Helatari 2023: Menilik Arsip Bali Lampau Lewat Koreogreafi Wayan Sumahardika

Jakarta, 20 Juni 2023 – Salah satu peserta Undangan Terbuka Wayan Sumahardika (Bali) telah mementaskan pertunjukan tari The (Famous) Jung Jung-Te Jung Dance di Teater Salihara Sabtu (17/06) dan Minggu (18/06) lalu. Pentas tari ini membawa penonton menikmati tarian Igel Jongkok karya I Ketut Marya. The (Famous) Jung Jung-Te Jung Dance adalah perkembangan lain dari proyek repertoar-arsip Squatting & Dance yang mencoba menyingkap konstruksi estetis dan politis laku jongkok dalam hubungannya dengan lanskap repertoar-arsip pada panggung tari/pertunjukan serta koreografi sehari-hari.

Wayan Sumahardika sebagai sutradara menjadikan Igel Jongkok dari arsip Bali 1928 sebagai sumber inspirasi kekaryaannya dan nyawa utama dari pertunjukan The (Famous) Jung Jung-Te Jung Dance.  Arsip tersebut memperlihatkan tarian Igel Jongkok yang dibawakan oleh I Wayan Sampih yang ditampilkan di proyektor. Penonton disajikan dengan fragmen pembuka, menampilkan seorang penari menirukan gerakan tari yang sama persis ditampilkan melalui proyektor. Dalam video yang disorot proyektor tersebut adalah sosok penari I Wayan Sampih. 

Tidak hanya mempelajari tarian dari sisi kesejarahannya, pementasan yang dipandu oleh tiga orang penari; Agus Wiratama, Komang Tri Ray Dewantara, dan Jacko Kaneko mengajak penonton untuk turut mencoba mempelajari dasar dari tarian ini yakni berjongkok. Pertunjukan yang memanfaatkan partisipasi penonton secara langsung menjadi gimik yang segar. Desy Arsyati; seorang karyawan swasta mengatakan bahwa pertunjukan ini tidak hanya menarik dan menghibur namun juga mengedukasi,

Penonton mempelajari dasar dari Igel Jongkok dipandu oleh penariDok. Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya

Penonton mempelajari dasar dari Igel Jongkok dipandu oleh penari Dok. Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya

 

“Kemasan pertunjukan yang berbeda, namun menarik, menghibur, dan juga mengedukasi. Penyampaian sejarah dibawakan dengan alur cerita yang apik dan dibalut dengan guyonan lucu. Ditambah pula dengan memberikan kesempatan audiens untuk ikut mencoba Igel Jongkok, membuat audiens lebih mengerti bahwa tarian ini memiliki teknik yang cukup sulit dan membutuhkan waktu untuk menguasai.”

Wayan Sumahardika juga berharap lewat pertunjukan ini ia dan tim dapat memberikan penonton sebuah ruang yang dapat dijelajahi sembari bermain dan berimajinasi lewat praktik kerja arsip dan seni, “Melalui pertunjukan ini, kami menawarkan penonton ruang jelajah untuk bermain dan berimajinasi di antara praktik kerja arsip dan repertoar seni. Kami ingin mengajak penonton untuk bersama-sama memaknai kembali ekspresi komunal tari dalam tradisi masyarakat serta konteks kesejarahannya yang tak lepas dari tegangan estetis dan politis.”

Selain pertunjukan Wayan Sumahardika, Helatari Salihara masih mengadakan pertunjukan hingga akhir bulan Juni ini yang bisa disaksikan di Teater Salihara. Pertunjukan terakhir dalam rangkaian Helatari yang masih dapat disaksikan adalah Tuti In The City (Yola Yulfianti) yang seluruh informasi mengenai pemesanan tiket dan jadwal pentas bisa dilihat di tiket.salihara.org.

 

Tentang Penampil

Wayan Sumahardika adalah penulis, sutradara dan pembuat teater kelahiran Denpasar, Bali, 1992. Ia menjadi pendiri Teater Kalangan, sebuah kolektif lintas disiplin pertunjukan berbasis di Bali. Praktik artistiknya banyak bergerak pada persimpangan teater, tari, ragam seni, laku sehari-hari sebagai studi budaya melalui pendekatan site-specific, repertoar-arsip, dan spekulatif. Karya-karyanya telah dipentaskan, di antaranya The (Famous) Squatting Dance (2022), Lelintasan Gering dalam 33 Diorama (film-tari) (2019-2020), dan Joged Adar, Kekasihmu dan Kesibukan Melupakannya (teater-tari) (2018). Saat ini ia juga bergiat dalam perkembangan riset artistik pertunjukan melalui Mulawali Institute.

 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

Helatari 2023
Bermain dengan Gerak dan Tari dalam Budi Bermain Boal

Jakarta, 08 Juni 2023 – Potensi yang dimiliki sebuah pertunjukan seni baik itu tari, musik, dan teater sangatlah luas. Ia bukan sekadar media hiburan namun bisa menjadi alat untuk menyampaikan kritik maupun pesan yang sulit terucap. Begitu juga yang dilakukan oleh oleh koreografer asal Yogyakarta  Megatruh Banyu Mili. Pada pertunjukan tari Budi Bermain Boal karya Megatruh yang ditampilkan pada 03 dan 04 Juni lalu, mengangkat tentang pendidikan sebagai isu utamanya.

Koreografi dalam pertunjukan Budi Bermain Boal menampilkan tiga penari (Megatruh, Putri, dan Widi) mengenakan seragam Sekolah Dasar (putih-merah) dengan memanfaatkan berbagai atribut yang lazim ditemukan dalam lingkungan sekolah seperti kursi, buku gambar, sepatu, dan kertas, serta pensil. Tarian ini mengajak ratusan mata penonton untuk mengenang kembali bagaimana sekolah membentuk kepribadian murid-muridnya melalui peraturan-peraturan yang diseragamkan dan diwujudkan dalam koreografi dengan aksi teatrikal.

Megatruh menilai sistem pendidikan yang ia alami menerapkan peraturan absolut tanpa mempertimbangkan daya kreatif dan tujuan dari proses belajar mengajar. Dalam mencari inspirasi atas tarian ini, Megatruh mengumpulkan berbagai pengalaman orang yang digabung dengan pengalaman pribadinya. Ia juga menelaah karya-karya dari Augusto Boal sebagai tokoh teater yang ia gunakan namanya untuk pertunjukan ini.

Budi Bermain Boal yang dipentaskan di Teater SaliharaDok. Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya

Budi Bermain Boal yang dipentaskan di Teater Salihara Dok. Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya

 

“…inspirasi karya ini adalah karya-karya dari Augusto Boal sebagai pemrakarsa teater kaum tertindas. Di mana teater ia upayakan menjadi media untuk bersuara para kaum-kaum yang selama ini tertindas oleh peran-peran penguasa. Ia selalu memberikan sudut pandang yang berbeda atas sebuah sistem yang ada untuk menyuarakan aspirasi-aspirasi orang-orang di sekitarnya yang tertahan.”

Tidak hanya menampilkan tarian, interaksi dengan penonton pun juga ditunjukkan dalam pentas tari ini. Para penonton diajak melakukan koreo sederhana dan menyenangkan yang dipandu oleh Widi dan Putri sebagai penari. Megatruh juga berorasi sekaligus membagikan sebuah lembar jawaban yang mengajak penonton untuk mengisi kisah-kisah mereka terkait peraturan-peraturan di lingkungan pendidikan yang pernah penonton alami semasa di bangku sekolah.

Pesan dari Budi Bermain Boal relevan dengan pengalaman pendidikan  yang dialami oleh para penonton terutama Asmara Abigail (aktris) yang merasa pertunjukan ini bisa dirasakan oleh seluruh anak Indonesia terutama mengenai trauma-trauma yang terjadi dari masa TK hingga SMA terkait peraturan sekolah,

“Jujur lumayan merinding karena ini kayak trauma-trauma masa kecil dari TK sampai SMA dan aku rasa seluruh anak Indonesia bisa relate dengan karya ini. Semoga setelah Budi Bermain Boal Kita bisa mengucapkan selamat tinggal kepada Budi.”

