teater Koma (Indonesia). Jadwal lengkap dan detail pertunjukan mereka serta lokakarya yang diampu oleh beberapa penampil tersebut dapat dilihat melalui sipfest.salihara.org.

Tidak hanya pertunjukan, pengunjung juga dapat mengikuti Pentas Ceramah oleh Landung Simatupang yang akan mengangkat tajuk 50 Tahun Seni Peran di Jalur Olahraga Kesehatan. Ceramah yang akan diadakan pada 13-14 Agustus 2024, 20:00 WIB ini akan membahas mengenai cara mengolah pembacaan/penyuaraan teks menjadi pertunjukan yang bertumpu pada keaktoran dan didukung unsur-unsur artistik seperti lazimnya pergelaran teater.

Untuk dapat menikmati seluruh rangkaian acara yang ada dalam SIPFest 2024, pengunjung bisa langsung melakukan pemesanan tiket atau reservasi melalui laman resmi di sipfest.salihara.org. Harga tiket bervariasi mulai dari Rp75.000 (pelajar) hingga Rp155.000 (umum). 

____________________________________________________________________________________

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

?????????????????????????????????

Pameran Rupa Panggung: Sepilihan Skenografi Indonesia Hadir di Galeri Salihara

06 Juli – 04 Agustus 2024 | Selasa – Minggu | 11:00 – 19:00 WIB

Jakarta, 04 Juli 2024 – Dalam upaya memperkenalkan salah satu unsur produksi panggung dalam dunia teater, Komunitas Salihara menyelenggarakan sebuah pameran dengan tajuk Rupa Panggung: Sepilihan Skenografi Indonesia. Skenografi–dalam keterangan tertulis yang dibuat oleh Kurator Galeri Salihara, Asikin Hasan–adalah sisi seni rupa dalam pertunjukan dan merupakan bagian penting dalam pentas teater dan tari.

Perwujudan skenografi antara lain berbentuk komposisi tata panggung, cahaya, suara, unsur gambar, dan aroma. Skenografi menjadi penting sebab seorang skenografer dapat memberikan pengalaman inderawi serta menyakinkan penonton akan suatu dunia dalam panggung pertunjukan.

Rupa Panggung di Galeri Salihara ini adalah pameran yang sangat langka, bahkan belum pernah diadakan di Indonesia. Kami menampilkan beberapa skenografi terpilih dalam bentuk rancangan, foto, sketsa, maket dan rekonstruksi-bagian, dari sejumlah pentas tari dan teater dalam 50 tahun terakhir. Ini adalah pameran dokumentasi yang menunjukkan skenografi sebagai tulang punggung bagi khazanah seni pentas Indonesia. Mari kita saksikan karya-karya para pemuka skenografer kita, antara lain Roedjito, Danarto, Jay Subyakto.” Terang Direktur Program Komunitas Salihara, Nirwan Dewanto.

Di Indonesia kesadaran pada pentingnya skenografi dalam pentas teater sudah ada di awal abad ke-20, seiring dengan tumbuhnya sandiwara modern ketika bentuk-bentuk komedi stambul beringsut ke arah tonil (teater). Dalam perkembangannya, kehadiran Taman Ismail Marzuki (TIM) di masa awal Orde Baru menempatkan skenografi sebagai medan kerja sama antara orang-orang yang bertugas dalam tata panggung, properti, musik, cahaya, hingga busana.

Di era Orde Baru tersebut muncul nama-nama penting yang bekerja untuk skenografi pertunjukan antara lain seniman Roedjito, Danarto, dan Rusli. Pameran ini hendak menghadirkan kerja skenografi dalam berbagai aspek pertunjukan yang menghubungkan skenografi dengan penyutradaraan, aktor-aktor, dan naskah secara keseluruhan. 

Secara khusus, pameran ini menghadirkan karya, pemikiran dan berbagai aspek pertunjukan teater dan tari Indonesia seperti Sumur Tanpa Dasar, Danarto, Teater Kecil (1971), Dhemit, Roedjito, Teater Gandrik (1987), Sampek Engtay, Sjaeful Anwar, Teater Koma (1988), Biografi Yanti setelah 12 Menit, Teater Sae (1992), The Birds, Farida Oetoyo, Ballet Sumber Cipta (2001), Ariah, Jay Subyakto, Atilah Soeryadjaya (2011) dan Nggiring Angin, Roedjito, Bagong Kusudiarjo (1986), baik melalui rekonstruksi, maket, sketsa, serta dokumentasi foto dan video. Pameran ini menunjukkan panggung pertunjukan di Indonesia tak pernah jauh dari seni rupa dan para pelakunya.

