ranciere

Undangan Menulis
Seminar Membaca Pemikiran Jacques Rancière: Politik, Seni, dan Pembebasan

Program ini bekerja sama dengan Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara

Ide-ide filsafat Prancis dan pemikiran kiri berpengaruh besar pada corak intelektualitas Indonesia. Jacques Rancière adalah salah satu filsuf Prancis terpenting saat ini. Sebagai mahasiswa, ia terlibat dalam demonstrasi Mei 1968 di Paris, yang dimotori kelompok kiri dan anarkis. Setelah peristiwa itu, ia mengembangkan pemikirannya, antara lain tentang  kesetaraan radikal dan tentang disensus sebagai sifat pokok demokrasi.

Literature and Ideas Festival (LIFEs) 2023 akan mengadakan seminar sehari mengenai pemikiran Jacques Rancière. Seminar ini akan dibuka dengan wawancara bersama Jacques Rancière. LIFEs mengundang akademisi, peneliti, mahasiswa, dan masyarakat umum pecinta dunia gagasan untuk berpartisipasi dalam:

“Seminar Membaca Pemikiran Jacques Rancière: Politik, Seni, dan Pembebasan” 

Kami mengutamakan makalah yang membahas pemikiran Rancière sehubungan dengan bidang: politik, seni, dan pendidikan seni atau politik.

  • Pendaftaran: 26 Mei-19 Juni 2023;
  • Seleksi: Juni 2023
  • Pengumuman: 30 Juni 2023;
  • Presentasi makalah terpilih: Sabtu, 12 Agustus 2023 di Komunitas Salihara
  • Makalah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris;
  • Makalah berisi judul, abstrak, dan isi (4.000-7.000 kata, MS-Word);
  • Mencantumkan daftar kepustakaan;
  • Melampirkan biodata pendek (lembar terpisah);
  • Melampirkan surat pernyataan bebas plagiarisme dengan mencantumkan materai 10.000;
  • Pengiriman makalah ke alamat surel: opencall@salihara.org.
  • Tim kuratorial seminar akan memilih paling banyak 5 makalah;
  • Pemakalah terpilih wajib mempresentasikan makalah dalam program Seminar Prancis & Francophone LIFEs pada Agustus 2023 di Komunitas Salihara;
  • Pemakalah terpilih akan mendapat biaya presentasi sebesar Rp1.500.000;
  • Untuk pemakalah dari luar kota, kami tidak menanggung akomodasi dan transportasi kedatangan.
perubahan

Johary Ravaloson dan Suara dari Madagaskar

Johary Ravaloson menulis novel Vol à vif (2016) yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Perburuan (Marjin Kiri, 2022). Novel tersebut juga mendapatkan penghargaan Prix du livre insulaire 2016 dan Prix Ivoire 2017. Johary adalah seorang penulis yang lahir di Antananarivo, Madagaskar. Bersama istrinya Sophie Bazin seorang seniman kontemporer, pada 2006 mendirikan penerbitan bernama Dodo Vole Publishing. 

Barangkali kita cukup asing mendengar nama Johary Ravaloson sebagai salah satu penulis dari negara Frankofon tepatnya dari Madagaskar. Jika kita hendak menelusuri lagi bagaimana karya-karyanya, kita akan menemukan tulisan dengan napas yang mencekam dan membuat kita berpikir kritis dengan apa yang terjadi di sekitar kita. Misalnya saja dalam Vol à vif, Johary mengajak kita untuk lebih jeli dalam menghakimi sebuah kejadian. Karyanya menawarkan pemikiran kritis sebelum kita mengungkap suatu perkara yang masih kita lihat berdasarkan moral masyarakat. 

