illusion

Meretas Batas antara Ada dan Tiada dalam New Illusion

20 Agustus 2023 | 16:00 & 20:00 WIB

Teater Salihara

 

Jakarta, 04 Juli 2023 – Apa yang terjadi saat pertunjukan menampilkan aktor yang tidak ada namun kehadirannya dapat dirasakan? Kira-kira begitulah gambaran New Illusion karya Chelfitsch Theater Company yang akan ditampilkan di Komunitas Salihara Arts Center, Minggu 20 Agustus 2023. Acara ini merupakan acara kerja sama dengan Dewan Kesenian Jakarta dalam program Djakarta International Theater Platform 2023, di mana Salihara menjadi salah satu mitra venue dalam rangkaian acara tersebut.

Chelfitsch Theater Company didirikan 1997 oleh Toshiki Okada sekaligus sebagai sutradara dan penulis dari semua produksinya. Kelompok ini dikenal sebagai teater kontemporer yang secara konstan meneroka metode yang didasari oleh hubungan antara ucapan dan pergerakan fisik.

Dalam beberapa tahun terakhir, Toshiki dan Shimpei Yamada (perancang video panggung) mengembangkan “EIZO-Theater”, sebuah jenis teater yang mencoba mengubah ruang tampilan menjadi ruang teater dengan memanfaatkan efek gambar proyeksi untuk memengaruhi sensibilitas manusia.  Tidak hanya fokus terhadap tampilan teknik dan bentuk, EIZO-Theater juga mencermati karakteristik yang memengaruhi pengalaman sensoris, seperti cara penonton memandang para aktor yang “hadir” dalam visual yang ditampilkan dari gambar-gambar yang diproyeksikan.

Awalnya, Toshiki hanya menampilkan karya-karya EIZO-Theater di museum seni atau ruang pameran (bukan sebagai pertunjukan pada umumnya). Namun dalam pertunjukan New Illusion yang dibawakan di Salihara, Toshiki secara khusus menampilkan dalam bentuk pementasan panggung (secara umum) dengan penonton yang dapat melihat langsung dari tempat duduk mereka.

Perjalanan Chelfitsch Theater Company sebagai sebuah kelompok dengan skala internasional cukup panjang. Kelompok ini baru melakukan debutnya dalam mementaskan karya mereka di luar negeri menampilkan Five Days in March di Kunstenfestivaldesarts, Brussels, Belgia pada 2007. Selain itu, teater ini juga sudah memproduksi beberapa karya, di antaranyaGrand and Floor (2013) di Kunstenfestivaldesarts, Super Premium Soft Double Vanilla Rich (2017), New Illusion (2022), Metamorphosis of a Living Room (2023), dan telah melakukan ko-produksi bersama beberapa teater dan festival. Teater ini juga sudah mementaskan karya-karya mereka di lebih dari 90 kota di seluruh dunia.

Dalam pementasan New Illusion yang dibawakan di Salihara, karya ini akan menggabungkan aktor dan multimedia seperti proyektor dalam membicarakan realita, fiksi, ada dan tiada, masa lalu dan masa sekarang yang saling tumpang tindih di atas panggung.

 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

penutupanlifes

(LIFEs) Literature and Ideas Festival 2023
Mon Amour!
Sastra dan Gagasan Prancis dan Frankofon dalam Satu Pekan

Jakarta, 21 Agustus 2023 – Ditutupnya pameran  Les Liaisons Amoureuses 20 Agustus lalu menjadi penutup dari rangkaian LIFEs (Literature and Ideas Festival) yang mengangkat tema Frankofon (sebutan untuk negara-negara penutur bahasa Prancis). Selama satu minggu (05-12 Agustus) LIFEs  mengajak pengunjung menggali dan merayakan khazanah kekayaan intelektual dari para pemikir dan penulis asal Prancis dan negara Frankofon lewat beragam program menarik seperti diskusi, film, lokakarya, pertunjukan teater, musik, seminar, peluncuran buku, dan kuliner.

Direktur LIFEs dan Kurator Sastra Komunitas Salihara Arts Center, Ayu Utami mengatakan pemilihan Prancis dan negara Frankofon sebagai tema LIFEs tahun ini karena Prancis merupakan kiblat pemikiran para intelektual Indonesia. “Prancis selalu merupakan kiblat pemikiran para intelektual Indonesia, selain Prancis juga menjadi kiblat fesyen, dan lain-lain.  Kesusastraan Prancis itu selalu dirujuk oleh pendiri bangsa ini.,” tutur Ayu Utami. 

Festival ini telah menarik minat dari ribuan pecinta dan penikmat sastra dan gagasan yang tersebar di Jakarta dan sekitarnya dalam seminggu pelaksanaan. Selama berlangsung, LIFEs 2023 menghadirkan rangkaian acara yang menampilkan keragaman budaya dari negara Frankofon serta relasinya yang banyak menginspirasi para pemikir Indonesia.

Zack Rogow, penulis dalam pertunjukan Colette Uncensored mengungkapkan rasa bangganya telah menjadi bagian dari LIFEs 2023. “Menjadi kebanggaan bagi saya bisa berpartisipasi dalam LIFEs 2023. Ini adalah kesempatan yang baik mengenal Salihara sebagai komunitas dan tempat berkumpul bagi mereka yang mencintai seni dan berinteraksi dengan semangat yang sama.” 

Colette Uncensored merupakan pertunjukan tunggal–One-Woman Show–yang ditulis oleh Zack Rogow dan dibintangi oleh Lorri Holt menceritakan kehidupan Colette; seorang penulis perempuan Prancis dengan gaya satir komedi. Selain dibawakan di Salihara, pertunjukan ini juga dibawakan di Yogyakarta sebagai bagian dari program satelit LIFEs.

Tidak hanya di Jakarta, LIFEs pun juga mengadakan beberapa program satelit seperti lokakarya di Universitas Indonesia bersama Zack dan Lorri yang diikuti oleh kurang lebih 15 peserta dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya prodi Prancis. Dalam lokakarya ini, Zack dan Lorri mengajak peserta untuk menulis naskah monolog dan mempresentasikannya di akhir kegiatan. Menariknya, program ini juga diikuti oleh aktris sekaligus penampil dalam LIFEs; Asmara Abigail.

Selain lokakarya, program satelit LIFEs juga menampilkan pementasan Colette Uncensored serta pemutaran film My Mother’s Tongue oleh Jean-Baptiste Phou di Yogyakarta dari tanggal 14-16 Agustus 2023 kemarin. Untuk Melihat berbagai ulasan dari rangkaian program yang berjalan di LIFEs 2023, Anda bisa membacanya secara lengkap di blog.salihara.org. Dalam blog tersebut terangkum berbagai kegiatan seputar LIFEs 2023 mulai dari ulasan pertunjukan, musik, diskusi, dan seminar.

__________________________________________________________________

Tentang Literature and Ideas Festival

LIFEs (Literature and Ideas Festival) merupakan festival sastra dan gagasan berskala internasional yang mempertunjukan perkembangan sastra kontemporer Indonesia dan dunia, selain juga kekayaan karya-karya klasik dan tradisional. Festival ini berisi program diskusi, pentas bincang, ceramah kunci dan pertunjukan.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

Erotika Feminin:
Merayakan Malam Paling Erotis di LIFEs 2023

Teater Salihara | 08 Agustus 2023

 

Jakarta, 10 Agustus 2023 Erotika Feminin sukses digelar Selasa lalu (08/08), bertepatan dengan hari jadi Komunitas Salihara yang ke-15. Erotika Feminin yang secara literal merupakan alusi dari istilah Écriture Féminine atau penulisan perempuan diperkenalkan oleh pemikir Prancis Hélène Cixous. Erotika Feminin merupakan sebuah bentuk perayaaan untuk membicarakan serta mengeksplorasi mengenai hasrat, ketubuhan, dan seksualitas lewat pembacaan karya-karya dari para penulis Prancis ternama, dibawakan dengan sangat baik oleh aktris tanah air secara berurutan: Asmara Abigail, Elghandiva Astrilia, Sri Qadariatin, dan Sha Ine Febriyanti. Dalam keterbatasan yang dimiliki oleh seni, Ayu Utami–Direktur LIFEs (Literature and Ideas Festival) 2023 dan Kurator Sastra Komunitas Salihara–memaparkan bahwa seni dapat berkembang menjadi begitu luas lewat pengalaman-pengalaman yang beragam.

