jb2023

Menilik Dinamika Sejarah dan Identitas Diri Bangsa Korea Selatan dalam Koreans Week di Salihara

Pameran: 18-26 November 2023 (11-19:00 WIB)
Pertunjukan: 18 November 2023, 20:00 WIB & 19 November 2023, 16:00 WIB

 

Jakarta, 10 November 2023 – Memperingati 50 tahun hubungan diplomatik antara Korea-Indonesia, Komunitas Salihara bekerja sama dengan Kementerian Kebudayaan, Olahraga dan Pariwisata Korea Selatan menyelenggarakan rangkaian pameran dan pertunjukan dalam Koreans Week. Pekan kebudayaan ini akan berlangsung dari 18-26 November 2023 di Teater dan Galeri Salihara. Pengunjung bisa menikmati persembahan karya dari 12 seniman asal Korea Selatan termasuk pertunjukan tari yang akan dibawakan pada 18-19 November mendatang.

Berangkat dari dinamika sejarah bangsa Korea Selatan yang unik, emosional, dan penuh nilai historis, delapan kurator yang tergabung dalam sebuah kolektif seni yang berbasis di Seoul, WESS, Korea Selatan menghadirkan sebuah projek trilogi dengan tajuk “Natural Born Odds” yang khusus dibuat untuk para penyimak di Indonesia. 

Koreans Week menampilkan12 seniman/kolektif yang memperlihatkan bagaimana identitas visual Seoul–kota dengan penduduk terbanyak di Korea Selatan–menjelma dalam bentuk simbol, tontonan, dan bentuk tertentu. Dua belas seniman Korea Selatan tersebut adalah: Minhee Kim, Sungsil Ryu, Donghoon Rhee, Chorong An, Hyun Nahm, Choi Yongjoon, Don Sun Pil, Moony Perry, Youngzoo Im, Jeamin Cha, Yeoreum Jeong, dan Mu:p.

“Karya-karya (seniman kami) menampilkan bagaimana identitas visual Seoul menjelma simbol, bentuk, dan tontonan tertentu. Sebagian besar lahir pada 1980–1990-an, para seniman ini mencirikan Korea Selatan kontemporer, misalnya, melalui perpaduan antara tradisi dan realitas masa kini, keingintahuan terhadap media dan teknologi mutakhir, dan percepatan pembangunan infrastruktur perkotaan yang tak wajar.” Ujar WESS dalam keterangan tertulisnya.

Koreans Week menghadirkanpameran yang berlangsung selama sepekan penuh di Galeri Salihara dan Studio Musik Salihara. Selain pameran, rangkaian program ini akan menampilkanpertunjukan tari oleh Mu:p yang diselenggarakan pada 18-19 November 2023 di Teater Salihara dengan judul Further, Higher, Faster_A boring accelerating city; sebuah karya yang membicarakan gerak kinetik tubuh dan irisannya dengan jarak, kecepatan, dan permainan ruang yang akan mengisi Teater Salihara. Mu:p adalah kolektif seni dengan delapan tim yang disutradarai oleh Hyeongjun Cho dan Minsun Son yang merupakan koreografer dan arsitek. Karya ini dihadirkan atas ketertarikan mereka berdua terhadap ruang dan fenomena yang muncul ketika tubuh atau objek disusun dalam konteks spasial tertentu. Sebelumnya pertunjukan ini pernah dibawakan pada 2017 namun diperbarui kembali di 2023.

WESS sebagai kurator dalam acara ini ingin menghadirkan bagaimana Indonesia dan Korea–terutama Jakarta dan Seoul–menjadi titik referensi dan berharap bahwa kedua negara, dalam rangka merayakan 50 tahun hubungan diplomatiknya, dapat membina komunikasi melalui seni kontemporer.

Bagi pengunjung yang ingin menyaksikan langsung bagaimana karya dari para seniman muda Korea bisa langsung mendaftarkan diri di tiket.salihara.org. Baik pameran dan pertunjukan yang diselenggarakan gratis. Informasi mengenai jadwal pertunjukan dan jam buka pameran silakan kunjungi laman tiket atau media sosial resmi Komunitas Salihara.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

videografer

Final Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA 2023:
Melihat Perspektif Kritis terhadap Sastra dari Kacamata Siswa SMA

Jakarta, 20 Oktober 2023– Setelah melalui proses seleksi yang panjang sejak Maret lalu, Komunitas Salihara telah menetapkan tiga kelompok dari 50+ pendaftar untuk mengikuti Final Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA 2023. Proses seleksi dilakukan pada 27 September lalu oleh tiga dewan juri yakni; Ari Bagus Panuntun, Areispine Dymussaga Sevilla Miraviori, dan Ari Bagus Panuntun. Ketiganya memutuskan bahwa kelompok-kelompok di bawah ini terpilih untuk menjadi finalis dalam Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA 2023:

  1. “Coup de Coeur; Hasrat, Ambisi, dan Moralitas Perempuan dalam Novel Nyonya Bovary karya Gustave Flaubert dan Novel Kerudung Merah Kirmizi karya Remy Sylado” oleh kelompok La Lutte Continue – SMAN 7 Garut.
  2. “Gelap Terang Jiwa Manusia: Reinterpretasi Perempuan Feminis dalam Novel Nyonya Bovary dan Kerudung Merah Kirmizi” oleh kelompok Srikandi – SMAN 7 Garut.
  3. “Analisis Novel Nyonya Bovary dan Kerudung Merah Kirmizi: Sebuah Realita Entitas Perempuan dalam Utopia Laki-laki” oleh Kelompok Sekolah Cikal Serpong – Sekolah Cikal Serpong

Sebelumnya, Komunitas Salihara membuka pendaftaran pada 16 Maret 2023 dengan acuan untuk membandingkan novel Nyonya Bovary karya Gustave Flaubert (Prancis) dengan Kerudung Merah Kirmizi karya Remy Sylado (Indonesia).

Kedua novel ini dipilih untuk dibandingkan karena sama-sama mengangkat tokoh utama perempuan yang ditulis oleh pengarang laki-laki. Meski jarak antara kedua novel tersebut adalah 150 tahun–Nyonya Bovary terbit pada 1857 dan Kerudung Merah Kirmizi terbit pada 2002–masing-masing ditulis dalam kuatnya sensor negara serta hadir di tengah masyarakat dengan budaya patriarki yang kuat.  

