Memahami Perkembangan Dunia Digital dalam Perjalanan Sejarah Manusia melalui Kacamata Filsafat

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp

Seri Kelas Filsafat Manusia dan Dunia Digital
Antropologi: Manusia dan Dunia Digital
Pengampu: Reza A.A. Wattimena
Setiap Sabtu, 05, 12, 19, 26 Februari 2022, 13:00 WIB
Zoom Webinar

Jakarta, 10 Januari 2022 – Revolusi digital telah mengubah modes of being kita. Dunia digital ada secara paralel dengan dunia korporeal. Kita hidup dalam keduanya. Bagaimana filsafat menanggapi perubahan ini? Mengusung tema besar Manusia dan Dunia Digital, tahun ini Komunitas Salihara Arts Center menggelar seri kelas filsafat yang membahas fenomena dunia digital yang kita alami dan berbagai perubahannya dari perspektif antropologi, etika dan epistemologi.

Seri kelas filsafat tahun ini dibagi dalam tiga putaran. Pertama, melalui perspektif antropologi (Februari) kita akan membahas bagaimana eksistensi pikiran manusia ketika berhadapan dengan “kemayaan realitas” di dunia digital. Kedua, dari perspektif etika (Mei), kita akan membahas berbagai cabang filsafat Barat dari yang klasik hingga mutakhir dalam mempersepsikan dunia virtual. Ketiga, melalui perspektif epistemologi (November), kita akan membahas kata-kata kunci terpenting dari filsafat Barat kontemporer (demokrasi dan sosialitas) dan kaitannya dengan watak dunia digital.

Untuk putaran pertama dan kedua, kelas diampu oleh Reza A.A. Wattimena (peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur). Adapun pada putaran ketiga kelas diampu oleh F. Budi Hardiman (alumnus Hochschule für Philosophie München dan pengajar di Universitas Pelita Harapan).

*

Putaran pertama berjudul Antropologi: Manusia dan Dunia Digital. Di sini kita akan membahas bagaimana manusia dan dunia digital dilihat melalui sudut pandang antropologi. Dibagi dalam empat pertemuan, kelas akan berlangsung secara daring setiap Sabtu, 05, 12, 19, 26 Februari 2022 pukul 13:00 WIB.

Reza A.A. Wattimena, pengampu kelas sekaligus penulis buku Urban Zen (2021) menuturkan bahwa dunia digital banyak memberikan pengaruh baik terhadap cara berpikir, pola hubungan antar sesama manusia, dan pemaknaan identitas. “Makna kenyataan dan identitas berubah total. Kenyataan tidak lagi sekadar kenyataan fisik, tetapi juga kenyataan digital yang dibentuk oleh angka dan algoritma. Pola hubungan antar manusia pun berubah. Ada peluang kemajuan, sekaligus ancaman kehancuran peradaban. Filsafat-filsafat sebelumnya tak lagi mampu menanggapi kompleksitas yang terjadi. Diperlukan pemaknaan reflektif dan kritis yang lebih sesuai.”

“Dunia digital mengubah hidup manusia, dan bahkan mengubah jati diri kita sebagai manusia.” Reza menambahkan bahwa keempat diskusi ini ingin memberikan kejernihan pemahaman atas revolusi digital yang terjadi, sekaligus menawarkan arah, sehingga keseimbangan hidup bisa terjaga di masa revolusi digital ini.

 Pertemuan pertama dimulai dengan sub materi “Zen, Ilusi Ego dan Internet” yang membahas bagaimana Zen dapat membantu memahami ego di era digital. Pertemuan kedua “Nietzsche dan Cyborg” kita akan berdiskusi tentang konsep “manusia atas” dari Nietzsche yang telah mengantisipasi realitas pasca-humanisme antara manusia dan mesin.

Pertemuan ketiga “Neurofilosofi dan Manusia Digital” kita akan membahas perkembangan baru dalam neurofilosofi yang telah banyak mengubah pemahaman kita tentang kesadaran di era digital. Pertemuan terakhir “Panpsikisme dan Kesadaran Digital” akan membahas sejauh mana dunia digital mendukung panpsikisme yaitu sebuah pemahaman bahwa semua hal termasuk benda-benda yang ada di dunia memiliki kesadarannya masing-masing.

Koordinator program edukasi Komunitas Salihara Arts Center, Rebecca Kezia memaparkan bagaimana teknologi berkembang begitu pesat dan memainkan peran penting terutama di masa pandemi ini. “Kita melihat dan merasakan bagaimana teknologi berkembang pesat dan sejumlah peranti di dalamnya memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Apalagi di masa pandemi yang membatasi ruang gerak kita di dunia fisik, kian mempercepat keakraban kita dengan teknologi dan ruang-ruang digital.” Rebecca menambahkan bahwa sesuai dengan tujuan kelas filsafat, Komunitas Salihara ingin mengajak publik memaknai perubahan dan kenyataan hari ini melalui pemikiran filsafat dari sejumlah tokoh penting seperti Nietzsche, Kant, Marx hingga prinsip pemikiran Buddhisme.

Program Kelas Filsafat ini niscaya dapat merawat ruang berpikir kritis publik melalui sejarah dan teori para pemikir dunia. Rebecca juga mengatakan bahwa Komunitas Salihara selalu mengambil tema-tema yang spesifik berkaitan dengan isu sosial, politik, bahkan fenomena-fenomena terkini di dunia digital yang semakin marak selama pembatasan sosial di masa pandemi. Tema pilihan tersebut kemudian dilihat dari kacamata filsafat bukan sebagai kebenaran cara pandang yang tunggal tapi jalan untuk melihat suatu isu dengan lebih luas dan kritis.

Untuk informasi lebih lanjut tentang Kelas Filsafat Salihara silakan kunjungi website salihara.org dan media sosial kami.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

Shopping Basket

Berlangganan/Subscribe Newsletter