jazzbuzz 2022

Mempersembahkan Warna Baru dalam Musik Jazz

Salihara Jazz Buzz 2022: Next Sound

Penampil: Aryo Adhianto, Agam Hamzah Project,  Fascinating Rhythm, dan Sandrums dengan Sri Hanuraga

13, 15, 20, 22 Mei 2022 | 19:00 WIB

www.youtube.com/salihara

 

Jakarta, Mei 2022 – Sejak berdiri pada tahun 2008, salah satu program unggulan Komunitas Salihara Arts Center adalah Salihara Jazz Buzz, festival musik jazz yang pertama kali diadakan pada 2012. Salihara Jazz Buzz selalu konsisten menampilkan ragam pilihan genre, komposisi, dan konsep bermusik yang baru dari tahun ke tahun. 

Munculnya beragam aliran baru dalam musik jazz seperti free jazz, contemporary jazz, avant-garde jazz serta aliran-aliran jazz lainnya memicu Salihara Jazz Buzz membuka ruang untuk menawarkan ragam kebaruan yang terjadi di dalam dunia jazz kepada publik. 

Tahun ini pun menjadi perayaan satu dekade berlangsungnya festival musik yang telah banyak menampilkan sejumlah musisi tanah air seperti Dewa Budjana, Tohpati, Indra Lesmana dan sebagainya, hingga generasi terbaru seperti Monita Tahalea, Sri Hanuraga, Tesla Manaf dan sebagainya.

Tentang satu dekade Salihara Jazz Buzz, Kurator musik Komunitas Salihara, Tony Prabowo mengutarakan bahwa, “satu dekade ini tentu tidak semudah yang kita harapkan. Memilih musisi yang terbaik agar penonton bisa hadir tentu membutuhkan diskusi yang panjang, terutama bagaimana terus bisa menawarkan kebaruan tersebut.” 

Tony Prabowo melanjutkan bahwa “musik-musik yang avant-garde dan hanya didengar oleh kalangan tertentu, tentu menjadi PR bagi kami kedepannya.”

Namun, tantangan tersebut menjadi pemacu bagi Komunitas Salihara untuk terus menggarap tema-tema baru. Tahun ini mengusung tema Next Sound, Salihara Jazz Buzz mengedepankan adaptasi, kreativitas dan tawaran akan kebaruan tentang situasi yang terjadi: realita tentang pandemi dan realita musik jazz yang selalu bisa melebur ke dalam genre-genre berevolusi. 

Di tahun ini pula Salihara Jazz Buzz tampil untuk kedua kalinya secara daring sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada 2020. Rangkaian konser yang akan disiarkan melalui kanal Youtube Komunitas Salihara Arts Center menampilkan empat musisi jazz tanah air yaitu Aryo Adhianto, Fascinating Rhythm, Sandrums dan Agam Hamzah Project

Melalui penampilan dari keempat musisi dan grup tersebut, Salihara Jazz Buzz 2022 diharapkan bisa menyajikan kebaruan dan dapat membawa semangat jazz buzz tentang musik “lintas-batas” yang mampu memperkaya musik jazz. 

Profil Penampil:

  • Aryo Adhianto adalah komposer dan produser musik elektronik. Tertarik dengan jazz dan piano sejak kecil, ia menemukan kecintaannya pada musik elektronik ketika ia kuliah. Dalam perjalanan karirnya ia terlibat dalam beberapa klinik musik yang diprakarsai oleh Sacred Bridge Foundation seperti Rhythm Salad: A Bowl of Roots Music (2008), GAUNG: the 21st Century Global Music Education (2009) dan INTRASIA: the Cross-cultural Performing Arts Clinic (2013). 
  • Fascinating Rhythm adalah sebuah band jazz kontemporer berbasis di Jakarta. Band ini mengusung ide untuk memainkan berbagai jenis ritmik dari seluruh dunia seperti samba, choro, bikutsi, cuban dan lain-lain. Berbagai jenis ritmik tersebut dibalut dengan sentuhan jazz yang menarik dan juga variasi “call and response” pada setiap solo instrumennya. Band ini beranggotakan Timoti Hutagalung (drum), Noah Revevalin (piano), Jonathan Prawira (klarinet), Hafiz Aga (bas), dan Yosua Sondakh (gitar). 
  • Sandy Winarta memiliki sebuah proyek eksperimental yang dinamakan Sandrums. Sandrums sendiri adalah eksplorasi spektrum suara elektronik yang luas dan digunakan dalam improvisasi musik yang berakar pada jazz secara harmonis dan berirama. Dalam pertunjukan kali ini, Sandy mengajak Sri Hanuraga sebagai rekan duetnya mempersembahkan komposisi irama yang khusus bisa disaksikan di Salihara Jazz Buzz 2022.
  • Agam Hamzah Project merupakan grup musik baru dari Agam Hamzah yang sebelumnya dikenal melalui grup musik Ligro Trio. Agam Hamzah adalah musisi yang konsisten menciptakan karya musik dengan konsep fusion sejak tahun 90an. Konsep fusion adalah satu genre musik di mana idiom-idiom musik seperti jazz, rock, kontemporer klasik dan musik etnik dipadukan menjadi satu karya yang utuh. Dalam Agam Hamzah Project kali ini, ia memiliki format instrumen dalam bentuk Quintet, terdiri dari bas, drum, gitar, keyboard dan biola.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

etika moral

Melihat Etika dan Moralitas di Dunia Digital Melalui Perspektif Filsafat

Seri Kelas Filsafat Manusia dan Dunia Digital 
Etika: Moral dan Dunia Digital
Pengampu: Reza A.A. Wattimena
Setiap Sabtu, 07, 14, 21, 28 Mei 2022, 13:00 WIB
Zoom Webinar

 

Jakarta, April 2022 – Revolusi digital telah mengubah cara kita bersikap. Dunia digital turut hadir berdampingan dengan dunia nyata sehingga kita hidup di dalam keduanya. Lantas, bagaimana manusia menanggapi perubahan ini apabila dilihat dari kacamata filsafat? Mengusung tema besar Manusia dan Dunia Digital, tahun ini Komunitas Salihara Arts Center menggelar seri kelas filsafat yang membahas fenomena dunia digital yang terbagi ke dalam tiga putaran.

Setelah sukses dengan putaran pertama yang membahas hubungan antara manusia dengan dunia digital dari sudut pandang antropologi, kali ini Komunitas Salihara kembali hadir dalam putaran kedua dengan tema Etika: Moral dan Dunia Digital. Putaran kedua ini masih diampu oleh peneliti di bidang Filsafat Politik, FIlsafat Ilmu, dan Kebijaksanaan Timur, Reza A.A. Wattimena. 