Fokus perbandingan yang diminta adalah: penggarapan atas tokoh utama perempuan dalam hubungan dengan tokoh-tokoh lainnya serta bagaimana penggarapan itu merupakan kritik atau justru konfirmasi atas nilai-nilai masyarakat zamannya. Pendaftaran ditutup pada 17 Agustus 2023 dan bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Indonesia.

Para peserta yang terpilih saat ini sedang memasuki masa persiapan sebelum mereka mempresentasikan makalah di hadapan Dewan Juri pada 28 Oktober 2023 di Teater Salihara. Salah satunya adalah Ainaya Qurrota A’yuni dari kelompok La Lutte Continue (SMAN 7 Garut) yang mengapresiasi kegiatan ini dan membuka pola pikirnya terhadap proses kritik yang bisa dilakukan dengan berbagai cara.

“Sangat menyenangkan, menantang, dan membuka pola pikir dan pandangan saya terhadap perempuan. Tak hanya itu saya juga menjadi sadar bahwasannya kritik terhadap pemerintahan tidak melulu harus dilakukan dalam bentuk aksi demo, melainkan melalui tulisan yang mampu menyuarakan protes terhadap kebijakan yang justru menurut saya lebih memberikan dampak yang besar.

Saya juga berharap agar Komunitas Salihara bisa terus menyelenggarakan Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA karena memberikan manfaat yang sangat besar seperti meningkatkan minat baca siswa SMA dan memberikan kesempatan untuk menyampaikan sudut pandang siswa terhadap suatu karya.” tutup Ainaya.

Bagi umum yang ingin melihat keseruan Final Kompetisi Debat Sastra 2023 bisa hadir secara daring di Komunitas Salihara pada Sabtu, 28 Oktober 2023 pukul 13:00 WIB dengan melakukan registrasi di tiket.salihara.org. Pengumuman pemenang Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA 2023 serta pemenang makalah terbaik diumumkan di Komunitas Salihara dan disiarkan di kanal YouTube Peta Sastra Indonesia pada 28 Oktober 2023, 17:00 WIB. Jangan sampai terlewatkan!

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

fundraising

Siniar Salihara 2023
Ngomong-ngomong Soal: Intervensi Digital dalam Seni, Sastra dan Ilmu Pengetahuan

Jakarta, 16 Oktober 2023 – Setelah sukses menyelenggarakan Siniar Salihara musim ketiga di awal 2023 dengan tema Penulis Perempuan kali ini Salihara hadir kembali dengan Ngomong-ngomong Soal: Intervensi Digital dalam Seni, Sastra dan Ilmu Pengetahuan. Dalam musim keempat ini program Siniar Salihara akan dipandu oleh moderator, Rebecca Kezia yang akan berbincang mengenai Humaniora Digital atau Digital Humanities terhadap posisi sentral manusia. Dalam pembahasan tiga episode ini kita akan diajak merenungkan bagaimana teknologi beririsan dengan cabang-cabang disiplin seni dan mengubah cara pandang manusia dalam mengapresiasi dan menciptakan seni. Tidak hanya itu, diskusi ini juga akan mendiskusikan bagaimana respons manusia saat teknologi mulai masuk ke kehidupan sehari-hari dan bagaimana kita berinteraksi dengannya.

Siniar Salihara 2023 musim keempat sudah bisa didengarkan melalui kanal-kanal audio dan video Komunitas Salihara. Berikut adalah jadwal penayangan program kami:

 

Episode 1: Reformasi Ilmu dalam Budaya Digital

Narasumber: Fajar Ibnu Thufail | Tayang Perdana: 09 Oktober 2023

*******

Hampir semua aspek kehidupan manusia dipengaruhi oleh teknologi digital serta mengubah cara bertindak dan cara berinteraksi kita dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, pengaruh teknologi digital masuk dalam salah satu cabang ilmu pengetahuan yaitu humaniora, yang mempertanyakan kembali tentang manusia dan sekitarnya. Tapi, bagaimana posisi manusia ketika teknologi digital telah masuk dalam ilmu humaniora? Apakah ada yang berubah dan apakah perubahan ini memperkaya cara pandang kita dalam memaknai kehidupan?

 

Episode 2: Puitika Mesin: Pedang Bermata Dua

Narasumber: Martin Suryajaya | Tayang Perdana: 16 Oktober 2023

********

Sastra sebagai salah satu cabang penciptaan sebuah kesenian yang lekat dengan unsur kepengarangan seperti adanya konteks, sejarah, dan bentuk bahasa yang menjadi ekspresi pengarangnya, kini telah dimasuki oleh sesuatu yang lebih objektif melalui kerja teknologi digital seperti adanya perangkat kecerdasan atau AI. Dalam episode ini kita akan melihat bagaimana Martin Suryajaya melatih mesin kecerdasan untuk menciptakan puisi dan apakah pemanfaatan teknologi ini merupakan sebuah temuan yang positif atau pedang bermata dua?

 

Episode 3: Imajinasi, Manipulasi dan Ilusi dalam Rupa Digital

Narasumber: Bob Edrian | Tayang Perdana: 23 Oktober 2023

Hubungan antara teknologi digital dengan seni rupa sebetulnya bukanlah hal yang baru. Hubungan tersebut juga tidak lepas dari beberapa aspek yang memengaruhi pemutakhiran teknologi dalam kehidupan sehari-hari kita. Melalui prinsip kerja ini dan semakin canggihnya teknologi digital yang bisa kita gunakan untuk mencipta atau mengapresiasi, adakah perubahan dalam cara kita memandang seni? Dan bagaimana relasi antara seniman, teknologi, karya, dan audiensnya?

 

Diskusi lengkap terkait tiga topik intervensi digital ini sudah bisa didengarkan melalui  kanal Siniar Salihara di Spotify, Apple Podcast dan aplikasi NOICE, serta dapat ditonton di kanal YouTube Komunitas Salihara. 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

web banner-salihara jazz buzz 2024-1920x1080

Open Call Salihara Jazz Buzz 2024:
Upaya Menemukan Kebaharuan Musik Jazz Tanah Air

Penutupan pendaftaran: 16 November 2023

 

Jakarta, 10 September 2023 – Salah satu program unggulan yang mendapat tanggapan dan perhatian besar dari publik terkait Komunitas Salihara Arts Center adalah Salihara Jazz Buzz; sebuah festival jazz tahunan yang menampilkan pilihan genre, komposisi dan presentasi konsep musik baru. Kali ini, Komunitas Salihara kembali membuka kesempatan dan mengundang musisi-musisi Jazz termasuk grup-grup muda di seluruh tanah air untuk mempresentasikan musik mereka dalam Salihara Jazz Buzz 2024.