Selain Budi Bermain Boal yang dibawakan oleh Megatruh Banyu Mili, Helatari Salihara masih mengadakan pertunjukan hingga akhir bulan Juni ini yang bisa disaksikan di Teater Salihara. Pertunjukan tersebut antara lain adalah: The (Famous) Jung Jung-Te Jung Dance (Wayan Sumahardika), dan Tuti In The City (Yola Yulfianti) yang seluruh informasi mengenai pemesanan dan jadwal pentas bisa dilihat di tiket.salihara.org.

 

Tentang Penampil

 Megatruh Banyu Mili adalah adalah penari dan koreografer asal Yogyakarta. Megatruh mulai aktif terlibat dalam dunia seni pertunjukan pada 2010 bersama Bengkel Mime Theatre dan Teater Garasi/Garasi Performance Institute. Sejak 2018, Megatruh berfokus menciptakan karya yang berangkat dari isu tentang pendidikan; baik dalam pendidikan formal maupun di lingkungan dan keluarga. Karya-karyanya antara lain yaitu Space of Silence (2018), Aku Siapa (2019), Nama Saya Budi (2020), Ini Budi (2020), Ini Bapak Budi (2021) dan Budi Bermain Bola (2022). Pada 2021 bersama Banyu Mili Art Performance, Megatruh membuat platform bertajuk Ruang Menari: Festival Virtual Gerak dan Tari untuk koreografer muda mempresentasikan karya film tari.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

tiket.salihara.org_event_helatari-salihara-2023_

Helatari 2023
Koreografi Tari dengan Isu Pendidikan, Norma, dan Budaya

03-25 Juni 2023
Teater Salihara |Rabu, Sabtu, dan Minggu |16:00 dan 20:00 WIB
Penampil: Megatruh Banyu Mili, Annastasya Verina, Wayan Sumahardika, Olé Khamchanla, Yola Yulfianti

Jakarta, 22 Mei 2023 – Komunitas Salihara telah menyelenggarakan Salihara Jazz Buzz dan Helateater pada awal 2023 lalu, pada Juni nanti akan hadir kembali festival mini bertajuk Helatari. Acara ini menjadi penutup dari rangkaian program dengan konsep Undangan Terbuka pada 2023; setelah sebelumnya kami juga melakukan pencarian talenta-talenta baru di bidang musik (Salihara Jazz Buzz) dan teater (Helateater). Helatari adalah festival seni tari kontemporer dua tahunan yang menampilkan karya-karya tari baru, yang berangkat dari khazanah tradisi tari Nusantara maupun dunia.

Tahun ini kami menampilkan tiga koreografer yang lolos melalui proses seleksi Undangan Terbuka. Tiga koreografer tersebut adalah Megatruh Banyu Mili, Annastasya Verrina, dan Wayan Sumahardika. Tiga koreografer ini memiliki kekuatannya masing-masing dan membawakan isu-isu yang relevan dengan masa kini seperti pendidikan, hingga batasan-batasan norma yang masih terlihat abu-abu di masyarakat

Kurator Tari Komunitas Salihara, Tony Prabowo mengungkapkan dasar kekaryaan dari para koreografer terpilih di tahun ini, “Konsep koreografi yang disuguhkan oleh koreografer Megatruh dan Verina merupakan upaya menerjemahkan sebuah narasi tentang simpanan ingatan masa lalu dalam menjalankan aturan-aturan mengenai kedisiplinan, tentang norma, tentang apa yang dianggap baik-buruk.”

Wayan Sumahardika mengangkat konsep ‘repertoar-arsip’ sebagai ide dasarnya, yang terinspirasi video arsip Bali 1928 dengan menggunakan materi arsip karya tari Igel Jongkok oleh maestro penari Bali, I Ketut Marya. Sebagai karya tari monumental di jamannya, Igel Jongkok menjadi sumber gagasan untuk menguraikan percakapan jongkok dalam zaman kolonial serta persepsi masyarakat tentang jongkok pada era sekarang. ”

Kelompok tari dan koreografer terpilih akan mempersembahkan karya mereka di Teater Salihara dari 03 – 25 Juni 2023. Khusus di pertunjukan ini, para penonton dapat membeli “Tiket Terusan”; yakni sebuah sistem di mana pembeli cukup membayar satu kali untuk dapat menikmati keseluruhan pementasan Helatari 2023 dengan harga Rp300.000,- untuk lima (5) pertunjukan. Bagi yang ingin membeli terpisah, tiket dapat dibeli seharga Rp75.000,- (umum) dan Rp50.000,- (pelajar). Pembelian dapat dilakukan melalui tiket.salihara.org. Selain menampilkan tiga koreografer dari Undangan Terbuka, Komunitas Salihara juga menampilkan pertunjukan tari karya Olé Khamchanla (Prancis) dan Yola Yulfianti (Indonesia).

Berikut adalah jadwal serta sinopsis dari pertunjukan Helatari 2023:

1. Budi Bermain Boal
Koreografer: Megatruh Banyu Mili ( Yogyakarta).
Sabtu, 03 Juni 2023, 20:00 WIB | Minggu, 04 Juni 2023, 16:00 WIB
Judul dalam pertunjukan ini diambil dari dua penanda peristiwa dalam pendidikan melalui sudut pandang yang berbeda. Premis karya ini adalah bagaimana sebuah idiom–sebagai bagian dari metode pendidikan–tanpa disadari memengaruhi pandangan dan perilaku sehari-hari. Premis ini kemudian diurai melalui kerja interdisiplin yang mengekstraksi tubuh (tari) dengan pendekatan teater ala Augusto Boal, sehingga memberi dimensi lain pada karya.
Sejak 2018 Megatruh mendalami tentang berbagai kasus dalam pola pendidikan. Hampir semua ruang pendidikan, mulai dari pendidikan formal hingga keluarga memiliki kasus yang sama, yaitu adanya sosok penguasa yang melakukan penyeragaman atau yang dalam konteks karya ini akan disebut sebagai pem-budi-an. Pendidikan dijadikan permainan bagi yang berkuasa seperti layaknya sebuah bola. Budi bermain bola.

2. Waktu Ku Kecil, Tidak Besar
Koreografer: Annastasya Verina (Surakarta).
Sabtu, 10 Juni 2023, 20:00 WIB | Minggu, 11 Juni 2023, 16:00 WIB
Karya ini memperlihatkan bagaimana gagasan pekarya mengkoreografi pertunjukan sebagai perluasan atas praktik koreografi normatif. Waktu Ku Kecil, Tidak Besar secara berani mempertunjukan kualitas gerak yang bukan berangkat dari teknik tari secara umum–yaitu baris-berbaris (PBB), hingga pilihan pendekatan artistik yang diambilnya. Karya ini lantas memainkan ketegangan antara realita sosial dan dramaturgi panggung yang memberi kesempatan bagi penonton untuk menafsir secara luas.

Karya ini mengajak untuk merefleksikan kembali norma-norma, serta membuka ruang dialog dan pemikiran kritis tentang asal-usul, implikasi, dan relevansi norma-norma dalam kehidupan sehari-hari. Pemilihan PBB sebagai konsep pertunjukan dipilih sebagai alat untuk mengeksplorasi dalam penyampaian dan perbincangan mengenai “norma” selama pertunjukan.

3. The (Famous) Jung Jung-Te Jung Dance
Koreografer: Wayan Sumahardika (Bali)
Sabtu, 17 Juni 2023, 20:00 WIB | Minggu, 18 Juni 2023, 16:00 WIB
Karya ini menawarkan pemaknaan atas relasi tradisi, kesejarahan (arsip) dan proses artistik yang menantang tatapan atas karya tari Bali dalam dunia kontemporer. Pekarya secara jelas mengambil posisi atas praktiknya, sehingga mampu memiliki kejernihan dalam menjelaskan gagasan melalui konsep pertunjukan dan berani mencoba tawaran pemanggungan yang berbeda. Hal ini juga sekaligus memperlihatkan bagaimana karya tersebut mampu menipiskan sekat yang mungkin ada di antara praktik kerja riset dengan seni itu sendiri, yaitu pekarya secara apik menjalin keduanya sebagai satu praktik riset-artistik yang tidak terpisah dan terus bertumbuh secara konsisten.