Johary tuntas mengaduk pergolakan batin tokoh-tokoh dalam Vol à vif yang berkisah tentang aksi tujuh pemuda suku Baar yang berjuang mempertahankan diri dan menyelamatkan diri dari kejaran aparat. Belum lagi ia menggambarkan bagaimana ganasnya bertahan hidup di dalam alam Madagaskar. Emosi yang muncul dari para tokoh lambat laun membuat pembaca tak lagi terburu-buru mengecap tindakan kriminal yang dilakukan para tokoh. 

Johary juga menggambarkan bagaimana sebuah sistem berkuasa pada masyarakat yang lebih rentan. Ia menghadirkan narasi tentang negara yang dianggap sebagai musuh oleh suku Baar. Kebiasaan sebuah negara yang meminta jatah upeti kepada suku tersebut menggambarkan bagaimana yang berkuasa kemudian dengan mudah menindas yang dianggap primitif. Jika kita baca lagi, pergulatan antara suku Baar yang bertahan dan negara yang hadir menguasai alam Madagaskar, seperti kita melihat beberapa wilayah di Indonesia yang memiliki konflik sengketa tanah. 

Seperti apa karya-karya yang penuh gejolak, mencekam dan kritis yang ditulis oleh Johary? LIFEs 2023 akan hadir dan membahas bagaimana Johary Ravaloson berjuang dan berkisah melalui karya-karya tulisannya.

decenta

Menilik Sejarah Seni Desain Indonesia lewat Daya Gaya Decenta

Galeri Salihara | 14 Mei – 25 Juni 2023
Selasa – Minggu | 11:00 – 19:00 WIB

 

Jakarta, 08 Mei 2023 – Sebuah biro desain berbadan hukum lahir pada 1973 dengan nama Decenta (Design Center Association) yang beranggotakan A.D. Pirous, G. Sidharta, Priyanto Sunarto, T. Sutanto, dan Sunaryo. Kelima orang tersebut merupakan pengajar sekaligus murid dan asisten pengajar dari Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung. Sebagai perusahaan desain yang berakar dari aneka ragam hias tradisi Nusantara, Decenta hadir sebagai manifestasi langsung para anggotanya dalam pencarian identitas artistik sebagai seniman Indonesia. 

Untuk mengenal sejarah dan kiprah kelompok tersebut Komunitas Salihara menyelenggarakan pameran dengan tajuk Daya Gaya Decenta yang dikuratori oleh Chabib Duta Hapsoro dan Asikin Hasan. Pameran ini akan menilik perjalanan Decenta sebagai biro desain dalam berbagai aspek seperti; sejarah, kekaryaan anggotanya, kegiatan kolektif, serta pengaruh artistik dalam proyek-proyek pembangunan yang terjadi di era Orde Baru. 

Chabib Duta Hapsoro sebagai Kurator tamu dalam pameran ini mengatakan “Sedari awal visi Decenta sudah jelas untuk menjadi perusahaan desain dengan sebuah pilihan gaya; menjelajahi beraneka ragam hias tradisi Indonesia sebagai pokok soal maupun modus artistik untuk proyek-proyek perancangan. Ini juga menjadi manifestasi pencarian identitas mereka sebagai seniman Indonesia”. Hal ini selaras dengan praktik kerja Decenta yang banyak menangani klien-klien dari lembaga negara. Dalam kerja-kerja kreatifnya, Decenta menerapkan elemen dekoratif yang khas dari daerah lembaga yang menjadi mitra.

Sebagai badan seni desain, Decenta memelopori teknik desain grafis yang disebut dengan istilah cetak saring. Pada awalnya Decenta menggunakan teknik cetak saring untuk kepentingan komersial, berjalannya waktu teknik tersebut hadir sebagai misi Decenta untuk mempromosikan seni grafis. Teknik cetak saring Decenta juga memiliki karakteristik yang khas. Karya cetak saring Decenta banyak hadir dalam bentuk sampul poster, sampul buku, maupun karya yang bisa dijadikan elemen dekorasi. 