Sejak 2016, Salihara Jazz Buzz selalu mengusung ide besar Jazz Sans Frontières, sebuah gagasan dan konsep musikal “lintas-batas”. Hal tersebut menjadikan Salihara Jazz Buzz sebagai salah satu acara yang paling diminati oleh pemirsa seni Komunitas Salihara. Undangan terbuka Jazz Buzz berawal dari 2019 dengan harapan ingin membuka kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh musisi muda tanah air untuk menambah warna dalam bermusik jazz. Undangan ini juga selaras dengan visi dan misi Komunitas Salihara yang dibangun sejak 15 tahun lalu dan selalu menawarkan sesuatu yang baru dan progresif.

Kurator Musik dan Tari Komunitas Salihara, Tony Prabowo mengatakan bahwa jazz dalam kehidupan musik di Indonesia menjadi salah satu genre musik yang banyak peminatnya dan salihara hadir untuk memberikan tawaran kebaharuan akan hal tersebut, “jazz dalam kehidupan musik di Indonesia menjadi salah satu ‘genre musik’ yang cukup banyak peminatnya. Salihara sebagai presenter pada acara Jazz Buzz memberikan tawaran yang lain yang lebih progresif dan tawaran akan kebaharuan akan genre jazz ini.” 

Melalui Undangan Terbuka, Salihara Jazz Buzz memperluas proses kuratorial untuk mencari grup yang dapat menawarkan kebaharuan dalam musik jazz tanah air. Bagi grup yang terpilih nantinya, akan mendapatkan bantuan produksi maksimal Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) disesuaikan dengan besaran ensambel. Selain bantuan produksi, Komunitas Salihara juga memberikan bantuan berupa fasilitas yang tersedia: ruang pentas dan fasilitas pendukung, promosi dan publikasi acara, dokumentasi, serta akomodasi di Wisma Salihara. 

Untuk bisa menjadi bagian dari Salihara Jazz Buzz calon pendaftar adalah warga negara Republik Indonesia dan belum berusia 35 tahun pada 31 Desember 2023 dan menampilkan materi konser paling sedikit 4 (empat) karya baru, termasuk aransemen atau komposisi ulang yang mengandung unsur kebaharuan. Durasi konser antara 60-90 menit dengan format grup mulai dari dua (2) hingga 12 musisi.    

Musisi yang tertarik dapat mendaftarkan dirinya dengan mengikuti prosedur yang tertera di laman salihara.org atau buka tautan mulai dari 06 September–16 November 2023. Undangan terbuka ini tidak berlaku untuk anggota keluarga inti karyawan Komunitas Salihara dan anggota Tim Juri. 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

menulis23

Kelas Menulis Kreatif Tingkat Lanjut

Pengampu: Ayu Utami
Setiap Sabtu 02, 09, 16, 23, 30 September 2023
07, 14, & 21 Oktober 2023 | 13:00 WIB
Serambi Salihara 

 

Jakarta, 15 Agustus 2023 – Komunitas Salihara kembali lagi dengan salah satu kelas unggulannya yakni Kelas Menulis Kreatif bersama Ayu Utami. Berbeda dengan tahun sebelumnya–Kelas Menulis Kreatif yang Berbobot: Dimulai dari Karakter–yang bisa diikuti oleh tingkat pemula, dalam kelas kali ini peserta diwajibkan sudah pernah menerbitkan karyanya atau mengikuti Kelas Menulis Salihara agar bisa berpartisipasi dalam Kelas Menulis Tingkat Lanjut.

Dalam Kelas Menulis Tingkat Lanjut peserta diminta untuk sudah menguasai struktur dasar narasi gramatika, dan pengejaan yang benar. Sebab, dalam kelas ini hal-hal seperti itu tidak akan diajarkan lagi. Menariknya, peserta yang  karyanya sudah pernah diterbitkan atau akan diterbitkan, karya tersebut bisa dibahas di dalam kelas ini. Bagi yang belum pernah menerbitkan karya, peserta setidaknya sudah pernah mengikuti Kelas Menulis Kreatif sebelumnya atau pernah mengikuti kursus menulis. Peserta juga diwajibkan untuk memiliki ketertarikan membaca karya sastra. 

Di kelas ini peserta akan mempelajari:

  • Apa itu tulisan yang standar dan yang tidak?
  • Memilih antara plot dan suasana.
  • Apa saja unsur dalam suasana dan peristiwa, dan bagaimana mengembangkannya?
  • Memahami dan mengembangkan potensi.
  • Keseimbangan antara rencana besar dan garapan kecil.
  • Keseimbangan antara ketertiban dan keliaran.
  • Menganalisa diri dan unsur-unsur yang menghambat proses penulisan.
  • Inventarisasi dan distribusi tema.
  • Memilih suara yang tepat.
  • Memahami solusi mudah dan paradoks.

Untuk bisa mengikuti kelas ini, peserta bisa langsung mendaftarkan diri melalui laman resmi kami di kelas.salihara.org dengan biaya Rp2.500.000 per orang. Kelas akan diadakan setiap Sabtu mulai dari 02 September hingga 21 Oktober 2023. Kedelapan sesi ini akan berlangsung selama dua jam di Serambi Salihara, Ps. Minggu, Jakarta Selatan. 

 

Tentang Pengampu

Ayu Utami adalah salah satu penulis yang dianggap sebagai pendobrak kemapanan, khususnya masalah seks dan agama yang ia angkat dalam karya-karyanya. Karya-karya yang ditulisnya mengangkat wacana seksualitas dari sudut pandang perempuan.

Novel pertamanya, Saman (1998), memenangkan Sayembara Penulisan Roman Terbaik Dewan Kesenian Jakarta tahun 1998. Beberapa karya sastranya yang lain adalah Bilangan Fu (2008) yang beroleh Khatulistiwa Literary Award 2008 dan yang termutakhir Anatomi Rasa (2019). Atas kiprah di dunia sastra, Ayu Utami meraih Prince Claus Award pada tahun 2000 dari Prince Claus Fund (Belanda), sebuah yayasan yang memberi penghargaan kepada individu dan organisasi yang berkontribusi dalam kebudayaan.

