jozz mercy1

Interaksi antara Tubuh dan Ruang dalam Performing Spiral

Koreografer: Josh Marcy
Penampil: Althea Sri Bestari, Florentina Windy, 
Nudiandra Sarasvati, Syanindita Prameswari
Kolaborator Artistik: Taufik Darwis
Komposer: Arham Aryadi
Lighting design: Deden J. Bulqini
Kostum: IyoNono
Manajer Produksi: Christy Ratna Gayatri

Teater Salihara, 06 & 07 Agustus 2022 | 19:00 WIB (Sabtu) & 16:00 WIB (Minggu)

 

Jakarta, 06 Agustus 2022 – Musim Seni Salihara memasuki babak pertama dalam festival seni yang berlangsung selama satu (1) bulan lamanya. Gelaran ini dibuka dengan penampilan pembuka dari koreografer dan seniman tari, Josh Marcy lewat pertunjukan Performing Spiral pada 6 dan 7 Agustus lalu. Karya yang berlangsung selama 80 menit ini berbicara mengenai hasil riset sang koreografer yang telah ia lakukan sejak 2018.

Pertunjukan pembukaan ini menjadi titik awal bagi Komunitas Salihara dalam menyuarakan semangat berkesenian luring pasca-pandemi. Pertunjukan ini meninggalkan beragam kesan terhadap 240 orang yang hadir dalam dua hari pertunjukan. Pertunjukan ini juga dihadiri oleh sejumlah tokoh penting dan politisi seperti Inayah Wahid, Slamet Rahardjo, Saras Dewi, Hilmar Farid, dan Rangga Riantiarno.

Cahyo, salah satu penonton Performing Spiral, turut merasakan energi di dalam pementasan tersebut dan menangkap bahwa dalam menyampaikan sesuatu bisa dilakukan dengan medium yang beragam. “Acara tadi itu sangat membuat saya berpikir bahwa dalam gerak ada momen atau bahasa yang bisa disampaikan dengan cara-cara yang sangat beragam (seolah) gerak memiliki motivasi untuk menyampaikan maksud-maksud tertentu. Itu yang saya rasakan tadi.” 

Josh Marcy, bercerita mengenai latar belakang akan kekaryaan termutakhirnya “Berawal dari ketertarikan terhadap dialog antar tubuh dan ruang, saya kemudian mencatatkan beberapa material gerak yang signifikan mengenai bagaimana tubuh dan mekanismenya berdialog terhadap ruangnya – baik internal maupun eksternal. Salah satunya adalah gerak spiral.”

“Saya mempelajari dan mengalami bagaimana kemampuan tubuh melakukan gerak rotasi ini merupakan salah satu hal penting dalam membentuk proses rekognisi. Dalam hal ini, gerak spiral membuka akses sirkulasi pada tubuh terhadap ruang di sekelilingnya, serta kemungkinannya untuk berinteraksi dengan tubuh dan subjek lain”, lanjut Josh.

Sebagai sebuah karya seni Performing Spiral tidak hanya hadir sebagai sebuah objek pertunjukan saja melainkan dapat diinterpretasikan sebagai sebuah praktik terbuka dan refleksi tubuh yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sosial sehari-hari. 

Sang koreografer berharap bahwa karya ini dapat mengundang keterlibatan penonton di dalam praktik ketubuhan spiral dan berinteraksi seturut dengan subjektivitasnya masing-masing – baik secara intelektual, sensori, maupun respon kreatif lainnya. 

 

Tentang Josh Marcy:

Seorang seniman tari yang berbasis di Jakarta, Indonesia. Praktik artistiknya berada di seputar pembacaan kritis mengenai “apa itu tubuh” dan “apa itu ruang”, serta bagaimana dialog antar keduanya membentuk realita. 

Josh mengembangkan riset gerak yang diberi tajuk Body/Space; sebagai sebuah pendekatan artistik terhadap medium ketubuhan. Riset ini yang kemudian diterapkan ke dalam berbagai proses kreatif yang ia lakukan, baik dalam penciptaan karya maupun dalam pelatihan gerak sehari-hari. Praktik artistiknya merujuk pada proses rekognisi – untuk merefleksikan, mengalami, serta membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang ada, yang menjadi bagian maupun realita yang lain.

Beberapa karyanya telah dipertunjukan di berbagai program kesenian, antara lain : Pedestrian di Jakarta Dance Meet Up Reguler and Jakarta Dance Meet Up selection (2017-2018), Spasial di Komunitas Salihara (2018), The Meeting di Jakarta Dance Extravaganza (2019), Side To side, In Scale di Bintaro Design District (2019). Sejak 2018, Josh juga terlibat dalam konstelasi seniman kolaborator di dua karya koreografer Jerman, Isabelle Schad, yaitu Reflection dan Inside Out

 

Tentang Musim Seni Salihara:

Musim Seni Salihara (MSS) adalah festival dua tahunan yang merupakan kelanjutan dari Salihara International Performing Arts Festival (SIPFest). Dalam penyelenggaraannya, MSS tetap mempertahankan nilai-nilai dari SIPFest yaitu tetap mempersembahkan kebaruan dalam pertunjukan seni yang dikombinasikan dengan bentuk adaptasi terhadap perkembangan teknologi dan situasi. Tahun 2022 ini, MSS tidak hanya diisi oleh rangkaian seni pertunjukan saja namun juga dilengkapi oleh pameran (Kelana Boneka) dan juga seri diskusi (Fokus!). Musim Seni Salihara 2022 juga secara khusus menampilkan sejumlah eksperimentasi dari para seniman boneka kontemporer dan mengapresiasi keragaman teater boneka dan wayang yang sudah hadir begitu lama di Nusantara.

 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

promo-acara-480p

Berseni Kembali bersama Musim Seni Salihara 2022

06 Agustus – 04 September 2022 
Komunitas Salihara Arts Center & musimseni.salihara.org 

 

Jakarta, Agustus 2022 – Masa pandemi mulai berakhir, beragam kegiatan secara bertahap mulai normal kembali. Khususnya kegiatan seni budaya yang sudah mulai diterapkan secara 100% di mana-mana. Momen pulih inilah yang patut disambut dengan suka cita khususnya Komunitas Salihara lewat persembahan Musim Seni Salihara 2022 atau MSS 2022.  Melalui jargon “Berseni Kembali”, MSS 2022 semangat untuk menghadirkan sajian baru yang tidak hanya mempertontonkan pertunjukan seni saja melainkan pameran —yang bertajuk Kelana Boneka— dan juga diskusi seni  dengan nama Fokus!.

Nirwan Dewanto, Direktur Program Komunitas Salihara Arts Center memaparkan makna Berseni Kembali dalam kata pengantarnya, “Bersemi kembali—dan berseni kembali. Bukan berarti bahwa di hari-hari kemarin kita kekurangan seni…. 

Namun sudah waktunya seni mengambil tempat lagi di tengah kancah hidup kita bersama, yakni bahwa kita, pemirsa, hadir berhadapan langsung dengan karya-karya seni. Pameran seni rupa dan pertunjukan teater, misalnya, adalah peristiwa yang—sebaik-baiknya—kita alami langsung.”