Tema Etika: Moral dan Dunia Digital membahas bagaimana persoalan etika dan moralitas di dalam dunia digital kita lihat melalui perspektif dan pemikiran filsuf penting seperti Immanuel Kant, Karl Marx, maupun prinsip-prinsip dalam Buddhisme. Acara ini akan dibagi ke dalam empat sesi yang dilaksanakan pada 07, 14, 21, dan 28  Mei 2022 secara daring.  

 

Empat sesi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

 

  • Kant dan Tindakan Digital (07 Mei 2022 | 13:00 WIB)

Dalam sesi ini, peserta akan mendalami persoalan mengenai tipe tindakan baru yang lahir dari interaksi dunia digital yang dinamakan “tindakan digital”. Diskusi ini akan banyak mendalami masalah tersebut menggunakan perspektif etika dari Immanuel Kant.

 

  • Stoikisme untuk Para Pengguna Gawai (14 Mei 2022 | 13:00 WIB)

Di sesi kedua, para peserta akan melihat bagaimana nasihat-nasihat dalam stoikisme bisa diterapkan untuk menjaga kewarasan dalam hidup yang serba digital ini. Melalui kelas ini, peserta akan dibantu untuk menemukan jawabannya bersama termasuk dalam saran-saran untuk mengendalikan diri dalam menerima informasi di dunia maya.

 

  • Buddhisme dan Virtualitas (21 Mei 2022 | 13:00 WIB)

Melalui pandangan Buddhisme, para peserta kelas akan belajar dan mencari tahu apakah konsep “maya” dalam ajaran tersebut dapat memberikan pencerahan terhadap cara hidup manusia yang sudah bersentuhan terhadap kecanggihan teknologi sehingga menghasilkan realitas visual.

 

  • Marx dan Sosialisme Digital (28 Mei 2022 | 13:00 WIB)

Sesi terakhir ini akan memberikan jawaban akan seperti apa bentuk sosialisme digital itu menurut pandangan Karl Marx. Serta menemukan jawaban apakah kelas-kelas sosial yang diratakan di dalam dunia digital merupakan bentuk perwujudan mimpi dari utopia sosialisme sang filsuf tersebut.

Koordinator program edukasi Komunitas Salihara Arts Center, Rebecca Kezia memaparkan bahwa program kelas filsafat ini niscaya dapat merawat ruang berpikir kritis publik melalui sejarah dan teori para pemikir dunia. “Komunitas Salihara selalu mengambil tema-tema yang spesifik berkaitan dengan isu sosial, politik, bahkan fenomena-fenomena terkini di dunia digital yang semakin marak selama pembatasan sosial di masa pandemi. Tema pilihan tersebut kemudian dilihat dari kacamata filsafat bukan sebagai kebenaran cara pandang yang tunggal tapi jalan untuk melihat suatu isu dengan lebih luas dan kritis.”

*

Untuk informasi lebih lanjut tentang Kelas Filsafat Salihara silakan kunjungi website salihara.org dan media sosial kami. 

 

Tentang Reza A.A. Wattimena

Reza A.A. Wattimena adalah peneliti di bidang filsafat politik, filsafat ilmu dan kebijaksanaan timur. Ia meraih gelar Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Buku terbarunya adalah Urban Zen: Tawaran Kejernihan untuk Manusia Modern (2021). Untuk mengenal Reza lebih dekat, bisa mengunjungi profil lengkapnya di sini.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

asemic3

ASEMIC SOUND CYCLES

Representasi Seni dalam Memvisualisasikan Bunyi
Selasa-Minggu, 10-24 April 2022, 13:00-20:30 WIB
Galeri Salihara
Jl. Salihara No. 16, Jakarta Selatan

 

Jakarta, 09 April 2022 – Pada semester pertama di tahun 2022, Komunitas Salihara mengadakan pameran tunggal seniman Kanada, Félix-Antoine Morin yang bertajuk Asemic Sound Cycles. Pameran ini bisa menjadi pilihan kegiatan ngabuburit seni bagi seluruh warga DKI Jakarta dan sekitarnya di bulan Ramadan. Pameran ini adalah salah satu rangkaian tur pameran tunggal si seniman yang telah dilaksanakan di Prancis, Meksiko, dan Turki.

Asemic Sound Cycles adalah pameran yang khusus dibuat oleh Félix-Antoine Morin untuk Komunitas Salihara Arts Center. Karya-karya Morin dalam pameran ini menawarkan sebuah pengalaman berkesenian baru yang menampilkan kolase visual antara bunyi dan gambar. Pameran ini menjadikan Galeri Salihara sebagai satu-satunya platform untuk menikmati karya-karya Morin di Indonesia.

 

Tentang Pameran Asemic Sound Cycles

Asemic Sound Cycles memamerkan representasi bentuk musik berdasarkan repertoar komposisi yang digubah juga oleh Félix-Antoine Morin. Melalui konstruksi visual dan permainan ketukan, ia menciptakan hubungan antar bunyi dan mengubah nada-nada utama menjadi materi yang abstrak. Hasilnya adalah bentuk-bentuk karya yang puitis dan berirama dalam torehan-torehan grafis.

Karya media baru ini tidak hendak ditafsirkan dari sisi musikalitasnya. Kita dapat menikmati pengalaman estetik yang multitafsir berdasarkan keberagaman persepsi yang abstrak. Di sisi yang lain Asemic Sound Cycles hendak menunjukkan sisi kepekaan musik dan gambar dari si seniman.

Selain torehan-torehan grafis, karya lain dalam pameran ini adalah instalasi yang terletak di tengah Galeri Salihara. Terinspirasi oleh teknik “locked groove” yang ditemukan oleh Pierre Schaeffer pada pertengahan abad 20. Teknik tersebut hendak menjelaskan fenomena timbulnya bunyi saat jarum alat pemutar piringan hitam menyentuh alur-alur di piringan. Dengan metode serupa, instalasi bunyi karya Morin terdiri dari sebuah mikrofon yang mengeluarkan reaksi bunyi terhadap benda-benda yang dilewatinya di sepanjang lantai.

 

Tentang Félix-Antoine Morin

Félix-Antoine Morin belajar seni visual di Université du Québec à Montréal (UQAM) dan aransemen elektro akustik di Conversatory of Montreal. Ia pernah memenangkan penghargaan JTTP pada tahun 2008 dan menerima penghargaan Joseph S. Stauffer dari dewan kesenian Kanada pada tahun 2012. Karya-karyanya telah banyak dipamerkan di berbagai acara berskala nasional dan internasional.