Rupa Panggung: Sepilihan Skenografi Indonesia akan dibuka pada 06 Juli 2024 di Galeri Salihara, 16:00 WIB yang dapat dikunjungi secara gratis dengan mengisi tautan: Bit.ly/rsvpskenografi. Setelahnya, pameran ini dapat dikunjungi hingga 04 Agustus 2024 setiap Selasa-Minggu dari 11:00-19:00 WIB. Bagi calon pengunjung yang tertarik untuk hadir dalam pameran ini dapat membeli tiket sebesar Rp35.000 (umum) dan Rp25.000 (pelajar) dengan mengunjungi tiket.salihara.org

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

Screenshot 2024-06-19 114043

Mempertanyakan Eksistensi Manusia lewat Pertunjukan “Hutan” di Salihara

22-23 Juni 2024 | Sabtu & Minggu | 14:00 – 22:00 WIB | Teater Salihara

 

Jakarta, 10 Juni 2024 – Komunitas Salihara–bekerja sama dengan Goethe-Institut–mempersembahkan sebuah pertunjukan dengan judul “Hutan”. Pertunjukan ini merupakan instalasi suara performatif di mana pengunjung akan menikmati pengalaman suara yang diambil dari hutan Rungan, Kalimantan Tengah dengan koreografi yang imajinatif dan eksploratif. 

“Hutan” merupakan karya dari Katia Engel dan Ari Ersandi yang dikerjakan oleh para seniman dari penari, koreografer serta penata  suara dan masing-masing berasal dari Long Penaneh (Kalimantan Tengah), Lampung, Berlin, Budapest dan Yogyakarta ketika mendengarkan rekaman suara hutan Runggan di Kalteng. 

Karya ini merupakan sebuah kontemplasi tentang krisis saat ini, yang bukan melulu tentang lingkungan, tetapi juga perseptual. “Hutan” mengajak kita untuk merasakan suasana hutan Rungan yang diputar terus selama 8 jam di dalam Teater Salihara di mana pengunjung bebas keluar masuk dari 14:00 – 22:00 WIB. Tidak hanya menampilkan instalasi suara, karya ini juga menghadirkan koreografi tiga penari yang bisa dinikmati oleh pengunjung.

“Hutan” merupakan sebuah jawaban atas rangkaian pertanyaan tertulis oleh Katia dan Ari sebagai latar belakang dari karya yang akan dipresentasikan di Salihara,

“Jika hutan bisa bersuara, apa yang bisa ia ungkapkan tentang eksistensi kita, manusia? Dapatkah paduan suara hutan yang kompleks ditimbang sebagai bagian ingatan kolektif tubuh kita semua? Apakah mendengarkan irama dan frekuensi non-manusia di dalam hutan menciptakan pergeseran di dalam indra pendengaran kita?”

Berbeda dengan beberapa pertunjukan di Teater Salihara sebelumnya, karya yang berlangsung selama 8 jam ini mereplika siklus hari dari sebelum matahari terbit hingga gelap malam. Pengunjung bebas untuk masuk dan keluar ruang teater selama durasi; dan di dalam, mereka pun bebas berdiri, duduk atau berbaring, menikmati.

Untuk bisa menikmati pengalaman ini secara langsung, calon pengunjung bisa melakukan pemesanan tiket di tiket.salihara.org dengan harga Rp110.000 (umum) dan Rp55.000 (pelajar/mahasiswa). Instalasi suara performatif ini akan dilangsungkan pada 22-23 Juni 2024 di mana pada 15:00 – 17:00 WIB merupakan waktu yang terbaik bagi pengunjung anak-anak.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

Setengah Abad “Aduh”: Tetap Relevan Meski Setengah Abad Berjalan

10-12 Mei 2024

 

Jakarta,  20 Mei 2024 – Komunitas Salihara telah sukses menggelar rangkaian Setengah Abad “Aduh” di Salihara Arts Center yang terbagi ke dalam kegiatan diskusi, pembacaan, dan pertunjukan. Setengah Abad “Aduh” merupakan rangkaian yang diselenggarakan untuk menampilkan kembali karya tokoh teater ternama Indonesia; Putu Wijaya di mana salah satu naskahnya yang berjudul “Aduh” kembali dipentaskan setelah 50 tahun lamanya di Teater Salihara.

