Mengenang Seratus Tahun Kelahiran Chairil Anwar dalam Pameran Aku Berkisar Antara Mereka

28 Oktober – 04 Desember 2022 | Galeri Salihara

Jakarta, 31 Oktober 2022 – Kesusastraan Indonesia tidak akan lepas dari tokoh Chairil Anwar. Kurator Edukasi dan Gagasan Komunitas Salihara, Zen Hae, mengatakan bahwa Puisi Chairil Anwar merupakan pencapaian terbaik dalam sastra Indonesia yang menginspirasi perpuisian Indonesia modern di generasi selanjutnya.

Menjadi salah satu rangkaian dari program Seratus Tahun Chairil Anwar yang diselenggarakan oleh Komunitas Salihara, pameran arsip sang penyair dengan tajuk Aku Berkisar Antara Mereka telah dibuka pada 28 Oktober 2022 dan masih dapat dikunjungi oleh publik hingga 04 Desember 2022. 

Pembukaan pameran ini juga menghadirkan sambutan dari sejumlah tokoh-tokoh penting seperti: Goenawan Mohamad; sastrawan dan pendiri Komunitas Salihara, Nadiem Anwar Makarim; Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Eka Nuretika Putra; Kepala Bidang Deposit Pengembangan Koleksi, Layanan dan Pelestarian Dinas Perpustakaan dan Kearsipan DKI Jakarta, Laksmi Pamuntjak; sebagai perwakilan kurator pameran, dan resmi dibuka oleh Rizal Mallarangeng selaku Komisaris PT. Telkom Indonesia.

Rizal Mallarangeng memberi sambutan dalam peresmian pameran Aku Berkisar Antara Mereka. foto: Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya

Pameran Aku Berkisar Antara Mereka merupakan sebuah program kerja sama dengan Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin yang dikuratori oleh Cecil Mariani dan Laksmi Pamuntjak.  Dalam tulisan kuratorial yang ditulis oleh keduanya, pameran ini ingin memaknai ulang kontribusi sang penyair dalam dunia sastra Indonesia dan memberikan dimensi lain selain mitos “binatang jalang” yang melekat pada dirinya.

“Popularitas Chairil tak dapat dilepaskan dari mitos “binatang jalang” yang telah lama berkembang seputar kepenyairannya. Kami percaya bahwa penyair tak berdiri sendiri; ia adalah produk tradisi yang mendahuluinya. Bagi kami, kekhususan Chairil justru terletak pada penghormatan dan pembaharuannya atas tradisi yang ia pilih, sesuai dengan wawasan, bacaan, kepribadian, hasrat dan situasinya.

Di sinilah perayaan seratus tahun bisa berharga: untuk memaknai ulang kontribusi sang penyair kepada sastra Indonesia, serta mendekonstruksi mitos-mitos seputar karya-karyanya. Dalam semangat itulah pameran ini hendak mengembalikan sang penyair kepada identitasnya yang hakiki: kata-katanya.”

Pameran ini tidak hanya menampilkan karya-karya Chairil Anwar saja namun juga memperlihatkan dimensi-dimensi lain dalam kesusastraannya seperti peran kritikus H.B. Jassin, pengaruh penyair-penyair dunia pada sajak-sajaknya, serta perdebatan sengit seputar mana yang merupakan karya asli, saduran, terjemahan atau jiplakan.

Pengunjung sedang menikmati salah satu bagian dalam pameran Aku Berkisar Antara Mereka.
foto: Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya

 

Tidak hanya tentang Chairil Anwar, pameran ini juga menyoroti sejumlah tokoh baik dari kalangan pelukis Indonesia hingga penyair luar yang sedikit banyak memengaruhi kekaryaannya. Para kurator hendak menampilkan hubungan-hubungan yang terjadi sehingga bisa memberikan  gambaran sang tokoh terhadap sumber inspirasi yang datang dari pandangan akan seni rupa, agama, dan politik pergerakan.

Bagian penyair dunia yang memengaruhi kekaryaan Chairil Anwar dalam Aku Berkisar Antara Mereka.
foto: Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya

 

Pameran Aku Berkisar Antara Mereka buka untuk umum dari 28 Oktober-04 Desember 2022. Dengan tiket masuk; Umum: Rp35.000,- dan Pelajar: Rp25.000,- pengunjung bisa menikmati seluruh tilikan sang penyair yang terbagi ke beberapa bagian. Pameran ini buka setiap Selasa-Minggu pukul 11:00-19:00 WIB.

 

Tentang Kurator

 

Cecil Mariani

Seorang desainer grafis, seniman, dan pengajar di program studi Desain Komunikasi Visual, Institut Kesenian Jakarta. Cecil juga tergabung dalam Prakerti Collective Intelligence, sebuah kolektif yang mendukung pengumpulan data untuk riset dan studi seni. Ia juga  merupakan anggota dari Sekolah Pemikiran Perempuan. Saat ini Cecil aktif sebagai bagian dari Komite Seni Rupa Dewan Kesenian Jakarta.

 

Laksmi Pamuntjak

Seorang penulis dwibahasa yang novel-novelnya telah diterbitkan ke dalam pelbagai bahasa. Novel pertamanya, Amba, memenangi Penghargaan Sastra Jerman LiBeraturpreis 2016. Film berdasarkan novel keduanya, Aruna dan Lidahnya, memenangi dua Piala Citra 2018 dan ditayangkan secara perdana di Eropa dalam Festival Film Internasional Berlinale.

 

Sejak tahun lalu, Laksmi menjadi host Podcast Kitab Kawin—sebuah siniar tentang perempuan dan pergulatan mereka, berdasarkan cerita-cerita dari kumpulan cerpennya. Laksmi kerap tampil di forum-forum sastra dan akademik internasional sebagai pembicara atau keynote speaker, termasuk di University of Oxford dan Australian National University (ANU).

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

Chairil-banner web

Merayakan Seratus Tahun Kelahiran Chairil Anwar

Merayakan Seratus Tahun Kelahiran Chairil Anwar 
bersama Komunitas Salihara
27 Oktober – 30 Oktober 2022 | Teater & Galeri Salihara

 

Jakarta, 10 Agustus 2022 – Kesusastraan Indonesia tidak akan lepas dari tokoh Chairil Anwar. Sajaknya yang impresif kerap diperkenalkan kepada generasi muda sejak bangku Sekolah Dasar (SD). Karya-karya dari pria kelahiran Medan, 26 Juli 1922 atau tepat seratus tahun yang lalu tersebut juga telah diterjemahkan ke berbagai bahasa seperti Inggris, Belanda, Jerman, Perancis dan lain-lain. 

