Mengenal Remy Sylado dan Sejarah Puisi Mbeling

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp

Puisi tak selamanya harus indah. Adakalanya para sastrawan ingin mengungkapkan kejengkelan dan protes. Jika puisi liris identik dengan balutan kata yang indah, puisi non liris berlaku lain. Ia melepaskan diri dari kungkungan kaidah estetika penulisan yang ada.

Kali ini kita akan berkenalan dengan Remy Sylado, sastrawan kelahiran Makassar yang mempelopori sebuah istilah dan gerakan dalam dunia sastra pada 1970-an, yaitu puisi mbeling. Apa itu puisi mbeling?

Sebelum ada istilah mbeling, penyair W.S Rendra pernah mengatakan bahwa kemapanan budaya harus dibongkar dengan sikap urakan. Tapi bagi Remy, istilah yang lebih tepat bukanlah itu, melainkan dengan sikap mbeling, yang dalam bahasa Jawa berarti nakal atau kurang ajar. Ide besar mbeling di sini adalah untuk menanggapi kemapanan budaya yang berlaku pada masa itu. Kritik, kelakar dan sindiran menggunakan bahasa sehari-hari adalah ciri khas puisi mbeling. Salah satunya, coba intip satu bait di bawah ini:

 

Menyingkat Kata

karena
kita orang Indonesia
suka
menyingkat kata wr. wb.
maka
rahmat dan berkah Ilahi
pun
menjadi singkat
dan tak utuh buat kita.

 

Nah, mau tahu seperti apa kisah seluk-beluk lahirnya puisi mbeling ini? Yuk simak empat poin menarik ini untuk mengetahui kilas sejarahnya.

 

Bermula di Teater

Sebelum muncul sebagai istilah sastra, kata mbeling mulanya terdengar di seni teater, tepatnya di kelompok Dapur Teater 23761 yang didirikan Remy Sylado di Bandung. Benih gerakan ini mulai bergaung pada 1972 ketika ia mementaskan drama berjudul Genesis II.

Dalam pementasan teater itu Remy Sylado banyak menerima tanggapan mengenai penggunaan kata mbeling. Kata mbeling dirasa terlalu berani dan berkonotasi negatif. Gara-gara pementasan itu Remy diinterogasi polisi Bandung selama hampir dua minggu. Tapi berkat pementasan itu pula, makna kata mbeling tak melulu diasosiasikan dengan perilaku anarkis dan onar, melainkan juga cerdas dan bertanggung jawab.

 

Mbeling ke Ranah Sastra

Istilah mbeling kemudian beralih ke dunia sastra ketika Remy Sylado berkarir di majalah Aktuil. Masih pada tahun yang sama ketika Remy Sylado mementaskan drama Genesis II, Puisi Mbeling muncul sebagai salah satu rubrik di majalah tersebut. Ia sendiri yang mengelola rubrik itu. majalah Aktuil adalah majalah budaya populer yang punya banyak pembaca pada 1970an. Sejak itu pula istilah puisi mbeling kian populer dan menjadi peristiwa baru dalam dunia sastra Indonesia.

 

Fenomena Sosial dan Budaya di Bandung

Ketika istilah puisi mbeling muncul, Bandung (kota bermukim Remy Sylado) sering disebut sebagai kota para hippies-nya pulau Jawa. Para perupa mulai memenuhi tembok-tembok jalan dengan grafiti-grafiti. Mungkin anak-anak muda Bandung pada masa itu terpengaruh kaum hippies dari Amerika Serikat. Kita sering mendengar slogan “Make love not war” yang dilontarkan kaum hippies Amerika Serikat sebagai kritik perang di Vietnam.

Belum lagi kenakalan remaja, seks bebas dan lain-lain yang menjadi fenomena sosial dan budaya di kota Bandung pada 1970an. Bahkan lagu populer “San Francisco (Be Sure to Wear [Some] Flowers in Your Hair” dari Scott McKenzie diganti liriknya oleh anak-anak muda di kota Bandung menjadi:

 If you’re going to Bandung, be sure to wear some flowers in your hair.

 

Menginspirasi Generasi Muda

Majalah Aktuil sejatinya adalah majalah musik, budaya pop dan gaya hidup anak muda pada era 70an. Apa yang dikerjakan Remy Sylado ternyata menarik perhatian banyak penulis. Puisi mbeling menjadi sebuah gerakan. Secara tak langsung Remy Sylado mengajak anak-anak muda pada masa itu untuk menulis dan memperkenalkan bahwa sastra tak melulu “berat”. Ada ratusan sajak-sajak mbeling yang masuk meja redaksi. Penulis seperti Seno Gumira Ajidarma, Noorca M. Massardi, Yudhistira A.N.M. Massardi pernah mengirim sajak-sajak mbeling mereka ke majalah Aktuil.

Itu dia empat kilas sejarah menarik tentang puisi mbeling. Kalau menurutmu, puisi yang bagus itu seperti apa sih? Selain Remy Sylado, kita juga punya sastrawan lain yang juga gemar menulis puisi tanpa gaya liris. Ada yang bisa tebak siapa saja sastrawan itu? Yuk tonton Peta Sastra Indonesia episode 11 untuk berkenalan dengan mereka. Klik di sini untuk menonton ya!

Shopping Basket

Berlangganan/Subscribe Newsletter