Bagi Komunitas Salihara, kehadiran MSS 2022 ini menjadi wujud komitmen kami untuk terus menghidupkan semangat berkesenian setelah pembatasan sosial berskala besar di masa pandemi. Meskipun pandemi belum berakhir, kami terus berupaya untuk bisa memberikan perkembangan teraktual dalam dunia seni tanah air kepada masyarakat melalui program-program kami.

Pertunjukan dalam MSS 2022 akan dimeriahkan oleh penampilan dari 14 seniman individu atau kelompok dari Indonesia maupun mancanegara. Dari total 14 seniman yang bisa disaksikan penampilannya, empat di antaranya merupakan tayangan arsip atau pertunjukan yang sudah pernah ditampilkan di Komunitas Salihara. 

Ugo Untoro, salah satu seniman dan perupa boneka yang karyanya juga akan ditampilkan dalam pertunjukan Musim Seni Salihara, untuk pertama kalinya akan berkolaborasi dengan grup teater, Komunitas Sakatoya. Ini merupakan penampilan perdana bagi boneka Ugo Untoro untuk tampil dalam sebuah pertunjukan teater.

“Awalnya kalau tidak salah diminta untuk main sendiri padahal saya belum pernah memainkan boneka-boneka saya dalam bentuk sebuah pertunjukan. Namun akhirnya dipertemukanlah saya (oleh Komunitas Salihara) dengan Komunitas Sakatoya dan jadilah kami berdua berkolaborasi bersama.”

Pertunjukan Amongraga oleh Komunitas Sakatoya dan Ugo Untoro menjadi salah satu pertunjukan yang bisa dilihat secara langsung di Komunitas Salihara dimulai dari tanggal 6 Agustus hingga 4 September 2022. Para penampil akan terbagi ke dalam tiga kategori, yaitu luring (on-site), daring (online), dan pertunjukan arsip. Untuk pertunjukan luring pengunjung dapat menyaksikan: Bar(u)atimur Ensemble, Fitri Setyaningsih, Josh Marcy, Komunitas Sakatoya dengan Ugo Untoro, dan Motekar; sedangkan untuk daring ada: Cloud Gate, Dewa Alit, Sinta Wullur dan Tatiek Maliyati. Salihara juga menyediakan pertunjukan lama yang dapat disaksikan kembali dalam pertunjukan arsip yang terdiri dari: Arica Theater Company, Speak Percussion, Otniel Tasman dan Rendra Bagus Pamungkas.

Selain pertunjukan, pengunjung juga bisa menikmati pameran boneka teater Nusantara yang bisa disaksikan di Galeri Salihara. Pameran dengan tajuk “Kelana Boneka” ini akan menghadirkan puluhan boneka dari sembilan (9) seniman Indonesia seperti Boneka Koran Sena Didi Mime, Kuntilanak Miss Tjitjih, Papermoon Puppet Theatre, Wayang Baja Hitam Enthus, Wayang Faisal Kamandobat, Wayang Golek Asep Sunandara Sunarya, Wayang Golek Den Kisot, Wayang Heri Dono dan Wayang Ukur Sukasman.

Tahun ini, berbeda dengan penyelenggaraan di tahun 2020, Musim Seni Salihara juga menghadirkan diskusi seni berbasis kesejarahan dengan nama Fokus!. Dengan tema “Pertumbuhan Teater Modern (di) Indonesia” seri diskusi daring ini akan mengajak peserta untuk mengikuti perjalanan teater di Indonesia dari era kolonial hingga pascareformasi 1998 melalui enam (6) sesi diskusi. 

Diskusi ini akan diisi oleh tokoh-tokoh ternama dari kalangan penulis, sejarawan, pelaku seni, serta peneliti yang diantaranya adalah Arthur S. Nalan, Barbara Hatley, Benny Yohanes, Cahyaningrum Dewojati, Goenawan Mohamad, Ibed S. Yuga, Kurniasih Zaitun, M. Yoesoef, Matthew Isaac Cohen, N. Riantiarno, Slamet Rahardjo dan Yudi Ahmad Tajudin.

Seluruh jadwal pertunjukan, pemesanan tiket, dan detail acara bisa disaksikan secara lengkap di musimseni.salihara.org.

Tentang Fokus!:

Sebelumnya dikenal dengan nama Zoom In Salihara. Program ini berupa serangkaian diskusi yang terfokus membahas topik-topik dalam bidang seni tertentu dan diselenggarakan secara daring (online). Setelah membahas topik-topik seperti seni rupa dan musik pada tahun-tahun sebelumnya, kali ini Fokus! hadir dengan diskusi mengenai teater. Menjadi salah satu program dalam Musim Seni Salihara 2022, seri Fokus! kali ini akan membahas  “Pertumbuhan Teater Modern (di) Indonesia”.

Tentang Kelana Boneka:

Pameran ini menggarisbawahi irisan di antara dua atau lebih disiplin seni, antara seni rupa dan seni pertunjukan. Pilihan pada “teater wayang dan boneka kontemporer” adalah untuk menimbang bahwa lingkup tersebut bukan hanya bersifat transdisiplin yang melibatkan para seniman dari seni pertunjukan maupun seni rupa, tetapi juga mengetengahkan persilangan antara yang lama, yang berangkat dari khazanah tradisi, dan yang baru, atau disebut kontemporer.

Pameran ini diselenggarakan sebagai upaya untuk menunjukkan potensi teater boneka dan wayang di Nusantara. Pameran ini juga ingin menekankan hasil-hasil eksperimen yang dikerjakan oleh para seniman yang bersangkutan.

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

debat-sastra-salihara-2022

Menyambut 100 Tahun Chairil Anwar: Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA 2022

Menyambut 100 Tahun Chairil Anwar:
Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA 2022 Dibuka
Pendaftaran: Mei – September 2022
Total Hadiah: Rp44.000.000,-

 

Jakarta, Juni 2022 – Membaca karya sastra baik ditanamkan sejak dini demi menciptakan generasi yang kreatif, kritis dan berwawasan luas. Melalui karya sastra, kita dapat menumbuhkan kekayaan intelektualitas, meningkatkan kemampuan komunikasi, dan menyusun kerangka berpikir yang baik. 

Dalam rangka mendukung dan menumbuhkan minat membaca sastra sejak dini, Komunitas Salihara kembali mengadakan Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA yang akan dilakukan secara hybrid. Kompetisi ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan siswa/i tentang perkembangan sastra Indonesia sekaligus menumbuhkan rasa bangga menjadi wakil sekolah masing-masing.

Tahun ini, Komunitas Salihara akan mengangkat tema tentang Membandingkan Sajak Chairil Anwar dengan Penyair Amerika Serikat. Tema tersebut diangkat sebagai bentuk peringatan akan 100 tahun sang penyair yang jatuh tepat di 2022 ini. Sebagai seorang penyair dan penulis penting di awal era kemerdekaan Indonesia, karya-karya Chairil Anwar kerap terpengaruh oleh penyair-penyair dunia seperti Belanda, Tiongkok, dan Jerman. Kompetisi ini akan terfokus terhadap hubungan karya-karya Chairil Anwar yang terpengaruh oleh karya para penyair Amerika Serikat sebagai pembandingnya.