The (Famous) Jung Jung-Te Jung Dance adalah perkembangan lain dari proyek repertoar-arsip Squatting & Dance oleh Wayan Sumahardika yang mencoba menyingkap konstruksi estetis dan politis laku jongkok dalam hubungannya dengan lanskap repertoar-arsip pada panggung tari/pertunjukan serta koreografi sehari-hari.

4. Cercle
Koreografer: Olé Khamchanla (Laos)
Rabu, 07 Juni 2023, 20:00 WIB
Dalam Cercle, Olé Khamchanla mempertanyakan esensi tariannya, mulai dari asal-usulnya dalam hip hop hingga hibriditasnya saat ini dengan tarian kontemporer dan tarian tradisional Thailand dan Laos. Cercle adalah pertunjukan tunggal yang menunjukkan persimpangan budaya Barat dan Timur, dari gerakan jalanan dan seni klasik. Pertunjukan ini juga menyajikan ruang yang intim di dalam dan zona eksplorasi di luar, lingkaran ini juga membangkitkan universalitas tertentu yang dapat dibaca dalam gerakannya, dan gerakan terus-menerus yang mendorongnya untuk mencari mekanisme baru. Pertunjukan ini kuat dan puitis ketika koreografer berbagi kisah intim dengan kita yang menjadi bagian dari pencarian artistik dan pribadinya.

5. Tuti in The City
Koreografer: Yola Yulfianti (Jakarta)
Penampil: DANSITY X LASTEAM689
Sabtu, 24 Maret 2023, 20:00 WIB | Minggu, 25 Maret 2023, 16:00 WIB
Tuti in The City adalah karya Yola yang terinspirasi oleh ruang-ruang kota yang bersifat transformatif. Realitas kota Jakarta yang sangat kompleks selalu mengalami disjungsi peristiwa dari gerak keseharian tindakan masyarakatnya. Keadaan inilah yang mendorong Yola untuk melakukan proses dan melatih para penarinya di ruang publik.

Yola tidak khusus melatih teknik tari di dalam ruangan. Ia membutuhkan interaksi atas tubuh penari dan tubuh-tubuh lain di sekitarnya. Dalam upaya merealisasikan konsep artistiknya, Yola juga bekerja sama dengan komunitas hip-hop Lastream689. Yola menyatukan karya ini dengan salah satu komunitas tari yang tumbuh di Jakarta dan berlatih di ruang publik, perpaduan bentuk koreografi kolektif dari proses hingga pementasan, diharapkan bisa memberikan perspektif baru bagi penontonnya.

Tentang Penampil

Megatruh Banyu Mili adalah adalah penari dan koreografer asal Yogyakarta. Megatruh mulai aktif terlibat dalam dunia seni pertunjukan pada 2010 bersama Bengkel Mime Theatre dan Teater Garasi/Garasi Performance Institute. Sejak 2018, Megatruh berfokus menciptakan karya yang berangkat dari isu tentang pendidikan; baik dalam pendidikan formal maupun di lingkungan dan keluarga. Karya-karyanya antara lain yaitu Space of Silence (2018), Aku Siapa (2019), Nama Saya Budi (2020), Ini Budi (2020), Ini Bapak Budi (2021) dan Budi Bermain Bola (2022). Pada 2021 bersama Banyu Mili Art Performance, Megatruh membuat platform bertajuk Ruang Menari: Festival Virtual Gerak dan Tari untuk koreografer muda mempresentasikan karya film tari.

Annastasya Verina adalah penari dan koreografer kelahiran Jakarta, 2000. Ia menempuh pendidikan di Jurusan Tari Institut Seni Indonesia Surakarta. Verina mulai aktif berlatih menari sejak 2015 dan telah terlibat dalam produksi karya beberapa seniman. Saat ini, Verina mengembangkan praktik artistiknya di Surakarta melalui kelas intensif di Studio Plesungan. Karya tari dan film yang ia ciptakan di antaranya adalah Nyorog (2021), Habituasi (2021) dan Waktu Ku Kecil, Tidak Besar (2022).

Wayan Sumahardika adalah penulis, sutradara dan pembuat teater kelahiran Denpasar, Bali, 1992. Ia menjadi pendiri Teater Kalangan, sebuah kolektif lintas disiplin pertunjukan berbasis di Bali. Praktik artistiknya banyak bergerak pada persimpangan teater, tari, ragam seni, laku sehari-hari sebagai studi budaya melalui pendekatan site-specific, repertoar-arsip, dan spekulatif. Karya-karyanya telah dipentaskan, di antaranya The (Famous) Squatting Dance (2022), Lelintasan Gering dalam 33 Diorama (film-tari) (2019-2020), dan Joged Adar, Kekasihmu dan Kesibukan Melupakannya (teater-tari) (2018). Saat ini ia juga bergiat dalam perkembangan riset artistik pertunjukan melalui Mulawali Institute.

Olé Khamchanla adalah koreografer asal Laos, ia bersinggungan dengan tarian hip-hop pada 1990, kemudian membentuk tarian yang memiliki unsur kontemporer dan kapoeira. Sedikit demi sedikit, ia menemukan gaya dan cara menari yang menjadi miliknya. Di perusahaan A’CORPS (1997-2011), ia turut mengerjakan beberapa pertunjukan yang menunjukkan kreativitas dan keunikan dari tariannya. Pada 2006 ia pergi ke Laos dan Thailand untuk belajar tarian tradisional dan menciptakan karya solo pertamanya. Karya-karyanya banyak menggali pertanyaan-pertanyaan tentang manusia, asal-usulnya, inspirasinya, arahnya, juga interaksinya dengan yang lain. Untuk menemukan bentuk-bentuk karya tersebut, Kham menggali dan memperkaya koreografinya melalui kembali pada sumber atau akar keberadaan kita.

Yola Yulfianti adalah penari dan koreografer yang kerap bekerja bersama dengan koreografer dan sutradara dari dalam maupun luar negeri. Ia pernah mendapat penghargaan Pearl dalam ajang Dance Film Internasional di Berlin, Jerman. Ia melanjutkan studi doktoral program Pengkajian dan Penciptaan Seni di ISI Surakarta (2014-2017) dengan karya berjudul Kampung Melayu-Pasar Senen PP. Saat ini ia adalah salah satu anggota komite tari Dewan Kesenian Jakarta periode 2015-2018 dan sebagai Ketua Komite Tari periode 2020-2023.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center
Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.
___________________________________________________________________

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

decenta

Menilik Sejarah Seni Desain Indonesia lewat Daya Gaya Decenta

Galeri Salihara | 14 Mei – 25 Juni 2023
Selasa – Minggu | 11:00 – 19:00 WIB

 

Jakarta, 08 Mei 2023 – Sebuah biro desain berbadan hukum lahir pada 1973 dengan nama Decenta (Design Center Association) yang beranggotakan A.D. Pirous, G. Sidharta, Priyanto Sunarto, T. Sutanto, dan Sunaryo. Kelima orang tersebut merupakan pengajar sekaligus murid dan asisten pengajar dari Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung. Sebagai perusahaan desain yang berakar dari aneka ragam hias tradisi Nusantara, Decenta hadir sebagai manifestasi langsung para anggotanya dalam pencarian identitas artistik sebagai seniman Indonesia. 