Karya-karya Félix-Antoine Morin terinspirasi dari komposisi nada musik sakral dan tradisional yang banyak digunakan dalam berbagai ritual adat. Ia menjelajahi bermacam kemungkinan dan menciptakan karya melalui berbagai medium sehingga eksekusi karya-karyanya dapat diterjemahkan menjadi mantra-mantra yang puitis. 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

artcamgm

Membaca Pemikiran Goenawan Mohamad Bersama Penikmat Sastra di Seluruh Indonesia

Komunitas Salihara x Komunitas Utan Kayu
Art Camp: Membaca Goenawan Mohamad
Jumat-Minggu: 25-27 Maret 2022

Jakarta, 28 Maret 2022 Komunitas Salihara bekerja sama dengan Komunitas Utan Kayu telah sukses menggelar Art Camp: Membaca Goenawan Mohamad pada Jumat-Minggu, 25-27 Maret lalu. Acara ini menghadirkan 16 pembicara yang terdiri dari kalangan sastrawan, filosof dan akademisi lainnya. Terbagi ke dalam tujuh sesi, masing-masing pembicara memaparkan pemikiran mereka tentang tulisan-tulisan Goenawan Mohamad seputar sastra, filsafat dan demokrasi. 

Sebagai acara hybrid pertama di tahun 2022 ini, Art Camp diikuti oleh 25 peserta luring, dan 33 peserta daring dari berbagai kalangan yang tentunya memiliki satu visi yaitu hendak mengupas secara mendalam pemikiran Goenawan Mohamad. 

 

Karya yang Dapat Dinikmati Lintas Generasi

Karya Goenawan Mohamad tak terbatas pada generasi tertentu, terbukti dalam acara kemarin juga hadir peserta remaja yang ikut berdiskusi dan mengkritisi tulisan-tulisan Goenawan Mohamad yang genap berusia 80 pada tahun lalu. Ayu Utami, selaku Direktur Program Komunitas Utan Kayu dan Perumus Art Camp: Membaca Goenawan Mohamad mengatakan bahwa karya Goenawan Mohamad masih relevan untuk dibahas sampai sekarang terutama bagi mereka yang ingin mengasah kebebasan berpikir dan berekspresi. 

Melalui karya Goenawan Mohamad kita belajar sejarah bagaimana pemikiran Indonesia berkembang, kita belajar bagaimana berinteraksi dengan filsafat dunia, dan belajar mengasah kepekaan estetika juga. Itulah yang dibutuhkan untuk mengisi kebebasan berpikir dan ekspresi.”

Maka tidak heran, bahwa tulisan Goenawan Mohamad masih mendapat tempat di kalangan generasi muda yang tertarik mendalami dan memahami sosoknya yang banyak dikenal sebagai salah satu tokoh jurnalis penting Indonesia.

Salah satu peserta Art Camp: Membaca Goenawan Mohamad, Thalia (17) memaparkan bahwa kegiatan ini membuka lebih banyak lagi wawasan terutama bagi dirinya yang menyukai sastra dan filsafat. Seluruh diskusi yang dipaparkan oleh pemateri justru menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru selepas sesi usai. 

“Itu sih yang menarik, menjadi pemikir itu seperti itu toh. Materi yang diberikan tadi justru meninggalkan kita banyak pertanyaan yang memancing untuk lebih mencari tahu dan memperdalam lagi pemahaman kita, itu sih yang asik banget menurutku.”

Peserta lain Tamara (18), memiliki respon yang berbeda, pertanyaan-pertanyaan yang muncul memotivasi dia untuk bertanya lebih banyak melalui sesi coffee break atau saat jamuan malam. 

“Serunya adalah, saat kita timbul banyak pertanyaan, aku bisa memanfaatkan sesi coffee break atau dinner untuk kembali menanyakan kepada pemateri untuk meminta penjelasan lebih. Karena jujur, kalau saat sesi QnA itu cukup intimidating karena bicara depan banyak orang. Ternyata para pemateri begitu hangat saat di-approached secara personal di sesi yang di luar sesi acara.”

 

Tentang Art Camp:

Kurangnya kajian mengenai pemikiran intelektual Indonesia mendorong Komunitas Salihara一bekerja sama dengan Komunitas Utan Kayu一untuk memulai program Art Camp, sebuah acara berkala mendiskusikan pemikiran para intelektual Indonesia. Art Camp hendak memperdalam pemahaman kita dengan membaca kembali karya-karya dari tokoh-tokoh yang telah memberikan sumbangan pemikiran dan gagasan di Indonesia. 

Acara ini pun menjadi acara luring perdana bagi Komunitas Salihara di masa pandemi COVID_19. Sehingga kegiatan ini menjadi pintu pembuka yang memotivasi kami untuk memulai kembali kegiatan yang sebenarnya sudah dirindukan baik bagi kami sendiri maupun para penikmat setia program-program seni di Komunitas Salihara.

Untuk mengetahui tentang Art Camp: Membaca Goenawan Mohamad baca di sini

 

Tentang Goenawan Mohamad:

 

Goenawan Mohamad atau akrab disapa GM lahir di Kabupaten Batang, 29 Juli 1941. Sebagai seorang intelektual, Goenawan Mohamad menempati posisi khas dalam perkembangan pemikiran seni di Indonesia. Ia berseberangan dengan Sutan Takdir Alisjahbana maupun Pramoedya Ananta Toer dalam hal hubungan seni dengan politik dan pembangunan. Tapi, seperti Takdir, ia mengolah filsafat Barat dengan tekun dan bergairah. Karya-karya Goenawan Mohamad dapat dikatakan tak lekang oleh waktu, karena meskipun ditulis pada masa kemarin, pemikirannya selalu relevan hingga saat ini. Ia sangat dikenal sebagai penulis Catatan Pinggir, esai-esai pendek di majalah Tempo yang sampai kini telah dibukukan dalam 14 jilid. Beberapa karya-karya terbaru Goenawan Mohamad adalah Estetika Hitam: Adorno, Seni, Emansipasi (2021); Rupa, Kata, Obyek, dan yang Grotesk: Esai-Esai Seni Rupa dan Filsafat Seni 1961-2021 (2021); Eco dan Iman (2021); Dari Sinai sampai Al-Ghazali (2021); dan Albert Camus: Tubuh dan Sejarah (2021).