Kurator Edukasi dan Gagasan Komunitas Salihara, Zen Hae mengatakan bahwa Puisi Chairil Anwar merupakan pencapaian terbaik dalam sastra Indonesia yang menginspirasi perpuisian Indonesia modern di generasi selanjutnya, 

“Puisi-puisi Chairil Anwar adalah pencapaian terbaik sastra Indonesia pada paruh pertama abad ke-20. Ditulis dengan bahasa Indonesia yang modern dan segar, puisi-puisi Chairil Anwar menjadi penanda penting, bahkan semacam “cetak biru”, bagi perpuisian Indonesia modern masa itu dan masa berikutnya, sampai hari ini. Chairil memperbaharui bahasa Indonesia sebagai bahasa sastra, membuat puisi Indonesia masa itu menjadi berbeda dari puisi-puisi sebelumnya atau yang sezaman….”.

Untuk mengenang dan merayakan seratus tahun kelahiran sang penyair, Komunitas Salihara mengadakan program Seratus Tahun Chairil Anwar yang akan dilaksanakan pada 27-30 Oktober 2022 di Teater Salihara dan pameran arsip Aku Berkisar Antara Mereka pada 28 Oktober-04 Desember di Galeri Salihara.  Program Seratus Tahun Chairil Anwar di Salihara akan dimeriahkan oleh sejumlah acara yang berkaitan dengan Chairil Anwar. Mulai dari ceramah, diskusi berseri, debat sastra, pembacaan puisi hingga pameran arsip Chairil Anwar. 

 

Salihara Memperkenalkan Kembali Chairil Anwar Kepada Generasi Muda

Zen Hae menyampaikan bahwa tujuan dari program ini bukan hanya merayakan seratus tahun kelahiran Chairil Anwar sebagaimana yang telah terjadi di banyak tempat, tetapi lebih dari itu, memperkenalkan kembali Chairil kepada khalayak pembaca dan kritikus generasi muda. 

“Program-program di Salihara berusaha menawarkan pertimbangan baru terhadap karya Chairil Anwar. Dalam diskusi dan ceramah akan kelihatan bagaimana sosok seorang penyair bukanlah yang utama, tetapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana karya-karyanya sampai kepada kita dalam nuansa dan penafsiran yang baru dan menyegarkan dan itu dilakukan hampir seluruhnya oleh para kritikus sastra generasi terkini.”

Adapun program-program yang dapat disaksikan di Seratus Tahun Chairil Anwar di Komunitas Salihara adalah ceramah yang akan disampaikan oleh Arif Bagus Prasetyo, seorang kritikus sastra dari Denpasar, yang akan menilik pembaharuan Chairil Anwar terhadap puisi berbahasa Indonesia masa 1940-an dan sesudahnya. Selain itu peserta juga bisa mengikuti diskusi berseri yang menampilkan para penulis pemenang Sayembara Kritik Sastra Dewan Kesenian Jakarta 2022 “Modernisme Chairil Anwar”, juga penulis undangan dalam tajuk Chairil Anwar dalam Enam Tilikan

 

Jadwal Acara:

 

Kamis, 27 Oktober 2022 

Ceramah: Modernisme Artistik Chairil Anwar | 19.00 WIB | Teater Salihara
Pembicara: Arif Bagus Prasetyo

 

Jumat, 28 Oktober 2022 

Diskusi Sesi 1: Chairil Anwar dalam Enam Tilikan | 16.00 WIB | Teater Salihara
Pembicara: Royyan Julian dan Laksmi Pamuntjak  | Moderator: Fariq Alfaruqi
Diskusi ini akan menimbang kepeloporan Chairil Anwar dalam khazanah puisi Indonesia modern. Bagaimana sosoknya tumbuh dan lingkungan kesusastraan saat itu mendukungnya? Bagaimana pula ia mengolah tema-tema penting dalam puisinya, misalnya tema maut yang konon disadapnya dari J. Slauerhoff.

Pembukan Pameran: Seratus Tahun Chairil Anwar: Aku Berkisar Antara Mereka | 19.00 WIB | Galeri Salihara
Pameran: 28 Oktober – 04 Desember 2022 | Galeri Salihara
Jam buka: Selasa-Minggu, 11.00-19.00 WIB | Senin dan hari libur nasional tutup.

 

Sabtu, 29 Oktober 2022

Final Kompetisi Debat Sastra: Membandingkan Chairil Anwar dan Penyair Amerika Serikat | 13.00 WIB | Teater Salihara
Acara ini akan menampilkan perdebatan antara kelompok Senja di Pelabuhan Kecil (SMAS Islam Nurul Iman) melawan Kelompok TigaMuda (Binus School Serpong). Keduanya merupakan kelompok dengan makalah terpilih hasil pilihan Dewan Juri. 

 

Diskusi Sesi 2: Chairil Anwar dalam Enam Tilikan | 16.00 WIB | Teater Salihara
Pembicara: Asep Subhan dan Yusri Fajar | Moderator: Dwi Ratih Ramadhany
Diskusi ini akan memperkarakan diksi-diksi kunci yang digunakan Chairil Anwar terkait aspek feminin dalam puisi-puisinya. Juga tentang bagaimana kecenderungan Chairil Anwar dan generasinya memperlakukan alam dalam puisi-puisinya. Apakah benar Chairil dan kawan-kawan tidak mengindahkan alam sebagaimana dituduhkan Sutan Takdir Alisjahbana?

Pembacaan Puisi | 19.00 WIB | Teater Salihara
Sutradara: Ruth Marini 

 

Minggu, 30 Oktober 2022

Diskusi Sesi 3: Chairil Anwar dalam Enam Tilikan | 13.00 WIB | Teater Salihara
Pembicara: Ari Adipurwawidjana dan Eka Ugi Sutikno 
Moderator: Dhianita Kusuma Pertiwi
Diskusi ini akan menimbang kembali modernisme Chairil Anwar, apakah benar Chairil Anwar sepenuhnya modernis dan dari mana ia menyerap modernisme itu. Juga soal bagaimana Chairil mengadaptasi puisi Conrad Aiken jika ditilik dari sudut Studi Penerjemahan.

Diskusi: Modernisme Artistik di Sekitar Chairil Anwar: Seni Rupa dan Arsitektur
16.00 WIB | Teater Salihara
Pembicara: Ari Respati dan Setiadi Sopandi | Moderator: Ibrahim Soetomo
Diskusi ini akan membahas perkembangan modernisme artistik di bidang seni rupa dan arsitektur. Bagaimana modernisme artistik di dua bidang ini berkembangan dan beririsan dengan modernisme artistik di bidang sastra yang memunculkan Chairil Anwar sebagai tokoh penting.