Untuk mengenal sejarah dan kiprah kelompok tersebut Komunitas Salihara menyelenggarakan pameran dengan tajuk Daya Gaya Decenta yang dikuratori oleh Chabib Duta Hapsoro dan Asikin Hasan. Pameran ini akan menilik perjalanan Decenta sebagai biro desain dalam berbagai aspek seperti; sejarah, kekaryaan anggotanya, kegiatan kolektif, serta pengaruh artistik dalam proyek-proyek pembangunan yang terjadi di era Orde Baru. 

Chabib Duta Hapsoro sebagai Kurator tamu dalam pameran ini mengatakan “Sedari awal visi Decenta sudah jelas untuk menjadi perusahaan desain dengan sebuah pilihan gaya; menjelajahi beraneka ragam hias tradisi Indonesia sebagai pokok soal maupun modus artistik untuk proyek-proyek perancangan. Ini juga menjadi manifestasi pencarian identitas mereka sebagai seniman Indonesia”. Hal ini selaras dengan praktik kerja Decenta yang banyak menangani klien-klien dari lembaga negara. Dalam kerja-kerja kreatifnya, Decenta menerapkan elemen dekoratif yang khas dari daerah lembaga yang menjadi mitra.

Sebagai badan seni desain, Decenta memelopori teknik desain grafis yang disebut dengan istilah cetak saring. Pada awalnya Decenta menggunakan teknik cetak saring untuk kepentingan komersial, berjalannya waktu teknik tersebut hadir sebagai misi Decenta untuk mempromosikan seni grafis. Teknik cetak saring Decenta juga memiliki karakteristik yang khas. Karya cetak saring Decenta banyak hadir dalam bentuk sampul poster, sampul buku, maupun karya yang bisa dijadikan elemen dekorasi. 

Pameran ini akan menghadirkan arsip dokumentasi dan karya seni yang dibagi ke beberapa bagian. Dimulai dari memperlihatkan aspek kesejarahan berdirinya Decenta, bagaimana para anggotanya menggaungkan wacana identitas kebudayaan dan seni rupa Indonesia,  serta bagaimana Decenta hadir dalam distribusi dan pemasaran seni. Tidak hanya hadir sebagai sebuah biro desain, Decenta juga memiliki sebuah galeri yang aktif menyelenggarakan pameran, diskusi dan lokakarya seni rupa.

Sejumlah pameran dan diskusi juga menampilkan medium dan topik yang masih asing dalam medan seni rupa Indonesia saat itu. Dalam semangat pemasaran seni, galeri ini pun memiliki sebuah toko yang menjual tidak hanya karya seni melainkan juga karya kriya, perabotan dan reproduksi karya seni dalam bentuk kartu ucapan, poster dan lain sebagainya. Decenta menjadi begitu berpengaruh dalam ekosistem seni rupa Indonesia dari 1970-an hingga 1980-an.

Pameran yang diselenggarakan di Galeri Salihara ini bisa dikunjungi dari 14 Mei-25 Juni 2023 setiap Selasa-Minggu (11:00-19:00 WIB). Untuk menikmati ragam instalasi dan arsip sejarah Decenta, pengunjung bisa membeli tiket seharga Rp35.000 (umum) dan Rp25.000 (pelajar) yang dapat dipesan melalui tiket.salihara.org.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

 

 

gumarang

Kelas Wacana Tari Gumarang Sakti: Menjejak Seni Tari dari Akar Tradisi

Jakarta, 02 Mei 2023 – Kelas Wacana Tari Gumarang Sakti kembali hadir setelah pelaksanaan perdananya secara daring pada 2022 lalu. Untuk makin memperdalam materi tentang wacana tari, Kelas Salihara 2023 akan kembali melangsungkan Kelas Wacana Tari Gumarang Sakti melalui pertemuan tatap muka yang  akan diadakan secara daring dan luring. Kelas Wacana Tari Gumarang Sakti akan dilaksanakan pada 26-28 Mei 2023 di Komunitas Salihara dengan pengampu Helly Minarti dan Benny Krisnawardi. 

Gumarang Sakti sendiri merupakan kelompok tari kontemporer terpenting dari Sumatera Barat pada era 1980 hingga 1990-an yang didirikan oleh Gusmiati Suid. Di tahun-tahun tersebut banyak tari kontemporer Indonesia yang dipengaruhi oleh gaya dari Gumarang Sakti. Gusmiati Suid (1942-2001) adalah maestro tari asal Sumatera Barat yang pernah mendapatkan penghargaan tari bergengsi; The Bessie Awards (Amerika) pada 1991.

Melalui kelas ini peserta akan diajak untuk mempelajari teknik tubuh dasar dan koreografi dari Gumarang Sakti lewat penelusuran arsip dan teknik tari berdasarkan Silek (Pencak Silat Minangkabau). Peserta akan diajak menelisik karya koreografi Limbago yang dikomposisi oleh Gusmiati Suid melalui tontonan video Modul Akar yang bisa disaksikan sebelum mengikuti kelas. Selain itu, peserta juga akan mempelajari sejarah singkat mengenai Gumarang Sakti melalui karya dan kolaborasi yang dilakukan oleh Gusmiati Suid dan Boi Sakti lewat penelusuran melalui kliping koran/majalah dan video pertunjukan kelompok tari Gumarang Sakti. 

Helly Minarti selaku kurator independen sekaligus pengampu dalam kelas ini mengatakan bahwa Gumarang Sakti dan koreografi dari Gusmiati Suid menjadi penting terutama dalam perjalanan tari kontemporer Indonesia, “Tari bukan sekadar hiburan karena ia juga mengandung sejarah ketubuhan kita sebagai orang Indonesia. Koreografi bukan sekadar menata gerak tubuh di dalam ruang melainkan seni berpikir kritis dalam wacana, kedua prinsip ini tercermin dalam rekam jejak Gusmiati Suid pendiri Gumarang Sakti yang sangat mempengaruhi perjalanan tari kontemporer kita.”

Pernyataan tersebut mengukuhkan bahwa kelas ini sangat cocok bagi para praktisi, koreografer, peneliti, maupun publik yang berminat mengembangkan praktik ketubuhannya melalui pengayaan wacana tari atau sekadar ingin mengetahui lebih banyak tentang tari modern/kontemporer di Indonesia. Para peserta yang mengikuti Kelas Wacana Tari Gumarang Sakti akan mendapatkan fasilitas seperti menginap di Wisma Salihara serta mendapat satu kali makan dan snack selama program berlangsung.

Peserta juga akan mendapatkan sertifikat digital serta dapat mengakses Modul Akar (Makalah, video, kliping) hingga akhir 2023. Kami juga menyediakan opsi bagi peserta yang hanya ingin melihat Modul Akar saja dan juga bisa diakses hingga akhir 2023. Rangkaian kelas ini dapat diikuti dengan biaya Rp800.000 (Kelas + Modul) dan Rp400.000 (Modul saja) yang dapat diakses melalui kelas.salihara.org.

 

Tentang Pengajar 

Helly Minarti bekerja sebagai kurator independen di Jakarta. Ia mengkuratori Indonesian Dance Festival (2014 & 2018), Art Summit Indonesia: Reposisi (2016) dan beberapa acara internasional seperti edisi pertama Asia Windows Series untuk Asian Arts Theatre (2015), Monsoon: Asia-Europe Exchange (2006) dan 2nd Asia-Europe Dance Forum (2004). Ia terpilih menjadi Ketua Bidang Program Dewan Kesenian Jakarta untuk dua periode berturut-turut sejak 2013. Ia menerima British Chevening Awards (1999), Asia Fellows (2004, 2006), Asian Cultural Council (2011). Helly merampungkan studi doktoral dalam bidang kajian tari di Universitas Roehampton, London, pada 2014, dengan disertasi berjudul “Modern and Contemporary Dance in Asia: Bodies, Routes and Discourse”. 