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

artcamgm

Menelisik Gagasan Seorang Tokoh Intelektual dalam ART CAMP: MEMBACA GOENAWAN MOHAMAD

25-27 Maret 2022
Komunitas Salihara & Zoom webinar

 

Kurangnya kajian mengenai pemikiran intelektual Indonesia mendorong Komunitas Salihara一bekerja sama dengan Komunitas Utan Kayu一untuk memulai program Art Camp, sebuah acara berkala mendiskusikan pemikiran para intelektual Indonesia. Art Camp hendak memperdalam pemahaman kita dengan membaca kembali karya-karya dari tokoh-tokoh yang telah memberikan sumbangan pemikiran dan gagasan di Indonesia.

Memperingati usia Goenawan Mohamad yang ke-80 pada 2021 lalu, Art Camp tahun ini mengangkat pembacaan terhadap karya-karya Goenawan Mohamad serta sumbangsihnya kepada dunia seni, sastra, jurnalistik, filsafat dan demokrasi di Indonesia.

Pemilihan Goenawan Mohamad sebagai tokoh yang dibahas dalam Art Camp juga didasari atas relevansi karya-karyanya di zaman sekarang ini, di mana kini kebebasan berekspresi dan sikap kritis mulai terkungkung kembali karena sikap dogmatisme, fundamentalisme dan ujaran-ujaran kebencian. Melalui karya-karya Goenawan Mohamad, kita bisa belajar mengenai sejarah pemikiran di Indonesia dan polemiknya, serta pandangan dan sikapnya mengenai kemanusiaan, seni dan filsafat, beririsan dengan itu juga: politik dan agama.

Art Camp menampilkan beragam diskusi menarik bersama para penulis dan intelektual Indonesia dari pelbagai generasi. Mereka akan menanggapi pemikiran Goenawan Mohamad yang ditulis pada masa kemarin hingga hari ini.

Ni Made Purnama Sari, penulis dan salah seorang pemateri dalam acara ini mengatakan sosok Goenawan Mohamad merupakan tokoh yang mengedepankan kritik elaboratif sebagai upaya dialog dengan pemikiran-pemikiran seni budaya yang berbeda.

“Goenawan Mohamad  adalah sosok yang memiliki dimensi kekaryaan luas. Dari sisi genre, dia menulis puisi, prosa, naskah drama, serta esai-esai budaya. Dari sisi tematik, dia mengolah khazanah tradisi hingga penjelajahan ke pemikiran modern. Dia tumbuh dari generasi intelektual pada zamannya yang masih mengedepankan kritik elaboratif sebagai upaya dialog dengan pemikiran-pemikiran seni budaya yang berbeda, meskipun tradisi ini mengalami represi kekuasaan negara.”

Purnama menambahkan, “dan sayangnya, tradisi intelektual seperti ini kian memudar akibat perkembangan teknologi, media sosial dan perilaku kita berinteraksi di dunia maya: kritik elaboratif tidak hadir sebagai upaya membangun silang pendapat yang membangkitkan pengetahuan, bahkan kesadaran.”

Selain itu Art Camp dapat menjadi jawaban akan kerinduan para peminat sastra dan filsafat yang selama dua (2) tahun ini tidak dapat berdiskusi secara langsung karena pandemi Covid-19. Kegiatan ini adalah langkah awal Komunitas Salihara untuk mempertemukan para penikmat sastra dan filsafat dari Jakarta dan sekitarnya secara langsung.

Art Camp diadakan selama akhir pekan secara hybrid (luring dan daring). Pada kegiatan luring, para peserta akan mengikuti acara di Salihara dengan protokol kesehatan yang ketat. Para peserta luring pun dapat berinteraksi langsung dengan para pembicara. Sedangkan untuk kegiatan daring, peserta bisa mengikuti materi-materi pembicara dari rumah melalui Zoom Meeting.

Rangkaian materi yang bisa diikuti para peserta terbagi ke dalam beberapa sesi, di antaranya adalah:

Jumat, 25 Maret 2022
Sesi 1 | 15:30 WIB – Di Antara Sajak dan Intelektualisme
Pembicara: Ni Made Purnama Sari, Nirwan Dewanto, Triyanto Triwikromo
Moderator: Avianti Armand
19:00 WIB (khusus luring) – Diskusi dan Musik
Goenawan Mohamad, Seni dan Kebebasan
Bersama Ayu Utami dan Sri Hanuraga

Sabtu, 26 Maret 2022
Sesi 2 | 10:00 WIB – Adorno: Bagaimana Seni Membebaskan?
Pembicara: Fitzerald K. Sitorus & Bambang Sugiharto
Moderator: Akhmad Sahal

Sesi 3 | 13:00 WIB – Nietzsche: Mungkinkah Ambiguitas Dijelaskan?
Pembicara: A. Setyo Wibowo & Yulius Tandyanto
Moderator: Martin Sinaga

Sesi 4| 15:30 WIB – Rancière: Apakah Politik Selalu Tentang Kekuasaan?
Pembicara: A. Setyo Wibowo & Sri Indiyastutik
Moderator: Martin Sinaga

Sesi 5 | 19:00 WIB – Dari Marx ke Derrida: Masih Adakah Humanisme?
Pembicara: Y.D. Anugrahbayu & Martin Suryajaya
Moderator: Akhmad Sahal

Minggu, 27 Maret 2022
Sesi 6 | 10:00 WIB – Jurnalisme, Demokrasi dan Pergulatannya
Pembicara: Agus Sudibyo dan Donny Danardono
Moderator: Arif Zulkifli

Sesi 7 | 14:00 WIB – Tuhan dan Hal-hal yang Tidak Selesai
Pembicara: Ayu Utami dan Ulil Abshar Abdalla
Moderator: Nong Darol Mahmada
Direktur Program Komunitas Utan Kayu dan Perumus Art Camp: Membaca Goenawan Mohamad, Ayu Utami memaparkan bahwa pemilihan tema dan pembicara dalam acara ini secara garis besar memiliki dua tema utama: filsafat dan pemikiran tentang seni. Tapi, beririsan dengan dua tema utama itu adalah isu politik dan agama. Tema filsafat dibahas oleh para ahli dalam studi filsafat. Tema pemikiran seni oleh praktisi.

“Kita mengundang pembicara ahli untuk tema itu dan melihat bagaimana GM mengolah pemikiran tersebut. Untuk seni, juga agama, kita memilih orang-orang yang juga terlibat di dalam dunia kesenian yang memikirkan bagaimana seni, bahasa, dan agama berperan atau berhubungan dalam masyarakat,” lanjut Ayu Utami.