Untuk bisa berpartisipasi, Peserta merupakan siswa yang masih duduk di bangku SMA atau setara ketika final debat berlangsung hingga 30 Oktober 2022. Kompetisi ini tertutup untuk kelompok dari sekolah yang telah menjadi finalis dan juara pada tahun sebelumnya.

Siswa/i diminta untuk membentuk satu kelompok yang terdiri dari tiga anggota. Setiap sekolah setingkat SMA dipersilakan untuk mengirimkan lebih dari satu kelompok sebagai perwakilan. Peserta juga diizinkan untuk memberi nama kelompoknya secara bebas. Setiap kelompok akan diminta untuk membuat telaah berupa tulisan atau makalah terkait dengan karya yang dibandingkan (didapat setelah mengisi formulir pendaftaran).

Peserta yang memenuhi kualifikasi akan masuk menuju babak final yang akan diadakan Oktober 2022, lokasi mengikuti perkembangan kondisi protokol kesehatan. Bila aman untuk diadakan di Komunitas Salihara, peserta yang berada di luar Jabodetabek akan ditanggung biaya akomodasi dan transportasinya.

Pendaftaran kompetisi ini dibuka secara resmi pada 07 Mei 2022 sampai 09 September 2022 Pengumpulan makalah paling lambat 10 September 2022. Juara 1 akan mendapatkan hadiah sejumlah Rp20.000.000; Juara 2 sejumlah Rp10.000.000; dan tiga makalah favorit masing-masing Rp3.000.000. 

 

Tentang Chairil Anwar dan Penyair Amerika Serikat

Demi memperbaharui perpuisian Indonesia modern pada dasawarsa 1940-an, Chairil Anwar tidak hanya membaca sajak-sajak penyair Belanda dan Jerman, tetapi juga penyair Amerika Serikat, seperti Archibald MacLeish, John Cornford, Conrad Aiken, T.S. Eliot, Ezra Pound, dan W.H. Auden. Dia bukan hanya membaca dan menerjemahkan karya-karya itu, tetapi menyadurnya atau menjadikan semua itu sebagai inspirasi dari puisi-puisinya.

Menurut H.B. Jassin, kritikus dan dokumentator sastra, ketika Chairil Anwar meninggal pada 28 April 1949, ia meninggalkan tidak kurang dari 70 sajak asli, 4 sajak saduran, 10 sajak terjemahan, 6 prosa asli dan 4 prosa terjemahan—semua jadi 94 tulisan.

Membicarakan atau membahas bagaimana pengaruh sajak-sajak penyair Amerika Serikat terhadap kompleks persajakan Chairil Anwar, akan memberi kita kesempatan untuk memahami pentingnya karya sastra di masa lalu dalam perspektif yang lebih luas dan kaya.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

unit21080

Universal Iteration: Intermissions

Memantik Kesadaran Sosial akan Dampak Nyata dari Dunia Digital

Menampilkan: Aki Onda, Eldwin Pradipta, Indah Arsyad, Rizky Lazuardi, XXLAB, Yovista Ahtajida

Kurator: Asikin Hasan & Bob Edrian

Durasi pameran: 28 Mei 2022 – 28 Mei 2023

https://galeri.salihara.org/

 

Jakarta, 28 Mei 2022 – “Ragam aktivitas di dunia maya tidak hanya menghasilkan keuntungan berupa kemudahan akses informasi serta terbukanya peluang-peluang baru di berbagai bidang. Pada kenyataannya, aktivitas-aktivitas virtual menghasilkan emisi berupa jejak karbon secara perlahan memberi pengaruhnya pada kondisi lingkungan. Gagasan Intermission menjadi tawaran untuk menelusuri kesadaran seniman dalam merespons isu internet dan lingkungan, dan tentunya juga isu manusia dan kemanusiaan.” Pernyataan Bob Edrian—kurator pameran Universal Iteration (UNIT) 2—melihat fenomena dunia digital dan konsep ruang waktu yang terjadi di dalamnya sebagai tajuk utama dalam pameran UNIT tahun ini.

Manajer Galeri Komunitas Salihara, Ibrahim Soetomo memaparkan “Universal Iteration digagas pada 2021 sebagai upaya menggunakan ruang digital sebagai ruang pameran. Alih-alih memamerkan pameran virtual dengan memindahkan pameran-pameran dalam galeri luring ke ruang virtual, Universal Iteration menampilkan karya-karya seni digital, yang dipersiapkan dengan pola pikir digital, ke dalam pameran yang sepenuhnya digital.”

Berbeda dengan penyelenggaraan pertama, Universal Iteration kali ini mengambil tema khusus, yaitu Intermissions untuk merespons sebab-akibat budaya internet. Penyelenggaraan sebelumnya tidak bertema dan sifatnya lebih praktis. Selain itu pada tahun sebelumnya pameran diadakan dalam rentang waktu Mei-November 2021, maka tahun ini durasi pameran diperpanjang 1 tahun hingga Mei 2022.

Tajuk Intermissions sendiri berasal dari permainan kata Internet emissions atau emisi internet, pameran ini berbicara mengenai dampak fisik yang mungkin terjadi akibat meningkatnya aktivitas di Internet. Tajuk ini juga diangkat sebagai pengingat untuk mengambil jeda sejenak dari dunia maya yang tidak disadari menimbulkan isu lingkungan baru, yaitu meningkatnya emisi gas rumah kaca sebesar 1-5% karena penggunaan internet yang berlebihan.

Dalam penentuan seniman UNIT, Bob Edrian menjelaskan “Pemilihan seniman didasarkan pada penentuan tema tahun ini yang banyak menyentuh wilayah batas atau terluar dari perkembangan teknologi internet. Untuk mengakomodasi gagasan-gagasan tersebut, dalam hal ini mencakup manusia dan lingkungan, nama-nama seniman kemudian dipilih berdasarkan spektrum kekaryaan mereka. Dari sejumlah seniman yang diajukan, indikator keselarasan karakteristik eksplorasi karya dengan tema pameran merupakan indikator yang paling utama.”

Tidak hanya pameran, acara ini juga akan menghadirkan berbagai aktivitas lain selama satu tahun ke depan salah satunya adalah ‘Bincang Seniman’. Bersama dengan para seniman UNIT, acara ini akan membahas lebih dalam mengenai karya-karya yang mereka pamerkan yang dapat disaksikan secara daring. Diharapkan melalui berbagai rangkaian aktivasi acara ini, para pengunjung dapat menumbuhkan sikap kritis terhadap isu-isu yang lahir di dalam dunia virtual baik yang berdampak terhadap lingkungan maupun terhadap sesama manusia lainnya.

 

Biodata Seniman

Aki Onda adalah seorang seniman dan komposer yang tinggal di Mito, Jepang. Karya-karyanya sering mengangkat isu sekitar ingatan, baik pribadi, kolektif dan sejarah. Salah satu proyeknya yang terkenal adalah Cassette Memories (2004) yang direkam selama tiga dekade. Karyanya telah dipresentasikan di berbagai negara, di antaranya documenta 14, Museum Louvre, Pompidou Center, Palais de Tokyo, Fondation Cartier, Argos, Bozar, ICA London, International Film Festival Rotterdam, Toronto Biennial of Art, The Kitchen, dan MoMA.