Benny Krisnawardi adalah penari dan penata tari. Pada 1986 ia bergabung dengan kelompok tari Gumarang Sakti pimpinan Gusmiati Suid. Ia pernah tergabung dalam beberapa kelompok tari, seperti Cipta Dance Company dan Deddy Luthan Dance Company. Ia juga sempat berkolaborasi dengan sejumlah koreografer, seperti  Gerard Mosterd (Belanda) dan Katia Engel (Jerman). Ia beberapa kali mementaskan pertunjukan keliling dengan kelompok tari luar negeri, di antaranya bersama produksi Lear Asia (Japan Foundation) dan karya sutradara Ong Keng Sen (Singapura). Pada 2000 ia mendirikan kelompok tari Sigma Dance Theatre Indonesia. 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

debat-sastra2023

MENYAMBUT LIFEs 2023: Frankofon
PENDAFTARAN KOMPETISI DEBAT SASTRA TINGKAT SMA DIBUKA

Pendaftaran: 16 Maret–17 Agustus 2023

Total Hadiah: Rp44.000.000

 

Jakarta, 17 Maret 2023– Membaca karya sastra penting dilakukan sejak usia dini sebab sastra seperti novel, cerpen, atau puisi dapat memberikan kekayaan psikologis dan perspektif dalam memahami persoalan manusia atau dunia. Untuk mendukung minat baca yang dipupuk sejak dini serta mendorong peningkatan intelektualitas generasi muda, Komunitas Salihara kembali mengadakan Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA 2023. Sesuai dengan tema Literature and Ideas Festival (LIFEs) 2023 yakni Sastra Prancis & Frankofoni–negara berbahasa Prancis–, tahun ini Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA akan mengajak calon peserta untuk membandingkan novel Nyonya Bovary karya Gustave Flaubert (Prancis) dengan Kerudung Merah Kirmizi karya Remy Sylado (Indonesia).

Kedua novel ini dipilih untuk dibandingkan karena sama-sama mengangkat tokoh utama perempuan yang ditulis oleh pengarang laki-laki. Meski jarak antara kedua novel tersebut adalah 150 tahun–Nyonya Bovary terbit pada 1857 dan Kerudung Merah Kirmizi terbit pada 2002–masing-masing ditulis dalam kuatnya sensor negara serta hadir di tengah masyarakat dengan budaya patriarki yang kuat.

Fokus perbandingan yang diminta adalah: penggarapan atas tokoh utama perempuan dalam hubungan dengan tokoh-tokoh lainnya serta bagaimana penggarapan itu merupakan kritik atau justru konfirmasi atas nilai-nilai masyarakat zamannya.

Bagi calon peserta yang ingin mengikuti “Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA” ini diharapkan untuk membentuk tim yang terdiri dari 3 (tiga) siswa tingkat SMA/sederajat dari sekolah yang sama. Tiap sekolah dapat mengirimkan lebih dari 1 (satu) tim. Siswa/i yang mendaftar harus merupakan siswa yang masih bersekolah di bangku SMA ketika final debat berlangsung di 28 Oktober 2023.

Kompetisi ini tertutup bagi peserta yang sudah menjadi juara 1 (satu) pada tahun sebelumnya. Peserta yang mendaftar akan membuat karya tulisan telaah (berupa tulisan atau makalah) dalam bahasa Indonesia setelah membaca dan membandingkan kedua karya (Nyonya Bovary dan Kerudung Merah Kirmizi) yang dapat diunduh setelah proses pendaftaran.

Pendaftaran sudah dapat dimulai sejak 16 Maret–17 Agustus 2023, sedangkan untuk makalah dapat dikumpulkan mulai 17 Agustus–4 September 2023 (tenggat kirim surat elektronik). Perlu diingat, sekolah yang mendaftar namun tidak mengirimkan makalahnya akan didiskualifikasi pada tahun penyelenggaraan berikutnya.

Makalah yang terpilih akan dilihat dari mutu argumen, pendalaman, penggalian masalah, dan ketertiban serta keindahan bahasa Indonesia yang digunakan. Pemenang Kompetisi Debat Sastra akan mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp20.000.000 dan Rp15.000.000 untuk pemenang kedua. Tiga makalah favorit juga akan mendapatkan masing-masing Rp3.000.000 (pajak ditanggung pemenang). 

 

Tentang Nyonya Bovary dan Kerudung Merah Kirmizi 

Kedua karya ini sama-sama mengangkat tokoh perempuan yang berhadapan dengan situasi zaman dan masyarakatnya. Nyonya Bovary sempat mendapat perlawanan dari otoritas setempat saat peluncurannya atas amoralitas yang terdapat di dalamnya. Namun tetapi, karya tersebut juga mendapatkan respon yang baik dari masyarakat Prancis bahkan menjadi karya terlaris di masanya. Di era modern, novel ini telah diadaptasi ke berbagai medium seperti film, televisi, layar lebar, opera, dan bahkan disebut sebagai salah satu sastra Prancis yang penting dalam kesusastraan dunia.

Sedangkan Kerudung Merah Kirmizi yang terbit di awal 2000-an membawa Remy Sylado meraih penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa 2002, sebuah penghargaan bergengsi di bidang sastra  yang pernah diraih oleh penulis-penulis ternama seperti Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono, dan Seno Gumira Ajidarma. Karya ini menceritakan kisah cinta dengan latar Orde Baru–yang sensitif untuk dibahas di masa tersebut–yang penuh kesewenang-wenangan dan pandangan budaya patriarki yang kuat di dalamnya.

Membaca dua karya ini secara berdampingan akan memberi kita kesempatan untuk memahami masalah yang mirip sekaligus berbeda dalam perspektif yang lebih luas dan kaya. 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

jb2023

MENYAMBUT LIFEs 2023: Frankofon
UNDANGAN TERBUKA PENULISAN MAKALAH “PRANCIS DAN FRANKOFON DALAM SASTRA DAN GAGASAN”

Pendaftaran: 20 Maret-08 Mei 2023

 

Jakarta, 21 Maret 2023 – Sastra dan gagasan dari negara maupun bahasa Prancis telah meluas ke wilayah-wilayah lain dunia. Melalui kolonialisme, bahasa Prancis kini digunakan di negeri-negeri yang digolongkan sebagai Frankofon (di mana bahasa Prancis digunakan). 

Jika kesusastraan Prancis lebih mencerminkan dinamika kehidupan khas Prancis dan Eropa, kesusastraan Frankofon adalah sebuah ruang besar yang menggambarkan kompleksitas identitas, keragaman budaya, isu-isu sosial, gender, ras, dan agama dalam konteks poskolonial, yang membentang dari tanah Afrika, negara-negara Maghribi, Timur Tengah, Asia Tenggara, hingga Kanada dan Karibia. Selain itu, Prancis juga memiliki jejak sejarah dan hubungan tersendiri dengan Indonesia.

Komunitas Salihara dan Program Studi Prancis Universitas Indonesia menyelenggarakan Seminar Sastra dan Gagasan Prancis dan Frankofoni dalam Literature & Ideas Festival Salihara (LIFEs) 2023. LIFEs sendiri merupakan program dua tahunan yang menghadirkan rangkaian kegiatan seperti ceramah, seminar dan diskusi, pameran, kompetisi, serta pertunjukan artistik yang dikemas ke dalam rangkaian program satu pekan. 

Untuk meramaikan pekan sastra dan gagasan tersebut, kami mengundang akademisi, peneliti, mahasiswa, dan masyarakat umum pecinta sastra dan gagasan untuk turut berpartisipasi dalam seminar yang berjudul:

“Prancis dan Frankofon dalam Sastra dan Gagasan: Ruang Pertemuan Budaya, Identitas, dan Kritik Sosial”

Kami mengundang partisipan untuk membuat makalah presentasi mengenai kesusastraan atau pemikiran dari Prancis dan negara-negara Frankofoni. Berikut adalah beberapa subtema atau perspektif untuk panduan pembuatan makalah:

  • Kritik Poskolonialisme
  • Konflik Identitas dan Kritik Sosial
  • Tantangan Multikulturalisme 
  • Gender dan Budaya Patriakal
  • Tubuh dan Perlawanan Perempuan
  • Hubungan Indonesia dan Prancis
  • Pemikiran tentang seni dan estetika mutakhir

Undangan terbuka ini ditujukan untuk seluruh peserta baik WNI/Asing yang ingin terlibat. Makalah dapat ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris dengan kaidah penulisan yang baik dan benar. Makalah yang dikirimkan harus memuat 4.000-7.000 kata Ms-Word sudah termasuk judul, abstrak, dan isi. Calon peserta juga wajib melampirkan biodata pendek dan Surat Pernyataan Bebas Plagiarisme (materai 10.000) yang dilampirkan di lembar terpisah. 