Ayu Utami adalah salah satu pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan ikut membangun Komunitas Utan Kayu, sebuah pusat seni, pemikiran dan kebebasan informasi. Saat ini Ayu Utami aktif sebagai kurator sastra dan Direktur Literature and Ideas Festival (LIFEs) di Komunitas Salihara serta Direktur Program Teater Utan Kayu.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

illusion

Meretas Batas antara Ada dan Tiada dalam New Illusion

20 Agustus 2023 | 16:00 & 20:00 WIB

Teater Salihara

 

Jakarta, 04 Juli 2023 – Apa yang terjadi saat pertunjukan menampilkan aktor yang tidak ada namun kehadirannya dapat dirasakan? Kira-kira begitulah gambaran New Illusion karya Chelfitsch Theater Company yang akan ditampilkan di Komunitas Salihara Arts Center, Minggu 20 Agustus 2023. Acara ini merupakan acara kerja sama dengan Dewan Kesenian Jakarta dalam program Djakarta International Theater Platform 2023, di mana Salihara menjadi salah satu mitra venue dalam rangkaian acara tersebut.

Chelfitsch Theater Company didirikan 1997 oleh Toshiki Okada sekaligus sebagai sutradara dan penulis dari semua produksinya. Kelompok ini dikenal sebagai teater kontemporer yang secara konstan meneroka metode yang didasari oleh hubungan antara ucapan dan pergerakan fisik.

Dalam beberapa tahun terakhir, Toshiki dan Shimpei Yamada (perancang video panggung) mengembangkan “EIZO-Theater”, sebuah jenis teater yang mencoba mengubah ruang tampilan menjadi ruang teater dengan memanfaatkan efek gambar proyeksi untuk memengaruhi sensibilitas manusia.  Tidak hanya fokus terhadap tampilan teknik dan bentuk, EIZO-Theater juga mencermati karakteristik yang memengaruhi pengalaman sensoris, seperti cara penonton memandang para aktor yang “hadir” dalam visual yang ditampilkan dari gambar-gambar yang diproyeksikan.

Awalnya, Toshiki hanya menampilkan karya-karya EIZO-Theater di museum seni atau ruang pameran (bukan sebagai pertunjukan pada umumnya). Namun dalam pertunjukan New Illusion yang dibawakan di Salihara, Toshiki secara khusus menampilkan dalam bentuk pementasan panggung (secara umum) dengan penonton yang dapat melihat langsung dari tempat duduk mereka.

Perjalanan Chelfitsch Theater Company sebagai sebuah kelompok dengan skala internasional cukup panjang. Kelompok ini baru melakukan debutnya dalam mementaskan karya mereka di luar negeri menampilkan Five Days in March di Kunstenfestivaldesarts, Brussels, Belgia pada 2007. Selain itu, teater ini juga sudah memproduksi beberapa karya, di antaranyaGrand and Floor (2013) di Kunstenfestivaldesarts, Super Premium Soft Double Vanilla Rich (2017), New Illusion (2022), Metamorphosis of a Living Room (2023), dan telah melakukan ko-produksi bersama beberapa teater dan festival. Teater ini juga sudah mementaskan karya-karya mereka di lebih dari 90 kota di seluruh dunia.

Dalam pementasan New Illusion yang dibawakan di Salihara, karya ini akan menggabungkan aktor dan multimedia seperti proyektor dalam membicarakan realita, fiksi, ada dan tiada, masa lalu dan masa sekarang yang saling tumpang tindih di atas panggung.

 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

penutupanlifes

(LIFEs) Literature and Ideas Festival 2023
Mon Amour!
Sastra dan Gagasan Prancis dan Frankofon dalam Satu Pekan

Jakarta, 21 Agustus 2023 – Ditutupnya pameran  Les Liaisons Amoureuses 20 Agustus lalu menjadi penutup dari rangkaian LIFEs (Literature and Ideas Festival) yang mengangkat tema Frankofon (sebutan untuk negara-negara penutur bahasa Prancis). Selama satu minggu (05-12 Agustus) LIFEs  mengajak pengunjung menggali dan merayakan khazanah kekayaan intelektual dari para pemikir dan penulis asal Prancis dan negara Frankofon lewat beragam program menarik seperti diskusi, film, lokakarya, pertunjukan teater, musik, seminar, peluncuran buku, dan kuliner.

Direktur LIFEs dan Kurator Sastra Komunitas Salihara Arts Center, Ayu Utami mengatakan pemilihan Prancis dan negara Frankofon sebagai tema LIFEs tahun ini karena Prancis merupakan kiblat pemikiran para intelektual Indonesia. “Prancis selalu merupakan kiblat pemikiran para intelektual Indonesia, selain Prancis juga menjadi kiblat fesyen, dan lain-lain.  Kesusastraan Prancis itu selalu dirujuk oleh pendiri bangsa ini.,” tutur Ayu Utami. 

Festival ini telah menarik minat dari ribuan pecinta dan penikmat sastra dan gagasan yang tersebar di Jakarta dan sekitarnya dalam seminggu pelaksanaan. Selama berlangsung, LIFEs 2023 menghadirkan rangkaian acara yang menampilkan keragaman budaya dari negara Frankofon serta relasinya yang banyak menginspirasi para pemikir Indonesia.

Zack Rogow, penulis dalam pertunjukan Colette Uncensored mengungkapkan rasa bangganya telah menjadi bagian dari LIFEs 2023. “Menjadi kebanggaan bagi saya bisa berpartisipasi dalam LIFEs 2023. Ini adalah kesempatan yang baik mengenal Salihara sebagai komunitas dan tempat berkumpul bagi mereka yang mencintai seni dan berinteraksi dengan semangat yang sama.” 

Colette Uncensored merupakan pertunjukan tunggal–One-Woman Show–yang ditulis oleh Zack Rogow dan dibintangi oleh Lorri Holt menceritakan kehidupan Colette; seorang penulis perempuan Prancis dengan gaya satir komedi. Selain dibawakan di Salihara, pertunjukan ini juga dibawakan di Yogyakarta sebagai bagian dari program satelit LIFEs.

Tidak hanya di Jakarta, LIFEs pun juga mengadakan beberapa program satelit seperti lokakarya di Universitas Indonesia bersama Zack dan Lorri yang diikuti oleh kurang lebih 15 peserta dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya prodi Prancis. Dalam lokakarya ini, Zack dan Lorri mengajak peserta untuk menulis naskah monolog dan mempresentasikannya di akhir kegiatan. Menariknya, program ini juga diikuti oleh aktris sekaligus penampil dalam LIFEs; Asmara Abigail.