 

Diharapkan bahwa rangkaian program ini dapat memahami lebih dalam terhadap sosok Chairil Anwar itu sendiri.  Kami mengajak peserta untuk bersama-sama menghidupkan kembali sang penyair lewat sajian diskusi, perdebatan, serta pameran arsip akan karya-karya legendarisnya yang akan tetap hidup puluhan tahun ke depan.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

budi

Menggali Pengetahuan di Dunia Digital melalui Kelas Filsafat Salihara Putaran Ketiga

Pengampu: F. Budi Hardiman

kelas.salihara.org | Setiap Sabtu, 05, 12, 19, 26 November 2022

 

 

Jakarta, 13 Oktober 2022 – Sukses dengan putaran pertama dan kedua Kelas Filsafat tahun ini, Komunitas Salihara kembali hadir dengan putaran ketiga dengan tajuk Epistemologi: Pengetahuan dan Dunia Digital. Kelas Filsafat Salihara tahun ini membahas kaitan antara kehidupan kita dengan dunia digital dan bagaimana filsafat memandang semua itu. 

Setelah kita membahas aspek antropologi dan etika dalam dua putaran sebelumnya, pada putaran ketiga atau putaran terakhir ini kita akan membahas perihal epistemologi atau bagaimana duduk perkara pengetahuan kita jika dikaitkan dengan dunia digital. Tindak komunikasi kita atau bagaimana cara kita mendapatkan dan memanfaatkan pengetahuan akan ditilik dari berbagai sudut yang terpenting.

Melalui kelas ini kita akan mendapatkan berbagai perspektif pengetahuan dunia digital ditilik dari psikoanalisis Freud, fenomenologi Merleau-Ponty, komunikasi ganda ala Luhmann hingga etika Kantianisme dalam dunia digital melalui pemikiran Jurgen Habermas. Bagi peserta yang belum pernah mengikuti dua putaran sebelumnya, putaran ketiga ini tetap bisa diikuti secara lengkap.

Kurator Edukasi dan Gagasan, Zen Hae mengatakan bahwa Kelas Filsafat Salihara ini diadakan sebagai bagian dari pendidikan alternatif tentang bidang-bidang seni dan pengetahuan yang mungkin tidak bisa kita dapatkan di lembaga resmi atau kampus/sekolah. 

“Kami merancang kelas-kelas yang sebisa mungkin memberikan pengetahuan dan pencerahan baru kepada khalayak. Terutama Kelas Filsafat, ini adalah kelas yang sangat menjanjikan untuk menumbuhkan dan merawat daya kritis kita di tengah dunia yang penuh godaan, bukan hanya kehidupan modern yang kapitalistik-konsumerisme, tetapi juga hasrat beragama yang kelewat merangsek ruang publik sebagaimana terjadi akhir-akhir ini.”

Diharapkan melalui kelas ini peserta bisa menumbuhkan perspektif yang kritis dan memperluas wawasan melalui empat pertemuan yang terbagi sebagai berikut:

 

Freud dan Media Sosial | 05 November 2022 | 13:00 WIB

Kebebasan komunikasi di dunia digital telah mengangkat “id” atau bagian irrasional manusia ke ranah publik yang seharusnya dikendalikan oleh “ego” dan “superego”. Kuliah ini adalah sebuah eksperimen untuk menginterpretasi komunikasi dalam dunia digital dengan psikoanalisis Freud. Bagaimana teknologi digital meningkatkan sekaligus memerosotkan pengenalan kita akan orang lain?

 

Merleau-Ponty dan Perjumpaan Digital | 12 November 2022 | 13:00 WIB

Teknologi digital telah memungkinkan multiplikasi perjumpaan yang tidak tergantung lokalitas tertentu. Sejauh mana perjumpaan digital mendukung pengenalan akan orang lain dan sejauh mana memiskinkan pengenalan itu? Kuliah ini akan menggali ambivalensi epistemis ini.

 

Luhmann dan Sistem Digital | 19 November 2022 | 13:00 WIB

Komunikasi digital membuat kita makin terbiasa dengan komunikasi sebagai sistem. Pandangan Luhmann bahwa bukan orang-orang yang berkomunikasi, melainkan komunikasi berkomunikasi dengan komunikasi banyak menjelaskan apa yang terjadi dalam dunia digital. Kuliah ini akan mendiskusikan hal itu.

 

Habermas dan Demokrasi Digital  | 26 November 2022 | 13:00 WIB

Apakah etika diskursus mengantisipasi moralitas dalam dunia digital? Dapatkah teknologi digital membawa kita kepada kosmopolitanisme yang dicita-citakan pada filsuf Kantian termasuk Habermas? Kuliah ini akan membahas kemungkinan itu tanpa melewatkan tantangan-tantangan realnya.

 

Tentang Pengampu

Budi Hardiman adalah alumnus Hochschule für Philosophie München. Penulis belasan buku filsafat, salah satunya Filsafat Modern (2004) Buku terbaru: Aku Klik maka Aku Ada. Ia kini mengajar di Universitas Pelita Harapan.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

Chairil-banner web

Mengenal Lebih Dalam Sosok Chairil Anwar

Mengenal Lebih Dalam Sosok Chairil Anwar 
lewat Ngomong-ngomong Soal: Aku dan Chairil Anwar
Youtube Salihara 

 

Jakarta, 04 Oktober  2022 – Pesona dari penyair Chairil Anwar masih terus menggema bahkan lebih dari 70 tahun pasca-kematiannya. Sajak Chairil telah menjadi pendobrak perkembangan sastra Indonesia. Ia melahirkan karya-karya yang banyak menginspirasi perkembangan seni masa kini seperti film, teater, tulisan dan sebagainya. Untuk merayakan 100 tahun kelahiran sang penyair, Komunitas Salihara hadir dalam Siniar Ngomong-ngomong Soal: Aku dan Chairil Anwar

Siniar yang dipandu oleh Manajer Galeri Komunitas Salihara, Ibrahim Soetomo akan mengajak pendengar untuk bersama mengenal sosok Chairil lebih dalam lewat paparan tokoh-tokoh yang akan menceritakan pengalaman mereka dengan sang legenda. Program ini akan dibagi ke dalam tiga episode dengan jadwal tayang sbb:

Episode 1:  Putri Minangsari | Tayang: 10 Oktober 2022

Pertemuan Putri Minangsari dan karya Chairil Anwar dimulai sejak bangku Sekolah Dasar lewat puisi “Aku”. Puisi tersebut kerap menginspirasi serta menjadi sumber penguatan Putri selama masa remajanya. Episode ini juga akan melihat karya-karya Chairil Anwar yang menjadi pilihan Putri, seorang penari Bali dan penulis yakni; Sia-sia, Doa, Taman, dan Sajak Putih.

Episode 2: Hamzah Muhammad | Tayang: 17 Oktober 2022

Sebagai seorang penerjemah dan penyair, Hamzah banyak menemukan relevansi antara sajak Chairil dengan kehidupan sehari-harinya. Hamzah akan menghadirkan tiga puisi Chairil sebagai sajak pilihan yakni Lagu Biasa, Prajurit Jaga Malam, dan Aku Berkisar Antara Mereka. Bagi Hamzah, ketiga puisi ini memiliki benang merah dengan peristiwa sehari-hari yang ia alami. Siniar ini juga akan memperlihatkan bagaimana pertemuan awal sang penulis buku Hompimpa Alaium Gambreng dengan karya Chairil.

