Landung Simatupang dan Kisah Seni Peran

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp

Catatan pendek Pentas Ceramah: 50 Tahun Seni Peran di Jalur Olahraga Kesehatan

Pentas Ceramah ini dimulai dengan kemunculan seorang perempuan yang meminjam mikrofon pada mc. Ia mengabarkan bahwa penampil utama malam itu mengalami sedikit demam panggung, maka penonton diminta menunggu sejenak. Penonton dibuat ikut panik dan bertanya-tanya “benarkah ia demam panggung?”. Mengingat penampil utama ini adalah seorang aktor, sutradara, penulis, dan penerjemah, Landung Simatupang, tentu kerja-kerjanya tidak jauh-jauh dari panggung, mustahil jika ia demam panggung. Lalu sembari menunggu kemunculan Landung Simatupang, fragmen pertama pada ceramah ini pun dimulai. Menampilkan adegan dari lakon Pagi Bening karya Serafin dan Joaquin Alvarez Quintero yang diterjemahkan oleh Sapardi Djoko Damono. Naskah ini pernah disutradarai oleh Landung Simatupang dalam pementasan Teater Stemka, dua tahun lalu di Yogyakarta.

Pentas Ceramah bertajuk 50 Tahun Seni Peran di Jalur Olahraga Kesehatan yang tampil di panggung SIPFest 2024 pada 13-14 Agustus lalu, membedah bagaimana pengalaman Landung Simatupang dalam dunia seni peran yang ia jalani selama 50 tahun. Setelah fragmen Pagi Bening, Landung Simatupang memasuki panggung dan mulai bercerita. Tak hanya perihal pengalamannya dalam dunia seni peran, Landung Simatupang juga berbagi bagaimana mulanya ia masuk dalam dunia seni peran melalui kegiatan badminton di masa kecil. Kemudian cerita pengalamannya berkembang hingga ke bagaimana ia bergabung dengan Teater Stemka dan Teater Mandiri saat di Yogyakarta.

Salah satu kisahnya yang menarik adalah perkenalannya dengan tokoh komponis Cornel Simanjuntak. Melalui penelusuran ulang tentang pertemanan ayahnya dengan tokoh tersebut, Landung kemudian menyusunnya menjadi sebuah pertunjukan bertajuk Selincam Cornel Simanjuntak dan menyutradarai pertunjukan tersebut. Dalam Pentas Ceramah ini, ia juga menampilkan fragmen adegan Selincam Cornel Simanjuntak dan berperan sebagai ayahnya sendiri.

Landung Simatupang juga menekankan pentingnya pelisanan dalam seni peran. Pelisanan adalah salah satu hal terpenting dalam kerja-kerja ini. Salah satu upaya untuk mempertajam pelisanan adalah dengan pembacaan dramatik. Dalam perjalanan kariernya, Landung melakukan ‘pentas baca’ untuk membacakan cerita pendek dari sastrawan terkemuka Indonesia seperti Umar Kayam, Sindhunata, Danarto, Hamsad Rangkuti, Kuntowijoyo, Ayu Utami dan Pramoedya Ananta Toer. Untuk menunjukkan bagaimana teknik pelisanan yang ia geluti, Landung menjahit ceritanya dengan menampilkan fragmen pembacaan naskah Aku Diponegoro dari Babad Diponegoro dan pembacaan dramatik lakon Pengakuan karya Anton Chekov. Ketika mendengar bagaimana Landung Simatupang membacanya, penonton akan sangat yakin bahwa inilah yang disebut ‘pelisanan’. Terang, jelas, tak berlebihan dan tetap setia pada suasana cerita naskah.

Pentas Ceramah ini diakhiri dengan diskusi pendek antara Landung Simatupang dan penonton, dipandu oleh moderator Hendromasto sebagai Kurator Teater Komunitas Salihara. Dalam ceramahnya, kita bisa menangkap bahwa Landung Simatupang tidak hendak mengkotak-kotakan bagaimana metode dalam pertumbuhan kerja-kerja seni peran. Ada yang menggunakan teknik latihan yang keras, ada juga yang fokus pada bagaimana cara lebih fasih dalam pelisanan. Semua teknik itu sah dan terbuka untuk dipelajari. Sebab kerja-kerja teater di hari ini tak hanya persoalan bagaimana memainkan ‘peran’ tokoh dalam sebuah naskah. Teater juga sebuah ruang untuk bersiasat, berbaur, dan mendekati masyarakat. Teater juga turut membentuk cara pandang publik pada suatu fenomena. Pentas Ceramah Landung Simatupang membuka wacana yang menarik tentang bagaimana manusia dan seni peran sesungguhnya tidak berjarak, ia selalu tumbuh di tengah-tengah kehidupan kita.

Shopping Basket

Berlangganan/Subscribe Newsletter