Eldwin Pradipta lulus dari Jurusan Intermedia, Fakultas Seni & Desain, Institut Teknologi Bandung. Karyanya kerap mengeksplorasi proyeksi video dan media digital lainnya. Ia pernah terpilih sebagai salah satu finalis BaCAA ke-4 pada 2015 dan turut mengambil bagian dalam Indonesia Art Award 2015 yang diinisiasi oleh Yayasan Seni Rupa Indonesia. Ia juga telah mengikuti beberapa pameran, seperti South East Asia Forum (Art Stage Singapore) dan Fantasy Island in Objectificts (Center for Film and Photography, Singapura, 2017). Karyanya pernah dipamerkan di Manifesto 6.0: Multipolar (Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, 2018) dan Beyond Painting: Extend the Boundaries (Art Expo Malaysia, 2019).

Indah Arsyad berkarya dalam bentuk tulisan, instalasi, patung dan seni media. Karya-karyanya mengangkat isu-isu sosial, budaya dan lingkungan yang selalu didasarkan pada penelitian ilmiah. Ia menyelesaikan pendidikan di Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan, Universitas Trisakti. Karyanya telah dipamerkan dalam berbagai pameran nasional dan internasional, termasuk pameran tunggal di Museum Nasional Indonesia dengan tajuk On The Way (2008). Ia juga berpameran di London Art Biennale di Chelsea Old Town Hall (Inggris, 2021) dan KNOCK KNOCK KNOCK di Hancock Art Museum (Korea Selatan, 2021).

Rizki Lazuardi adalah seniman dan kurator yang bekerja dengan medium gambar bergerak dan expanded cinema. Ia menyelesaikan pendidikan Film dan Seni Media di HFBK University of Fine Arts Hamburg, Jerman. Karya dan programnya menjadi bagian dari sejumlah pameran dan festival, di antaranya IFFR Rotterdam, Singapore Art Museum, European Media Arts Festival Osnabrueck, Image Forum Tokyo, dan Jakarta Biennale. Saat ini ia menjadi salah satu konsultan program di Arsenal Berlin untuk Berlinale Forum.

XXLAB adalah grup inisiatif dari Yogyakarta yang terdiri atas beberapa perempuan dengan berbagai latar belakang disiplin dan keahlian. XXLAB berfokus pada eksplorasi seni, sains dan teknologi bebas berbasis open source (sumber terbuka) yang dikerjakan secara DIY (Do It Yourself) dan DIWO (Do It With Others). XXLAB terbentuk pada 2013, sebagai kelanjutan dari lokakarya berseri Ms. Baltazar ID. Pada 2015 XXLAB memenangi penghargaan Voestalpine Award Prix Ars Electronica, sebuah penghargaan bergengsi di bidang seni media baru untuk kategori “next idea”. XXLAB juga mengikuti berbagai pameran seni dan inovasi, serta aktif mengadakan berbagai edukasi nonformal.

Yovista Ahtajida adalah seniman independen yang tinggal di Jakarta. Karya-karyanya sering mengangkat relasi kapitalisme dan Islamisme berdasarkan pengalaman keluarga muslim fundamentalis dan latar belakang pendidikan. Pada 2012 ia mendirikan The Youngrrr, sebuah kolektif seni video. Karyanya dengan The Youngrrr telah dipresentasikan di European Media Art Festival (EMAF) 2014, Berlin International Film Festival (Berlin, 2014), South Asian Visual Art Centre (Toronto, 2014) dan Jakarta Biennale 2015. Karya tunggalnya telah dipresentasikan dalam Video Vortex XI, pada Kochi Muziris Biennale (India, 2017), W:OW 18, Torrance Art Museum (Los Angeles, 2018) dan Bandung Contemporary Art Award 2017. Pameran tunggalnya bertajuk Hijrah di LIR Space Yogyakarta (2018).

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center
Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.
___________________________________________________________________
Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

ayumenulis

Kelas Menulis Kreatif yang Berbobot: Mulai dari Karakter

Pengajar: Ayu Utami
Sabtu, 04, 11, 18 Juni; 02, 16, 23 Juli 2022, 13.00 WIB
Zoom Webinar Komunitas Salihara

 

Jakarta, Mei 2022 – Semua orang pada dasarnya bisa menulis kreatif dengan baik. Di antara semua itu, ada juga yang terlahir dengan bakat menulis yang sangat baik. Namun, kemampuan menulis tersebut akan sia-sia jika tidak diimbangi dengan latihan yang rutin dan konsisten. Melalui latihan, seseorang tidak hanya bisa menulis atau menciptakan tulisan melainkan mampu melahirkan sebuah tulisan kreatif yang berbobot.

Seperti apa tulisan kreatif yang berbobot itu? Bagaimana cara menulisnya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat ditemukan dalam kelas menulis yang diadakan tahun ini oleh Komunitas Salihara Arts Center.

Komunitas Salihara kembali menyelenggarakan Kelas Menulis Kreatif yang Berbobot secara daring pada bulan Juni 2022 dengan pengajar Ayu Utami, penulis sekaligus kurator Komunitas Salihara Arts Center. Di tahun 2021, peserta Kelas Menulis Kreatif diajak untuk mempelajari bagaimana memberikan penekanan khusus dalam bobot tulisan melalui muatan intelektual dan artistik. Berbeda dengan kelas menulis sebelumnya, kali ini Ayu Utami akan mengampu kelas dengan metode pendekatan karakter.

Peserta tetap bisa mengikuti kelas menulis ini tanpa perlu menjadi peserta di kelas menulis tahun sebelumnya. Silabus Kelas Menulis Kreatif yang Berbobot kali ini, akan mengajak peserta berkenalan dengan salah satu metode menulis kreatif dari banyaknya cara mengembangkan tulisan kreatif yang berbobot. Kelas ini akan mengajak peserta untuk membangun tokoh, memilih konflik yang cocok untuk tokoh tersebut dan menciptakan tema yang sesuai untuk sang tokoh.

Melalui kelas ini, peserta diharapkan bisa membangun tokoh yang dapat membantu pembaca mengikuti alur cerita dengan mudah, melalui kondisi psikologis dan empati yang dibangun di dalam diri tokoh tersebut. Peserta juga diharapkan dapat mengajak pembaca untuk memahami diri dan orang lain melalui tulisan yang mereka ciptakan.

 

Profil Pengajar

Ayu Utami adalah salah satu penulis yang dianggap sebagai pendobrak kemapanan, khususnya masalah seks dan agama yang ia angkat dalam karya-karyanya. Karya-karya yang ditulisnya mengangkat wacana seksualitas dari sudut pandang perempuan.

Novel pertamanya, Saman (1998), memenangkan Sayembara Penulisan Roman Terbaik Dewan Kesenian Jakarta tahun 1998. Beberapa karya sastranya yang lain adalah Bilangan Fu (2008) yang beroleh Khatulistiwa Literary Award 2008 dan yang termutakhir Anatomi Rasa (2019). Atas kiprah di dunia sastra, Ayu Utami meraih Prince Claus Award pada tahun 2000 dari Prince Claus Fund (Belanda), sebuah yayasan yang memberi penghargaan kepada individu dan organisasi yang berkontribusi dalam kebudayaan.