Pameran ini akan menghadirkan arsip dokumentasi dan karya seni yang dibagi ke beberapa bagian. Dimulai dari memperlihatkan aspek kesejarahan berdirinya Decenta, bagaimana para anggotanya menggaungkan wacana identitas kebudayaan dan seni rupa Indonesia,  serta bagaimana Decenta hadir dalam distribusi dan pemasaran seni. Tidak hanya hadir sebagai sebuah biro desain, Decenta juga memiliki sebuah galeri yang aktif menyelenggarakan pameran, diskusi dan lokakarya seni rupa.

Sejumlah pameran dan diskusi juga menampilkan medium dan topik yang masih asing dalam medan seni rupa Indonesia saat itu. Dalam semangat pemasaran seni, galeri ini pun memiliki sebuah toko yang menjual tidak hanya karya seni melainkan juga karya kriya, perabotan dan reproduksi karya seni dalam bentuk kartu ucapan, poster dan lain sebagainya. Decenta menjadi begitu berpengaruh dalam ekosistem seni rupa Indonesia dari 1970-an hingga 1980-an.

Pameran yang diselenggarakan di Galeri Salihara ini bisa dikunjungi dari 14 Mei-25 Juni 2023 setiap Selasa-Minggu (11:00-19:00 WIB). Untuk menikmati ragam instalasi dan arsip sejarah Decenta, pengunjung bisa membeli tiket seharga Rp35.000 (umum) dan Rp25.000 (pelajar) yang dapat dipesan melalui tiket.salihara.org.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

 

 

gumarang

Kelas Wacana Tari Gumarang Sakti: Menjejak Seni Tari dari Akar Tradisi

Jakarta, 02 Mei 2023 – Kelas Wacana Tari Gumarang Sakti kembali hadir setelah pelaksanaan perdananya secara daring pada 2022 lalu. Untuk makin memperdalam materi tentang wacana tari, Kelas Salihara 2023 akan kembali melangsungkan Kelas Wacana Tari Gumarang Sakti melalui pertemuan tatap muka yang  akan diadakan secara daring dan luring. Kelas Wacana Tari Gumarang Sakti akan dilaksanakan pada 26-28 Mei 2023 di Komunitas Salihara dengan pengampu Helly Minarti dan Benny Krisnawardi. 

Gumarang Sakti sendiri merupakan kelompok tari kontemporer terpenting dari Sumatera Barat pada era 1980 hingga 1990-an yang didirikan oleh Gusmiati Suid. Di tahun-tahun tersebut banyak tari kontemporer Indonesia yang dipengaruhi oleh gaya dari Gumarang Sakti. Gusmiati Suid (1942-2001) adalah maestro tari asal Sumatera Barat yang pernah mendapatkan penghargaan tari bergengsi; The Bessie Awards (Amerika) pada 1991.

Melalui kelas ini peserta akan diajak untuk mempelajari teknik tubuh dasar dan koreografi dari Gumarang Sakti lewat penelusuran arsip dan teknik tari berdasarkan Silek (Pencak Silat Minangkabau). Peserta akan diajak menelisik karya koreografi Limbago yang dikomposisi oleh Gusmiati Suid melalui tontonan video Modul Akar yang bisa disaksikan sebelum mengikuti kelas. Selain itu, peserta juga akan mempelajari sejarah singkat mengenai Gumarang Sakti melalui karya dan kolaborasi yang dilakukan oleh Gusmiati Suid dan Boi Sakti lewat penelusuran melalui kliping koran/majalah dan video pertunjukan kelompok tari Gumarang Sakti. 

Helly Minarti selaku kurator independen sekaligus pengampu dalam kelas ini mengatakan bahwa Gumarang Sakti dan koreografi dari Gusmiati Suid menjadi penting terutama dalam perjalanan tari kontemporer Indonesia, “Tari bukan sekadar hiburan karena ia juga mengandung sejarah ketubuhan kita sebagai orang Indonesia. Koreografi bukan sekadar menata gerak tubuh di dalam ruang melainkan seni berpikir kritis dalam wacana, kedua prinsip ini tercermin dalam rekam jejak Gusmiati Suid pendiri Gumarang Sakti yang sangat mempengaruhi perjalanan tari kontemporer kita.”