Selain lokakarya, program satelit LIFEs juga menampilkan pementasan Colette Uncensored serta pemutaran film My Mother’s Tongue oleh Jean-Baptiste Phou di Yogyakarta dari tanggal 14-16 Agustus 2023 kemarin. Untuk Melihat berbagai ulasan dari rangkaian program yang berjalan di LIFEs 2023, Anda bisa membacanya secara lengkap di blog.salihara.org. Dalam blog tersebut terangkum berbagai kegiatan seputar LIFEs 2023 mulai dari ulasan pertunjukan, musik, diskusi, dan seminar.

__________________________________________________________________

Tentang Literature and Ideas Festival

LIFEs (Literature and Ideas Festival) merupakan festival sastra dan gagasan berskala internasional yang mempertunjukan perkembangan sastra kontemporer Indonesia dan dunia, selain juga kekayaan karya-karya klasik dan tradisional. Festival ini berisi program diskusi, pentas bincang, ceramah kunci dan pertunjukan.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

Erotika Feminin:
Merayakan Malam Paling Erotis di LIFEs 2023

Teater Salihara | 08 Agustus 2023

 

Jakarta, 10 Agustus 2023 Erotika Feminin sukses digelar Selasa lalu (08/08), bertepatan dengan hari jadi Komunitas Salihara yang ke-15. Erotika Feminin yang secara literal merupakan alusi dari istilah Écriture Féminine atau penulisan perempuan diperkenalkan oleh pemikir Prancis Hélène Cixous. Erotika Feminin merupakan sebuah bentuk perayaaan untuk membicarakan serta mengeksplorasi mengenai hasrat, ketubuhan, dan seksualitas lewat pembacaan karya-karya dari para penulis Prancis ternama, dibawakan dengan sangat baik oleh aktris tanah air secara berurutan: Asmara Abigail, Elghandiva Astrilia, Sri Qadariatin, dan Sha Ine Febriyanti. Dalam keterbatasan yang dimiliki oleh seni, Ayu Utami–Direktur LIFEs (Literature and Ideas Festival) 2023 dan Kurator Sastra Komunitas Salihara–memaparkan bahwa seni dapat berkembang menjadi begitu luas lewat pengalaman-pengalaman yang beragam.

“Seni dalam keterbatasannya, mengajak kita mengalami pengalaman-pengalaman yang bisa saja ironis, paradoxical, gelap, mengandung tegangan antara rasa nikmat dan rasa sakit, antara eros dan thanatos, antara dorongan bersetubuh dan dorongan untuk bunuh membunuh.”

Pembacaan dibuka oleh Asmara Abigail membacakan fragmen dari karya Anaïs Nin yang berjudul Delta of Venus (1977). Dalam karya tersebut Anaïs menceritakan kisah Marianne, seorang penulis dan pelukis yang menceritakan pengalaman erotisnya dalam mengagumi model lelaki. mulai dari garis-garis tubuh hingga lingga yang menarik perhatian Marianne. Yang menariknya, Asmara membawa pembacaan ini dengan menggabungkan dua bahasa Indonesia-Prancis sehingga menambah hidup teks yang ia bacakan.

Asmara Abigal menjadi pembuka dalam Erotika Feminin membawakan fragmen dari Delta of Venus karya Anaïs Nin
Dok. Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya

 

Selanjutnya penonton dibawa untuk mendengarkan kisah dari Marguerite Duras–seorang penulis Prancis abad 20–tentang percintaan dua kekasih dari fragmen yang berjudul The Lover (1984). Pembacaan ini dibacakan oleh Elghandiva Astrilia; aktris yang juga merupakan alumni Kelas Akting Salihara. Pembacaan ini menceritakan sebuah kisah dengan penggambaran aksi bercinta yang begitu membara dan hasrat bercinta yang penuh ekstasi hingga meminta lagi, lagi, dan sekali lagi di atas sebuah kapal feri.

Pembacaan ini menggunakan teknik muncul aktor satu-persatu di panggung setelah cahaya lampu gelap. Pada aktor ketiga, ia dimunculkan dengan adegan duduk di lantai, tepat di tengah panggung. Aktor tersebut adalah Sri Qadariatin–akrab dipanggil Uung– membacakan fragmen dari kisah Annie Ernaux dengan judul Getting Lost (2001). Ini adalah fragmen kronologis antara seorang diplomat Rusia dengan kekasih gelapnya yang mengambil sudut pandang Aku. Dengan jelas diceritakan bagaimana mereka bertemu, dan membuat catatan lengkap tentang tanggal pertemuandan apa yang mereka lakukan. Uung membawakan pembacaan dengan suasana yang begitu dinamis, menghadirkan beragam emosi; bahkan di tengah pembacaan erotis ini, terselip komedi yang memantik tawa penonton saat tokoh Aku mendeskripsikan fisik dari istri sah tokoh diplomat dengan nada cemburu.

Sri Qadariatin saat membawakan fragmen Getting Lost karya Annie Ernaux
Dok. Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya

 

Pembacaan fragmen ini ditutup oleh penampilan Sha Ine Febriyanti atau Ine membawakan potongan dari buku Story of O (1954) oleh Pauline Riash. Sebuah kisah submisif dari seorang tokoh bernama O dan kekasihnya yang menjual O kepada teman-teman sang kekasih. Ine menguasai panggung dengan baik, membacakan fragmen ini dengan melihat ke berbagai arah. Bahkan suaranya menggelegar saat ia naik ke atas sebuah kotak dan membacakan khotbah yang mengulang ucapan teman sang kekasih kepada O. Ia menyebutkan secara dominan bagaimana O harus bertindak dan menanggalkan segala pekerjaan saat “mereka” membutuhkan tubuh O.

Pertunjukan dengan durasi kurang lebih 1 jam ini disaksikan oleh ratusan mata yang memenuhi Teater Salihara; merayakan malam paling erotis di LIFEs 2023. Riuh tepuk tangan selalu terdengar setiap akhir pembacaan. Ditutup dengan penyerahan bunga dariAyu Utami dan Goenawan Mohamad (Pendiri Komunitas Salihara) kepada empat penampil yang telah memberikan persembahan terbaik mereka di Selasa malam.