Pengumpulan makalah akan berlangsung dari 20 Maret hingga 08 Mei 2023 dan dikirim ke alamat surat opencall@salihara.org. Delapan makalah terpilih nantinya akan diperesentasikan oleh pemakalah dalam program Seminar Prancis & Frankofon LIFEs di bulan Agustus 2023. Tiap pemakalah yang terpilih akan mendapatkan biaya presentasi sebesar Rp1.500.000,-. Detail dan keterangan lebih lengkap mengenai undangan terbuka ini dapat dilihat di .

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

Salihara Jazz Buzz 2023: Pertukaran Tanpa Batas antara Dua Generasi

Jakarta, 23 Februari 2023 – Salihara Jazz Buzz 2023 telah sukses digelar dari 04-11 Februari lalu. Acara ini menghadirkan tiga musisi hasil Undangan Terbuka Jazz Buzz 2023. Selain mendapatkan bantuan produksi dan akomodasi, tahun ini para musisi yang terpilih mendapat kesempatan untuk bermain bersama musisi senior seperti Adra Karim, Indra Perkasa, dan Sri Hanuraga.

Acara ini juga berhasil menarik lebih dari 300 pengunjung dalam tiga hari penyelenggaraannya. Antusiasme dalam menikmati musik jazz dengan warna baru berkonsep Pertukaran/Exchange ini pun dirasakan oleh pengunjung. Salah satunya adalah Daffa Rasendriya (Mahasiswa) yang hadir saat penampilan Filipus Cahyadi Project membawakan Odd Matters bersama Indra Perkasa,

“Ini (Salihara Jazz Buzz) merupakan pengalaman pertama yang membawa suasana baru dan oke banget! Dari flow acaranya juga rapi, on time, dan tentunya venuenya sangat mendukung jalannya pementasan.”

Euforia tidak hanya dirasakan oleh pengunjung namun juga dirasakan oleh para pemain Undangan Terbuka. Sebab, bagi para penampil, ini merupakan panggung pertama mereka tampil di Salihara. Di sini, ketiga musisi tersebut secara langsung merasakan suasana bermusik di teater yang mengusung konsep black box dengan memaksimalkan performa mereka di atas panggung dari segi suara, ruangan, tata cahaya, dan keintiman terhadap pengunjung.

Rainer James Adrian, selaku pemain saksofon dan perwakilan dari Guernica Quartet mengatakan bahwa pengalaman bermain di Salihara begitu berkesan terlebih dengan adanya konsep bermain bersama kolaborator yang dapat melakukan pertukaran (exchange) dari segi penciptaan karya,

“Sangat luar biasa dan sangat bersyukur mendapatkan pengalaman di Salihara ini. Dengan penonton yang sangat memperhatikan dan mendengarkan musik kita, kita sangat merasa dihargai dan sangat berterima kasih. Tentunya kami juga sangat berterima kasih kepada kolaborator kami, kak Adra Karim yang sudah membimbing kita dan memberikan kita banyak sekali insight yang tentunya akan kami ingat sepanjang karir bermusik kami.”

Kesan jazz lintas batas yang menjadi fokus utama Salihara Jazz Buzz sejak diusung dari 2016 ini menjadi landasan yang berkesan juga bagi Filipus Cahyadi, salah satu penampil dari grup Filipus Cahyadi Project. Menurutnya, hadirnya acara ini mendukung seniman untuk berkarya seidealisnya dan mendapat apresiasi baik dari wadah hingga fasilitas,

“Acara ini memberi kesempatan pada musisi-musisi untuk berkarya idealis dan mendapat dukungan baik dana, kebutuhan perform, promosi, serta konsep kolaborator, yg sangat membuat saya banyak belajar dr musisi senior.”

Sebelumnya, Salihara Jazz Buzz merupakan festival jazz persembahan Komunitas Salihara yang mengusung ide Jazz Sans Frontières, sebuah gagasan dan konsep musikal “lintas-batas”. Hal tersebut menjadikan Salihara Jazz Buzz sebagai salah satu acara yang paling diminati oleh pemirsa seni Komunitas Salihara. Tahun ini Salihara mantap dengan tema Pertukaran/Exchange untuk menemukan warna musik baru di industri jazz tanah air. Dari hasil Undangan Terbuka yang sudah dilakukan sejak 2022 lalu, terpilihlah tiga musisi yakni: Filipus Cahyadi Project, Guernica Quartet, dan Sandikala Ensemble yang mendapat kesempatan untuk bermain di Teater Salihara pada 04, 05, dan 11 Februari 2023 lalu.

Semangat untuk menemukan estetika baru dalam mendengarkan jazz diharapkan masih terus berkobar untuk tahun-tahun kedepannya, mengingat antusias dan respons masyarakat yang begitu baik di tiap-tiap tahun penyelenggaraan Salihara Jazz Buzz.

 

 

Para Penampil Salihara Jazz Buzz 2023

 

Sandikala Ensemble dengan kolaborator Sri Hanuraga (04 Februari 2023)

Foto: Witjak Widhi Cahya

 

Grup ini merupakan grup asal Yogyakarta  dengan direktur artistik Dion Nataraja ini adalah sebuah grup dengan format yang banyak menggunakan  instrumen gamelan. Dion Nataraja, komponis dan direktur artistik SE yang saat ini sedang menyelesaikan program doktoralnya di University of California, menawarkan konsep yang lebih dalam pada improvisasi gamelan dan jazz. SE tidak sekadar mencampurkan  instrumen gamelan dan instrumen lain yang biasa digunakan dalam jazz, melainkan mencari titik temu yang lebih dalam misalnya mengeksplorasi konsep pathetan dalam gamelan ke improvisasi yang lebih bebas.

 

Filipus Cahyadi Project dengan kolaborator Indra Perkasa (05 Februari 2023)

Foto: Witjak Widhi Cahya

 

Merupakan grup dengan format kuintet. Sebagai direktur artistik dari FCP, Filipus Cahyadi menggunakan konsep pola hitungan ganjil di dalam komposisinya. Kuintet ini menghadirkan Restha Wirananda (piano), Arini Kumara (selo), Kuba Skowronski (flute & tenor saksofon), Ferdinand Chandra (kontrabas & elektrik bas), Filipus Cahyadi (drum)

 

Guernica Quartet dengan kolaborator Adra Karim

Foto: Witjak Widhi Cahya

 

Guernica Quartet merupakan grup yang merepresentasikan karyanya lewat pencampuran berbagai genre musik dan instrumental yang beragam. Mereka mencoba mengeksplorasi suara dan berbagai jenis musik lain seperti musik tradisional Jepang, India, musik-musik Timur Tengah dan musik Armenia serta sequencer yang menyuarakan elemen suara-suara ‘etnis’.

 

 

 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

pers-helateater2023

Helateater 2023: Teater Objek

Menampilkan Permainan Ritual, Gender, dan Pelestarian Lingkungan

18 Februari-12 Maret 2023

Teater & Galeri Salihara |Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu | 12:00, 16:00, dan 20:00 WIB

Penampil: Flying Balloons Puppet, SEKAT Studio, Wayang Suket Indonesia, Institut Tingang Borneo Utara, dan Papermoon Puppet Theatre

 

Jakarta, 7 Februari 2023 – Menjadi salah satu program unggulan di Komunitas Salihara, Helateater kembali menyapa para penikmat seni teater pada 18 Februari mendatang di Teater dan Galeri Salihara. Program ini merupakan acara dua tahunan yang berjalan beriringan dengan Helatari; yakni sebuah festival yang terfokus kepada seni tari yang berakar dari berbagai latar belakang baik kontemporer maupun tradisi. Tahun ini Helateater hadir dengan tema Teater Objek, sebuah gagasan yang mengedepankan pertunjukan dengan memanfaatkan objek–wayang, boneka, benda sehari-hari–sebagai jantung utamanya.