Episode 3: Dewi Anggraeni | Tayang: 24 Oktober 2022

Diskusi dengan Dewi Anggraeni akan menjadi episode penutup dalam Ngomong-ngomong Soal putaran kedua. Sebagai seorang dosen Program Studi Jepang, Universitas Indonesia, Dewi mendalami karya-karya Chairil saat dirinya sedang meneliti hubungan Jepang dan Indonesia di masa Penjajahan Jepang. Dalam pandangan Dewi, karya-karya Chairil yang bertemakan bahari memiliki kesan tersendiri yang berbeda dengan penggambaran wacana laut di sastra-sastra lainnya; seperti karya bertema laut oleh Chairil namun bersudut pandang dari daratan. Sajak-sajak ini bisa dilihat dalam karya Chairil yang berjudul; Buat Album D.S., Kabar dari Laut, Cintaku Jauh di Pulau, dan Senja di Pelabuhan Kecil.

 

Produksi Siniar Ngomong-ngomong Soal: Aku dan Chairil Anwar merupakan bagian dari program Seratus Tahun Chairil Anwar oleh Komunitas Salihara. Acara Seratus Tahun Chairil Anwar akan diselenggarakan pada 27-30 Oktober 2022 menghadirkan beberapa program seperti diskusi, ceramah, kompetisi debat sastra, dan pameran arsip Chairil Anwar yang berlangsung hingga 04 Desember 2022.

 

Diskusi lengkap mengenai Aku dan Chairil Anwar dapat didengar melalui kanal-kanal Komunitas Salihara Spotify, Apple Podcast dan aplikasi NOICE, serta dapat ditonton di  YouTube Komunitas Salihara.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

blog-bpupki

Melihat Detik-detik Berdirinya Bangsa Indonesia Lewat Pembacaan Risalah BPUPKI

Zoom Webinar Salihara | 04 Oktober – 22 Desember 2022 

Jakarta, 26 September 2022 – Terbentuknya bangsa Indonesia tidak lepas dari gagasan dan pemikiran para tokoh-tokohnya, seperti Soekarno, Muhammad Yamin, Soepomo, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Radjiman dan tokoh lainnya. Gagasan dan pemikiran itu terkumpul dalam risalah dan notulensi sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) & Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Ibarat Kitab Suci Republik Indonesia, isi naskah ini sangat penting bagi sejarah berdirinya bangsa Indonesia. 

Untuk bisa berempati dan melihat bersama kilasan sejarah di detik-detik kelahiran NKRI tersebut, Komunitas Salihara akan mengadakan program Membaca Kitab yang “Hilang”: Risalah BPUPKI. Program ini akan mengajak peserta untuk bersama-sama aktif membaca risalah dan notulensi dari naskah BPUPKI yang terbagi ke dalam 25 sesi. Menariknya, para peserta dapat memilih tokoh-tokoh bangsa yang ingin mereka perankan mulai dari Soekarno, Muhammad Yamin, Soeroso, Oto Iskandardinata, dan lain sebagainya.

Pengusul program Membaca Kitab yang “Hilang”: Risalah BPUPKI sekaligus kurator sastra Komunitas Salihara, Ayu Utami mengungkapkan bahwa membaca BPUPKI penting untuk dilakukan, karena di dalam risalah dan notulensi ini kita bisa melihat berbagai perdebatan para pendiri bangsa mengenai bentuk, dasar, wilayah, dan ideologi negara serta kedudukan warga negara sebelum akhirnya lahirlah Indonesia yang kita kenal. 

“Ini adalah suatu naskah yang penting tetapi naskah ini tidak pernah dibaca secara umum. Kita bisa melihat dinamika di antara peserta sidang yang sangat manusiawi. Program ini intinya ingin mengajak sebanyak mungkin orang untuk membaca “kitab suci” bangsa Indonesia.”

Acara ini akan rutin dilaksanakan dari 04 Oktober hingga 22 Desember 2022 setiap Selasa dan Kamis pukul 19:00 WIB via Zoom Salihara. Peserta dipersilakan untuk memilih peran yang tersedia di setiap sesinya mulai dari tokoh-tokoh bangsa, narator, atau ingin hadir sebagai pendengar saja. Untuk bisa mengetahui jadwal sesi, peserta bisa melihat di laman kami: Membaca Kitab yang “Hilang”: Risalah BPUPKI

Tidak hanya membaca, peserta juga bisa berdiskusi bersama membicarakan hasil pembacaan terkait temuan-temuan baru yang didapat setelah sesi pembacaan berakhir. Acara ini juga didukung oleh Teater Ghanta sebagai kolaborator.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

Let’s Save the Earth! oleh Wayang Motekar: Menutup Perhelatan Musim Seni Salihara 2022

Teater Salihara, 3 & 4 September 2022 | Sabtu & Minggu: 20:00 & 16:00 WIB

 

Jakarta, 7 September 2022 – Musim Seni Salihara menutup tirainya melalui pementasan wayang kontemporer oleh kurator dan  perupa asal Bandung, Herry Dim pada 04 September lalu setelah berjalan selama satu bulan lamanya. Melalui pertunjukan Let’s Save the Earth!, Herry Dim dan kelompok Wayang Motekar mempersembahkan perpaduan antara pertunjukan wayang konvensional dengan pemanfaatan teknologi digital berupa pemetaan video (video mapping).

Wayang Motekar sendiri merupakan sebuah karya rupa yang terbuat dari potongan plastik berwarna. Digagas pertama kali oleh Herry pada tahun 1991-1993 dan merupakan karya yang interaktif dan menarik di kalangan anak-anak; di mana di era tersebut mereka menggunakan medium OHP (Over Head Projector) untuk memantulkan dan menciptakan siluet yang berwarna-warni. Kebanyakan cerita-cerita Wayang Motekar yang dimainkan juga akrab terhadap dunia anak dan dimunculkan dengan tokoh-tokoh karikatur yang banyak menggambarkan sosok binatang.

Pada tajuk Let’s Save the Earth! dengan dalang Opick Sunandar Sunarya bercerita tentang kerusakan alam dan pentingnya merawat kelestarian bumi. Sebuah karya dengan wacana yang mudah dicerna namun selalu penting untuk dibahas berpuluh-puluh tahun ke depan.

“Masalah ancaman lingkungan hidup yang rusak sesungguhnya telah banyak diungkap berita ataupun uraian teks informatif lainnya. Tapi itu semua akan lain jika diungkap dengan seni, khususnya Wayang Motekar yang berlandas pada seni gambar,” jelas Herry Dim terkait pesan apa yang ingin diangkat dalam pertunjukan di Teater Salihara kemarin.