Ayu Utami adalah salah satu pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan ikut membangun Komunitas Utan Kayu, sebuah pusat seni, pemikiran dan kebebasan informasi. Saat ini Ayu Utami aktif sebagai kurator sastra dan Direktur Literature and Ideas Festival (LIFEs) di Komunitas Salihara serta Direktur Program Teater Utan Kayu.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

jazzbuzz 2022

Mempersembahkan Warna Baru dalam Musik Jazz

Salihara Jazz Buzz 2022: Next Sound

Penampil: Aryo Adhianto, Agam Hamzah Project,  Fascinating Rhythm, dan Sandrums dengan Sri Hanuraga

13, 15, 20, 22 Mei 2022 | 19:00 WIB

www.youtube.com/salihara

 

Jakarta, Mei 2022 – Sejak berdiri pada tahun 2008, salah satu program unggulan Komunitas Salihara Arts Center adalah Salihara Jazz Buzz, festival musik jazz yang pertama kali diadakan pada 2012. Salihara Jazz Buzz selalu konsisten menampilkan ragam pilihan genre, komposisi, dan konsep bermusik yang baru dari tahun ke tahun. 

Munculnya beragam aliran baru dalam musik jazz seperti free jazz, contemporary jazz, avant-garde jazz serta aliran-aliran jazz lainnya memicu Salihara Jazz Buzz membuka ruang untuk menawarkan ragam kebaruan yang terjadi di dalam dunia jazz kepada publik. 

Tahun ini pun menjadi perayaan satu dekade berlangsungnya festival musik yang telah banyak menampilkan sejumlah musisi tanah air seperti Dewa Budjana, Tohpati, Indra Lesmana dan sebagainya, hingga generasi terbaru seperti Monita Tahalea, Sri Hanuraga, Tesla Manaf dan sebagainya.

Tentang satu dekade Salihara Jazz Buzz, Kurator musik Komunitas Salihara, Tony Prabowo mengutarakan bahwa, “satu dekade ini tentu tidak semudah yang kita harapkan. Memilih musisi yang terbaik agar penonton bisa hadir tentu membutuhkan diskusi yang panjang, terutama bagaimana terus bisa menawarkan kebaruan tersebut.” 

Tony Prabowo melanjutkan bahwa “musik-musik yang avant-garde dan hanya didengar oleh kalangan tertentu, tentu menjadi PR bagi kami kedepannya.”

Namun, tantangan tersebut menjadi pemacu bagi Komunitas Salihara untuk terus menggarap tema-tema baru. Tahun ini mengusung tema Next Sound, Salihara Jazz Buzz mengedepankan adaptasi, kreativitas dan tawaran akan kebaruan tentang situasi yang terjadi: realita tentang pandemi dan realita musik jazz yang selalu bisa melebur ke dalam genre-genre berevolusi. 

Di tahun ini pula Salihara Jazz Buzz tampil untuk kedua kalinya secara daring sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada 2020. Rangkaian konser yang akan disiarkan melalui kanal Youtube Komunitas Salihara Arts Center menampilkan empat musisi jazz tanah air yaitu Aryo Adhianto, Fascinating Rhythm, Sandrums dan Agam Hamzah Project

Melalui penampilan dari keempat musisi dan grup tersebut, Salihara Jazz Buzz 2022 diharapkan bisa menyajikan kebaruan dan dapat membawa semangat jazz buzz tentang musik “lintas-batas” yang mampu memperkaya musik jazz. 

Profil Penampil:

  • Aryo Adhianto adalah komposer dan produser musik elektronik. Tertarik dengan jazz dan piano sejak kecil, ia menemukan kecintaannya pada musik elektronik ketika ia kuliah. Dalam perjalanan karirnya ia terlibat dalam beberapa klinik musik yang diprakarsai oleh Sacred Bridge Foundation seperti Rhythm Salad: A Bowl of Roots Music (2008), GAUNG: the 21st Century Global Music Education (2009) dan INTRASIA: the Cross-cultural Performing Arts Clinic (2013). 
  • Fascinating Rhythm adalah sebuah band jazz kontemporer berbasis di Jakarta. Band ini mengusung ide untuk memainkan berbagai jenis ritmik dari seluruh dunia seperti samba, choro, bikutsi, cuban dan lain-lain. Berbagai jenis ritmik tersebut dibalut dengan sentuhan jazz yang menarik dan juga variasi “call and response” pada setiap solo instrumennya. Band ini beranggotakan Timoti Hutagalung (drum), Noah Revevalin (piano), Jonathan Prawira (klarinet), Hafiz Aga (bas), dan Yosua Sondakh (gitar). 
  • Sandy Winarta memiliki sebuah proyek eksperimental yang dinamakan Sandrums. Sandrums sendiri adalah eksplorasi spektrum suara elektronik yang luas dan digunakan dalam improvisasi musik yang berakar pada jazz secara harmonis dan berirama. Dalam pertunjukan kali ini, Sandy mengajak Sri Hanuraga sebagai rekan duetnya mempersembahkan komposisi irama yang khusus bisa disaksikan di Salihara Jazz Buzz 2022.
  • Agam Hamzah Project merupakan grup musik baru dari Agam Hamzah yang sebelumnya dikenal melalui grup musik Ligro Trio. Agam Hamzah adalah musisi yang konsisten menciptakan karya musik dengan konsep fusion sejak tahun 90an. Konsep fusion adalah satu genre musik di mana idiom-idiom musik seperti jazz, rock, kontemporer klasik dan musik etnik dipadukan menjadi satu karya yang utuh. Dalam Agam Hamzah Project kali ini, ia memiliki format instrumen dalam bentuk Quintet, terdiri dari bas, drum, gitar, keyboard dan biola.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

etika moral

Melihat Etika dan Moralitas di Dunia Digital Melalui Perspektif Filsafat

Seri Kelas Filsafat Manusia dan Dunia Digital 
Etika: Moral dan Dunia Digital
Pengampu: Reza A.A. Wattimena
Setiap Sabtu, 07, 14, 21, 28 Mei 2022, 13:00 WIB
Zoom Webinar

 

Jakarta, April 2022 – Revolusi digital telah mengubah cara kita bersikap. Dunia digital turut hadir berdampingan dengan dunia nyata sehingga kita hidup di dalam keduanya. Lantas, bagaimana manusia menanggapi perubahan ini apabila dilihat dari kacamata filsafat? Mengusung tema besar Manusia dan Dunia Digital, tahun ini Komunitas Salihara Arts Center menggelar seri kelas filsafat yang membahas fenomena dunia digital yang terbagi ke dalam tiga putaran.

Setelah sukses dengan putaran pertama yang membahas hubungan antara manusia dengan dunia digital dari sudut pandang antropologi, kali ini Komunitas Salihara kembali hadir dalam putaran kedua dengan tema Etika: Moral dan Dunia Digital. Putaran kedua ini masih diampu oleh peneliti di bidang Filsafat Politik, FIlsafat Ilmu, dan Kebijaksanaan Timur, Reza A.A. Wattimena. 

Tema Etika: Moral dan Dunia Digital membahas bagaimana persoalan etika dan moralitas di dalam dunia digital kita lihat melalui perspektif dan pemikiran filsuf penting seperti Immanuel Kant, Karl Marx, maupun prinsip-prinsip dalam Buddhisme. Acara ini akan dibagi ke dalam empat sesi yang dilaksanakan pada 07, 14, 21, dan 28  Mei 2022 secara daring.  