Tiga periode belakangan Helateater 2023 mengusung format “Undangan Terbuka” yang khusus ditujukan kepada para seniman muda untuk mengirimkan konsep dan gagasan yang matang baik dengan basis riset, tradisi, maupun eksplorasi. Kurator Teater Komunitas Salihara, Hendromasto Prasetyo beserta jajaran Dewan Juri (Iwan Effendi dan Zen Hae) mengatakan bahwa tahun ini Helateater memilih empat kelompok teater yang kuat secara cerita dan objek yang terukur.

“Merujuk pada tema Helateater 2023, kami memutuskan untuk memilih empat karya yang dinilai paling menjanjikan keberhasilan sebuah pentas teater berbasis objek seturut konsep karya masing-masing dalam Helateater 2023. Empat karya itu menawarkan pertunjukan yang kuat pada cerita dan berbeda satu sama lain. Juga, memiliki ansambel permainan objek yang rapi dan terukur.”

Keempat kelompok seniman tersebut akan meramaikan Teater dan Galeri Salihara mulai 18 Februari hingga 05 Maret 2023 dengan harga tiket Rp50.000 (pelajar) dan Rp75.000 (umum). Selain itu acara Helateater akan ditutup oleh penampilan spesial dari Papermoon Puppet Theatre asal Yogyakarta yang sudah melakukan banyak sekali pertunjukan di tingkat nasional maupun mancanegara. Berikut adalah sinopsis serta jadwal pertunjukan Helateater.

 

1. Jalinan Kusam di Lemari Sosi

Penampil:  Flying Balloons Puppet ( Yogyakarta). 

Sabtu, 18 Februari 2023, 20:00 WIB | Minggu, 19 Februari 2023, 16:00 WIB

Pentas ini menyajikan permainan boneka di atas meja yang digabungkan dengan aktor dan manipulasi benda-benda keseharian. Hubungan aktor dengan objek dikembangkan ke dalam tiga kemungkinan: aktor sebagai dalang, aktor menggunakan objek sebagai properti pentas dan aktor adalah objek yang dimanipulasi oleh ruang dan aktor lainnya. Karya ini mengusung tema memori dan tantangan bagi perempuan terkait dunia domestik yang membesarkannya sekaligus kungkungan dunia sosial di sekitarnya.

 

2. Identikit

Penampil: SEKAT Studio (Bekasi, Jawa Barat)

Sabtu, 25 Februari 2023, 20:00 WIB | Minggu, 26 Februari 2023, 16:00 WIB

Identikit bercerita tentang seorang seniman yang mencoba menembus kerinduan kepada kekasihnya melalui permainan jailangkung, yang pada beberapa tempat di Indonesia dipercaya sebagai ritus penghubung dunia manusia dengan dunia arwah. Di dalamnya pemanggung akan menghadirkan serangkaian objek, mulai dari topeng, boneka, aktor, bayangan hingga instrumen musik. Pada bentuknya yang paripurna, pentas ini akan menyuguhkan serangkaian permainan metafora terkait tubuh, pikiran dan jiwa manusia.

 

3. Bandung Bondowoso 

Penampil: Wayang Suket Indonesia (Tuban, Jawa Timur)

Kamis, 02 Maret 2023, 20:00 WIB | Jumat, 03 Maret 2023, 20:00 WIB

Pentas ini memberi watak baru kepada Bandung Bondowoso sebagai lelaki baik dan bertanggung jawab terhadap pilihannya membangun seribu candi bagi Roro Jonggrang hanya dalam semalam. Penceritaan kembali legenda terkenal, tetapi dengan sudut pandang perwatakan yang berbeda, akan memberikan penonton kenikmatan tersendiri. Pementasan akan menampilkan wayang suket (wayang yang terbuat dari rumput) dengan teknik teatrikal dan permainan bayangan, serta imbuhan elemen tari, musik dan seni rupa. Kelompok ini punya perhitungan terperinci mengenai konsep pemanggungan dan eksekusinya di atas panggung. 

 

4. Himba 

Penampil: Institute Tingang Borneo Theater (Palangka Raya, Kalimantan Tengah)

Sabtu, 04 Maret 2023, 20:00 WIB | Minggu, 05 Maret 2023, 16:00 WIB

Himba akan dipentaskan menggunakan boneka yang dikolaborasikan dengan permainan bayangan, topeng khas suku Dayak dan pantomim. Dengan tema pelestarian hutan dan tegangan kepentingan antara adat dan industri perkebunan, antara kakek penjaga hutan keramat dan anak muda yang ambisius, kisah ini mengantarkan kita kepada permainan boneka yang kolaboratif; memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga kelestarian hutan, tanpa kehilangan permainan bentuk boneka dan anasir pentas lainnya yang tidak kalah menarik.

 

5. A Bucket of Beetles

Penampil: Papermoon Puppet Theatre

Jumat, 10 Maret 2023, 20:00 WIB | Sabtu, 11 Maret 2023, 16:00 & 20:00 WIB

Minggu, 12 Maret 2023, 10:00 & 16:00 WIB

Pertunjukan ini menyajikan kisah tentang persahabatan antara Wehea dan seekor kumbang hutan. Tidak hanya kisah persahabatannya yang ditonjolkan, pertunjukan ini juga menyajikan hubungan antara manusia dan alam. Sebuah kisah yang membuat kita bertanya-tanya: apakah kita sudah cukup menjaga air, tanah, dan udara kita? 

 

Pertunjukan ini terinspirasi dari kisah yang diceritakan oleh seorang anak laki-laki berusia 5 tahun. Semua desain boneka hewan dalam lakon diambil dari lukisannya. Produksi ini sebelumnya disajikan secara virtual dengan live streaming performance dari studio Papermoon Puppet di Yogyakarta 2020 lalu. Pada rangkaian Helateater kali ini, A Bucket of Beetles akan ditampilkan secara langsung di atas panggung Teater Salihara.

 

Tentang Penampil

Flying Balloons Puppet adalah grup teater yang berdiri pada Januari 2015 dan digawangi oleh Rangga Dwi Apriadinnur. Flying Balloons Puppet sudah menampilkan lebih dari 15 pementasan baik karya tunggal maupun kolaborasi dengan pelaku seni dan kelompok kesenian di Yogyakarta sejak 2015. Salah satu karya tunggalnya adalah Cerita Origami Merah Muda yang dipentaskan Agustus 2015 pada Festival Teater Remaja Nusantara di ISI Yogyakarta. Beberapa pentas kolaborasinya adalah The Bird bersama Les Rémouleurs (Prancis) dalam Printemps Francais (2016) dan Sori in the Land of Lembuna bersama Gwen Knoxx (Australia) dalam Pesta Boneka #6 (2018). Flying Balloons Puppet menjadi 10 Besar kelompok terpilih untuk Ruang Kreatif Seni Pertunjukan 2017, Galeri Indonesia Kaya dan kelompok terpilih untuk Parade Seni Pertunjukan Media Baru 2020 oleh Garin Workshop dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

SEKAT Studio muncul sebagai sebuah komunitas rumah hantu yang terus mencari formula dan media komunikasi yang tepat dengan ‘dunia hantu’ di tahun 2010. Dalam perjalanannya, SEKAT Studio berusaha mendengar dan melihat cerita-cerita tentang hantu, kemudian mereka mencoba menghidupkannya lewat berbagai bentuk interaksi dan imitasi di tempat-tempat yang penuh dengan aktivitas manusia. Beberapa karya SEKAT Studio, di antaranya adalah Trektrek dan Lapangan Bintang (2021) dan Si Mata Besar dan Si Mulut Besar (2022). 