Penyerahan bunga oleh Ayu Utami dan Goenawan Mohamad kepada penampil Erotika Feminin
Dok. Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya

 

Tentang Penampil

Asmara Abigail adalah artis yang aktif sejak 2015. Tumbuh di Jakarta, ia terobsesi dengan film dan fesyen sejak kecil. Asmara mendapatkan gelar masternya dalam bisnis fesyen di Milan, dan bekerja secara profesional sebagai aktris di industri film. Ia mendapatkan banyak penghargaan, di antaranya Macao International Film Festival & Awards 2019 dan penerima Variety Magazine Asian Stars: Up Next bersama dengan tujuh aktor dan aktris lainnya di seluruh Asia. Pada Desember 2022, ia memenangi Penjor Award for Southeast Asian Feature Best Actress ketika berperan sebagai Zahara dalam Stone Turtle yang disutradarai oleh Woo Ming Jin di Bali Makarya Film Festival 2022 dengan Benjamin Illos—pemrogram di Cannes Quinzaine des Réalisateurs sebagai salah satu juri.

Elghandiva Astrilia adalah seorang seniman multidisiplin yang berbasis di Jakarta yang bekerja dengan seni performans, tari, suara dan desain grafis. Elgha meraih gelar MA dalam Praktik Seni Kontemporer (Performans) dari Royal College of Art, London. Elgha juga menggagas Rasasastra, sebuah kolektif seni dan kuratorial, dan anggota Moksa Soundsystems, sebuah band eksperimental yang menggabungkan tradisi Asia Tenggara dengan suara elektronik. Saat ini, dia adalah anggota fakultas di Fakultas Desain Universitas Bina Nusantara (BINUS), Jakarta.

 Sha Ine Febriyanti adalah pekerja seni, aktris teater, film dan sutradara Indonesia yang mengawali karir sebagai model pada 1992. Pada 1999 ia merambah dunia seni peran dan teater saat mendapat kepercayaan memerankan Miss Julie. Pada 2014-2015 menggarap kisah Cut Nyak Dien ke dalam teater monolog yang disutradarai dan diperankannya sendiri serta dipentaskan di beberapa kota termasuk Banda Aceh. Ia pernah mewakili Indonesia pada Festival Teater Internasional di Gori, Georgia. Di bidang film, ia mendapat beasiswa Asian Film Academy di Busan, Korea Selatan, 2012 dan menyutradarai Tuhan Pada Jam 10 Malam. Bersama beberapa relawan, sejak 2012 mendirikan Huma Rumil sebagai wadah kreatif untuk berbagi, belajar, dan bermain bersama dalam bentuk seni pertunjukan, film, seni rupa, dan kegiatan sosial melalui media seni. Kini Huma Rumil dikembangkan menjadi kantong budaya di bilangan Jagakarsa Selatan dan terbuka untuk siapa untuk berbagi melalui media seni.

Sri Qadariatin memulai karier di dunia seni pertunjukan saat bergabung dengan Teater Garasi/Garasi Performance Institute pada 1996 dan terlibat dalam beberapa karya, salah satunya pada Yang Fana Adalah Waktu Kita Abadi (2016). Ia terlibat dalam beberapa  produksi Titimangsa Foundation yaitu Perempuan Perempuan Chairil (2017), Nyanyi Sunyi Revolusi (2019), dan sebagai penata gerak kelompok paduan suara dalam Musikal Inggit Garnasih (2022). Dua karya penyutradaraan terbarunya adalah Aku Ingin: Myristica Fragrans and Other Tales (2021) dan Mirah (2023).

 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

lifes-ayu23

(LIFEs) Literature and Ideas Festival 2023

Mon Amour!
Merayakan Keragaman Budaya Prancis dan Frankofon dalam LIFEs 2023

Jakarta, 25 Juli 2023 – Komunitas Salihara kembali menyelenggarakan LIFEs (Literature and Ideas Festival) mengangkat tema Frankofon (sebutan untuk negara-negara penutur bahasa Prancis). Lewat jargon Mon Amour! Komunitas Salihara akan mengajak kita menggali dan merayakan khazanah kekayaan intelektual dari para pemikir dan penulis asal Prancis dan negara Frankofon. Beragam program menarik seperti diskusi, film, lokakarya, pertunjukan teater, musik, seminar, peluncuran buku, dan kuliner bisa pada 05-12 Agustus 2023.

Direktur LIFEs dan Kurator Sastra Komunitas Salihara Arts Center, Ayu Utami mengatakan pemilihan Prancis dan negara Frankofon sebagai tema LIFEs tahun ini karena Prancis merupakan kiblat pemikiran para intelektual Indonesia. “Prancis selalu merupakan kiblat pemikiran para intelektual Indonesia, selain Prancis juga menjadi kiblat fesyen, dan lain-lain.  Kesusastraan Prancis itu selalu dirujuk oleh pendiri bangsa ini. Kita juga melihat adanya urgensi untuk mengangkat isu multikulturalisme, di mana kita ingin melihat isu ini tidak menekankan pada unsur kekerasan, namun dari bagaimana para seniman, sastrawan, dan pemikir ini menciptakan harapan,” tutur Ayu Utami.

Selama tujuh hari pelaksanaan LIFEs 2023 akan menghadirkan rangkaian acara yang menampilkan keragaman budaya dari negara Frankofon serta relasinya yang banyak menginspirasi para pemikir Indonesia. Pengunjung dapat menikmati rangkaian mulai dari diskusi hingga pameran. Salah satu yang menarik dari LIFEs tahun ini adalah hadirnya pameran dengan tajuk Les Liaisons Amoureuses (Jalinan Asmara). Tajuk ini ingin menyatakan hubungan mesra antara Indonesia dan negeri Frankofon melalui pameran buku-buku sastra, komik dan penelitian terjemahan. Pameran ini memperlihatkan sumbangsih karya-karya berbahasa Prancis, serta para penerjemahnya untuk ditampilkan bagi pembaca Indonesia.

Pengunjung dapat melihat karya komik Frankofon seperti Petualangan Tintin karya Hergé, Asterix karya René Goscinny dan Albert Uderzo, hingga novel grafis terkini, Persepolis karya Marjane Satrapi. Sastra-sastra berbahasa Prancis terjemahan juga akan hadir dalam pameran ini seperti Pangeran Kecil karya ‎Antoine de Saint-Exupéry, Memoar Hadrianus karya Marguerite Yourcenar hingga Malam yang Keramat oleh Tahar Ben Jelloun. Tentunya pameran ini bisa menjadi daya tarik pengunjung untuk lebih mengenal karya-karya tersebut lebih mendalam sembari menunggu program-program LIFEs yang akan berjalan.