“Seni dalam keterbatasannya, mengajak kita mengalami pengalaman-pengalaman yang bisa saja ironis, paradoxical, gelap, mengandung tegangan antara rasa nikmat dan rasa sakit, antara eros dan thanatos, antara dorongan bersetubuh dan dorongan untuk bunuh membunuh.”

Pembacaan dibuka oleh Asmara Abigail membacakan fragmen dari karya Anaïs Nin yang berjudul Delta of Venus (1977). Dalam karya tersebut Anaïs menceritakan kisah Marianne, seorang penulis dan pelukis yang menceritakan pengalaman erotisnya dalam mengagumi model lelaki. mulai dari garis-garis tubuh hingga lingga yang menarik perhatian Marianne. Yang menariknya, Asmara membawa pembacaan ini dengan menggabungkan dua bahasa Indonesia-Prancis sehingga menambah hidup teks yang ia bacakan.

Asmara Abigal menjadi pembuka dalam Erotika Feminin membawakan fragmen dari Delta of Venus karya Anaïs Nin
Dok. Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya

 

Selanjutnya penonton dibawa untuk mendengarkan kisah dari Marguerite Duras–seorang penulis Prancis abad 20–tentang percintaan dua kekasih dari fragmen yang berjudul The Lover (1984). Pembacaan ini dibacakan oleh Elghandiva Astrilia; aktris yang juga merupakan alumni Kelas Akting Salihara. Pembacaan ini menceritakan sebuah kisah dengan penggambaran aksi bercinta yang begitu membara dan hasrat bercinta yang penuh ekstasi hingga meminta lagi, lagi, dan sekali lagi di atas sebuah kapal feri.

Pembacaan ini menggunakan teknik muncul aktor satu-persatu di panggung setelah cahaya lampu gelap. Pada aktor ketiga, ia dimunculkan dengan adegan duduk di lantai, tepat di tengah panggung. Aktor tersebut adalah Sri Qadariatin–akrab dipanggil Uung– membacakan fragmen dari kisah Annie Ernaux dengan judul Getting Lost (2001). Ini adalah fragmen kronologis antara seorang diplomat Rusia dengan kekasih gelapnya yang mengambil sudut pandang Aku. Dengan jelas diceritakan bagaimana mereka bertemu, dan membuat catatan lengkap tentang tanggal pertemuandan apa yang mereka lakukan. Uung membawakan pembacaan dengan suasana yang begitu dinamis, menghadirkan beragam emosi; bahkan di tengah pembacaan erotis ini, terselip komedi yang memantik tawa penonton saat tokoh Aku mendeskripsikan fisik dari istri sah tokoh diplomat dengan nada cemburu.

Sri Qadariatin saat membawakan fragmen Getting Lost karya Annie Ernaux
Dok. Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya

 

Pembacaan fragmen ini ditutup oleh penampilan Sha Ine Febriyanti atau Ine membawakan potongan dari buku Story of O (1954) oleh Pauline Riash. Sebuah kisah submisif dari seorang tokoh bernama O dan kekasihnya yang menjual O kepada teman-teman sang kekasih. Ine menguasai panggung dengan baik, membacakan fragmen ini dengan melihat ke berbagai arah. Bahkan suaranya menggelegar saat ia naik ke atas sebuah kotak dan membacakan khotbah yang mengulang ucapan teman sang kekasih kepada O. Ia menyebutkan secara dominan bagaimana O harus bertindak dan menanggalkan segala pekerjaan saat “mereka” membutuhkan tubuh O.

Pertunjukan dengan durasi kurang lebih 1 jam ini disaksikan oleh ratusan mata yang memenuhi Teater Salihara; merayakan malam paling erotis di LIFEs 2023. Riuh tepuk tangan selalu terdengar setiap akhir pembacaan. Ditutup dengan penyerahan bunga dariAyu Utami dan Goenawan Mohamad (Pendiri Komunitas Salihara) kepada empat penampil yang telah memberikan persembahan terbaik mereka di Selasa malam.

Penyerahan bunga oleh Ayu Utami dan Goenawan Mohamad kepada penampil Erotika Feminin
Dok. Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya

 

Tentang Penampil

Asmara Abigail adalah artis yang aktif sejak 2015. Tumbuh di Jakarta, ia terobsesi dengan film dan fesyen sejak kecil. Asmara mendapatkan gelar masternya dalam bisnis fesyen di Milan, dan bekerja secara profesional sebagai aktris di industri film. Ia mendapatkan banyak penghargaan, di antaranya Macao International Film Festival & Awards 2019 dan penerima Variety Magazine Asian Stars: Up Next bersama dengan tujuh aktor dan aktris lainnya di seluruh Asia. Pada Desember 2022, ia memenangi Penjor Award for Southeast Asian Feature Best Actress ketika berperan sebagai Zahara dalam Stone Turtle yang disutradarai oleh Woo Ming Jin di Bali Makarya Film Festival 2022 dengan Benjamin Illos—pemrogram di Cannes Quinzaine des Réalisateurs sebagai salah satu juri.

Elghandiva Astrilia adalah seorang seniman multidisiplin yang berbasis di Jakarta yang bekerja dengan seni performans, tari, suara dan desain grafis. Elgha meraih gelar MA dalam Praktik Seni Kontemporer (Performans) dari Royal College of Art, London. Elgha juga menggagas Rasasastra, sebuah kolektif seni dan kuratorial, dan anggota Moksa Soundsystems, sebuah band eksperimental yang menggabungkan tradisi Asia Tenggara dengan suara elektronik. Saat ini, dia adalah anggota fakultas di Fakultas Desain Universitas Bina Nusantara (BINUS), Jakarta.

 Sha Ine Febriyanti adalah pekerja seni, aktris teater, film dan sutradara Indonesia yang mengawali karir sebagai model pada 1992. Pada 1999 ia merambah dunia seni peran dan teater saat mendapat kepercayaan memerankan Miss Julie. Pada 2014-2015 menggarap kisah Cut Nyak Dien ke dalam teater monolog yang disutradarai dan diperankannya sendiri serta dipentaskan di beberapa kota termasuk Banda Aceh. Ia pernah mewakili Indonesia pada Festival Teater Internasional di Gori, Georgia. Di bidang film, ia mendapat beasiswa Asian Film Academy di Busan, Korea Selatan, 2012 dan menyutradarai Tuhan Pada Jam 10 Malam. Bersama beberapa relawan, sejak 2012 mendirikan Huma Rumil sebagai wadah kreatif untuk berbagi, belajar, dan bermain bersama dalam bentuk seni pertunjukan, film, seni rupa, dan kegiatan sosial melalui media seni. Kini Huma Rumil dikembangkan menjadi kantong budaya di bilangan Jagakarsa Selatan dan terbuka untuk siapa untuk berbagi melalui media seni.

Sri Qadariatin memulai karier di dunia seni pertunjukan saat bergabung dengan Teater Garasi/Garasi Performance Institute pada 1996 dan terlibat dalam beberapa karya, salah satunya pada Yang Fana Adalah Waktu Kita Abadi (2016). Ia terlibat dalam beberapa  produksi Titimangsa Foundation yaitu Perempuan Perempuan Chairil (2017), Nyanyi Sunyi Revolusi (2019), dan sebagai penata gerak kelompok paduan suara dalam Musikal Inggit Garnasih (2022). Dua karya penyutradaraan terbarunya adalah Aku Ingin: Myristica Fragrans and Other Tales (2021) dan Mirah (2023).