Melalui tujuh (7) sesi yang dipaparkan di atas, para peserta diharapkan bisa berkenalan dengan garis besar sejarah pemikiran Indonesia dan dunia melalui kacamata Goenawan Mohamad. Diharapkan pada akhir sesi, peserta bisa memetakan isu pemikiran, politik, dan seni baik dari konteks sejarah nasional maupun dunia.

Diskusi ini juga bisa menjadi perkenalan sosok Goenawan Mohamad kepada para pembaca yang menaruh minat terhadap perkembangan intelektual di Indonesia. Bagi para pembaca yang ingin mengenal Goenawan Mohamad bisa memulai dengan merujuk rekomendasi bacaan dari Ayu Utami yaitu sajak-sajak karya Goenawan Mohamad, atau bisa juga dengan membaca novel pendeknya yang berjudul Surti dan Tiga Sawunggaling.

Ayu Utami menambahkan, “untuk pembaca yang ingin tahu garis besar pemikiran Goenawan Mohamad tentang tokoh-tokoh penting dalam sejarah Indonesia, bisa baca Pembentuk Sejarah: Pilihan Tulisan Goenawan Mohamad, terbitan KPG, Freedom Institute  dan Komunitas Salihara.”

 

Tentang Goenawan Mohamad:

Goenawan Mohamad atau akrab disapa GM lahir di Kabupaten Batang, 29 Juli 1941. Sebagai seorang intelektual, Goenawan Mohamad menempati posisi khas dalam perkembangan pemikiran seni di Indonesia. Ia berseberangan dengan Sutan Takdir Alisjahbana maupun Pramoedya Ananta Toer dalam hal hubungan seni dengan politik dan pembangunan. Tapi, seperti Takdir, ia mengolah filsafat Barat dengan tekun dan bergairah. Karya-karya Goenawan Mohamad dapat dikatakan tak lekang oleh waktu, karena meskipun ditulis pada masa kemarin, pemikirannya selalu relevan hingga saat ini. Ia sangat dikenal sebagai penulis Catatan Pinggir, esai-esai pendek di majalah Tempo yang sampai kini telah dibukukan dalam 14 jilid. Beberapa karya-karya terbaru Goenawan Mohamad adalah Estetika Hitam: Adorno, Seni, Emansipasi (2021); Rupa, Kata, Obyek, dan yang Grotesk: Esai-Esai Seni Rupa dan Filsafat Seni 1961-2021 (2021); Eco dan Iman (2021); Dari Sinai sampai Al-Ghazali (2021); dan Albert Camus: Tubuh dan Sejarah (2021).

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center merupakan sebuah Institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

Untuk mengetahui jadwal pertunjukan dan pameran berikutnya sila kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara atau hubungi: media@salihara.org

siaranpers-kelas-filsafat-2022

Memahami Perkembangan Dunia Digital dalam Perjalanan Sejarah Manusia melalui Kacamata Filsafat

Seri Kelas Filsafat Manusia dan Dunia Digital
Antropologi: Manusia dan Dunia Digital
Pengampu: Reza A.A. Wattimena
Setiap Sabtu, 05, 12, 19, 26 Februari 2022, 13:00 WIB
Zoom Webinar

Jakarta, 10 Januari 2022 – Revolusi digital telah mengubah modes of being kita. Dunia digital ada secara paralel dengan dunia korporeal. Kita hidup dalam keduanya. Bagaimana filsafat menanggapi perubahan ini? Mengusung tema besar Manusia dan Dunia Digital, tahun ini Komunitas Salihara Arts Center menggelar seri kelas filsafat yang membahas fenomena dunia digital yang kita alami dan berbagai perubahannya dari perspektif antropologi, etika dan epistemologi.

Seri kelas filsafat tahun ini dibagi dalam tiga putaran. Pertama, melalui perspektif antropologi (Februari) kita akan membahas bagaimana eksistensi pikiran manusia ketika berhadapan dengan “kemayaan realitas” di dunia digital. Kedua, dari perspektif etika (Mei), kita akan membahas berbagai cabang filsafat Barat dari yang klasik hingga mutakhir dalam mempersepsikan dunia virtual. Ketiga, melalui perspektif epistemologi (November), kita akan membahas kata-kata kunci terpenting dari filsafat Barat kontemporer (demokrasi dan sosialitas) dan kaitannya dengan watak dunia digital.

Untuk putaran pertama dan kedua, kelas diampu oleh Reza A.A. Wattimena (peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur). Adapun pada putaran ketiga kelas diampu oleh F. Budi Hardiman (alumnus Hochschule für Philosophie München dan pengajar di Universitas Pelita Harapan).

*

Putaran pertama berjudul Antropologi: Manusia dan Dunia Digital. Di sini kita akan membahas bagaimana manusia dan dunia digital dilihat melalui sudut pandang antropologi. Dibagi dalam empat pertemuan, kelas akan berlangsung secara daring setiap Sabtu, 05, 12, 19, 26 Februari 2022 pukul 13:00 WIB.

Reza A.A. Wattimena, pengampu kelas sekaligus penulis buku Urban Zen (2021) menuturkan bahwa dunia digital banyak memberikan pengaruh baik terhadap cara berpikir, pola hubungan antar sesama manusia, dan pemaknaan identitas. “Makna kenyataan dan identitas berubah total. Kenyataan tidak lagi sekadar kenyataan fisik, tetapi juga kenyataan digital yang dibentuk oleh angka dan algoritma. Pola hubungan antar manusia pun berubah. Ada peluang kemajuan, sekaligus ancaman kehancuran peradaban. Filsafat-filsafat sebelumnya tak lagi mampu menanggapi kompleksitas yang terjadi. Diperlukan pemaknaan reflektif dan kritis yang lebih sesuai.”

“Dunia digital mengubah hidup manusia, dan bahkan mengubah jati diri kita sebagai manusia.” Reza menambahkan bahwa keempat diskusi ini ingin memberikan kejernihan pemahaman atas revolusi digital yang terjadi, sekaligus menawarkan arah, sehingga keseimbangan hidup bisa terjaga di masa revolusi digital ini.

 Pertemuan pertama dimulai dengan sub materi “Zen, Ilusi Ego dan Internet” yang membahas bagaimana Zen dapat membantu memahami ego di era digital. Pertemuan kedua “Nietzsche dan Cyborg” kita akan berdiskusi tentang konsep “manusia atas” dari Nietzsche yang telah mengantisipasi realitas pasca-humanisme antara manusia dan mesin.