Selain pameran, LIFEs juga akan diramaikan oleh kegiatan pemutaran film seperti 434: Mengenang Godard, sesi dengar dan diskusi: Monita Membaca Julien, lokakarya: The Game of Writing, peluncuran buku; Surat Tentang Kekasih: Pembacaan Surat Menyurat Louis-Charles Damais dan Claire Holt, Wabah dan Kolera karya Patrick Deville  dan juga seri Writer on Writer yang menampilkan

wawancara Ayu Utami dengan tokoh-tokoh dari negeri Frankofon seperti Arwad Esber, Grace ly, Jacques Rancière, dan Lakhdar Brahimi.

LIFEs juga menghadirkan diskusi seperti: Corak Mbeling, Kata Siapa?, Sekilas Fiksi Merinding, Klasik Nan Asyik: Membaca Dini, Sitor, dan Wing, Rewriting the World Map: Multilingual Writing Across Languages and Continents, Venture of Language, Tamu Dari Seberang, Manusia, Mesin, Bahasa: Deleuze, Guattari, dsb, dan My Mother’s Tounge.

Pertunjukan teater dan musik juga akan meramaikan LIFEs di antaranya adalah Erotika Feminin, Colette Uncensored, Bintang-Bintang di Bawah Langit Jakarta, serta pertunjukan musik Les Femmes sans Paroles. Program ceramah dan seminar yang menarik seperti Universalisme Prancis: Antara Imajinasi dan Realitas, Kritik Supremasi dari Kamar Tidur, Perspektif Sejarah: Dari Kawin Kontrak hingga Yang Ilahiah, Rancière untuk Seni Emansipatif Indonesia, dan Kesetaraan Radikal dan Yang Tertindas juga hadir meramaikan rangkaian LIFEs 2023.

Tidak hanya memberikan suguhan dari ceramah, pertunjukan, serta diskusi, para pengunjung juga bisa menikmati Makan Malam Sastra dan merasakan kuliner khas negara Frankofon.

Festival ini secara resmi akan dibuka pada 05 Agustus 2023, di hari tersebut akan ada: Pemutaran Film 434: Mengenang Goddard, pembukaan pameran Les Liaisons Amoureuses, peluncuran buku: Surat Tentang Kekasih: Pembacaan Surat Menyurat Louis-Charles Damais dan Claire Holt, dilanjutkan pentas: Bintang-Bintang di Bawah Langit Jakarta, dan Makan Malam Sastra.

Selain hadir dengan 30+ program-program menarik dalam sepekan, LIFEs 2023 juga menghadirkan lebih dari 70 penampil seperti; Ajeng Kamaratih, Amalia Yunus, Arwad Esber, Asmara Abigail, Beni Satryo, Goenawan Mohamad, Jacques Rancière, Jean-Baptiste Phou, Jean Couteau, Johary Ravaloson, Klassikhaus, Lakhdar Brahimi, Lorri Holt, Martin Suryajaya, Monita Tahalea, Sha Ine Febriyanti, Zack Rogow, dan masih banyak lainnya. Untuk informasi mengenai jadwal pertunjukan dan pemesanan tiket bisa dilihat di lifes.salihara.org.

__________________________________________________________________

Tentang Literature and Ideas Festival

LIFEs (Literature and Ideas Festival) merupakan festival sastra dan gagasan berskala internasional yang mempertunjukan perkembangan sastra kontemporer Indonesia dan dunia, selain juga kekayaan karya-karya klasik dan tradisional. Festival ini berisi program diskusi, pentas bincang, ceramah kunci dan pertunjukan.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

kelasfilsafatdaring23

Kelas Filsafat 2023 Putaran Kedua – Islam dan Kebebasan Menurut Mazhab Prancis

Pengampu: Ayang Utriza Yakin, Etienne Naveau, F. Wawan Setyadi, dan Haryatmoko

Setiap Sabtu, 15, 22, 29 Juli & 05 Agustus 2023, 14:00 WIB

Zoom Webinar (daring)

 

Jakarta, 04 Juli 2023 – Menjelang  LIFEs (Literature and Ideas Festival) 2023 yang mengambil tema Prancis dan Frankofon, Komunitas Salihara akan mengangkat tema seputar filsuf Prancis dalam Kelas Filsafat kali ini. LIFEs sendiri merupakan sebuah festival dua tahunan yang menghadirkan rangkaian acara seputar sastra dan gagasan yang dikemas dalam bentuk: pertunjukan, pameran, diskusi, seminar, ceramah, pembacaan, kuliner, film, dan musik.

Selaras dengan tema LIFEs tahun ini, Kelas Filsafat akan membawa tajuk Islam dan Kebebasan Menurut Mazhab Prancis. Kelas ini akan membahas tentang bagaimana filsuf dan ilmuan Prancis mempersoalkan kembali tema kebebasan dengan meneropong Islam dan masyarakat muslim sebagai bahan kajian mereka yang tumbuh dengan tradisi Mazhab Leiden, Belanda. Peserta akan menemukan bagaimana perkembangan, sejarah, sumbangsih, serta pengaruh mazhab Prancis ditinjau dari kajian akademik, keilmuan, dan kehidupan masyarakat negara-negara muslim.

Kelas Filsafat ini akan dijalankan secara daring setiap Sabtu dari 15 Juli hingga 05 Agustus 2023 dalam empat pertemuan yang diampu oleh Ayang Utriza Yakin, Etienne Naveau, F. Wawan Setyadi, dan Haryatmoko. Berikut adalah rangkaian jadwal serta topik pembahasan yang akan dilaksanakan selama kelas berlangsung:

 

1. Gilles Deleuze dan Kreativitas

Sabtu, 15 Juli 2023 |14:00 – 16:00 WIB | Pengampu: Haryatmoko

“Rhizome”, “deteritorialisasi”, “schizoanalysis” dan “tubuh-tanpa-organ” adalah konsep-konsep hasil rekayasa Gilles Deleuze yang mengacu pada gerak dinamis, perubahan, inisiatif dan kreativitas. Deleuze menolak skema pikiran seperti pohon, tapi menggunakan “rhizome” yang bisa berkembang biak ke segala arah. Dia tidak puas dengan psikoanalisis yang seakan-akan mengekang gerak karena melihat masa lalu adalah kekurangan. Dia ingin melihat ke depan yang tampil dalam konsep “tubuh-tanpa-organ” sumber energi tanpa bentuk dari semua organisasi dan proses baik yang mungkin atau yang tidak mungkin sehingga memicu kreativitas.