Tidak hanya mengandalkan kekuatan pesan dan proyeksi dari pemetaan video, pertunjukan Let’s Save the Earth! juga mengadaptasi berbagai unsur kesenian lain seperti instrumen band yang dimainkan secara langsung untuk membangun suasana dan adegan teatrikal yang menampilkan siluet gerakan tari oleh Ine Arini.

Penampilan tari Ine Arini dalam lakon Let’s Save the Earth! | Dok. Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya

 

Sebagai acara puncak, pertunjukan Let’s Save the Earth berhasil menarik 223 penonton dan menjadi salah satu pertunjukan yang berhasil menarik lebih dari 200 penonton dalam dua hari pementasan. Respons baik ini juga disambut oleh para penikmat baru Komunitas Salihara yang baru pertama kali merasakan pengalaman menonton pertunjukan seni secara luring.

Ardhi (23), mahasiswa asal Pasar Minggu mengungkapkan pengalaman pertamanya yang membuat ia puas pada pertunjukan dan pameran yang dipersembahkan oleh Komunitas Salihara. “Pertunjukkan ini membuat saya terkesima. Hal ini didasari oleh cara penyajian yang diberikan sangat memanjakan mata dan telinga. Visual, musik, cahaya, dan bunyi yang disuguhkan membuat durasi 45 menit terasa sebentar.” Seperti Ardhi, melalui survei yang dibagikan kepada seluruh penonton pertunjukan,  pengunjung lainnya pun berharap agar Salihara tetap hadir secara konsisten membawakan karya-karya yang menawarkan konsep kebaharuan di Jakarta.

 

Tentang Wayang Motekar:

Pertama kali digagas oleh seniman rupa Herry Dim seusai pentas Metateater sepanjang 1991-1993, dan kali pertama dipentaskan pada 30 Juni 2001. Saat ini Wayang Motekar telah memasuki generasi keempat. Awalnya, Herry Dim menggunakan plastik sebagai bahan untuk membuat wayang hingga menghasilkan bayang-bayang berwarna dari sorot lampu pada layar. Eksperimen itu melahirkan pentas wayang yang semula dan pada umumnya berupa siluet menjadi warna-warni. Kini, pada Wayang Motekar generasi keempat bergerak menuju pertunjukan rupa dan bunyi.

Tentang Musim Seni Salihara:

Musim Seni Salihara (MSS) adalah festival dua tahunan yang merupakan kelanjutan dari Salihara International Performing Arts Festival (SIPFest). Dalam penyelenggaraannya, MSS tetap mempertahankan nilai-nilai dari SIPFest yaitu tetap mempersembahkan kebaruan dalam pertunjukan seni yang dikombinasikan dengan bentuk adaptasi terhadap perkembangan teknologi dan situasi. Tahun 2022 ini, MSS tidak hanya diisi oleh rangkaian seni pertunjukan saja namun juga dilengkapi oleh pameran (Kelana Boneka) dan juga seri diskusi (Fokus!). Musim Seni Salihara 2022 juga secara khusus menampilkan sejumlah eksperimentasi dari para seniman boneka kontemporer dan mengapresiasi keragaman teater boneka dan wayang yang sudah hadir begitu lama di Nusantara.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

sakatoya web

Amongraga: Hadirkan Kolaborasi Teranyar dari Komunitas Sakatoya dan Ugo Untoro

Teater Salihara, 27 & 28 Agustus 2022 | Sabtu & Minggu: 16:00 & 19:00 WIB 

Jakarta, 30 Agustus 2022 – Setelah sempat tampil secara daring dalam Helateater 2021 lalu, kali ini Komunitas Salihara berhasil menghadirkan kelompok teater asal Yogyakarta Komunitas Sakatoya secara luring. Berkolaborasi dengan seniman yang berasal dari daerah yang sama yakni Ugo Untoro, Komunitas Sakatoya hadir membawakan pertunjukan Amongraga pada Sabtu dan Minggu lalu, disaksikan oleh -+200 penonton.

Amongraga merupakan pementasan yang diambil dari kisah dalam Serat Centhini. Kisah ini tentang pelarian salah satu putra raja dari Kerajaan Giri yang kalah perang melawan Kerajaan Mataram. Pada pelariannya, Amongraga melakukan semadi dan tirakat di dalam goa. Dalam kisah ini Amongraga tidak sendirian, ia ditemani oleh dua pengikut setianya; Jamal dan Jamil yang juga membangun sebuah perguruan selama Amongraga bersemadi. Kisah ketenaran Amongraga pun akhirnya meluas dan terdengar oleh Raja Mataram yang akhirnya mengutus pasukannya untuk mencari Amongraga dan mengakhiri kisah pelariannya.

Komunitas Sakatoya menggunakan medium boneka pertunjukan karya seniman Ugo Untoro. Bagi Sakatoya sendiri, bermain dengan boneka Marionette merupakan hal yang baru dan Teater Salihara merupakan panggung perdana dalam menampilkan bentuk kolaborasi ini.

“Ya, ini kali pertama bagi kami berkolaborasi dengan mas Ugo, pun juga kali pertama berhadapan dengan marionette. Rasanya sungguh luar biasa, karena ada banyak tantangan yang muncul dan harus kami selesaikan seiring berjalannya proses. Kolaborasi ini terjadi karena dikawinkan oleh Salihara yang membaca marionette mas Ugo sebagai potensi pertunjukan.”

“Meski kami pernah menciptakan teater boneka  di tahun 2018, dengan material limbah sampah plastik, tetapi menghadapi marionette mas Ugo adalah pengalaman baru bagi kami. Terlebih marionette mas Ugo adalah barang sudah jadi, yang hadir dalam berbagai varian anatomi dan gaya, ada marionette yang bergaya barat, ada pula yang timur. Perbedaan itu mempengaruhi sekali bagaimana marionette itu harus dimainkan.”

Pentas Amongraga ini terbagi ke dalam lima babak yang terjadi di dua lokasi yang berbeda yakni; Serambi Salihara dan Teater Salihara. Pada babak pertama, pengunjung akan dibagi ke dalam tiga kelompok di ruang Serambi. Sembari dijamu oleh minuman kunyit asam, pengunjung disambut oleh tiga orang dalang yang memperkenalkan sosok Amongraga melalui tiga buah boneka yang berbeda rupa. Setelah babak satu selesai, kru panggung akan mengajak pengunjung berpindah ke dalam Teater Salihara. Di dalam teater, pengunjung akan menikmati alur pertunjukan sesuai dengan kelompok masing-masing. tiap kelompok diwakilkan oleh tiga warna: biru, merah, dan hijau; setiap warna akan mengikuti urutan cerita yang berbeda-beda.