Pernyataan tersebut mengukuhkan bahwa kelas ini sangat cocok bagi para praktisi, koreografer, peneliti, maupun publik yang berminat mengembangkan praktik ketubuhannya melalui pengayaan wacana tari atau sekadar ingin mengetahui lebih banyak tentang tari modern/kontemporer di Indonesia. Para peserta yang mengikuti Kelas Wacana Tari Gumarang Sakti akan mendapatkan fasilitas seperti menginap di Wisma Salihara serta mendapat satu kali makan dan snack selama program berlangsung.

Peserta juga akan mendapatkan sertifikat digital serta dapat mengakses Modul Akar (Makalah, video, kliping) hingga akhir 2023. Kami juga menyediakan opsi bagi peserta yang hanya ingin melihat Modul Akar saja dan juga bisa diakses hingga akhir 2023. Rangkaian kelas ini dapat diikuti dengan biaya Rp800.000 (Kelas + Modul) dan Rp400.000 (Modul saja) yang dapat diakses melalui kelas.salihara.org.

 

Tentang Pengajar 

Helly Minarti bekerja sebagai kurator independen di Jakarta. Ia mengkuratori Indonesian Dance Festival (2014 & 2018), Art Summit Indonesia: Reposisi (2016) dan beberapa acara internasional seperti edisi pertama Asia Windows Series untuk Asian Arts Theatre (2015), Monsoon: Asia-Europe Exchange (2006) dan 2nd Asia-Europe Dance Forum (2004). Ia terpilih menjadi Ketua Bidang Program Dewan Kesenian Jakarta untuk dua periode berturut-turut sejak 2013. Ia menerima British Chevening Awards (1999), Asia Fellows (2004, 2006), Asian Cultural Council (2011). Helly merampungkan studi doktoral dalam bidang kajian tari di Universitas Roehampton, London, pada 2014, dengan disertasi berjudul “Modern and Contemporary Dance in Asia: Bodies, Routes and Discourse”. 

Benny Krisnawardi adalah penari dan penata tari. Pada 1986 ia bergabung dengan kelompok tari Gumarang Sakti pimpinan Gusmiati Suid. Ia pernah tergabung dalam beberapa kelompok tari, seperti Cipta Dance Company dan Deddy Luthan Dance Company. Ia juga sempat berkolaborasi dengan sejumlah koreografer, seperti  Gerard Mosterd (Belanda) dan Katia Engel (Jerman). Ia beberapa kali mementaskan pertunjukan keliling dengan kelompok tari luar negeri, di antaranya bersama produksi Lear Asia (Japan Foundation) dan karya sutradara Ong Keng Sen (Singapura). Pada 2000 ia mendirikan kelompok tari Sigma Dance Theatre Indonesia. 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

collete

Colette dan Gairah Menulis yang Tak Putus

Karya-karya sastra yang muncul dari penulis perempuan, tidak selalu mulus dalam perjalanannya. Ia mengalami rintangan juga diskriminasi terutama dari para kritikus sastra. Di Indonesia misalnya, karya-karya Toeti Heraty juga S. Rukiah tidak luput dari kritik keras tentang tulisan yang bersifat “kering” bahkan terkesan “marah-marah”. Pada 1967, A. Teeuw sebagai kritikus sastra berkebangsaan Belanda menganggap puisi karya Rukiah tidak menggugah dan justru malah terasa lemah. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kritik-kritik itu muncul pada karya perempuan, misalnya adanya kecurigaan tentang perbedaan pandang politik antara penulis dan kritikus. 