Pertemuan ketiga “Neurofilosofi dan Manusia Digital” kita akan membahas perkembangan baru dalam neurofilosofi yang telah banyak mengubah pemahaman kita tentang kesadaran di era digital. Pertemuan terakhir “Panpsikisme dan Kesadaran Digital” akan membahas sejauh mana dunia digital mendukung panpsikisme yaitu sebuah pemahaman bahwa semua hal termasuk benda-benda yang ada di dunia memiliki kesadarannya masing-masing.

Koordinator program edukasi Komunitas Salihara Arts Center, Rebecca Kezia memaparkan bagaimana teknologi berkembang begitu pesat dan memainkan peran penting terutama di masa pandemi ini. “Kita melihat dan merasakan bagaimana teknologi berkembang pesat dan sejumlah peranti di dalamnya memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Apalagi di masa pandemi yang membatasi ruang gerak kita di dunia fisik, kian mempercepat keakraban kita dengan teknologi dan ruang-ruang digital.” Rebecca menambahkan bahwa sesuai dengan tujuan kelas filsafat, Komunitas Salihara ingin mengajak publik memaknai perubahan dan kenyataan hari ini melalui pemikiran filsafat dari sejumlah tokoh penting seperti Nietzsche, Kant, Marx hingga prinsip pemikiran Buddhisme.

Program Kelas Filsafat ini niscaya dapat merawat ruang berpikir kritis publik melalui sejarah dan teori para pemikir dunia. Rebecca juga mengatakan bahwa Komunitas Salihara selalu mengambil tema-tema yang spesifik berkaitan dengan isu sosial, politik, bahkan fenomena-fenomena terkini di dunia digital yang semakin marak selama pembatasan sosial di masa pandemi. Tema pilihan tersebut kemudian dilihat dari kacamata filsafat bukan sebagai kebenaran cara pandang yang tunggal tapi jalan untuk melihat suatu isu dengan lebih luas dan kritis.

Untuk informasi lebih lanjut tentang Kelas Filsafat Salihara silakan kunjungi website salihara.org dan media sosial kami.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

web banner-helatari-2021

Siaran Pers: Helatari Salihara 2021

26 & 27 Juni; 03 & 04 Juli 2021
Densiel Lebang | Eka Wahyuni | Krisna Satya | Leu Wijee

YouTube Komunitas Salihara

 

Tahun ganjil selalu dipenuhi acara dan program seru dari Komunitas Salihara Arts Center. Bukan hanya sebagai tahun penyelenggaraan Literature and Ideas Festival Salihara (LIFEs) saja, tapi juga tahun di mana dua mini festival yaitu Helateater (festival teater) dan Helatari (festival tari) berlangsung. Setelah Helateater 2021 mengobati rasa kangen para penikmat seni pertunjukan dengan penampilan seniman teater pilihan dari seleksi open call, kali ini giliran Helatari Salihara yang akan menemani anda semua!

Helatari Salihara sendiri adalah festival seni tari kontemporer dua tahunan yang menampilkan karya-karya tari baru yang berangkat dari khazanah tradisi tari Nusantara maupun dunia. Tahun ini Komunitas Salihara menampilkan empat koreografer yang lolos melalui proses seleksi Undangan Terbuka. 

Empat koreografer tersebut terpilih dari total 51 proposal dari seluruh Indonesia. Dewan Juri memilih para koreografer atau kelompok tari yang mendaftar dengan beragam pertimbangan. Totalitas dari artikulasi konsep yang diajukan, bagaimana penyajian secara digital, portfolio pelamar hingga rekam-jejak perjalanan kreatif para koreografer. Akhirnya empat koreografer pilihan itu adalah Densiel Lebang (Jakarta), Eka Wahyuni (Yogyakarta), Krisna Satya (Bali) dan Leu Wijee (Jakarta)

Empat koreografer pilihan ini hadir dengan bentuk presentasi dan ekspresi artistik yang lain dari pentas seni tari selama ini. Empat koreografer ini mengajak kita menikmati alih wahana seni tari ke dalam media digital.

 

Densiel Lebang (Jakarta) membawakan Another Body – Another Space – Another Time, sebuah karya memperlihatkan bagaimana kemampuan tubuh beradaptasi di dalam situasi apa pun, misalnya ketika berada di ruang yang sempitㅡsebuah interpretasi berdasarkan situasi hari ini. Densiel Lebang sendiri adalah koreografer yang baru saja menciptakan film-tari berjudul Chaotic (2020) yang menjadi Official Selection di Kalakari Film Festival, India dan Reeling: Dance on Screen Festival oleh Mile Zero Dance, Kanada, serta ditampilkan di Dance in Asia pada 2020

Eka Wahyuni (Yogyakarta) membawakan karya berjudul Pesona yang mengeksplorasi sudut pandang penonton dan kesan erotika dalam tarian Gong. Karya ini membongkar konsepsi dominan tentang “keindahan” tubuh dan gerak perempuan melalui eksperimentasi terhadap kamera. Eka Wahyuni sendiri adalah koreografer yang banyak terlibat di dalam beberapa proyek dan kolaborasi seni. Ia menginisiasi forum kecil untuk seniman muda di Berau, Kalimantan Timur, juga platform Portaleka dan Tepian Kolektif yang kegiatannya berhubungan dengan seni pertunjukan baik diskusi maupun penciptaan karya.

Krisna Satya (Bali) membawakan karya berjudul Sikut Awak yang menelusuri hubungan tubuh dengan bangunan (ruang), di sini adalah sebuah istilah bernama sikut satak, salah satu konsep arsitektur tradisional Bali.  Krisna Satya adalah kreografer yang kerap berpartisipasi dalam sejumlah lokakarya kepenarian bersama sejumlah koreografer penting dari Indonesia dan mancanegara. Ia pernah mengikuti program Koreografer Muda Potensial di Indonesian Dance Festival 2018 dan mengikuti tur bersama Cie Express Company di Prancis pada 2019.