Tidak hanya boneka marionette yang berukuran kecil, menjelang akhir pertunjukan, Komunitas Sakatoya juga menghadirkan boneka berukuran manusia yang juga turut merepresentasikan sosok Amongraga yang akan dimasukkan ke dalam bronjong (keranjang yang terbuat dari anyaman bambu) sebagai bentuk hukuman dari Raja Mataram karena telah meninggalkan sifat-sifat kemanusiaannya. Pentas dengan mobilisasi yang unik ini pun diadakan sebanyak empat kali dengan dua pertunjukan setiap harinya. 

 

Tentang Komunitas Sakatoya:

Komunitas Sakatoya adalah kolektif seni yang bergerak di wilayah manajemen produksi kesenian dan produksi karya teater. Semenjak 2018 karya-karya teater Sakatoya berfokus pada isu ekologi dengan berpijak pada dramaturgi keterlibatan penonton. Karya teater yang sudah dipentaskan antara lain: Octagon Syndrome (2018, Hibah Seni PKKH UGM), Karnaval Terakhir (2018/2019), Cosmicpollutant (2018, Pesta Boneka #6/2019, ARTJOG MMXIX), Egg of Damselflies (2020, PUPA Puppet Lab), The Happy Family (2018, FKY #30/2019; FTRN, ISI Yogyakarta/2021, Helateater, Komunitas Salihara). Karya lainnya ialah MEMINDAI (Instalasi interaktif) & Pura-Pura Radio #1 yang ditampilkan pada Pameran Asana Bina Seni: “Your Connection Was Interrupted”, Yayasan Biennale Yogyakarta (2020).

Pada 2021, Sakatoya berkolaborasi secara virtual bersama kelompok teater dari Inggris, Zoo Co dalam pentas Care Krisis, yang merupakan salah satu proyek terpilih program Connecting through Culture Grant 20/21 British Council. Masih di tahun yang sama, Sakatoya juga terlibat menjadi Pengarah Artistik dan Program Publik untuk Pameran Arsip Game of The Archive di Biennale Jogja XVI – Equator #6 2021. Di wilayah manajerial, Sakatoya mengelola dua program, yakni Partnership Program dan In-house Program. Melalui kedua program tersebut, Sakatoya aktif melakukan kerja-kerja manajemen produksi bersama seniman/kelompok dari bidang seni apapun, baik lokal, nasional maupun internasional.


Tentang Ugo Untoro:

Ugo adalah perupa asal Yogyakarta, karyanya juga berupa benda tiga dimensi, instalasi dan seni video. Karya-karyanya dipamerkan di luar negeri, di antaranya Amerika Serikat, Cina, Prancis, Singapura, Malaysia, Italia, Korea Selatan dan Jepang. Ugo Untoro mendapat beberapa penghargaan, di antaranya The Juror Attention pada Philip Morris Award (Jakarta, 1994), The Best 5 Finalist of Philips Morris Award (Jakarta, 1998) dan Man of The Year 2007 oleh majalah Tempo. Ia menciptakan karya baru dalam bentuk marionette dengan judul Jessica dan Bromocorah (2021), keduanya muncul sebagai karya seni rupa yang dipamerkan di Galeri Sika, Bali.

 

Tentang Musim Seni Salihara:

Musim Seni Salihara (MSS) adalah festival dua tahunan yang merupakan kelanjutan dari Salihara International Performing Arts Festival (SIPFest). Dalam penyelenggaraannya, MSS tetap mempertahankan nilai-nilai dari SIPFest yaitu tetap mempersembahkan kebaruan dalam pertunjukan seni yang dikombinasikan dengan bentuk adaptasi terhadap perkembangan teknologi dan situasi. Tahun 2022 ini, MSS tidak hanya diisi oleh rangkaian seni pertunjukan saja namun juga dilengkapi oleh pameran (Kelana Boneka) dan juga seri diskusi (Fokus!). Musim Seni Salihara 2022 juga secara khusus menampilkan sejumlah eksperimentasi dari para seniman boneka kontemporer dan mengapresiasi keragaman teater boneka dan wayang yang sudah hadir begitu lama di Nusantara.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

jb2023

Open Call Salihara Jazz Buzz 2023: Pertukaran/Exchange

Mencari Bentuk Estetika Baru dalam Musik Jazz Tanah Air

Penutupan pendaftaran: 25 September 2022

 

Jakarta, 29 Agustus 2022 – Salah satu program unggulan yang mendapat tanggapan dan perhatian besar dari publik terkait Komunitas Salihara Arts Center adalah Salihara Jazz Buzz; sebuah festival jazz tahunan yang menampilkan pilihan genre, komposisi dan presentasi konsep musik baru. Tahun ini menjadi tahun yang spesial bagi Salihara Jazz Buzz sebab kami telah merayakan perjalanan satu dekade festival kami di tahun ini. Berkaca dari suksesnya acara Salihara Jazz Buzz 2022 digelar, kini Komunitas Salihara kembali membuka kesempatan dan mengundang musisi-musisi Jazz termasuk grup-grup muda di seluruh tanah air untuk mempresentasikan musik mereka dalam Salihara Jazz Buzz 2023.

Sejak 2016, Salihara Jazz Buzz selalu mengusung ide besar Jazz Sans Frontières, sebuah gagasan dan konsep musikal “lintas-batas”. Hal tersebut menjadikan Salihara Jazz Buzz sebagai salah satu acara yang paling diminati oleh pemirsa seni Komunitas Salihara. Undangan terbuka Jazz Buzz berawal dari 2019 dengan harapan ingin membuka kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh musisi muda tanah air untuk menambah warna dalam bermusik jazz. Tema Pertukaran ini menjadi bukti nyata bahwa Salihara Jazz Buzz ingin menampilkan sifat jazz yang mampu menjelajah ke genre musik lain.

Kurator Musik dan Tari Komunitas Salihara, Tony Prabowo mengatakan tujuan dari diadakannya panggilan terbuka (open call) adalah untuk menampung seluas-luasnya para musisi jazz muda yang berkualitas dan memiliki minat akan konsep kebaharuan. Ia juga berharap agar Salihara bisa memberikan suguhan yang berkualitas di tengah banyaknya festival jazz di negeri ini.

 “Salihara sebagai penyelenggara pesta kesenian, tentu harapannya bisa memberikan suguhan yang segar, berkualitas, kebebasan berekspresi dan menawarkan konsep-konsep kebaharuan untuk masyarakat peminat musik dan peminat seni seluas-luasnya, di tengah banyaknya festival-festival jazz di negeri ini. “

Melalui Undangan Terbuka, Salihara Jazz Buzz memperluas proses kuratorial untuk mencari grup yang dapat menawarkan warna baru yang sesuai dengan tema kali ini. Bagi para grup yang terpilih nantinya, Salihara akan mengundang musisi senior untuk berkolaborasi atau memberikan bimbingan dalam 2-3 karya yang sudah dipilih. Tiap grup akan mendapatkan bimbingan oleh satu musisi senior.