2. Kebebasan Menurut Fenomenologi Kehendak Paul Ricoeur

Sabtu, 22  Juli 2023 |14:00 – 16:00 WIB | Pengampu: F. Wawan Setiadi

Perjalanan pemikiran filosofis Paul Ricoeur (1913-2005) diawali dengan refleksi tentang fenomenologi kehendak, di mana termanifestasi kebebasan manusia. Deskripsi fenomenologis kehendak ditandai oleh momen saat manusia mengatakan “aku hendak…”, yang diikuti oleh “aku menggerakkan tubuhku” dan “aku menyetujui”. Tiga momen kehendak tersebut mendapatkan tantangan dari yang-tak-terkehendaki, persis saat diluncurkan. Kehendak yang erat dengan yang-tak-terkehendaki membuat manusia bertanya, “sungguhkah aku bebas?”. Tantangan selanjutnya datang saat kebebasan manusia membawanya jatuh ke dalam kesalahan, kejahatan. Di situlah pertanyaan “sungguhkah aku bebas?” bergeser menjadi pemikiran tentang pembebasan dari problem kejahatan.

3. Mazhab Prancis dalam Studi Islam

Sabtu, 29  Juli 2023 |14:00 – 16:00 WIB | Pengampu: Ayang Utriza Yakin

Ilmuwan Prancis (dalam bidang ilmu-ilmu humaniora dan sosial)—yang menjadikan Islam dan masyarakat Muslim sebagai objek kajian dalam penelitian dan pengajaran mereka—dapat dianggap sebagai peletak dasar kajian agama Islam dan masyarakat muslim yang pada awalnya disebut kajian ketimuran (études orientales). Kerja dan usaha mereka yang berkesinambungan selama tiga abad (dari masa prakolonial, kolonial, sampai ke pascakolonial) berhasil membentuk objek kajian mereka (Islam dan Muslim) menjadi satu disiplin keilmuan tersendiri, yaitu studi Islam (études islamiques).

Mazhab Prancis dalam studi Islam sangat berjasa dalam mengembangkan pendekatan, metode, konsep dan teori untuk mengkaji Islam dan masyarakat Muslim yang menghasilkan banyak kajian dengan hasil luar biasa. Hasil-hasil kerja penelitian ilmuwan Mazhab Prancis dalam studi Islam ini pada gilirannya dapat digunakan dan bermanfaat untuk pembangunan negara-negara mayoritas Muslim dan pembaharuan pemikiran dalam Islam.

4. Blaise Pascal dan Islam

Sabtu, 05 Agustus 2023 |14:00 – 16:00 WIB |Pengampu: Etienne Naveau

Blaise Pascal (1623-1662) mengeluarkan penilaian yang ketat dan kurang informasi tentang Islam. Berdasarkan Fugio Fidei karya Ramon Marti, Pascal menganggap agama Islam, seperti Yudaisme, sebagai agama “samawi”, sensual dan suka berperang: agama politik yang terbatas pada “Orde Tubuh”. Terhadap karikatur yang diberikan Pascal tentang agama Islam ini, kita dapat menentang titik-titik kesamaan tertentu yang tidak terduga antara Pascal dan tren tertentu dalam Islam. Kritik Pascal terhadap Descartes dan “Tuhan para filsuf dan ilmuwan” secara formal mirip dengan kontroversi al-Ghazali melawan Ibnu Sina.

Dialektika Pascal tentang manusia “terampil, setengah terampil dan terampil” mirip dengan konsep “orang biasa, teolog dan filsuf” dalam karya Ibnu Rusyd. Akhirnya, fana’ seorang sufi seperti Hamzah Fansuri mirip dengan pemusnahan ego dalam pikiran Pascal. Sebagai kesimpulan, kami akan menunjukkan bahwa kritik reduktif yang ditujukan Pascal kepada Islam atas nama cita-cita evangelis non-kekerasan dapat berbalik melawan Augustinianisme, walaupun Pascal menganggap dirinya sebagai seorang murid Santo Augustinus.

Untuk bisa mengikuti kelas daring ini, peserta bisa langsung mendaftarkan diri lewat laman resmi kami di kelas.salihara.org dan media sosial kami. Peserta yang sudah terdaftar akan mendapatkan akses materi ajar, akses untuk menonton siaran ulang materi kelas, serta sertifikat digital.

 

Tentang Pengampu

Ayang Utriza Yakina adalah seorang peneliti di Sciences Po Bordeaux, Prancis, dan pengajar di Université Catholique de Louvain, Belgia sejak 2021. Pada 2005 sampai 2007 dan 2014 sampai 2016, ia mengajar di Sekolah Program Pascasarjana dan Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Jakarta. Ia juga sempat mengajar di Universitas Ghent sebagai dosen tamu di departemen Kajian Islam dan Arab serta Studi Timur Tengah selama tiga tahun dari 2019 sampai 2020.

Etienne Naveau adalah Doktor Bidang Filsafat di Institut Nasional Bahasa dan Peradaban Oriental (INALCO) sejak 2003. Etienne juga merupakan doktor di bidang bahasa, sastra, dan peradaban Indonesia yang penelitian-penelitiannya dibuat berdasarkan kajian terhadap teks-teks autobiografi Indonesia. Ia menjadi anggota Cerlom (Pusat Kajian dan Penelitian Sastra dan Tradisi Lisan Dunia). Pada November 2017, ia mendapatkan gelar HDR-nya melalui penelitian berjudul Identitas dan Pidato-Pidato Para Pendiri Indonesia (sastra, filsafat, agama).

Wawan Setyadi adalah pengajar di STF Driyarkara, Jakarta. Saat ini sedang menjalani studi S3 di Centre Sèvres, Paris dan L’université de Namur, Belgia. Disertasinya yang tengah dirampungkan: Antropologi Filosofis Rekonsiliasi dan Dialog dengan Filsafat Paul Ricoeur. Ia juga menggeluti bidang filsafat di antaranya, hermeneutik filosofis, antropologi filsafat dan filsafat kontemporer Prancis.

Haryatmoko adalah Doktor di bidang Antropologi dan Sejarah Agama-agama di Universitas Sorbonne-Paris IV dan Etika Politik (Moral Sosial) di Institut Catholique de Paris. Ia adalah dosen tetap Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta dan menjadi pengajar tamu di pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, dan UIN Yogyakarta.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org