 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

lifes-ayu23

(LIFEs) Literature and Ideas Festival 2023

Mon Amour!
Merayakan Keragaman Budaya Prancis dan Frankofon dalam LIFEs 2023

Jakarta, 25 Juli 2023 – Komunitas Salihara kembali menyelenggarakan LIFEs (Literature and Ideas Festival) mengangkat tema Frankofon (sebutan untuk negara-negara penutur bahasa Prancis). Lewat jargon Mon Amour! Komunitas Salihara akan mengajak kita menggali dan merayakan khazanah kekayaan intelektual dari para pemikir dan penulis asal Prancis dan negara Frankofon. Beragam program menarik seperti diskusi, film, lokakarya, pertunjukan teater, musik, seminar, peluncuran buku, dan kuliner bisa pada 05-12 Agustus 2023.

Direktur LIFEs dan Kurator Sastra Komunitas Salihara Arts Center, Ayu Utami mengatakan pemilihan Prancis dan negara Frankofon sebagai tema LIFEs tahun ini karena Prancis merupakan kiblat pemikiran para intelektual Indonesia. “Prancis selalu merupakan kiblat pemikiran para intelektual Indonesia, selain Prancis juga menjadi kiblat fesyen, dan lain-lain.  Kesusastraan Prancis itu selalu dirujuk oleh pendiri bangsa ini. Kita juga melihat adanya urgensi untuk mengangkat isu multikulturalisme, di mana kita ingin melihat isu ini tidak menekankan pada unsur kekerasan, namun dari bagaimana para seniman, sastrawan, dan pemikir ini menciptakan harapan,” tutur Ayu Utami.

Selama tujuh hari pelaksanaan LIFEs 2023 akan menghadirkan rangkaian acara yang menampilkan keragaman budaya dari negara Frankofon serta relasinya yang banyak menginspirasi para pemikir Indonesia. Pengunjung dapat menikmati rangkaian mulai dari diskusi hingga pameran. Salah satu yang menarik dari LIFEs tahun ini adalah hadirnya pameran dengan tajuk Les Liaisons Amoureuses (Jalinan Asmara). Tajuk ini ingin menyatakan hubungan mesra antara Indonesia dan negeri Frankofon melalui pameran buku-buku sastra, komik dan penelitian terjemahan. Pameran ini memperlihatkan sumbangsih karya-karya berbahasa Prancis, serta para penerjemahnya untuk ditampilkan bagi pembaca Indonesia.

Pengunjung dapat melihat karya komik Frankofon seperti Petualangan Tintin karya Hergé, Asterix karya René Goscinny dan Albert Uderzo, hingga novel grafis terkini, Persepolis karya Marjane Satrapi. Sastra-sastra berbahasa Prancis terjemahan juga akan hadir dalam pameran ini seperti Pangeran Kecil karya ‎Antoine de Saint-Exupéry, Memoar Hadrianus karya Marguerite Yourcenar hingga Malam yang Keramat oleh Tahar Ben Jelloun. Tentunya pameran ini bisa menjadi daya tarik pengunjung untuk lebih mengenal karya-karya tersebut lebih mendalam sembari menunggu program-program LIFEs yang akan berjalan.

Selain pameran, LIFEs juga akan diramaikan oleh kegiatan pemutaran film seperti 434: Mengenang Godard, sesi dengar dan diskusi: Monita Membaca Julien, lokakarya: The Game of Writing, peluncuran buku; Surat Tentang Kekasih: Pembacaan Surat Menyurat Louis-Charles Damais dan Claire Holt, Wabah dan Kolera karya Patrick Deville  dan juga seri Writer on Writer yang menampilkan

wawancara Ayu Utami dengan tokoh-tokoh dari negeri Frankofon seperti Arwad Esber, Grace ly, Jacques Rancière, dan Lakhdar Brahimi.

LIFEs juga menghadirkan diskusi seperti: Corak Mbeling, Kata Siapa?, Sekilas Fiksi Merinding, Klasik Nan Asyik: Membaca Dini, Sitor, dan Wing, Rewriting the World Map: Multilingual Writing Across Languages and Continents, Venture of Language, Tamu Dari Seberang, Manusia, Mesin, Bahasa: Deleuze, Guattari, dsb, dan My Mother’s Tounge.

Pertunjukan teater dan musik juga akan meramaikan LIFEs di antaranya adalah Erotika Feminin, Colette Uncensored, Bintang-Bintang di Bawah Langit Jakarta, serta pertunjukan musik Les Femmes sans Paroles. Program ceramah dan seminar yang menarik seperti Universalisme Prancis: Antara Imajinasi dan Realitas, Kritik Supremasi dari Kamar Tidur, Perspektif Sejarah: Dari Kawin Kontrak hingga Yang Ilahiah, Rancière untuk Seni Emansipatif Indonesia, dan Kesetaraan Radikal dan Yang Tertindas juga hadir meramaikan rangkaian LIFEs 2023.

Tidak hanya memberikan suguhan dari ceramah, pertunjukan, serta diskusi, para pengunjung juga bisa menikmati Makan Malam Sastra dan merasakan kuliner khas negara Frankofon.

Festival ini secara resmi akan dibuka pada 05 Agustus 2023, di hari tersebut akan ada: Pemutaran Film 434: Mengenang Goddard, pembukaan pameran Les Liaisons Amoureuses, peluncuran buku: Surat Tentang Kekasih: Pembacaan Surat Menyurat Louis-Charles Damais dan Claire Holt, dilanjutkan pentas: Bintang-Bintang di Bawah Langit Jakarta, dan Makan Malam Sastra.

Selain hadir dengan 30+ program-program menarik dalam sepekan, LIFEs 2023 juga menghadirkan lebih dari 70 penampil seperti; Ajeng Kamaratih, Amalia Yunus, Arwad Esber, Asmara Abigail, Beni Satryo, Goenawan Mohamad, Jacques Rancière, Jean-Baptiste Phou, Jean Couteau, Johary Ravaloson, Klassikhaus, Lakhdar Brahimi, Lorri Holt, Martin Suryajaya, Monita Tahalea, Sha Ine Febriyanti, Zack Rogow, dan masih banyak lainnya. Untuk informasi mengenai jadwal pertunjukan dan pemesanan tiket bisa dilihat di lifes.salihara.org.

__________________________________________________________________

Tentang Literature and Ideas Festival

LIFEs (Literature and Ideas Festival) merupakan festival sastra dan gagasan berskala internasional yang mempertunjukan perkembangan sastra kontemporer Indonesia dan dunia, selain juga kekayaan karya-karya klasik dan tradisional. Festival ini berisi program diskusi, pentas bincang, ceramah kunci dan pertunjukan.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

kelasfilsafatdaring23

Kelas Filsafat 2023 Putaran Kedua – Islam dan Kebebasan Menurut Mazhab Prancis

Pengampu: Ayang Utriza Yakin, Etienne Naveau, F. Wawan Setyadi, dan Haryatmoko

Setiap Sabtu, 15, 22, 29 Juli & 05 Agustus 2023, 14:00 WIB

Zoom Webinar (daring)

 

Jakarta, 04 Juli 2023 – Menjelang  LIFEs (Literature and Ideas Festival) 2023 yang mengambil tema Prancis dan Frankofon, Komunitas Salihara akan mengangkat tema seputar filsuf Prancis dalam Kelas Filsafat kali ini. LIFEs sendiri merupakan sebuah festival dua tahunan yang menghadirkan rangkaian acara seputar sastra dan gagasan yang dikemas dalam bentuk: pertunjukan, pameran, diskusi, seminar, ceramah, pembacaan, kuliner, film, dan musik.

Selaras dengan tema LIFEs tahun ini, Kelas Filsafat akan membawa tajuk Islam dan Kebebasan Menurut Mazhab Prancis. Kelas ini akan membahas tentang bagaimana filsuf dan ilmuan Prancis mempersoalkan kembali tema kebebasan dengan meneropong Islam dan masyarakat muslim sebagai bahan kajian mereka yang tumbuh dengan tradisi Mazhab Leiden, Belanda. Peserta akan menemukan bagaimana perkembangan, sejarah, sumbangsih, serta pengaruh mazhab Prancis ditinjau dari kajian akademik, keilmuan, dan kehidupan masyarakat negara-negara muslim.