 

Empat sesi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

 

  • Kant dan Tindakan Digital (07 Mei 2022 | 13:00 WIB)

Dalam sesi ini, peserta akan mendalami persoalan mengenai tipe tindakan baru yang lahir dari interaksi dunia digital yang dinamakan “tindakan digital”. Diskusi ini akan banyak mendalami masalah tersebut menggunakan perspektif etika dari Immanuel Kant.

 

  • Stoikisme untuk Para Pengguna Gawai (14 Mei 2022 | 13:00 WIB)

Di sesi kedua, para peserta akan melihat bagaimana nasihat-nasihat dalam stoikisme bisa diterapkan untuk menjaga kewarasan dalam hidup yang serba digital ini. Melalui kelas ini, peserta akan dibantu untuk menemukan jawabannya bersama termasuk dalam saran-saran untuk mengendalikan diri dalam menerima informasi di dunia maya.

 

  • Buddhisme dan Virtualitas (21 Mei 2022 | 13:00 WIB)

Melalui pandangan Buddhisme, para peserta kelas akan belajar dan mencari tahu apakah konsep “maya” dalam ajaran tersebut dapat memberikan pencerahan terhadap cara hidup manusia yang sudah bersentuhan terhadap kecanggihan teknologi sehingga menghasilkan realitas visual.

 

  • Marx dan Sosialisme Digital (28 Mei 2022 | 13:00 WIB)

Sesi terakhir ini akan memberikan jawaban akan seperti apa bentuk sosialisme digital itu menurut pandangan Karl Marx. Serta menemukan jawaban apakah kelas-kelas sosial yang diratakan di dalam dunia digital merupakan bentuk perwujudan mimpi dari utopia sosialisme sang filsuf tersebut.

Koordinator program edukasi Komunitas Salihara Arts Center, Rebecca Kezia memaparkan bahwa program kelas filsafat ini niscaya dapat merawat ruang berpikir kritis publik melalui sejarah dan teori para pemikir dunia. “Komunitas Salihara selalu mengambil tema-tema yang spesifik berkaitan dengan isu sosial, politik, bahkan fenomena-fenomena terkini di dunia digital yang semakin marak selama pembatasan sosial di masa pandemi. Tema pilihan tersebut kemudian dilihat dari kacamata filsafat bukan sebagai kebenaran cara pandang yang tunggal tapi jalan untuk melihat suatu isu dengan lebih luas dan kritis.”

*

Untuk informasi lebih lanjut tentang Kelas Filsafat Salihara silakan kunjungi website salihara.org dan media sosial kami. 

 

Tentang Reza A.A. Wattimena

Reza A.A. Wattimena adalah peneliti di bidang filsafat politik, filsafat ilmu dan kebijaksanaan timur. Ia meraih gelar Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Buku terbarunya adalah Urban Zen: Tawaran Kejernihan untuk Manusia Modern (2021). Untuk mengenal Reza lebih dekat, bisa mengunjungi profil lengkapnya di sini.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

asemic3

ASEMIC SOUND CYCLES

Representasi Seni dalam Memvisualisasikan Bunyi
Selasa-Minggu, 10-24 April 2022, 13:00-20:30 WIB
Galeri Salihara
Jl. Salihara No. 16, Jakarta Selatan

 

Jakarta, 09 April 2022 – Pada semester pertama di tahun 2022, Komunitas Salihara mengadakan pameran tunggal seniman Kanada, Félix-Antoine Morin yang bertajuk Asemic Sound Cycles. Pameran ini bisa menjadi pilihan kegiatan ngabuburit seni bagi seluruh warga DKI Jakarta dan sekitarnya di bulan Ramadan. Pameran ini adalah salah satu rangkaian tur pameran tunggal si seniman yang telah dilaksanakan di Prancis, Meksiko, dan Turki.

Asemic Sound Cycles adalah pameran yang khusus dibuat oleh Félix-Antoine Morin untuk Komunitas Salihara Arts Center. Karya-karya Morin dalam pameran ini menawarkan sebuah pengalaman berkesenian baru yang menampilkan kolase visual antara bunyi dan gambar. Pameran ini menjadikan Galeri Salihara sebagai satu-satunya platform untuk menikmati karya-karya Morin di Indonesia.

 

Tentang Pameran Asemic Sound Cycles

Asemic Sound Cycles memamerkan representasi bentuk musik berdasarkan repertoar komposisi yang digubah juga oleh Félix-Antoine Morin. Melalui konstruksi visual dan permainan ketukan, ia menciptakan hubungan antar bunyi dan mengubah nada-nada utama menjadi materi yang abstrak. Hasilnya adalah bentuk-bentuk karya yang puitis dan berirama dalam torehan-torehan grafis.

Karya media baru ini tidak hendak ditafsirkan dari sisi musikalitasnya. Kita dapat menikmati pengalaman estetik yang multitafsir berdasarkan keberagaman persepsi yang abstrak. Di sisi yang lain Asemic Sound Cycles hendak menunjukkan sisi kepekaan musik dan gambar dari si seniman.

Selain torehan-torehan grafis, karya lain dalam pameran ini adalah instalasi yang terletak di tengah Galeri Salihara. Terinspirasi oleh teknik “locked groove” yang ditemukan oleh Pierre Schaeffer pada pertengahan abad 20. Teknik tersebut hendak menjelaskan fenomena timbulnya bunyi saat jarum alat pemutar piringan hitam menyentuh alur-alur di piringan. Dengan metode serupa, instalasi bunyi karya Morin terdiri dari sebuah mikrofon yang mengeluarkan reaksi bunyi terhadap benda-benda yang dilewatinya di sepanjang lantai.

 

Tentang Félix-Antoine Morin

Félix-Antoine Morin belajar seni visual di Université du Québec à Montréal (UQAM) dan aransemen elektro akustik di Conversatory of Montreal. Ia pernah memenangkan penghargaan JTTP pada tahun 2008 dan menerima penghargaan Joseph S. Stauffer dari dewan kesenian Kanada pada tahun 2012. Karya-karyanya telah banyak dipamerkan di berbagai acara berskala nasional dan internasional.

Karya-karya Félix-Antoine Morin terinspirasi dari komposisi nada musik sakral dan tradisional yang banyak digunakan dalam berbagai ritual adat. Ia menjelajahi bermacam kemungkinan dan menciptakan karya melalui berbagai medium sehingga eksekusi karya-karyanya dapat diterjemahkan menjadi mantra-mantra yang puitis. 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

artcamgm

Membaca Pemikiran Goenawan Mohamad Bersama Penikmat Sastra di Seluruh Indonesia

Komunitas Salihara x Komunitas Utan Kayu
Art Camp: Membaca Goenawan Mohamad
Jumat-Minggu: 25-27 Maret 2022

Jakarta, 28 Maret 2022 Komunitas Salihara bekerja sama dengan Komunitas Utan Kayu telah sukses menggelar Art Camp: Membaca Goenawan Mohamad pada Jumat-Minggu, 25-27 Maret lalu. Acara ini menghadirkan 16 pembicara yang terdiri dari kalangan sastrawan, filosof dan akademisi lainnya. Terbagi ke dalam tujuh sesi, masing-masing pembicara memaparkan pemikiran mereka tentang tulisan-tulisan Goenawan Mohamad seputar sastra, filsafat dan demokrasi. 