Leu Wijee (Jakarta) membawakan karya Museum I: Waves, sebuah karya tari kontemporer berdasarkan pengamatan dan ingatan kolektif si koreografer terhadap peristiwa bencana alam di Palu, Sulawesi Tengah pada tahun 2018. Leu Wijee adalah koreografer kelahiran Parigi, Sulawesi Tengah, 1998. Ia memulai proses kreatif di dunia tari dengan gaya hip-hop sejak 2011 dan memperluas praktik artistiknya ke ranah tari kontemporer. Ia pernah terpilih tsebagai salah satu seniman dalam program Open Lab Upcoming Choreographer oleh Dewan Kesenian Jakarta, 2020

 

Helatari Salihara 2021 bisa kita saksikan pada Sabtu-Minggu, 26-27 Juni & 03-04 Juli 2021, di kanal YouTube: Salihara Arts Center. Info lebih lengkap kunjungi www.salihara.org

 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

Untuk mengetahui detail pertunjukan sila kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara atau hubungi: media@salihara.org/0821-1252-0568 (Muhammad Ridho)

menulis-berbobot-home

Siaran Pers: Kelas Menulis Kreatif yang Berbobot

Pengajar: Ayu Utami
Setiap Sabtu, 12, 19, 26 Juni; 03, 10, 17 Juli 2021, 15:00 WIB
Zoom Komunitas Salihara

Menulis dengan bagus tidak hanya bergantung pada bakat. Kita juga perlu latihan yang rutin untuk mengembangkan tulisan. Dan dari sekian banyak karya yang pernah kita baca dan tulis ketika berlatih, bagaimana kita tahu seperti apa tulisan kreatif dan berbobot itu? Tapi sebelumnya, apa itu kreatif? Apa itu bobot?

Tahun ini Komunitas Salihara kembali membuka kelas Menulis Kreatif yang Berbobot yang diajar langsung oleh Ayu Utami via daring. Berbeda dari kelas langsung Ayu Utami terdahulu, kelas online kali ini memberi penekanan khusus pada bobot tulisan, yaitu muatan intelektual dan artistik suatu karya.

Para peserta akan mempelajari: bagaimana memberi bobot yang kritis dan kreatif ke dalam karya mereka; bagaimana memberi muatan intelektual dan artistik ke dalam karya mereka; dan seperti apa karya-karya penting di sastra Indonesia. Dengan demikian para peserta bisa meningkatkan wawasan melalui contoh-contoh yang ada dalam sejarah sastra Indonesia, dan menerapkan wawasan itu dalam karya mereka sendiri.

Di akhir kelas, para peserta diharapkan bisa menyelesaikan tulisan penting dan berbobot. Paket yang didapatkan dari kelas adalah buku Menulis Kreatif dan Berpikir Filosofis (2020) karya Ayu Utami, sesi latihan dan ulasan langsung dari pengajar, beserta sertifikat digital di akhir kelas.

Ayu Utami adalah salah satu penulis yang dianggap sebagai pendobrak kemapanan, khususnya masalah seks dan agama yang ia angkat dalam karya-karyanya. Karya-karya yang ditulisnya mengangkat wacana seksualitas dari sudut pandang perempuan.

Novel pertamanya Saman (1998) memenangkan Sayembara Penulisan Roman Terbaik Dewan Kesenian Jakarta tahun 1998. Beberapa karyanya yang lain yaitu: Larung (2001), Si Parasit Lajang (2003), Bilangan Fu (2008) yang beroleh Khatulistiwa Literary Award 2008, Manjali dan Cakrabirawa (2010), Cerita Cinta Enrico (2012), Soegija: 100% Indonesia (2012), Lalita (2012), Pengakuan Eks Parasit Lajang (2013) dan Anatomi Rasa (2019). Ayu Utami meraih Prince Claus Award pada tahun 2000 dari Prince Claus Fund (Belanda), sebuah yayasan yang memberi penghargaan kepada individu dan organisasi yang berkontribusi dalam kebudayaan.

Ayu Utami juga ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan ikut membangun Komunitas Utan Kayu, sebuah pusat kegiatan seni, pemikiran, dan kebebasan informasi sebagai kurator. Ia juga pernah menjadi anggota redaktur Jurnal Kalam dan peneliti di Institut Studi Arus Informasi. Saat ini Ayu Utami aktif sebagai kurator sastra dan Direktur Literature and Ideas Festival (LIFEs) di Komunitas Salihara serta Direktur Program Teater Utan Kayu.

Kelas Menulis Kreatif yang Berbobot bisa diikuti setiap hari Rabu, 12, 19, 26 Juni dan Kamis 03, 10, 17 Juli 2021 Melalui Zoom Salihara. Info dan pendaftaran lebih lanjut kunjungi www.salihara.org.

__________________________________________________________________

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

Untuk mengetahui detail pertunjukan sila kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara atau hubungi: media@salihara.org/0821-1252-0568 (Muhammad Ridho)

Universal

Siaran Pers: Universal Iteration

“Festival Media Berkala dalam Jaringan”

22 Mei – 06 November 2021

Seniman:  Bandu Darmawan, Blanco Benz Atelier, Farhanaz Rupaidha, House of Natural Fiber & Institut Teknologi Telkom Purwokerto, Mira Rizki Kurnia, Natasha Tontey, Riar Rizaldi, Tromarama

Kurator: Bob Edrian

Bagaimana seni rupa hari ini dipamerkan melalui ruang virtual? Apakah pameran virtual hanya semata memindahkan karya-karya fisik ke ruang maya?

Pameran Universal Iteration menampilkan karya-karya seni rupa yang sepenuhnya memang diproduksi dan hendak ditujukan untuk ditonton para pemirsa secara daring. Pameran virtual ini mengajak kita menikmati pengalaman baru dalam mengapresiasi bentuk seni rupa berbasis digital.

Kita bisa menyaksikan karya-karya berbasis digital dari para seniman seperti Bandu Darmawan, Blanco Benz Atelier, Farhanaz Rupaidha, House of Natural Fiber & Institut Teknologi Telkom Purwokerto, Mira Rizki Kurnia, Natasha Tontey, Riar Rizaldi, Tromarama.

Pameran Universal Iteration dilatarbelakangi oleh pemanfaatan teknologi mutakhir yang telah melebar sampai ke kebutuhan tersier manusia, misalnya dalam ranah artistik. Beragam individu dan kelompok berlomba-lomba menampilkan pameran, pertunjukan, festival seni sampai diskusi dan seminar secara daring.

Bob Edrian selaku kurator pameran ini mengatakan bahwa “iterasi (perulangan) yang dilakukan secara bersama-sama untuk membuka alternatif-alternatif terbaik atas segala bentuk upaya artistik yang sebelumnya hampir selalu dilakukan dalam dunia fisik. Iterasi dengan harapan mencapai kesepakatan universal.”

Spektrum karya-karya para seniman berbasis digital yang dipamerkan dalam Universal Iteration tidak hanya mengangkat isu-isu yang luas, tetapi juga akan memantik pembicaraan terkait teknologi dan kesadaran internet itu sendiri. Para seniman yang akan berpameran adalah:

Bandu Darmawan beberapa kali menggunakan idiom dan cara kerja video game dalam beberapa karyanya. Ia pernah menampilkan karya interaktif dalam Pekan Kebudayaan Nasional akhir tahun lalu. Dengan memanfaatkan platform Unity, ia menawarkan karya interaktif yang memungkinkan pengunjung untuk memilih sendiri “jalan cerita’ di dalam karyanya.