Grup terpilih akan mendapatkan bantuan produksi maksimal Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) disesuaikan dengan besaran ensambel. Selain bantuan produksi, Komunitas Salihara juga memberikan bantuan berupa fasilitas yang tersedia: ruang pentas dan fasilitas pendukung, promosi dan publikasi acara, dokumentasi, serta akomodasi di Wisma Salihara. 

Untuk bisa menjadi bagian dari Salihara Jazz Buzz calon pendaftar adalah warga negara Republik Indonesia dan belum berusia belum berusia 35 tahun pada tanggal 31 Desember 2023 dan menampilkan materi konser paling sedikit 4 (empat) karya baru, termasuk aransemen atau komposisi ulang yang mengandung unsur kebaharuan. Durasi konser maksimal 70 menit dengan format grup mulai dari 2 (dua) hingga 12 (dua belas) musisi.    

Musisi yang tertarik dapat mendaftarkan dirinya dengan mengikuti prosedur yang tertera di laman salihara.org mulai dari 30 Juli 2022 s.d. 25 September 2022. Undangan terbuka ini tidak berlaku untuk anggota keluarga inti karyawan Komunitas Salihara dan anggota Tim Juri. 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

fitrimss

Visualisasi Pengalaman Ketindihan Lewat Tari Sleep Paralysis oleh Fitri Setyaningsih

Teater Salihara, 20 & 21 Agustus 2022 | 19:00 WIB (Sabtu) & 16:00 WIB (Minggu)

Jakarta, 24 Agustus 2022 – Setelah lama tidak tampil di Komunitas Salihara sejak 2016 lalu, Fitri Setyaningsih akhirnya hadir kembali membawakan pertunjukan tari Sleep Paralysis. Karya ini sukses ditampilkan di hadapan 137 penonton  pada Sabtu (20 Agustus) dan Minggu (21 Agustus) lalu. Fitri tampil bersama timnya Fitri Dance Work, ia mengungkapkan rasa senangnya setelah tampil dan merasakan energi yang begitu positif mendukung kekaryaannya. 

Sleep Paralysis berangkat dari pengalaman ketindihan yang dialami oleh Fitri, di mana tubuh tidak bisa bergerak, mulut tidak bisa mengeluarkan suara tapi mata mampu mengamati kejadian di sekitarnya. Fitri mengolah ide ini selama dua tahun sejak 2020, berangkat dari pengalaman ketindihan yang kembali ia rasakan setelah 20 tahun tidak mengalami fenomena tersebut. Dalam mempersiapkan penampilan ini, Fitri mengolah pengalaman tersebut lewat latihan yang intensif selama tiga bulan dibantu oleh tim Fitri Dance Work.

“Tiga bulan memasuki ruang di antara dengan tim kerja yang sangat intens dan intim. Hampir setiap hari pada jam 6 sore hingga 12 malam kami berlatih (berusaha) membongkar dan menyerap intisari (fenomena ketindihan) dari sumber-sumber cerita maupun sumber medis yang semuanya masih dalam misteri.” 

Pertunjukan yang dilangsungkan di Teater Salihara ini berlangsung selama 35 menit yang dibuka dengan dua orang penampil berjalan pelan di atas tiga buah plat stainless berukuran besar yang dapat memantulkan bayangan dari sang penampil. Suasana pertunjukan dibangun misterius serta mencekam lewat instrumen yang repetitif dan bersuara keras. Semua dibalut begitu sempurna oleh koreografi yang ditampilkan Fitri Setyaningsih dan Luluk Ari Prasetya dengan gerakan tubuh yang menekan ke dalam, menarik ke atas dan ke bawah.

“Kami ingin membangun ruang suara yang menggetarkan isi panggung dan menggema di angkasa. Pilihan-pilihan gerak yang menekan ke dalam, menarik ke atas ke bawah dan upaya menghadirkan dimensi ruang yang berlapis dengan set plat stainless yang tertembak cahaya dan tertanam dalam lantai yang hitam dan besar.” Terang Fitri menjelaskan alur dari pentas Sleep Paralysis-nya.

Suasana di dalam ruang Teater Salihara juga dirasakan oleh beberapa penonton yang hadir dan ikut hanyut ke dalam emosi yang Fitri dan tim bangun. Salah satunya adalah Firda (25), karyawan swasta yang mengatakan bahwa menonton pertunjukan seperti ini memang sebaiknya dilakukan secara luring karena emosi yang ingin disampaikan jauh lebih terasa.

 “Bagus, dan langsung menangkap bahwa inilah yang namanya sleep paralysis. Lalu menurut aku (pertunjukan) secara offline itu lebih kerasa seperti tadi misalnya kalau sound seperti itu pasti tidak akan dapat feel-nya kalau aku tidak langsung menonton di sini.”

Selain Sleep Paralysis oleh Fitri Setyaningsih, Komunitas Salihara masih menyediakan dua pertunjukan luring yang dapat disaksikan setiap Sabtu dan Minggu hingga 04 September 2022 yakni: Amongraga oleh Komunitas Sakatoya dengan Ugo Untoro dan Let’s Save the Earth oleh Wayang Motekar. Tiket kedua pertunjukan ini bisa dipesan lewat musimseni.salihara.org

 

Tentang Fitri Setyaningsih:

Aktif mengembangkan gagasan dan kerja tubuh yang tak hanya mendalami tari, tapi juga melintasinya dalam praktik penelusuran makna tubuh pada semasa waktu dan kesegaran perkembangannya. Ia memadukan interaksi tubuh dengan berbagai sumber kekuatan seperti produksi suara/bunyi, seni konseptual, atau ranah eklektik lainnya. Bahkan beberapa prosesnya tanpa ragu menyentuh ruang ilusi, magis, hingga mistik. 

Ia telah melahirkan berbagai karya baik dalam panggung konvensional maupun site-specific dan terpilih sebagai salah satu seniman berpengaruh di Indonesia versi majalah Tempo (2011). Fitri juga bereksplorasi dalam kerja sinematografi dengan karya film tari terbarunya berjudul Kinjeng Tangis yang tayang perdana (online) dalam Borobudur Writers & Culture Festival (2020) dan Watu Gamping (Bilangan Tak Terhingga) yang tayang perdana dalam Indonesian Dance Festival (2021). Karya tersebut hingga detik ini juga masih berproses baik dari segi riset dan kerja tubuh yang tidak menutup kemungkinan untuk menjelajahi panggung pertunjukan secara langsung, dan ruang-ruang alternatif dengan kemungkinan-kemungkinan persinggungan interdisiplinnya.