Sebagai acara hybrid pertama di tahun 2022 ini, Art Camp diikuti oleh 25 peserta luring, dan 33 peserta daring dari berbagai kalangan yang tentunya memiliki satu visi yaitu hendak mengupas secara mendalam pemikiran Goenawan Mohamad. 

 

Karya yang Dapat Dinikmati Lintas Generasi

Karya Goenawan Mohamad tak terbatas pada generasi tertentu, terbukti dalam acara kemarin juga hadir peserta remaja yang ikut berdiskusi dan mengkritisi tulisan-tulisan Goenawan Mohamad yang genap berusia 80 pada tahun lalu. Ayu Utami, selaku Direktur Program Komunitas Utan Kayu dan Perumus Art Camp: Membaca Goenawan Mohamad mengatakan bahwa karya Goenawan Mohamad masih relevan untuk dibahas sampai sekarang terutama bagi mereka yang ingin mengasah kebebasan berpikir dan berekspresi. 

Melalui karya Goenawan Mohamad kita belajar sejarah bagaimana pemikiran Indonesia berkembang, kita belajar bagaimana berinteraksi dengan filsafat dunia, dan belajar mengasah kepekaan estetika juga. Itulah yang dibutuhkan untuk mengisi kebebasan berpikir dan ekspresi.”

Maka tidak heran, bahwa tulisan Goenawan Mohamad masih mendapat tempat di kalangan generasi muda yang tertarik mendalami dan memahami sosoknya yang banyak dikenal sebagai salah satu tokoh jurnalis penting Indonesia.

Salah satu peserta Art Camp: Membaca Goenawan Mohamad, Thalia (17) memaparkan bahwa kegiatan ini membuka lebih banyak lagi wawasan terutama bagi dirinya yang menyukai sastra dan filsafat. Seluruh diskusi yang dipaparkan oleh pemateri justru menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru selepas sesi usai. 

“Itu sih yang menarik, menjadi pemikir itu seperti itu toh. Materi yang diberikan tadi justru meninggalkan kita banyak pertanyaan yang memancing untuk lebih mencari tahu dan memperdalam lagi pemahaman kita, itu sih yang asik banget menurutku.”

Peserta lain Tamara (18), memiliki respon yang berbeda, pertanyaan-pertanyaan yang muncul memotivasi dia untuk bertanya lebih banyak melalui sesi coffee break atau saat jamuan malam. 

“Serunya adalah, saat kita timbul banyak pertanyaan, aku bisa memanfaatkan sesi coffee break atau dinner untuk kembali menanyakan kepada pemateri untuk meminta penjelasan lebih. Karena jujur, kalau saat sesi QnA itu cukup intimidating karena bicara depan banyak orang. Ternyata para pemateri begitu hangat saat di-approached secara personal di sesi yang di luar sesi acara.”

 

Tentang Art Camp:

Kurangnya kajian mengenai pemikiran intelektual Indonesia mendorong Komunitas Salihara一bekerja sama dengan Komunitas Utan Kayu一untuk memulai program Art Camp, sebuah acara berkala mendiskusikan pemikiran para intelektual Indonesia. Art Camp hendak memperdalam pemahaman kita dengan membaca kembali karya-karya dari tokoh-tokoh yang telah memberikan sumbangan pemikiran dan gagasan di Indonesia. 

Acara ini pun menjadi acara luring perdana bagi Komunitas Salihara di masa pandemi COVID_19. Sehingga kegiatan ini menjadi pintu pembuka yang memotivasi kami untuk memulai kembali kegiatan yang sebenarnya sudah dirindukan baik bagi kami sendiri maupun para penikmat setia program-program seni di Komunitas Salihara.

Untuk mengetahui tentang Art Camp: Membaca Goenawan Mohamad baca di sini

 

Tentang Goenawan Mohamad:

 

Goenawan Mohamad atau akrab disapa GM lahir di Kabupaten Batang, 29 Juli 1941. Sebagai seorang intelektual, Goenawan Mohamad menempati posisi khas dalam perkembangan pemikiran seni di Indonesia. Ia berseberangan dengan Sutan Takdir Alisjahbana maupun Pramoedya Ananta Toer dalam hal hubungan seni dengan politik dan pembangunan. Tapi, seperti Takdir, ia mengolah filsafat Barat dengan tekun dan bergairah. Karya-karya Goenawan Mohamad dapat dikatakan tak lekang oleh waktu, karena meskipun ditulis pada masa kemarin, pemikirannya selalu relevan hingga saat ini. Ia sangat dikenal sebagai penulis Catatan Pinggir, esai-esai pendek di majalah Tempo yang sampai kini telah dibukukan dalam 14 jilid. Beberapa karya-karya terbaru Goenawan Mohamad adalah Estetika Hitam: Adorno, Seni, Emansipasi (2021); Rupa, Kata, Obyek, dan yang Grotesk: Esai-Esai Seni Rupa dan Filsafat Seni 1961-2021 (2021); Eco dan Iman (2021); Dari Sinai sampai Al-Ghazali (2021); dan Albert Camus: Tubuh dan Sejarah (2021).

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

artcamgm

Menelisik Gagasan Seorang Tokoh Intelektual dalam ART CAMP: MEMBACA GOENAWAN MOHAMAD

25-27 Maret 2022
Komunitas Salihara & Zoom webinar

 

Kurangnya kajian mengenai pemikiran intelektual Indonesia mendorong Komunitas Salihara一bekerja sama dengan Komunitas Utan Kayu一untuk memulai program Art Camp, sebuah acara berkala mendiskusikan pemikiran para intelektual Indonesia. Art Camp hendak memperdalam pemahaman kita dengan membaca kembali karya-karya dari tokoh-tokoh yang telah memberikan sumbangan pemikiran dan gagasan di Indonesia.

Memperingati usia Goenawan Mohamad yang ke-80 pada 2021 lalu, Art Camp tahun ini mengangkat pembacaan terhadap karya-karya Goenawan Mohamad serta sumbangsihnya kepada dunia seni, sastra, jurnalistik, filsafat dan demokrasi di Indonesia.

Pemilihan Goenawan Mohamad sebagai tokoh yang dibahas dalam Art Camp juga didasari atas relevansi karya-karyanya di zaman sekarang ini, di mana kini kebebasan berekspresi dan sikap kritis mulai terkungkung kembali karena sikap dogmatisme, fundamentalisme dan ujaran-ujaran kebencian. Melalui karya-karya Goenawan Mohamad, kita bisa belajar mengenai sejarah pemikiran di Indonesia dan polemiknya, serta pandangan dan sikapnya mengenai kemanusiaan, seni dan filsafat, beririsan dengan itu juga: politik dan agama.

Art Camp menampilkan beragam diskusi menarik bersama para penulis dan intelektual Indonesia dari pelbagai generasi. Mereka akan menanggapi pemikiran Goenawan Mohamad yang ditulis pada masa kemarin hingga hari ini.

Ni Made Purnama Sari, penulis dan salah seorang pemateri dalam acara ini mengatakan sosok Goenawan Mohamad merupakan tokoh yang mengedepankan kritik elaboratif sebagai upaya dialog dengan pemikiran-pemikiran seni budaya yang berbeda.