Kelas Filsafat ini akan dijalankan secara daring setiap Sabtu dari 15 Juli hingga 05 Agustus 2023 dalam empat pertemuan yang diampu oleh Ayang Utriza Yakin, Etienne Naveau, F. Wawan Setyadi, dan Haryatmoko. Berikut adalah rangkaian jadwal serta topik pembahasan yang akan dilaksanakan selama kelas berlangsung:

 

1. Gilles Deleuze dan Kreativitas

Sabtu, 15 Juli 2023 |14:00 – 16:00 WIB | Pengampu: Haryatmoko

“Rhizome”, “deteritorialisasi”, “schizoanalysis” dan “tubuh-tanpa-organ” adalah konsep-konsep hasil rekayasa Gilles Deleuze yang mengacu pada gerak dinamis, perubahan, inisiatif dan kreativitas. Deleuze menolak skema pikiran seperti pohon, tapi menggunakan “rhizome” yang bisa berkembang biak ke segala arah. Dia tidak puas dengan psikoanalisis yang seakan-akan mengekang gerak karena melihat masa lalu adalah kekurangan. Dia ingin melihat ke depan yang tampil dalam konsep “tubuh-tanpa-organ” sumber energi tanpa bentuk dari semua organisasi dan proses baik yang mungkin atau yang tidak mungkin sehingga memicu kreativitas.

2. Kebebasan Menurut Fenomenologi Kehendak Paul Ricoeur

Sabtu, 22  Juli 2023 |14:00 – 16:00 WIB | Pengampu: F. Wawan Setiadi

Perjalanan pemikiran filosofis Paul Ricoeur (1913-2005) diawali dengan refleksi tentang fenomenologi kehendak, di mana termanifestasi kebebasan manusia. Deskripsi fenomenologis kehendak ditandai oleh momen saat manusia mengatakan “aku hendak…”, yang diikuti oleh “aku menggerakkan tubuhku” dan “aku menyetujui”. Tiga momen kehendak tersebut mendapatkan tantangan dari yang-tak-terkehendaki, persis saat diluncurkan. Kehendak yang erat dengan yang-tak-terkehendaki membuat manusia bertanya, “sungguhkah aku bebas?”. Tantangan selanjutnya datang saat kebebasan manusia membawanya jatuh ke dalam kesalahan, kejahatan. Di situlah pertanyaan “sungguhkah aku bebas?” bergeser menjadi pemikiran tentang pembebasan dari problem kejahatan.

3. Mazhab Prancis dalam Studi Islam

Sabtu, 29  Juli 2023 |14:00 – 16:00 WIB | Pengampu: Ayang Utriza Yakin

Ilmuwan Prancis (dalam bidang ilmu-ilmu humaniora dan sosial)—yang menjadikan Islam dan masyarakat Muslim sebagai objek kajian dalam penelitian dan pengajaran mereka—dapat dianggap sebagai peletak dasar kajian agama Islam dan masyarakat muslim yang pada awalnya disebut kajian ketimuran (études orientales). Kerja dan usaha mereka yang berkesinambungan selama tiga abad (dari masa prakolonial, kolonial, sampai ke pascakolonial) berhasil membentuk objek kajian mereka (Islam dan Muslim) menjadi satu disiplin keilmuan tersendiri, yaitu studi Islam (études islamiques).

Mazhab Prancis dalam studi Islam sangat berjasa dalam mengembangkan pendekatan, metode, konsep dan teori untuk mengkaji Islam dan masyarakat Muslim yang menghasilkan banyak kajian dengan hasil luar biasa. Hasil-hasil kerja penelitian ilmuwan Mazhab Prancis dalam studi Islam ini pada gilirannya dapat digunakan dan bermanfaat untuk pembangunan negara-negara mayoritas Muslim dan pembaharuan pemikiran dalam Islam.

4. Blaise Pascal dan Islam

Sabtu, 05 Agustus 2023 |14:00 – 16:00 WIB |Pengampu: Etienne Naveau

Blaise Pascal (1623-1662) mengeluarkan penilaian yang ketat dan kurang informasi tentang Islam. Berdasarkan Fugio Fidei karya Ramon Marti, Pascal menganggap agama Islam, seperti Yudaisme, sebagai agama “samawi”, sensual dan suka berperang: agama politik yang terbatas pada “Orde Tubuh”. Terhadap karikatur yang diberikan Pascal tentang agama Islam ini, kita dapat menentang titik-titik kesamaan tertentu yang tidak terduga antara Pascal dan tren tertentu dalam Islam. Kritik Pascal terhadap Descartes dan “Tuhan para filsuf dan ilmuwan” secara formal mirip dengan kontroversi al-Ghazali melawan Ibnu Sina.

Dialektika Pascal tentang manusia “terampil, setengah terampil dan terampil” mirip dengan konsep “orang biasa, teolog dan filsuf” dalam karya Ibnu Rusyd. Akhirnya, fana’ seorang sufi seperti Hamzah Fansuri mirip dengan pemusnahan ego dalam pikiran Pascal. Sebagai kesimpulan, kami akan menunjukkan bahwa kritik reduktif yang ditujukan Pascal kepada Islam atas nama cita-cita evangelis non-kekerasan dapat berbalik melawan Augustinianisme, walaupun Pascal menganggap dirinya sebagai seorang murid Santo Augustinus.

Untuk bisa mengikuti kelas daring ini, peserta bisa langsung mendaftarkan diri lewat laman resmi kami di kelas.salihara.org dan media sosial kami. Peserta yang sudah terdaftar akan mendapatkan akses materi ajar, akses untuk menonton siaran ulang materi kelas, serta sertifikat digital.

 

Tentang Pengampu

Ayang Utriza Yakina adalah seorang peneliti di Sciences Po Bordeaux, Prancis, dan pengajar di Université Catholique de Louvain, Belgia sejak 2021. Pada 2005 sampai 2007 dan 2014 sampai 2016, ia mengajar di Sekolah Program Pascasarjana dan Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Jakarta. Ia juga sempat mengajar di Universitas Ghent sebagai dosen tamu di departemen Kajian Islam dan Arab serta Studi Timur Tengah selama tiga tahun dari 2019 sampai 2020.

Etienne Naveau adalah Doktor Bidang Filsafat di Institut Nasional Bahasa dan Peradaban Oriental (INALCO) sejak 2003. Etienne juga merupakan doktor di bidang bahasa, sastra, dan peradaban Indonesia yang penelitian-penelitiannya dibuat berdasarkan kajian terhadap teks-teks autobiografi Indonesia. Ia menjadi anggota Cerlom (Pusat Kajian dan Penelitian Sastra dan Tradisi Lisan Dunia). Pada November 2017, ia mendapatkan gelar HDR-nya melalui penelitian berjudul Identitas dan Pidato-Pidato Para Pendiri Indonesia (sastra, filsafat, agama).

Wawan Setyadi adalah pengajar di STF Driyarkara, Jakarta. Saat ini sedang menjalani studi S3 di Centre Sèvres, Paris dan L’université de Namur, Belgia. Disertasinya yang tengah dirampungkan: Antropologi Filosofis Rekonsiliasi dan Dialog dengan Filsafat Paul Ricoeur. Ia juga menggeluti bidang filsafat di antaranya, hermeneutik filosofis, antropologi filsafat dan filsafat kontemporer Prancis.