Komunitas Wayang Suket Indonesia didirikan oleh Gaga Rizky sebagai upaya untuk melestarikan budaya wayang suket. Pada mulanya komunitas Wayang Suket Indonesia dibentuk saat berada di Kota Surakarta, ketika Gaga Rizky merantau untuk  berkuliah di Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS). Pada 2019 Wayang Suket Indonesia melakukan pementasan dan residensi Shadowlight Production bersama Larry Reed (USA) di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK) Yogyakarta, dengan lakon Dewi Sri. Karya-karyanya antara lain, Timun Emas (2018), Roro Jonggrang (2019), dan Jaka Tarub (2022). Wayang Suket Indonesia juga menjadi salah satu kelompok terpilih dalam program Ruang Kreatif 2019 dari Indonesia Kaya, Garin Workshop, dan Bakti Budaya Djarum Foundation. 

Institute Tingang Borneo Theater berdiri pada 2013 di Kalimantan Tengah. Karya-karyanya antara lain adalah Siapa Aku, Siapa Kamu (2013), Jangan Coblos Saya (2014), dan Sendratari – Air Mata Primata (2021). Mereka juga pernah berkolaborasi dalam The Mapping of Experimental Music, Noise, Sound Art Act from Borneo bersama musisi Theo Nugraha. Pada 2021 menjadi kelompok terpilih pada Gulali Festival yang diinisiasi oleh Papermoon Puppet Theater dan Ayo Dongeng Indonesia. 

Papermoon Puppet Theatre didirikan pada April 2006 di Yogyakarta, Indonesia oleh Maria Tri Sulistyani (Ria). Ia kemudian memelihara, mengembangkan, dan memperluas kerja-kerja  komunitas teater boneka ini bersama Iwan Effendi, seorang seniman visual dan desainer boneka Papermoon. Mereka bekerja sama dengan seniman boneka lainnya, antara lain Anton Fajri, Pambo Priyojati, Beni Sanjaya, Muhammad Alhaq dan Hardiansyah Yoga. Hingga saat ini, Papermoon Puppet Theatre telah menciptakan lebih dari 30 pertunjukan boneka dan instalasi serta pameran seni visual dan telah kelilingi ke lebih dari 10 negara. Pada 2008, Papermoon Puppet Theatre menggagas program Pesta Boneka, sebuah biennale boneka internasional yang menyambut para seniman boneka dari seluruh dunia untuk ditampilkan di Indonesia.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

filsafat-maret-23-luring-thumbnail

Kelas Filsafat 2023 Putaran Pertama – Filsuf Prancis Menafsir Platon

Pengampu: Augustinus Setyo Wibowo dan Anugrah Bayu
Setiap Sabtu, 04, 11, 18, 25 Maret 2023, 14:00 WIB
Zoom Webinar

 

Jakarta, 20 Januari 2023 – Dalam tradisi filsafat modern, filsafat Yunani Klasik adalah sumber atau asal-muasal terpenting. Hampir seluruh puncak-puncak filsafat Barat hari ini bisa ditelusuri asal-muasalnya atau dikembalikan ke tradisi filsafat Yunani Klasik, bahkan yang lebih awal dari itu. Salah satu filsuf dari era Yunani Klasik yang terpenting adalah Platon (Plato). Platon adalah pemikir kuno, berasal dari 2500 tahun yang lalu yang telah ditafsirkan oleh banyak filsuf dari berbagai era tidak terkecuali oleh para filsuf Prancis kontemporer. Maka dari itu, pemikiran filsuf Plato ini menjadi sangat tepat untuk dijadikan tema Kelas Filsafat Salihara di 2023 ini.

Kurator Edukasi dan Gagasan, Zen Hae mengatakan Perspektif filsuf Prancis diambil sebagai bentuk pemanasan dari program Literature and Ideas Festival (LIFEs) yang akan diadakan Agustus 2023 mendatang. LIFEs tahun ini akan mengangkat tema “Frankofon”; sebuah istilah yang digunakan untuk negara-negara penutur bahasa Prancis.

“Meski baru berlangsung pada Agustus, sejak awal tahun kami sudah merancang sejumlah program yang bisa disebut sebagai semacam “pemanasan” atas Festival nanti. Salah satunya adalah Kelas Filsafat bertema “Filsuf Prancis Menafsir Platon” dan bagaimana filsuf kontemporer Prancis membahas pascamodernisme, pascastrukturalisme, historiografi, studi Islam, sastra dan feminisme.”

Kelas Filsafat ini akan dijalankan secara daring setiap Sabtu di bulan Maret 2023 dalam empat pertemuan yang diampu oleh A.Setyo Wibowo untuk pertemuan 1-3 dan Anugrah Bayu pada pertemuan ke-4. Pertemuan pertama kita membahas mengenai Platon yang ditafsir oleh filsuf Alain Badiou. Alain Badiou menerjemahkan Politeia Platon ke dalam bahasa Prancis (The Republique) secara nyleneh; misalnya, gambaran tentang Alegori Goa tiba-tiba menjadi kisah mengenai Gedung Bioskop. Namun, isi tafsiran Badiou atas politik Platon di The Republique tetap menarik: filsuf raja bukanlah realitas, melainkan idea untuk dipikirkan.

Di pertemuan kedua kita akan membahas mengenai pandangan dari Jacques Derrida. Pemikiran Derrida tentang différance yang unik bisa diberi gambaran jelas di teks Platon berjudul Timaios tentang khôra: genus ketiga di antara yang inderawi dan yang intelligible. Derrida sendiri menulis sebuah analisis menarik atas teks Timaios ini. Derrida juga menulis analisis menarik tentang buku Platon berjudul Phaidros. Di situ, pharmakon, yang tidak bisa diterjemahkan, adalah gambaran jenis ketiga di luar oposisi biner yang mencirikan metafisika Barat.

Selanjutnya ada Jacques Rancière, seorang pemikir demokrasi kontemporer. Ia menengarai rezim politik Platon sebagai archipolitique sebuah cara berpolitik yang dilandaskan pada prinsip tertentu, yaitu pengetahuan. Alih-alih mengemansipasi rakyat, model pengetahuan sebagaimana dipraktikkan Socrates, justru mengekalkan pembodohan. Dalam bidang seni, rezim archipolitique menekankan fungsi etis seni bagi masyarakat, sehingga seni dalam arti sebenarnya tidak muncul. 

Terakhir kita akan melihat pandangan Emmanuel Levinas terhadap Platon. Dalam pertemuan ini kita akan membahas Relasi etis dengan Liyan (l’Autre) yang mudah dipahami lewat alegori Goa di mana Platon membicarakan The Good (Kebaikan) yang melampaui pengetahuan.

Untuk mengetahui detail dari para pemikiran tersebut, peserta bisa langsung mendaftarkan diri lewat laman resmi kami di kelas.salihara.org dan media sosial kami.

 

Tentang Pengampu
A. Setyo Wibowo adalah dosen tetap di STF Driyarkara. Ia meraih Baccalaureat Teologi di Universitas Gregoriana, Roma, Italia (1999). Ia menyelesaikan studi Filsafat S2, DEA dan S3 di Université Paris-1, Panthéon-Sorbonne, Paris, Prancis pada 2000-2007. Beberapa buku termutakhirnya antara lain Paideia: Filsafat Pendidikan-Politik Platon (2017), Gaya Filsafat Nietzsche (2017), Ataraxia: Bahagia Menurut Stoikisme (2019) dan Platon: Lakhes (Tentang Keberaian) (2021). Ia juga menerbitkan Filokomik (2020), terjemahan buku komik filsafat dari bahasa Prancis ke bahasa Indonesia.

Anugrah Bayu adalah seorang peminat filsafat yang menyelesaikan studi S1 dan S2 di STF Driyarkara. Sekarang bekerja sebagai penerjemah. Ia juga salah satu pengajar program Philosophy Underground di Komunitas Utan Kayu. 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org