Blanco Benz Atelier terdiri atas tiga seniman muda: Jeffi Manzani, William Samosir, dan Yura Kenn Kusnar. Blanco Benz Atelier menyelenggarakan pameran bersama yang mengangkat pemanfaatan manipulasi digital, kemampuan algoritma generatif dan kecerdasan buatan (artificial intelligence) untuk menciptakan karya seni pada tahun 2018. Dalam pameran tersebut mereka memandang bahwa perkembangan dan pemanfaatan algoritma dapat memicu keterbukaan beragam kemungkinan artistik yang baru.

Farhanaz Rupaidha adalah seorang seniman yang banyak mengeksplorasi algoritma generatif berbasis interaksi. Salah satu karyanya pernah dipresentasikan dalam Festival Seni Media Internasional Instrumenta #2: Machine/Magic. Khas karyanya adalah mempertanyakan hubungan “tidak terlihat” antara perkembangan teknologi digital dengan lingkungan. Bagaimana transaksi dan sirkulasi data digital menciptakan gangguan-gangguan fisik bagi alam sekitar.

House of Natural Fiber & Institut Teknologi Telkom Purwokerto adalah kolektif yang membangun sebuah instalasi tentang kemungkinan terjadinya ekosistem kehidupan yang organik. Karya instalasi ini akan ditanggapi oleh beberapa seniman dalam format pertunjukan yang disorot dan ditampilkan dalam fitur kamera 360 Youtube, sehingga pengunjung dapat leluasa menjelajahi keseluruhan instalasi beserta pertunjukan dan area di sekitar karya.

Mira Rizki Kurnia meraih gelar sarjananya di Fakultas Seni Rupa dan Desain studio Seni Intermedia di Institut Teknologi Bandung. Ia memulai karier sebagai seniman media baru yang kerap kali menggunakan medium bunyi beserta interaktivitas bunyi-bunyi keseharian. Selama pandemi, ia menelusuri beragam obyek untuk dibunyikan dan dikomposisikan. Pengalaman mengolah bebunyian tersebut ia bagikan melalui website di mana pengunjung bisa memilih sendiri bebunyian mana yang akan dimainkan, dan diharmonisasikan dengan bunyi lainnya.

Natasha Tontey  adalah seorang seniman yang juga berprofesi sebagai desainer grafis dan pengembang situs web. Karya-karyanya banyak menekankan aspek spekulatif dan imajinatif pada masa depan melalui penelusuran-penelusuran yang bersifat lokal. Dalam sebuah karyanya ia mengumpulkan ramalan-ramalan dari pertemuannya dengan dukun atau paranormal. Ramalan-ramalan tersebut kemudian ia tuangkan dalam karya instalasi dan gambar bergerak.

Riar Rizaldi adalah seorang seniman yang banyak memanfaatkan media film sebagai karyanya. Salah satu karyanya mengangkat material timah sebagai unsur alam yang menopang teknologi. Adapun karya terbarunya mengangkat peran penting Stasiun Radio Malabar pada masa lalu dalam memahami peran alam terhadap akselerasi teknologi. Eksplorasi medium film yang ia kerjakan banyak ditampilkan dalam format film dokumenter.

Tromarama banyak mengangkat gagasan algoritma media sosial dan perilaku penggunanya dalam karya-karya instalasi. Mereka mengumpulkan dan mempresentasikan ulang data-data yang disaring dengan menambahkan konteks spesifik. Mulai dari menyaring tagar di platform Twitter hingga data prakiraan dan perubahan cuaca untuk menghasilkan visualisasi-visualisasi tertentu.

Pameran Universal Iteration akan dimulai 22 Mei hingga 06 November 2021 dan bisa dinikmati bersama di website: galeri.salihara.org.

__________________________________________________________________

Tentang Komunitas Salihara Arts Center
Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

Untuk mengetahui detail pertunjukan sila kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara atau hubungi: media@salihara.org/0821-1252-0568 (Muhammad Ridho)

debatsastra2021

Press Release: Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA 2021

Pendaftaran: 02 Mei – 04 Juni 2021

Setahun sudah pandemi COVID-19 sudah melanda dunia, namun semangat kami tidak pernah surut dalam menjaga regenerasi literatur Indonesia tetap berjalan dengan mengajak putra-putri terbaik bangsa Indonesia merayakan semangat kesusastraan dalam adu cerdas dan berpikir pada Kompetisi Debat Sastra 2021.

Melalui kompetisi ini, kami menantang para siswa-siswi SMA/K dalam untuk beradu wawasan dalam membandingkan karya sastra dalam negeri dan luar negeri. Tahun ini karya yang diperbandingkan adalah novel “Lusi Lindri” karya Y.B. Mangunwijaya (Indonesia) dan memoar “Perempuan di Titik Nol” karya Nawal El Saadawi (Mesir).

Kedua karya ini berbeda genre tetapi memiliki kedekatan, yaitu dalam menggambarkan tokoh perempuan yang berhadapan dengan situasi zaman dan masyarakatnya. Membaca dua karya ini secara berdampingan akan memberi kita kesempatan untuk memahami masalah yang mirip sekaligus berbeda dalam perspektif yang lebih luas dan kaya.

Para juri akan menilai karya tulis berdasarkan mutu argumen, pendalaman dan penggalian masalah serta ketertiban dan keindahan bahasa Indonesia yang digunakan dan juga menilai keterampilan para peserta dalam menyampaikan gagasan secara lisan dan kekuatan argumen dalam perdebatan. Peserta yang lolos menuju babak final akan beradu kembali melalui debat daring yang diadakan pada Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2020.

Pendaftaran kompetisi ini dibuka mulai dari 02 Mei hingga 04 Juni 2021. Pengumpulan makalah paling lambat 14 September 2020. Hadiah yang kami siapkan berupa: Juara 1 sejumlah Rp20.000.000, Juara 2 sejumlah Rp10.000.000, dan tiga makalah favorit masing-masing Rp3.000.000.

Para peserta dapat melihat syarat serta ketentuan yang disediakan oleh Komunitas Salihara melalui web: tiket.salihara.org. Segera jadi bagian dalam sejarah edukasi dan menangkan total hadiah sebesar Rp44.000.000!

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

Untuk mengetahui detail pertunjukan sila kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara atau hubungi: media@salihara.org/0821-1252-0568 (Muhammad Ridho)