Haryatmoko adalah Doktor di bidang Antropologi dan Sejarah Agama-agama di Universitas Sorbonne-Paris IV dan Etika Politik (Moral Sosial) di Institut Catholique de Paris. Ia adalah dosen tetap Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta dan menjadi pengajar tamu di pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, dan UIN Yogyakarta.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

Helatari 2023: Menilik Arsip Bali Lampau Lewat Koreogreafi Wayan Sumahardika

Jakarta, 20 Juni 2023 – Salah satu peserta Undangan Terbuka Wayan Sumahardika (Bali) telah mementaskan pertunjukan tari The (Famous) Jung Jung-Te Jung Dance di Teater Salihara Sabtu (17/06) dan Minggu (18/06) lalu. Pentas tari ini membawa penonton menikmati tarian Igel Jongkok karya I Ketut Marya. The (Famous) Jung Jung-Te Jung Dance adalah perkembangan lain dari proyek repertoar-arsip Squatting & Dance yang mencoba menyingkap konstruksi estetis dan politis laku jongkok dalam hubungannya dengan lanskap repertoar-arsip pada panggung tari/pertunjukan serta koreografi sehari-hari.

Wayan Sumahardika sebagai sutradara menjadikan Igel Jongkok dari arsip Bali 1928 sebagai sumber inspirasi kekaryaannya dan nyawa utama dari pertunjukan The (Famous) Jung Jung-Te Jung Dance.  Arsip tersebut memperlihatkan tarian Igel Jongkok yang dibawakan oleh I Wayan Sampih yang ditampilkan di proyektor. Penonton disajikan dengan fragmen pembuka, menampilkan seorang penari menirukan gerakan tari yang sama persis ditampilkan melalui proyektor. Dalam video yang disorot proyektor tersebut adalah sosok penari I Wayan Sampih. 

Tidak hanya mempelajari tarian dari sisi kesejarahannya, pementasan yang dipandu oleh tiga orang penari; Agus Wiratama, Komang Tri Ray Dewantara, dan Jacko Kaneko mengajak penonton untuk turut mencoba mempelajari dasar dari tarian ini yakni berjongkok. Pertunjukan yang memanfaatkan partisipasi penonton secara langsung menjadi gimik yang segar. Desy Arsyati; seorang karyawan swasta mengatakan bahwa pertunjukan ini tidak hanya menarik dan menghibur namun juga mengedukasi,

Penonton mempelajari dasar dari Igel Jongkok dipandu oleh penariDok. Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya

Penonton mempelajari dasar dari Igel Jongkok dipandu oleh penari Dok. Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya

 

“Kemasan pertunjukan yang berbeda, namun menarik, menghibur, dan juga mengedukasi. Penyampaian sejarah dibawakan dengan alur cerita yang apik dan dibalut dengan guyonan lucu. Ditambah pula dengan memberikan kesempatan audiens untuk ikut mencoba Igel Jongkok, membuat audiens lebih mengerti bahwa tarian ini memiliki teknik yang cukup sulit dan membutuhkan waktu untuk menguasai.”

Wayan Sumahardika juga berharap lewat pertunjukan ini ia dan tim dapat memberikan penonton sebuah ruang yang dapat dijelajahi sembari bermain dan berimajinasi lewat praktik kerja arsip dan seni, “Melalui pertunjukan ini, kami menawarkan penonton ruang jelajah untuk bermain dan berimajinasi di antara praktik kerja arsip dan repertoar seni. Kami ingin mengajak penonton untuk bersama-sama memaknai kembali ekspresi komunal tari dalam tradisi masyarakat serta konteks kesejarahannya yang tak lepas dari tegangan estetis dan politis.”

Selain pertunjukan Wayan Sumahardika, Helatari Salihara masih mengadakan pertunjukan hingga akhir bulan Juni ini yang bisa disaksikan di Teater Salihara. Pertunjukan terakhir dalam rangkaian Helatari yang masih dapat disaksikan adalah Tuti In The City (Yola Yulfianti) yang seluruh informasi mengenai pemesanan tiket dan jadwal pentas bisa dilihat di tiket.salihara.org.

 

Tentang Penampil

Wayan Sumahardika adalah penulis, sutradara dan pembuat teater kelahiran Denpasar, Bali, 1992. Ia menjadi pendiri Teater Kalangan, sebuah kolektif lintas disiplin pertunjukan berbasis di Bali. Praktik artistiknya banyak bergerak pada persimpangan teater, tari, ragam seni, laku sehari-hari sebagai studi budaya melalui pendekatan site-specific, repertoar-arsip, dan spekulatif. Karya-karyanya telah dipentaskan, di antaranya The (Famous) Squatting Dance (2022), Lelintasan Gering dalam 33 Diorama (film-tari) (2019-2020), dan Joged Adar, Kekasihmu dan Kesibukan Melupakannya (teater-tari) (2018). Saat ini ia juga bergiat dalam perkembangan riset artistik pertunjukan melalui Mulawali Institute.

 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

Helatari 2023
Bermain dengan Gerak dan Tari dalam Budi Bermain Boal

Jakarta, 08 Juni 2023 – Potensi yang dimiliki sebuah pertunjukan seni baik itu tari, musik, dan teater sangatlah luas. Ia bukan sekadar media hiburan namun bisa menjadi alat untuk menyampaikan kritik maupun pesan yang sulit terucap. Begitu juga yang dilakukan oleh oleh koreografer asal Yogyakarta  Megatruh Banyu Mili. Pada pertunjukan tari Budi Bermain Boal karya Megatruh yang ditampilkan pada 03 dan 04 Juni lalu, mengangkat tentang pendidikan sebagai isu utamanya.

Koreografi dalam pertunjukan Budi Bermain Boal menampilkan tiga penari (Megatruh, Putri, dan Widi) mengenakan seragam Sekolah Dasar (putih-merah) dengan memanfaatkan berbagai atribut yang lazim ditemukan dalam lingkungan sekolah seperti kursi, buku gambar, sepatu, dan kertas, serta pensil. Tarian ini mengajak ratusan mata penonton untuk mengenang kembali bagaimana sekolah membentuk kepribadian murid-muridnya melalui peraturan-peraturan yang diseragamkan dan diwujudkan dalam koreografi dengan aksi teatrikal.

Megatruh menilai sistem pendidikan yang ia alami menerapkan peraturan absolut tanpa mempertimbangkan daya kreatif dan tujuan dari proses belajar mengajar. Dalam mencari inspirasi atas tarian ini, Megatruh mengumpulkan berbagai pengalaman orang yang digabung dengan pengalaman pribadinya. Ia juga menelaah karya-karya dari Augusto Boal sebagai tokoh teater yang ia gunakan namanya untuk pertunjukan ini.

Budi Bermain Boal yang dipentaskan di Teater SaliharaDok. Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya

Budi Bermain Boal yang dipentaskan di Teater Salihara Dok. Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya

 

“…inspirasi karya ini adalah karya-karya dari Augusto Boal sebagai pemrakarsa teater kaum tertindas. Di mana teater ia upayakan menjadi media untuk bersuara para kaum-kaum yang selama ini tertindas oleh peran-peran penguasa. Ia selalu memberikan sudut pandang yang berbeda atas sebuah sistem yang ada untuk menyuarakan aspirasi-aspirasi orang-orang di sekitarnya yang tertahan.”

Tidak hanya menampilkan tarian, interaksi dengan penonton pun juga ditunjukkan dalam pentas tari ini. Para penonton diajak melakukan koreo sederhana dan menyenangkan yang dipandu oleh Widi dan Putri sebagai penari. Megatruh juga berorasi sekaligus membagikan sebuah lembar jawaban yang mengajak penonton untuk mengisi kisah-kisah mereka terkait peraturan-peraturan di lingkungan pendidikan yang pernah penonton alami semasa di bangku sekolah.

Pesan dari Budi Bermain Boal relevan dengan pengalaman pendidikan  yang dialami oleh para penonton terutama Asmara Abigail (aktris) yang merasa pertunjukan ini bisa dirasakan oleh seluruh anak Indonesia terutama mengenai trauma-trauma yang terjadi dari masa TK hingga SMA terkait peraturan sekolah,

“Jujur lumayan merinding karena ini kayak trauma-trauma masa kecil dari TK sampai SMA dan aku rasa seluruh anak Indonesia bisa relate dengan karya ini. Semoga setelah Budi Bermain Boal Kita bisa mengucapkan selamat tinggal kepada Budi.”

