Visualisasi Pengalaman Ketindihan Lewat Tari Sleep Paralysis oleh Fitri Setyaningsih

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp

Teater Salihara, 20 & 21 Agustus 2022 | 19:00 WIB (Sabtu) & 16:00 WIB (Minggu)

Jakarta, 24 Agustus 2022 – Setelah lama tidak tampil di Komunitas Salihara sejak 2016 lalu, Fitri Setyaningsih akhirnya hadir kembali membawakan pertunjukan tari Sleep Paralysis. Karya ini sukses ditampilkan di hadapan 137 penonton  pada Sabtu (20 Agustus) dan Minggu (21 Agustus) lalu. Fitri tampil bersama timnya Fitri Dance Work, ia mengungkapkan rasa senangnya setelah tampil dan merasakan energi yang begitu positif mendukung kekaryaannya. 

Sleep Paralysis berangkat dari pengalaman ketindihan yang dialami oleh Fitri, di mana tubuh tidak bisa bergerak, mulut tidak bisa mengeluarkan suara tapi mata mampu mengamati kejadian di sekitarnya. Fitri mengolah ide ini selama dua tahun sejak 2020, berangkat dari pengalaman ketindihan yang kembali ia rasakan setelah 20 tahun tidak mengalami fenomena tersebut. Dalam mempersiapkan penampilan ini, Fitri mengolah pengalaman tersebut lewat latihan yang intensif selama tiga bulan dibantu oleh tim Fitri Dance Work.

“Tiga bulan memasuki ruang di antara dengan tim kerja yang sangat intens dan intim. Hampir setiap hari pada jam 6 sore hingga 12 malam kami berlatih (berusaha) membongkar dan menyerap intisari (fenomena ketindihan) dari sumber-sumber cerita maupun sumber medis yang semuanya masih dalam misteri.” 

Pertunjukan yang dilangsungkan di Teater Salihara ini berlangsung selama 35 menit yang dibuka dengan dua orang penampil berjalan pelan di atas tiga buah plat stainless berukuran besar yang dapat memantulkan bayangan dari sang penampil. Suasana pertunjukan dibangun misterius serta mencekam lewat instrumen yang repetitif dan bersuara keras. Semua dibalut begitu sempurna oleh koreografi yang ditampilkan Fitri Setyaningsih dan Luluk Ari Prasetya dengan gerakan tubuh yang menekan ke dalam, menarik ke atas dan ke bawah.

“Kami ingin membangun ruang suara yang menggetarkan isi panggung dan menggema di angkasa. Pilihan-pilihan gerak yang menekan ke dalam, menarik ke atas ke bawah dan upaya menghadirkan dimensi ruang yang berlapis dengan set plat stainless yang tertembak cahaya dan tertanam dalam lantai yang hitam dan besar.” Terang Fitri menjelaskan alur dari pentas Sleep Paralysis-nya.

Suasana di dalam ruang Teater Salihara juga dirasakan oleh beberapa penonton yang hadir dan ikut hanyut ke dalam emosi yang Fitri dan tim bangun. Salah satunya adalah Firda (25), karyawan swasta yang mengatakan bahwa menonton pertunjukan seperti ini memang sebaiknya dilakukan secara luring karena emosi yang ingin disampaikan jauh lebih terasa.

 “Bagus, dan langsung menangkap bahwa inilah yang namanya sleep paralysis. Lalu menurut aku (pertunjukan) secara offline itu lebih kerasa seperti tadi misalnya kalau sound seperti itu pasti tidak akan dapat feel-nya kalau aku tidak langsung menonton di sini.”

Selain Sleep Paralysis oleh Fitri Setyaningsih, Komunitas Salihara masih menyediakan dua pertunjukan luring yang dapat disaksikan setiap Sabtu dan Minggu hingga 04 September 2022 yakni: Amongraga oleh Komunitas Sakatoya dengan Ugo Untoro dan Let’s Save the Earth oleh Wayang Motekar. Tiket kedua pertunjukan ini bisa dipesan lewat musimseni.salihara.org

 

Tentang Fitri Setyaningsih:

Aktif mengembangkan gagasan dan kerja tubuh yang tak hanya mendalami tari, tapi juga melintasinya dalam praktik penelusuran makna tubuh pada semasa waktu dan kesegaran perkembangannya. Ia memadukan interaksi tubuh dengan berbagai sumber kekuatan seperti produksi suara/bunyi, seni konseptual, atau ranah eklektik lainnya. Bahkan beberapa prosesnya tanpa ragu menyentuh ruang ilusi, magis, hingga mistik. 

Ia telah melahirkan berbagai karya baik dalam panggung konvensional maupun site-specific dan terpilih sebagai salah satu seniman berpengaruh di Indonesia versi majalah Tempo (2011). Fitri juga bereksplorasi dalam kerja sinematografi dengan karya film tari terbarunya berjudul Kinjeng Tangis yang tayang perdana (online) dalam Borobudur Writers & Culture Festival (2020) dan Watu Gamping (Bilangan Tak Terhingga) yang tayang perdana dalam Indonesian Dance Festival (2021). Karya tersebut hingga detik ini juga masih berproses baik dari segi riset dan kerja tubuh yang tidak menutup kemungkinan untuk menjelajahi panggung pertunjukan secara langsung, dan ruang-ruang alternatif dengan kemungkinan-kemungkinan persinggungan interdisiplinnya.

 

Tentang Musim Seni Salihara:

Musim Seni Salihara (MSS) adalah festival dua tahunan yang merupakan kelanjutan dari Salihara International Performing Arts Festival (SIPFest). Dalam penyelenggaraannya, MSS tetap mempertahankan nilai-nilai dari SIPFest yaitu tetap mempersembahkan kebaruan dalam pertunjukan seni yang dikombinasikan dengan bentuk adaptasi terhadap perkembangan teknologi dan situasi. Tahun 2022 ini, MSS tidak hanya diisi oleh rangkaian seni pertunjukan saja namun juga dilengkapi oleh pameran (Kelana Boneka) dan juga seri diskusi (Fokus!). Musim Seni Salihara 2022 juga secara khusus menampilkan sejumlah eksperimentasi dari para seniman boneka kontemporer dan mengapresiasi keragaman teater boneka dan wayang yang sudah hadir begitu lama di Nusantara.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

Shopping Basket

Berlangganan/Subscribe Newsletter