Sosi dan Memori Kusam yang Tersebar di Sana-Sini

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp

Ditulis oleh: Cliff Moller

 

Helateater 2023: Teater Objek

“Sosi bisa menjadi perenungan atas sesuatu yang tak terhindarkan di masa depan: menua, sendirian dan terlupakan.”

Flying Balloons Puppet menampilkan pertunjukan yang menggabungkan aktor dan boneka foto: Witjak Widhi Cahya

 

Didatangkan langsung dari Yogyakarta, Flying Balloons Puppet (FBP) hadir pada 18 dan 19 Februari lalu, membawakan pertunjukan perdananya di Teater Salihara dengan tajuk Jalinan Kusam di Lemari Sosi. FBP menjadi satu dari empat penampil yang terpilih dalam program Undangan Terbuka Helateater 2023 sekaligus menjadi pertunjukan pembuka perhelatan festival teater yang berjalan selama satu bulan ke depan.

Jalinan Kusam di Lemari Sosi dibuka dengan kemunculan sepasang dalang (puppeteer) laki-laki dan wanita yang diperankan oleh Rangga Dwi A. (Asisten Sutradara) dan Meyda Bestari (Sutradara), hadir sesaat begitu lampu menyala diiringi suara gemerincing kunci yang memenuhi ruangan. Keduanya didandani begitu identik, dengan potongan rambut dan kostum yang sama.

Tata panggung tersusun simetris dengan berbagai laci bertumpuk mengisi seluruh ruang; dua di kiri, dua di kanan, dan satu laci persegi di tengah. Artistik lantai panggung diset seolah berada di dalam rute microchip, seperti hendak merepresentasikan bahwa cerita ini memang berkaitan dengan memori si Sosi, sang tokoh utama pementasan ini.

Kedua dalang ini juga berperan sebagai aktor, mereka memulai pertunjukan tanpa melibatkan boneka Sosi terlebih dahulu. Dengan memainkan dua buah payung putih yang dibuka tutup, dua aktor berjalan menuju arah boneka Sosi yang sedang bersandar di pojok panggung.

Sosi mulai digerakkan, dia terbangun dengan keadaan menggerutu. Wajahnya tua, rambutnya putih, dan raut mukanya sayu. Ia terlihat mencari-cari sesuatu di balik laci yang juga berperan sebagai alas tidurnya. Jalan cerita ini terfokus kepada Sosi yang membuka laci satu per satu. Satu laci dibuka, satu objek ditemukan mulai dari buku, busana, hingga permen. Setiap reaksi yang ditampilkan pun berbeda, ada yang sedih, kehilangan gairah, bahkan rasa kesal.

 

Mencari “Kunci” yang Tersebar di Fragmen Ingatan Sosi.

Dalam pertunjukan yang berdurasi 40 menit ini, kita diajak untuk mencari tahu apa yang sebenarnya Sosi cari. Suara kunci di awal adegan bisa menjadi tanda bahwa ada “kunci” yang hilang di dalam ingatannya. Reaksi yang Sosi berikan juga mengindikasikan rasa tidak puasnya terhadap memori-memori yang ia temukan selama mengobrak-abrik isi laci/lemari yang ia tapaki selama jalannya pertunjukan.

Bahkan di satu bagian, ada adegan di mana sang aktor wanita, mengambil sebuah bra yang terjemur di seutas tali. Ia mengambil bra itu dan membawanya di sebelah Sosi yang terduduk di tengah panggung. Lewat bra tersebut, aktor memanipulasi objek yang ia pegang, mengubah fungsi sebuah bra menjadi tas tangan, alat rias, hingga bercermin menggunakannya. Saya menangkap, ia saat ini bukan berperan sebagai dalang, melainkan sebagai aktor yang merepresentasikan masa muda Sosi. Adegan ini juga memperlihatkan aktor mengambil sebuah bingkai dan memanipulasinya seolah bingkai tersebut adalah cermin. Sosi melihat aktor wanita lewat cermin tersebut, meraba wajahnya, lalu wajahnya sendiri dan ekspresi marah ia munculkan serta menjauhkan bingkai tersebut dari wajahnya. Lagi, Sosi tidak puas terhadap apa yang ia temukan.

Sosi dan pantulannya di cermin / Foto: Witjak Widhi Cahya

 

Cerita ini pun berakhir dengan Sosi yang terduduk diam di dalam sebuah lemari kecil setelah berkali-kali ditunjukkan adegan repetitif kala ia menapaki tangga tanpa henti hingga akhirnya Sosi lelah dan berhenti mencari. Dalam kesendiriannya, Sosi terduduk dengan wajah yang menghadap ke arah bangku penonton. Lagi, sang dalang berperan menjadi aktor, membalut dirinya dengan tali-tali, membawa sebuah laci atas kepalanya,  menaiki tangga tribun, menaruh laci di tangga, duduk di bangku penonton, dan meninggalkan Sosi di panggung, sendiri. Di panggung, aktor yang lain menyalakan lampu di dalam lemari tempat Sosi duduk, seolah ia bertatapan dengan aktor yang di tribun, saling tatap, hingga akhirnya lampu gelap total.

Adegan akhir di mana Sosi terduduk di dalam lemari / foto: Witjak Widhi Cahya

 

Pentas Segar yang Dinantikan Perkembangannya

Bagi saya Jalinan Kusam di lemari Sosi cocok untuk mereka yang senang akan dinamika antara dalang dan boneka dalam kemasan teatrikal serta menikmati unsur-unsur estetika yang disajikan. Namun bagi penonton yang suka akan plot yang tertata dan literal mungkin akan sulit menikmati pertunjukan ini. Posisi duduk juga menentukan dalam menikmati pertunjukan ini. Tata panggung yang disusun sedemikian rupa, ternyata tidak bisa menjangkau seluruh penonton untuk bisa menikmati pengalaman yang sama, ekspresi Sosi dan ukurannya yang terbilang sedang ke kecil sulit dinikmati oleh mereka yang mendapat posisi duduk di atas.

Pementasan ini juga dilengkapi dengan sesi tanya jawab yang bisa dilakukan pascapertunjukan; sesuatu yang menyenangkan terlebih penonton cukup antusias untuk melihat langsung boneka Sosi lebih dekat untuk berfoto maupun menanyakan hal-hal yang mungkin tidak terjawab.

Hingga akhir pertunjukan saya masih menganggap Sosi adalah bentuk refleksi yang terjadi di masa tua nanti. Renungan akan hidup sendiri, menua, melupakan dan dilupakan menjadi sorotan utama yang saya tangkap selama pertunjukan. Kelompok ini bisa menjadi angin segar sebagai kelompok seni alternatif di bidang teater. Objek boneka yang menjadi sorotan utama kelompok ini, hingga pengalaman bermain di berbagai tempat baik skala nasional dan internasional menjadikan kelompok ini patut dinantikan kehadirannya di pertunjukan-pertunjukan teater boneka selanjutnya.

 

Shopping Basket

Berlangganan/Subscribe Newsletter