 

Tentang Musim Seni Salihara:

Musim Seni Salihara (MSS) adalah festival dua tahunan yang merupakan kelanjutan dari Salihara International Performing Arts Festival (SIPFest). Dalam penyelenggaraannya, MSS tetap mempertahankan nilai-nilai dari SIPFest yaitu tetap mempersembahkan kebaruan dalam pertunjukan seni yang dikombinasikan dengan bentuk adaptasi terhadap perkembangan teknologi dan situasi. Tahun 2022 ini, MSS tidak hanya diisi oleh rangkaian seni pertunjukan saja namun juga dilengkapi oleh pameran (Kelana Boneka) dan juga seri diskusi (Fokus!). Musim Seni Salihara 2022 juga secara khusus menampilkan sejumlah eksperimentasi dari para seniman boneka kontemporer dan mengapresiasi keragaman teater boneka dan wayang yang sudah hadir begitu lama di Nusantara.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

marisa

Melewati Masa-masa Kritis bersama Alunan Nada dari Bar(u)atimur Ensemble

Pengaba & Komposer: Marisa Sharon Hartanto
Vokal: Ardelia Padma Sawitri
Vokal & Gong: Dinar Rizkianti
Suling & Tarawangsa: Sofyan Triyana
Bonang: Marcia Dewi 
Saron: Teberia Sinulingga 
Flute: Ronny Gunawan
Violin: Tamariska Kristianto & Arya Kitti 
Viola: Hesti Katarina
Selo: Rachman Noor 
Teater Salihara, 13 & 14 Agustus 2022 | 19:00 WIB (Sabtu) & 16:00 WIB (Minggu)

 

Jakarta, 15 Agustus 2022 – Masa kritis pandemi telah menemukan titik akhir, saat ini Indonesia memasuki tahap pemulihan di mana segala hal berangsur pulih dan kembali normal seperti di awal tahun 2020. Melalui pertunjukan Lewat Masa Kritis oleh Bar(u)atimur Ensemble pada 13 dan 14 Agustus lalu, kita seolah diajak untuk mengingat kembali masa-masa awal pandemi tersebut yang begitu mencekam serta menimbulkan kecemasan dan ketidakpastian.

Pertunjukan Lewat Masa Kritis menjadi satu-satunya pertunjukan musik luring dalam rangkaian festival Musim Seni Salihara 2022. Dipimpin oleh Marisa Sharon Hartanto sebagai seorang pengaba dan komposer, acara ini sukses menarik perhatian 166  penonton. Tidak hanya bagi Salihara yang akhirnya sukses membawakan pertunjukan musik secara langsung kembali, pasca-pertunjukan pun antusiasme ini  juga dirasakan oleh Sharon bersama dengan timnya. 

Bermain di masa pandemi tentu dirasa Sharon lebih menantang dibanding konser di masa sebelumnya. Banyak hal yang perlu diperhatikan, apalagi bila bermain dengan massa yang terbilang banyak. Maka dari itu, terselenggaranya pertunjukan ini pada Sabtu dan Minggu lalu membuat wanita lulusan Royal Holloway Institute of London ini begitu senang dan puas.

“Senang sekali, namun tantangannya adalah kalau mempersiapkan konser di masa pandemi ini kekhawatiran bertambah, karena konser bisa langsung batal bila ada pemain yang sakit, dan akan sangat repot bila harus mengubah tanggal dan sebagainya.”

Lewat Masa Kritis merupakan perpaduan antara musik timur seperti gong, tarawangsa, dan  gamelan Sunda degung temprak yang diharmonisasikan dengan instrumen barat seperti flute, violin, viola dan selo. Dalam pertunjukan ini, ensambel juga dilengkapi dengan dua orang vokal. Gabungan  instrumen antar dua budaya seolah menarasikan akan kesamaan baik Timur dan Barat yang sama-sama berjuang melewati masa kritis pandemi Covid-19. Dalam keterangan resmi, permainan yang dibawakan pada pertunjukan kali ini ingin membawa makna bahwa ketegangan dan suasana yang naik turun akan berakhir dengan munculnya sinar harapan dan doa untuk segera melewati masa pandemi ini. 

 

Tentang Bar(u)atimur Ensemble:

Merupakan permainan gabungan kata dari kata “baru”, “barat” dan “timur” di mana unsur “baru” menjadi utama, serta Barat dan Timur dilebur walau tidak menjadi acak, masing-masing berdiri sendiri tetapi bersatu melalui satu huruf “t” di tengah. Grup ini dikepalai oleh Marisa Sharon Hartanto yang berperan sebagai pengaba serta komposer. Konsep instrumentasi ensambel menjadi pondasi dasar terbentuknya grup ini. Grup ini dilengkapi oleh anggotanya yang berasal dari lintas tradisi serta bersedia untuk keluar dari zona nyaman masing-masing, mengeksplorasi pertemuan antar kedua tradisi; Barat dan Timur.

 

Tentang Marisa Sharon Hartanto:

Dilahirkan di Jakarta pada 1986 dan saat ini berdomisili di Jakarta. Pada 2013, ia menyelesaikan gelar Magister Komposisi di Royal Holloway University di London. Ia juga meraih gelar Sarjana Farmasi dan Profesi Apoteker dari Universitas Indonesia dan Sertifikat Master Arranging & Orchestration dari Berklee College of Music. Sebagai komposer, konduktor dan pianis, Sharon mengelola sebuah studio musik untuk anak-anak bernama Canzona Music School dan mendirikan Perempuan Komponis, sebuah platform bagi komposer wanita Indonesia, bersama empat rekannya.

Ia juga mendapatkan penghargaan, di antaranya, adalah pemenang BBC Concert Orchestra Baroque Remixed Project 2012 dan penghargaan dari Royal Holloway’s Travel Award: Dame Felicity Lott’s Bursary untuk conducting. Pada 2013 ia ditunjuk sebagai salah satu komponis associate dari London Symphony Orchestra Soundhub’s Phase II. Karya-karyanya telah ditampilkan di dalam dan di luar negeri, seperti London, Skotlandia, Taiwan, Belgia, Australia, Thailand dan Amerika Serikat.

 

Tentang Musim Seni Salihara:

Musim Seni Salihara (MSS) adalah festival dua tahunan yang merupakan kelanjutan dari Salihara International Performing Arts Festival (SIPFest). Dalam penyelenggaraannya, MSS tetap mempertahankan nilai-nilai dari SIPFest yaitu tetap mempersembahkan kebaruan dalam pertunjukan seni yang dikombinasikan dengan bentuk adaptasi terhadap perkembangan teknologi dan situasi. Tahun 2022 ini, MSS tidak hanya diisi oleh rangkaian seni pertunjukan saja namun juga dilengkapi oleh pameran (Kelana Boneka) dan juga seri diskusi (Fokus!). Musim Seni Salihara 2022 juga secara khusus menampilkan sejumlah eksperimentasi dari para seniman boneka kontemporer dan mengapresiasi keragaman teater boneka dan wayang yang sudah hadir begitu lama di Nusantara.

 

 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org