Selain Budi Bermain Boal yang dibawakan oleh Megatruh Banyu Mili, Helatari Salihara masih mengadakan pertunjukan hingga akhir bulan Juni ini yang bisa disaksikan di Teater Salihara. Pertunjukan tersebut antara lain adalah: The (Famous) Jung Jung-Te Jung Dance (Wayan Sumahardika), dan Tuti In The City (Yola Yulfianti) yang seluruh informasi mengenai pemesanan dan jadwal pentas bisa dilihat di tiket.salihara.org.

 

Tentang Penampil

 Megatruh Banyu Mili adalah adalah penari dan koreografer asal Yogyakarta. Megatruh mulai aktif terlibat dalam dunia seni pertunjukan pada 2010 bersama Bengkel Mime Theatre dan Teater Garasi/Garasi Performance Institute. Sejak 2018, Megatruh berfokus menciptakan karya yang berangkat dari isu tentang pendidikan; baik dalam pendidikan formal maupun di lingkungan dan keluarga. Karya-karyanya antara lain yaitu Space of Silence (2018), Aku Siapa (2019), Nama Saya Budi (2020), Ini Budi (2020), Ini Bapak Budi (2021) dan Budi Bermain Bola (2022). Pada 2021 bersama Banyu Mili Art Performance, Megatruh membuat platform bertajuk Ruang Menari: Festival Virtual Gerak dan Tari untuk koreografer muda mempresentasikan karya film tari.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

tiket.salihara.org_event_helatari-salihara-2023_

Helatari 2023
Koreografi Tari dengan Isu Pendidikan, Norma, dan Budaya

03-25 Juni 2023
Teater Salihara |Rabu, Sabtu, dan Minggu |16:00 dan 20:00 WIB
Penampil: Megatruh Banyu Mili, Annastasya Verina, Wayan Sumahardika, Olé Khamchanla, Yola Yulfianti

Jakarta, 22 Mei 2023 – Komunitas Salihara telah menyelenggarakan Salihara Jazz Buzz dan Helateater pada awal 2023 lalu, pada Juni nanti akan hadir kembali festival mini bertajuk Helatari. Acara ini menjadi penutup dari rangkaian program dengan konsep Undangan Terbuka pada 2023; setelah sebelumnya kami juga melakukan pencarian talenta-talenta baru di bidang musik (Salihara Jazz Buzz) dan teater (Helateater). Helatari adalah festival seni tari kontemporer dua tahunan yang menampilkan karya-karya tari baru, yang berangkat dari khazanah tradisi tari Nusantara maupun dunia.

Tahun ini kami menampilkan tiga koreografer yang lolos melalui proses seleksi Undangan Terbuka. Tiga koreografer tersebut adalah Megatruh Banyu Mili, Annastasya Verrina, dan Wayan Sumahardika. Tiga koreografer ini memiliki kekuatannya masing-masing dan membawakan isu-isu yang relevan dengan masa kini seperti pendidikan, hingga batasan-batasan norma yang masih terlihat abu-abu di masyarakat

Kurator Tari Komunitas Salihara, Tony Prabowo mengungkapkan dasar kekaryaan dari para koreografer terpilih di tahun ini, “Konsep koreografi yang disuguhkan oleh koreografer Megatruh dan Verina merupakan upaya menerjemahkan sebuah narasi tentang simpanan ingatan masa lalu dalam menjalankan aturan-aturan mengenai kedisiplinan, tentang norma, tentang apa yang dianggap baik-buruk.”

Wayan Sumahardika mengangkat konsep ‘repertoar-arsip’ sebagai ide dasarnya, yang terinspirasi video arsip Bali 1928 dengan menggunakan materi arsip karya tari Igel Jongkok oleh maestro penari Bali, I Ketut Marya. Sebagai karya tari monumental di jamannya, Igel Jongkok menjadi sumber gagasan untuk menguraikan percakapan jongkok dalam zaman kolonial serta persepsi masyarakat tentang jongkok pada era sekarang. ”

Kelompok tari dan koreografer terpilih akan mempersembahkan karya mereka di Teater Salihara dari 03 – 25 Juni 2023. Khusus di pertunjukan ini, para penonton dapat membeli “Tiket Terusan”; yakni sebuah sistem di mana pembeli cukup membayar satu kali untuk dapat menikmati keseluruhan pementasan Helatari 2023 dengan harga Rp300.000,- untuk lima (5) pertunjukan. Bagi yang ingin membeli terpisah, tiket dapat dibeli seharga Rp75.000,- (umum) dan Rp50.000,- (pelajar). Pembelian dapat dilakukan melalui tiket.salihara.org. Selain menampilkan tiga koreografer dari Undangan Terbuka, Komunitas Salihara juga menampilkan pertunjukan tari karya Olé Khamchanla (Prancis) dan Yola Yulfianti (Indonesia).

Berikut adalah jadwal serta sinopsis dari pertunjukan Helatari 2023:

1. Budi Bermain Boal
Koreografer: Megatruh Banyu Mili ( Yogyakarta).
Sabtu, 03 Juni 2023, 20:00 WIB | Minggu, 04 Juni 2023, 16:00 WIB
Judul dalam pertunjukan ini diambil dari dua penanda peristiwa dalam pendidikan melalui sudut pandang yang berbeda. Premis karya ini adalah bagaimana sebuah idiom–sebagai bagian dari metode pendidikan–tanpa disadari memengaruhi pandangan dan perilaku sehari-hari. Premis ini kemudian diurai melalui kerja interdisiplin yang mengekstraksi tubuh (tari) dengan pendekatan teater ala Augusto Boal, sehingga memberi dimensi lain pada karya.
Sejak 2018 Megatruh mendalami tentang berbagai kasus dalam pola pendidikan. Hampir semua ruang pendidikan, mulai dari pendidikan formal hingga keluarga memiliki kasus yang sama, yaitu adanya sosok penguasa yang melakukan penyeragaman atau yang dalam konteks karya ini akan disebut sebagai pem-budi-an. Pendidikan dijadikan permainan bagi yang berkuasa seperti layaknya sebuah bola. Budi bermain bola.

2. Waktu Ku Kecil, Tidak Besar
Koreografer: Annastasya Verina (Surakarta).
Sabtu, 10 Juni 2023, 20:00 WIB | Minggu, 11 Juni 2023, 16:00 WIB
Karya ini memperlihatkan bagaimana gagasan pekarya mengkoreografi pertunjukan sebagai perluasan atas praktik koreografi normatif. Waktu Ku Kecil, Tidak Besar secara berani mempertunjukan kualitas gerak yang bukan berangkat dari teknik tari secara umum–yaitu baris-berbaris (PBB), hingga pilihan pendekatan artistik yang diambilnya. Karya ini lantas memainkan ketegangan antara realita sosial dan dramaturgi panggung yang memberi kesempatan bagi penonton untuk menafsir secara luas.

Karya ini mengajak untuk merefleksikan kembali norma-norma, serta membuka ruang dialog dan pemikiran kritis tentang asal-usul, implikasi, dan relevansi norma-norma dalam kehidupan sehari-hari. Pemilihan PBB sebagai konsep pertunjukan dipilih sebagai alat untuk mengeksplorasi dalam penyampaian dan perbincangan mengenai “norma” selama pertunjukan.

3. The (Famous) Jung Jung-Te Jung Dance
Koreografer: Wayan Sumahardika (Bali)
Sabtu, 17 Juni 2023, 20:00 WIB | Minggu, 18 Juni 2023, 16:00 WIB
Karya ini menawarkan pemaknaan atas relasi tradisi, kesejarahan (arsip) dan proses artistik yang menantang tatapan atas karya tari Bali dalam dunia kontemporer. Pekarya secara jelas mengambil posisi atas praktiknya, sehingga mampu memiliki kejernihan dalam menjelaskan gagasan melalui konsep pertunjukan dan berani mencoba tawaran pemanggungan yang berbeda. Hal ini juga sekaligus memperlihatkan bagaimana karya tersebut mampu menipiskan sekat yang mungkin ada di antara praktik kerja riset dengan seni itu sendiri, yaitu pekarya secara apik menjalin keduanya sebagai satu praktik riset-artistik yang tidak terpisah dan terus bertumbuh secara konsisten.