Selama tiga hari penyelenggaraan pada 10-12 Mei lalu, pengunjung dapat mengenal Putu Wijaya lebih dalam lewat kekaryaannya dalam diskusi Apa Kabar Telegram yang dibawakan oleh Goenawan Mohamad (10/05) dan Aduh Setelah 50 Tahun bersama  Cobina Gillitt (12/05). Selain dua diskusi tersebut, Komunitas Salihara juga mempersembahkan alumni Kelas Akting Salihara untuk membacakan fragmen karya dari Putu Wijaya dalam Malam Pembacaan Putu Wijaya (10/05). Rangkaian acara ini juga dihadiri oleh sejumlah tokoh seniman tanah air seperti Jajang C. Noer, Niniek L. Karim, Butet Kartaredjasa, dan lainnya.

Sebagai puncak dari rangkaian ini, pertunjukan “Aduh” yang dibawakan oleh Teater Mandiri dan disutradarai oleh Putu Wijaya ditampilkan selama dua hari pada 11-12 Mei. Tiket terjual habis dengan lebih dari 400 pasang mata menyaksikan “Aduh” setelah 50 tahun lamanya. 

Di depan awak media pascapementasan; dalam penggarapan “Aduh” yang dipentaskan di Teater Salihara, Putu mengatakan bahwa apa yang dia garap menggunakan process oriented

“Berbeda dengan product oriented yang dilakukan di barat–di mana semuanya sudah jelas dan tahu apa yang dituju–apa yang saya garap saya tidak tahu. Ketika masuk, bertemu dengan pemain, bertemu dengan kesulitan di lapangan, menimbulkan masalah yang menyebabkan saya berpikir dan setelah berpikir saya memanfaatkan apa yang ada.”

 

Para tokoh sibuk berdebat terhadap nasib “tokoh” yang terkapar tanpa ada aksi pertolongan dalam pentas Aduh di Teater Salihara
Dok. Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya.

 

Aduh merupakan pementasan yang menceritakan tokoh tanpa nama yang mengerang dan mengaduh kesakitan di tengah kesibukan orang banyak. Orang-orang sibuk berdebat, perlukah memberi pertolongan hingga yang sakit akhirnya mati. Mereka panik lalu susah payah membuang mayat yang sakit ke sumur. Tanpa sadar, di antara mereka ada yang terjebak di dalam sumur. Dari sumur itu lantas muncul suara mengaduh minta tolong di sela erangan. Lagi-lagi mereka berdebat perlukah menolong tanpa pernah bertindak hingga suara itu lenyap bersama ajal yang menjemputnya.  

Meski naskah ini dimainkan pertama kali di 1974, Putu menceritakan bahwa Aduh pernah dibawakan di 2010 meskipun tidak utuh. Sehingga pementasan di Salihara menjadi sesuatu yang begitu spesial baginya.

 

Siapakah Putu Wijaya?

Dalam dunia sastra dan teater tanah air, Putu Wijaya dikenal sebagai seorang seniman yang lengkap. Ia piawai dalam menulis esai, cerita pendek, novel, naskah lakon, dan juga cerita film. Kekaryaan Putu Wijaya dan jejaknya terentang dari 1964 saat ia masih merantau di Yogyakarta, ia menghasilkan karya-karya yang dekat dengan realisme, antara lain Dalam Cahaya Bulan, Lautan Bernyanyi dan Bila Malam Bertambah Malam.