“Goenawan Mohamad  adalah sosok yang memiliki dimensi kekaryaan luas. Dari sisi genre, dia menulis puisi, prosa, naskah drama, serta esai-esai budaya. Dari sisi tematik, dia mengolah khazanah tradisi hingga penjelajahan ke pemikiran modern. Dia tumbuh dari generasi intelektual pada zamannya yang masih mengedepankan kritik elaboratif sebagai upaya dialog dengan pemikiran-pemikiran seni budaya yang berbeda, meskipun tradisi ini mengalami represi kekuasaan negara.”

Purnama menambahkan, “dan sayangnya, tradisi intelektual seperti ini kian memudar akibat perkembangan teknologi, media sosial dan perilaku kita berinteraksi di dunia maya: kritik elaboratif tidak hadir sebagai upaya membangun silang pendapat yang membangkitkan pengetahuan, bahkan kesadaran.”

Selain itu Art Camp dapat menjadi jawaban akan kerinduan para peminat sastra dan filsafat yang selama dua (2) tahun ini tidak dapat berdiskusi secara langsung karena pandemi Covid-19. Kegiatan ini adalah langkah awal Komunitas Salihara untuk mempertemukan para penikmat sastra dan filsafat dari Jakarta dan sekitarnya secara langsung.

Art Camp diadakan selama akhir pekan secara hybrid (luring dan daring). Pada kegiatan luring, para peserta akan mengikuti acara di Salihara dengan protokol kesehatan yang ketat. Para peserta luring pun dapat berinteraksi langsung dengan para pembicara. Sedangkan untuk kegiatan daring, peserta bisa mengikuti materi-materi pembicara dari rumah melalui Zoom Meeting.

Rangkaian materi yang bisa diikuti para peserta terbagi ke dalam beberapa sesi, di antaranya adalah:

Jumat, 25 Maret 2022
Sesi 1 | 15:30 WIB – Di Antara Sajak dan Intelektualisme
Pembicara: Ni Made Purnama Sari, Nirwan Dewanto, Triyanto Triwikromo
Moderator: Avianti Armand
19:00 WIB (khusus luring) – Diskusi dan Musik
Goenawan Mohamad, Seni dan Kebebasan
Bersama Ayu Utami dan Sri Hanuraga

Sabtu, 26 Maret 2022
Sesi 2 | 10:00 WIB – Adorno: Bagaimana Seni Membebaskan?
Pembicara: Fitzerald K. Sitorus & Bambang Sugiharto
Moderator: Akhmad Sahal

Sesi 3 | 13:00 WIB – Nietzsche: Mungkinkah Ambiguitas Dijelaskan?
Pembicara: A. Setyo Wibowo & Yulius Tandyanto
Moderator: Martin Sinaga

Sesi 4| 15:30 WIB – Rancière: Apakah Politik Selalu Tentang Kekuasaan?
Pembicara: A. Setyo Wibowo & Sri Indiyastutik
Moderator: Martin Sinaga

Sesi 5 | 19:00 WIB – Dari Marx ke Derrida: Masih Adakah Humanisme?
Pembicara: Y.D. Anugrahbayu & Martin Suryajaya
Moderator: Akhmad Sahal

Minggu, 27 Maret 2022
Sesi 6 | 10:00 WIB – Jurnalisme, Demokrasi dan Pergulatannya
Pembicara: Agus Sudibyo dan Donny Danardono
Moderator: Arif Zulkifli

Sesi 7 | 14:00 WIB – Tuhan dan Hal-hal yang Tidak Selesai
Pembicara: Ayu Utami dan Ulil Abshar Abdalla
Moderator: Nong Darol Mahmada
Direktur Program Komunitas Utan Kayu dan Perumus Art Camp: Membaca Goenawan Mohamad, Ayu Utami memaparkan bahwa pemilihan tema dan pembicara dalam acara ini secara garis besar memiliki dua tema utama: filsafat dan pemikiran tentang seni. Tapi, beririsan dengan dua tema utama itu adalah isu politik dan agama. Tema filsafat dibahas oleh para ahli dalam studi filsafat. Tema pemikiran seni oleh praktisi.

“Kita mengundang pembicara ahli untuk tema itu dan melihat bagaimana GM mengolah pemikiran tersebut. Untuk seni, juga agama, kita memilih orang-orang yang juga terlibat di dalam dunia kesenian yang memikirkan bagaimana seni, bahasa, dan agama berperan atau berhubungan dalam masyarakat,” lanjut Ayu Utami.

Melalui tujuh (7) sesi yang dipaparkan di atas, para peserta diharapkan bisa berkenalan dengan garis besar sejarah pemikiran Indonesia dan dunia melalui kacamata Goenawan Mohamad. Diharapkan pada akhir sesi, peserta bisa memetakan isu pemikiran, politik, dan seni baik dari konteks sejarah nasional maupun dunia.

Diskusi ini juga bisa menjadi perkenalan sosok Goenawan Mohamad kepada para pembaca yang menaruh minat terhadap perkembangan intelektual di Indonesia. Bagi para pembaca yang ingin mengenal Goenawan Mohamad bisa memulai dengan merujuk rekomendasi bacaan dari Ayu Utami yaitu sajak-sajak karya Goenawan Mohamad, atau bisa juga dengan membaca novel pendeknya yang berjudul Surti dan Tiga Sawunggaling.

Ayu Utami menambahkan, “untuk pembaca yang ingin tahu garis besar pemikiran Goenawan Mohamad tentang tokoh-tokoh penting dalam sejarah Indonesia, bisa baca Pembentuk Sejarah: Pilihan Tulisan Goenawan Mohamad, terbitan KPG, Freedom Institute  dan Komunitas Salihara.”

 

Tentang Goenawan Mohamad:

Goenawan Mohamad atau akrab disapa GM lahir di Kabupaten Batang, 29 Juli 1941. Sebagai seorang intelektual, Goenawan Mohamad menempati posisi khas dalam perkembangan pemikiran seni di Indonesia. Ia berseberangan dengan Sutan Takdir Alisjahbana maupun Pramoedya Ananta Toer dalam hal hubungan seni dengan politik dan pembangunan. Tapi, seperti Takdir, ia mengolah filsafat Barat dengan tekun dan bergairah. Karya-karya Goenawan Mohamad dapat dikatakan tak lekang oleh waktu, karena meskipun ditulis pada masa kemarin, pemikirannya selalu relevan hingga saat ini. Ia sangat dikenal sebagai penulis Catatan Pinggir, esai-esai pendek di majalah Tempo yang sampai kini telah dibukukan dalam 14 jilid. Beberapa karya-karya terbaru Goenawan Mohamad adalah Estetika Hitam: Adorno, Seni, Emansipasi (2021); Rupa, Kata, Obyek, dan yang Grotesk: Esai-Esai Seni Rupa dan Filsafat Seni 1961-2021 (2021); Eco dan Iman (2021); Dari Sinai sampai Al-Ghazali (2021); dan Albert Camus: Tubuh dan Sejarah (2021).

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center merupakan sebuah Institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

Untuk mengetahui jadwal pertunjukan dan pameran berikutnya sila kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara atau hubungi: media@salihara.org