The (Famous) Jung Jung-Te Jung Dance adalah perkembangan lain dari proyek repertoar-arsip Squatting & Dance oleh Wayan Sumahardika yang mencoba menyingkap konstruksi estetis dan politis laku jongkok dalam hubungannya dengan lanskap repertoar-arsip pada panggung tari/pertunjukan serta koreografi sehari-hari.

4. Cercle
Koreografer: Olé Khamchanla (Laos)
Rabu, 07 Juni 2023, 20:00 WIB
Dalam Cercle, Olé Khamchanla mempertanyakan esensi tariannya, mulai dari asal-usulnya dalam hip hop hingga hibriditasnya saat ini dengan tarian kontemporer dan tarian tradisional Thailand dan Laos. Cercle adalah pertunjukan tunggal yang menunjukkan persimpangan budaya Barat dan Timur, dari gerakan jalanan dan seni klasik. Pertunjukan ini juga menyajikan ruang yang intim di dalam dan zona eksplorasi di luar, lingkaran ini juga membangkitkan universalitas tertentu yang dapat dibaca dalam gerakannya, dan gerakan terus-menerus yang mendorongnya untuk mencari mekanisme baru. Pertunjukan ini kuat dan puitis ketika koreografer berbagi kisah intim dengan kita yang menjadi bagian dari pencarian artistik dan pribadinya.

5. Tuti in The City
Koreografer: Yola Yulfianti (Jakarta)
Penampil: DANSITY X LASTEAM689
Sabtu, 24 Maret 2023, 20:00 WIB | Minggu, 25 Maret 2023, 16:00 WIB
Tuti in The City adalah karya Yola yang terinspirasi oleh ruang-ruang kota yang bersifat transformatif. Realitas kota Jakarta yang sangat kompleks selalu mengalami disjungsi peristiwa dari gerak keseharian tindakan masyarakatnya. Keadaan inilah yang mendorong Yola untuk melakukan proses dan melatih para penarinya di ruang publik.

Yola tidak khusus melatih teknik tari di dalam ruangan. Ia membutuhkan interaksi atas tubuh penari dan tubuh-tubuh lain di sekitarnya. Dalam upaya merealisasikan konsep artistiknya, Yola juga bekerja sama dengan komunitas hip-hop Lastream689. Yola menyatukan karya ini dengan salah satu komunitas tari yang tumbuh di Jakarta dan berlatih di ruang publik, perpaduan bentuk koreografi kolektif dari proses hingga pementasan, diharapkan bisa memberikan perspektif baru bagi penontonnya.

Tentang Penampil

Megatruh Banyu Mili adalah adalah penari dan koreografer asal Yogyakarta. Megatruh mulai aktif terlibat dalam dunia seni pertunjukan pada 2010 bersama Bengkel Mime Theatre dan Teater Garasi/Garasi Performance Institute. Sejak 2018, Megatruh berfokus menciptakan karya yang berangkat dari isu tentang pendidikan; baik dalam pendidikan formal maupun di lingkungan dan keluarga. Karya-karyanya antara lain yaitu Space of Silence (2018), Aku Siapa (2019), Nama Saya Budi (2020), Ini Budi (2020), Ini Bapak Budi (2021) dan Budi Bermain Bola (2022). Pada 2021 bersama Banyu Mili Art Performance, Megatruh membuat platform bertajuk Ruang Menari: Festival Virtual Gerak dan Tari untuk koreografer muda mempresentasikan karya film tari.

Annastasya Verina adalah penari dan koreografer kelahiran Jakarta, 2000. Ia menempuh pendidikan di Jurusan Tari Institut Seni Indonesia Surakarta. Verina mulai aktif berlatih menari sejak 2015 dan telah terlibat dalam produksi karya beberapa seniman. Saat ini, Verina mengembangkan praktik artistiknya di Surakarta melalui kelas intensif di Studio Plesungan. Karya tari dan film yang ia ciptakan di antaranya adalah Nyorog (2021), Habituasi (2021) dan Waktu Ku Kecil, Tidak Besar (2022).

Wayan Sumahardika adalah penulis, sutradara dan pembuat teater kelahiran Denpasar, Bali, 1992. Ia menjadi pendiri Teater Kalangan, sebuah kolektif lintas disiplin pertunjukan berbasis di Bali. Praktik artistiknya banyak bergerak pada persimpangan teater, tari, ragam seni, laku sehari-hari sebagai studi budaya melalui pendekatan site-specific, repertoar-arsip, dan spekulatif. Karya-karyanya telah dipentaskan, di antaranya The (Famous) Squatting Dance (2022), Lelintasan Gering dalam 33 Diorama (film-tari) (2019-2020), dan Joged Adar, Kekasihmu dan Kesibukan Melupakannya (teater-tari) (2018). Saat ini ia juga bergiat dalam perkembangan riset artistik pertunjukan melalui Mulawali Institute.

Olé Khamchanla adalah koreografer asal Laos, ia bersinggungan dengan tarian hip-hop pada 1990, kemudian membentuk tarian yang memiliki unsur kontemporer dan kapoeira. Sedikit demi sedikit, ia menemukan gaya dan cara menari yang menjadi miliknya. Di perusahaan A’CORPS (1997-2011), ia turut mengerjakan beberapa pertunjukan yang menunjukkan kreativitas dan keunikan dari tariannya. Pada 2006 ia pergi ke Laos dan Thailand untuk belajar tarian tradisional dan menciptakan karya solo pertamanya. Karya-karyanya banyak menggali pertanyaan-pertanyaan tentang manusia, asal-usulnya, inspirasinya, arahnya, juga interaksinya dengan yang lain. Untuk menemukan bentuk-bentuk karya tersebut, Kham menggali dan memperkaya koreografinya melalui kembali pada sumber atau akar keberadaan kita.

Yola Yulfianti adalah penari dan koreografer yang kerap bekerja bersama dengan koreografer dan sutradara dari dalam maupun luar negeri. Ia pernah mendapat penghargaan Pearl dalam ajang Dance Film Internasional di Berlin, Jerman. Ia melanjutkan studi doktoral program Pengkajian dan Penciptaan Seni di ISI Surakarta (2014-2017) dengan karya berjudul Kampung Melayu-Pasar Senen PP. Saat ini ia adalah salah satu anggota komite tari Dewan Kesenian Jakarta periode 2015-2018 dan sebagai Ketua Komite Tari periode 2020-2023.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center
Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.
___________________________________________________________________

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

decenta

Menilik Sejarah Seni Desain Indonesia lewat Daya Gaya Decenta

Galeri Salihara | 14 Mei – 25 Juni 2023
Selasa – Minggu | 11:00 – 19:00 WIB

 

Jakarta, 08 Mei 2023 – Sebuah biro desain berbadan hukum lahir pada 1973 dengan nama Decenta (Design Center Association) yang beranggotakan A.D. Pirous, G. Sidharta, Priyanto Sunarto, T. Sutanto, dan Sunaryo. Kelima orang tersebut merupakan pengajar sekaligus murid dan asisten pengajar dari Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung. Sebagai perusahaan desain yang berakar dari aneka ragam hias tradisi Nusantara, Decenta hadir sebagai manifestasi langsung para anggotanya dalam pencarian identitas artistik sebagai seniman Indonesia. 

Untuk mengenal sejarah dan kiprah kelompok tersebut Komunitas Salihara menyelenggarakan pameran dengan tajuk Daya Gaya Decenta yang dikuratori oleh Chabib Duta Hapsoro dan Asikin Hasan. Pameran ini akan menilik perjalanan Decenta sebagai biro desain dalam berbagai aspek seperti; sejarah, kekaryaan anggotanya, kegiatan kolektif, serta pengaruh artistik dalam proyek-proyek pembangunan yang terjadi di era Orde Baru. 