Di Jakarta, Putu melahirkan kembali Bila Malam Bertambah Malam sebagai novel yang pertunjukannya juga pernah ditampilkan di Teater Salihara pada 2013. Putu merupakan seorang penulis yang mahir membangun cerita. Ia pernah menulis novel Telegram dan berhasil menjadi pemenang Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta (1972) disusul oleh novel-novel lainnya yang memenangkan penghargaan seperti Stasiun, Pabrik, dan lain-lain. Sebagai penulis, ia piawai menjelajahi prosa dan produktif melahirkan karya beragam bentuk. Tidak hanya novel, karya dramanya pun juga menarik untuk disimak salah satunya adalah naskah Aduh yang ia tulis pada 1971. Naskah ini; seperti karya-karya Putu Wijaya lainnya juga memenangkan Lomba Penulisan Lakon DKJ dan dipentaskan pertama kali pada 1974. 

Cerita di dalam naskah ini terinspirasi dari konflik manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk individu. Apakah komunitas yang sudah menzolimi individu atau individu yang sejatinya menindas komunitas, keputusannya diserahkan kepada penonton. Setelah 50 tahun atau setengah abad Aduh, naskah ini ditampilkan kembali di Teater Salihara. 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

Pameran Salihara: Wajah Indonesia dalam Relief Era Bung Karno

Jakarta,  20 Mei 2024 – Sebuah proyektor menampilkan video mengenai relief-relief yang dibangun di era Sukarno. Proyektor tersebut menampilkan salah satunya adalah karya S. Sudjojono yang berjudul Manusia Indonesia yang pernah menjadi bagian dari Bandara Internasional Kemayoran, Jakarta. Selain relief di dalam proyektor, kita juga dapat melihat cetak trimatra dari relief di Sarinah dan beberapa dokumentasi mengenai relief lain di era Presiden Sukarno. Baik relief, cetak trimatra, dokumentasi, dan arsip yang ditampilkan ini merupakan bagian dari pameran terbaru Komunitas Salihara dengan tajuk Relief Era Bung Karno yang berada di dalam Galeri Salihara.

Cetak trimatra relief Sarinah menggambarkan kehidupan rakyat Indonesia Dok. Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya.

Pameran ini dibuka pada 11 Mei lalu di Serambi Salihara oleh Pendiri Komunitas Salihara, Goenawan Mohamad dan Kurator Galeri Salihara, Asikin Hasan. Relief Era Bung Karno hadir untuk menumbuhkan kembali apresiasi terhadap karya relief sebagai bagian dari tumbuh kembang kesenian modern serta bangsa Indonesia secara keseluruhan. Pameran ini memperkenalkan kepada publik tokoh-tokoh seniman seperti Harijadi Sumadidjaja, S. Sudjojono, Surono, Trubus Soedarsono, dan seniman dari Sanggar Pelukis Rakyat yang begitu dekat hubungan dengan Presiden Sukarno.

Hadir pula dalam pameran ini anak dari S. Sudjojono; Maya Sudjojono  dan Alexandra Pandanwangi Sudjojono serta anak dari Harijadi Sumadidjaja; Santu Wirono.

 

Suasana pembukaan pameran Relief Era Bung Karno di Galeri Salihara (11/05)
Dok.Komunitas Salihara / Witjak Widhi Cahya.

Relief Era Bung Karno dapat dikunjungi dari 11 Mei hingga 09 Juni 2024 (Senin dan libur nasional tutup) di Galeri Salihara. Kurator Pameran; Asikin Hasan dan Ibrahim Soetomo menulis tajuk “Wajah Indonesia dalam Pahatan Relief-relief di Masa Mercusuar Soekarno” yang dapat dilihat sesaat pengunjung memasuki galeri. Dalam tulisan tersebut dikatakan,

“Relief-relief modern–demi membedakannya dengan relief yang terdapat di berbagai candi dan pura–berisi nilai-nilai luhur masa lalu, gotong royong, cinta kasih pada sesama, solidaritas, semangat membebaskan Indonesia dari belenggu imperialisme dan seterusnya. Pendek kata–relief-relief tersebut bercerita–segala hal yang berkaitan dengan proyek mercusuar Bung Karno dan kebaikan moralitas Indonesia.”

Singkatnya, pameran ini—yang mengemas topik kesejarahan lewat seni rupa–mengajak pengunjung untuk melihat gagasan presiden Soekarno lewat proyek-proyek yang ia kerjakan dengan seniman sezaman dan kedekatannya dengan tokoh-tokoh seni rupa ternama tanah air.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org