Pertunjukan The Last Geishas karya Shingo Ōta dan Kyoko Takenaka membuka ruang refleksi tentang kelangsungan salah satu tradisi tertua Jepang yang kini berada di ambang kepunahan: geisha. Karya ini bukan sekadar pertunjukan teater, melainkan bentuk dokumenter hidup yang menggabungkan riset lapangan, performans, dan kritik sosial. Dengan mengandalkan perpaduan teks, video, musik, serta gerak tubuh, The Last Geishas menjadi medium untuk mempertanyakan, sekaligus merayakan, eksistensi para penjaga seni klasik Jepang di tengah arus modernitas.
Ōta dan Takenaka memulai proyek ini dari pertanyaan: siapa sebenarnya geisha masa kini? Apakah mereka sekadar daya tarik wisata atau penjaga tradisi yang diwariskan sejak abad ke-17? Untuk menjawabnya, keduanya melakukan penelitian mendalam di berbagai daerah Jepang, menghadiri pelatihan menari dan bermain musik, hingga mengenakan kimono serta tampil dalam jamuan tradisional. Dari proses itu, mereka menemukan sosok Hidemi, geisha terakhir dari Kinosaki, yang menjadi penghubung antara dunia lama dan dunia baru. Hidemi bukan hanya pelaku seni, tetapi juga guru bagi generasi muda yang masih berusaha memahami nilai dari profesi yang kian terpinggirkan ini.
Di atas panggung, The Last Geishas dihidupkan oleh dua penampil utama yang diperankan oleh Shingo Ōta dan Kyoko Takenaka, dengan iringan gitaris Kazuhisa Uchihashi. Pertunjukan ini menampilkan serangkaian adegan yang meniru sekaligus menafsirkan ulang gerak, musik, dan suasana khas dunia geisha. Penonton diajak menyaksikan proses pembelajaran, keraguan, serta refleksi yang dialami oleh para pembuat karya. Tidak ada jarak antara dokumentasi dan panggung, bahwa tubuh para pemain menjadi alat pencatat, menampilkan memori dan perasaan yang tidak bisa diungkap hanya dengan kamera atau pena.
Baca: [Teater] Anubis: Ritual Kematian dalam Balutan Puitis nan Humoris
Munculnya The Last Geishas
Inspirasi karya ini berawal pada 2022 ketika Ōta membaca kesaksian seorang mantan maiko (calon geisha) yang mengungkap sisi kelam industri geisha di Kyoto. Ia kemudian bertanya: mengapa budaya yang begitu kaya dan berakar kuat ini perlahan lenyap? Dalam catatan sutradaranya, Ōta menulis bahwa ia memilih “menggunakan tubuh sebagai kamera” untuk memahami dunia geisha dari dalam. Melalui pengalaman langsung, ia menemukan bahwa dunia ini tidak hanya berisi keindahan atau tradisi yang luhur, tetapi juga problematika sosial yang kompleks dengan seksisme, pelecehan, hierarki yang kaku, dan tekanan ekonomi. Namun, di balik semua itu, ia juga menemukan solidaritas, empati, dan semangat hidup yang membuat profesi ini tetap bertahan.
The Last Geishas pernah ditampilkan di Maison de la Culture du Japon à Paris pada 15-19 November 2024 sebagai bagian dari Festival d’Automne à Paris. Karya ini tidak hadir sebagai tudingan atau nostalgia romantis terhadap masa lalu, namun sebaliknya pertunjukan ini berfungsi menjadi cermin bagi masyarakat modern untuk menilai ulang makna “keindahan” dan “ketulusan” dalam seni. Di tengah isu eksploitasi dan komersialisasi budaya, Ōta dan Takenaka menegaskan bahwa keindahan sejati bukan terletak pada bentuk atau busana, tetapi pada cara manusia menjalani kehidupannya dengan keberanian dan kejujuran. Penonton akan diajak untuk menelusuri lapisan-lapisan makna di balik kimono dan tarian, serta melihat geisha bukan sebagai simbol eksotis, melainkan manusia dengan kompleksitasnya.
Baca: [Teater] Colette dan Kebebasan Tanpa Sensor
Melalui The Last Geishas, Shingo Ōta dan Kyoko Takenaka menunjukkan bahwa seni pertunjukan bukan hanya sarana hiburan, tetapi juga bentuk dokumentasi hidup yang mampu menjaga ingatan budaya. Di tengah modernitas yang sering mengikis tradisi, mereka menghadirkan karya yang mengundang perenungan tentang tubuh sebagai arsip, tentang keindahan yang tidak selalu gemerlap, dan tentang perempuan yang mempertahankan martabat di tengah perubahan zaman. The Last Geishas tidak hanya menjadi penghormatan bagi geisha terakhir Jepang, tetapi juga pengingat bagi kita semua bahwa setiap tradisi yang punah membawa serta sebagian dari kemanusiaan yang hilang.
Pertunjukan The Last Geishas dapat kita saksikan di Komunitas Salihara pada Sabtu dan Minggu, 15-16 November 2025. Kunjungi https://tiket.salihara.org/acara/the-last-geishas untuk informasi lebih lengkap dan pembelian tiket.