Chabib Duta Hapsoro sebagai Kurator tamu dalam pameran ini mengatakan “Sedari awal visi Decenta sudah jelas untuk menjadi perusahaan desain dengan sebuah pilihan gaya; menjelajahi beraneka ragam hias tradisi Indonesia sebagai pokok soal maupun modus artistik untuk proyek-proyek perancangan. Ini juga menjadi manifestasi pencarian identitas mereka sebagai seniman Indonesia”. Hal ini selaras dengan praktik kerja Decenta yang banyak menangani klien-klien dari lembaga negara. Dalam kerja-kerja kreatifnya, Decenta menerapkan elemen dekoratif yang khas dari daerah lembaga yang menjadi mitra.

Sebagai badan seni desain, Decenta memelopori teknik desain grafis yang disebut dengan istilah cetak saring. Pada awalnya Decenta menggunakan teknik cetak saring untuk kepentingan komersial, berjalannya waktu teknik tersebut hadir sebagai misi Decenta untuk mempromosikan seni grafis. Teknik cetak saring Decenta juga memiliki karakteristik yang khas. Karya cetak saring Decenta banyak hadir dalam bentuk sampul poster, sampul buku, maupun karya yang bisa dijadikan elemen dekorasi. 

Pameran ini akan menghadirkan arsip dokumentasi dan karya seni yang dibagi ke beberapa bagian. Dimulai dari memperlihatkan aspek kesejarahan berdirinya Decenta, bagaimana para anggotanya menggaungkan wacana identitas kebudayaan dan seni rupa Indonesia,  serta bagaimana Decenta hadir dalam distribusi dan pemasaran seni. Tidak hanya hadir sebagai sebuah biro desain, Decenta juga memiliki sebuah galeri yang aktif menyelenggarakan pameran, diskusi dan lokakarya seni rupa.

Sejumlah pameran dan diskusi juga menampilkan medium dan topik yang masih asing dalam medan seni rupa Indonesia saat itu. Dalam semangat pemasaran seni, galeri ini pun memiliki sebuah toko yang menjual tidak hanya karya seni melainkan juga karya kriya, perabotan dan reproduksi karya seni dalam bentuk kartu ucapan, poster dan lain sebagainya. Decenta menjadi begitu berpengaruh dalam ekosistem seni rupa Indonesia dari 1970-an hingga 1980-an.

Pameran yang diselenggarakan di Galeri Salihara ini bisa dikunjungi dari 14 Mei-25 Juni 2023 setiap Selasa-Minggu (11:00-19:00 WIB). Untuk menikmati ragam instalasi dan arsip sejarah Decenta, pengunjung bisa membeli tiket seharga Rp35.000 (umum) dan Rp25.000 (pelajar) yang dapat dipesan melalui tiket.salihara.org.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

 

 

gumarang

Kelas Wacana Tari Gumarang Sakti: Menjejak Seni Tari dari Akar Tradisi

Jakarta, 02 Mei 2023 – Kelas Wacana Tari Gumarang Sakti kembali hadir setelah pelaksanaan perdananya secara daring pada 2022 lalu. Untuk makin memperdalam materi tentang wacana tari, Kelas Salihara 2023 akan kembali melangsungkan Kelas Wacana Tari Gumarang Sakti melalui pertemuan tatap muka yang  akan diadakan secara daring dan luring. Kelas Wacana Tari Gumarang Sakti akan dilaksanakan pada 26-28 Mei 2023 di Komunitas Salihara dengan pengampu Helly Minarti dan Benny Krisnawardi. 

Gumarang Sakti sendiri merupakan kelompok tari kontemporer terpenting dari Sumatera Barat pada era 1980 hingga 1990-an yang didirikan oleh Gusmiati Suid. Di tahun-tahun tersebut banyak tari kontemporer Indonesia yang dipengaruhi oleh gaya dari Gumarang Sakti. Gusmiati Suid (1942-2001) adalah maestro tari asal Sumatera Barat yang pernah mendapatkan penghargaan tari bergengsi; The Bessie Awards (Amerika) pada 1991.

Melalui kelas ini peserta akan diajak untuk mempelajari teknik tubuh dasar dan koreografi dari Gumarang Sakti lewat penelusuran arsip dan teknik tari berdasarkan Silek (Pencak Silat Minangkabau). Peserta akan diajak menelisik karya koreografi Limbago yang dikomposisi oleh Gusmiati Suid melalui tontonan video Modul Akar yang bisa disaksikan sebelum mengikuti kelas. Selain itu, peserta juga akan mempelajari sejarah singkat mengenai Gumarang Sakti melalui karya dan kolaborasi yang dilakukan oleh Gusmiati Suid dan Boi Sakti lewat penelusuran melalui kliping koran/majalah dan video pertunjukan kelompok tari Gumarang Sakti. 

Helly Minarti selaku kurator independen sekaligus pengampu dalam kelas ini mengatakan bahwa Gumarang Sakti dan koreografi dari Gusmiati Suid menjadi penting terutama dalam perjalanan tari kontemporer Indonesia, “Tari bukan sekadar hiburan karena ia juga mengandung sejarah ketubuhan kita sebagai orang Indonesia. Koreografi bukan sekadar menata gerak tubuh di dalam ruang melainkan seni berpikir kritis dalam wacana, kedua prinsip ini tercermin dalam rekam jejak Gusmiati Suid pendiri Gumarang Sakti yang sangat mempengaruhi perjalanan tari kontemporer kita.”

Pernyataan tersebut mengukuhkan bahwa kelas ini sangat cocok bagi para praktisi, koreografer, peneliti, maupun publik yang berminat mengembangkan praktik ketubuhannya melalui pengayaan wacana tari atau sekadar ingin mengetahui lebih banyak tentang tari modern/kontemporer di Indonesia. Para peserta yang mengikuti Kelas Wacana Tari Gumarang Sakti akan mendapatkan fasilitas seperti menginap di Wisma Salihara serta mendapat satu kali makan dan snack selama program berlangsung.

Peserta juga akan mendapatkan sertifikat digital serta dapat mengakses Modul Akar (Makalah, video, kliping) hingga akhir 2023. Kami juga menyediakan opsi bagi peserta yang hanya ingin melihat Modul Akar saja dan juga bisa diakses hingga akhir 2023. Rangkaian kelas ini dapat diikuti dengan biaya Rp800.000 (Kelas + Modul) dan Rp400.000 (Modul saja) yang dapat diakses melalui kelas.salihara.org.

 

Tentang Pengajar 

Helly Minarti bekerja sebagai kurator independen di Jakarta. Ia mengkuratori Indonesian Dance Festival (2014 & 2018), Art Summit Indonesia: Reposisi (2016) dan beberapa acara internasional seperti edisi pertama Asia Windows Series untuk Asian Arts Theatre (2015), Monsoon: Asia-Europe Exchange (2006) dan 2nd Asia-Europe Dance Forum (2004). Ia terpilih menjadi Ketua Bidang Program Dewan Kesenian Jakarta untuk dua periode berturut-turut sejak 2013. Ia menerima British Chevening Awards (1999), Asia Fellows (2004, 2006), Asian Cultural Council (2011). Helly merampungkan studi doktoral dalam bidang kajian tari di Universitas Roehampton, London, pada 2014, dengan disertasi berjudul “Modern and Contemporary Dance in Asia: Bodies, Routes and Discourse”. 

Benny Krisnawardi adalah penari dan penata tari. Pada 1986 ia bergabung dengan kelompok tari Gumarang Sakti pimpinan Gusmiati Suid. Ia pernah tergabung dalam beberapa kelompok tari, seperti Cipta Dance Company dan Deddy Luthan Dance Company. Ia juga sempat berkolaborasi dengan sejumlah koreografer, seperti  Gerard Mosterd (Belanda) dan Katia Engel (Jerman). Ia beberapa kali mementaskan pertunjukan keliling dengan kelompok tari luar negeri, di antaranya bersama produksi Lear Asia (Japan Foundation) dan karya sutradara Ong Keng Sen (Singapura). Pada 2000 ia mendirikan kelompok tari Sigma Dance Theatre Indonesia. 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org