Tak hanya karya penulis perempuan Indonesia yang mendapat kritikan dan diskriminasi. Beberapa penulis dari negara Frankofon juga mendapatkan perlakukan yang sama dalam dunia sastra, salah satunya menimpa Sidonie-Gabrielle Colette, seorang penulis, jurnalis dan seniman teater asal Prancis. Sidonie-Gabrielle Colette atau yang lebih dikenal dengan Colette memasuki dunia jurnalisme pada 1910, ia bergabung dengan majalah mingguan Matin dan mengelola rubrik kesusastraan. Pengalamannya dalam dunia jurnalisme yang kemudian membawanya berkunjung pada beberapa negara, dituangkan dalam karya sastra, salah satunya pada karya les Heures longues. Ia juga menulis banyak artikel yang kemudian menarik perhatian penulis Marcel Proust karena teknik penulisan Colette yang membawa pembaca seperti tengah membaca buku harian. 

Pada 1919-1920-an, Colette cukup produktif menciptakan karya sastra. Ia menggunakan unsur-unsur otobiografis yang kental dengan pengamatannya pada masalah sosial dan kesenjangan sosial di sekitarnya. Colette juga menulis buku yang ia persembahkan untuk ibunya yang meninggal pada 1912, buku itu berjudul Sido (1929). Karya-karya Colette makin banyak digemari dan juga mengundang banyak kritik. Teknik penulisan otobiografinya mengundang banyak ejekan, ia sempat diremehkan dianggap tidak layak masuk dalam geliat dunia sastra hanya karena status pendidikannya yang tidak setinggi penulis Prancis lainnya. Latar belakang keluarganya yang dianggap sebagai keluarga yang jauh dari borjuisme juga membuat karya Colette dipandang sebagai sastra dengan selera rendah. Karya sastra Colette dipandang sebagai sastra yang tidak punya nilai intelektual. Pada saat itu, karya sastra yang berbau metafisik dianggap sebagai karya sastra intelektual, sedangkan karya-karya Colette yang menggunakan bahasa-bahasa lugas tidak termasuk di dalamnya. Bahkan tokoh Jean de Pierrefeu mengatakan bahwa tokoh-tokoh perempuan yang ditulis Colette layaknya hewan primitif dalam hutan yang menjadi buruan laki-laki. 

Kritik-kritik yang menerpa Colette tidaklah lekas membuatnya menyerah. Menjadi satu-satunya penulis perempuan di dalam dunia sastra yang saat itu mayoritas adalah penulis laki-laki, membuat perjalanan Colette begitu berat. Ia juga sempat memasuki dunia teater, lalu kembali lagi pada konsistensinya sebagai penulis. Tak hanya mendapat kritik yang pedas, karya Colette memiliki tempat tersendiri bagi pembaca. Banyak publik yang menyukai tulisannya karena merasa terwakilkan dan dekat dengan kehidupan mereka sehari-hari. Tulisan Colette memberikan kekuatan tersendiri bagi para pembaca, terutama perempuan. Pada ulang tahunnya ke-80 tahun di 1953, Colette mendapatkan penghargaan dan sambutan hangat dari para pembaca, wajahnya muncul dalam koran-koran. 

Karya Colette yang memberi warna pada kesusastraan abad ke-20, menjadi begitu penting dan berpengaruh pada masyarakat Prancis saat itu. Tulisannya menginspirasi banyak perempuan Prancis untuk terus menghadapi kehidupan dengan mandiri, bebas mengekspresikan diri dan tetap percaya diri. Ketika ia meninggal pada 1954, ribuan warga Paris yang sebagian besar adalah perempuan, turut mengiringi peti jenazahnya menuju tempat peristirahatan terakhirnya di pemakaman Père Lachaise, Paris. 

Pada rangkaian program LIFEs 2023 Agustus nanti di Komunitas Salihara, yang akan membahas dan membicarakan topik-topik tentang negara-negara Frankofon. Kita akan mendapat kesempatan untuk bisa menyaksikan bagaimana salah satu karya sastra Colette dibacakan dan dipertunjukan dalam sebuah pementasan. Selanjutnya, mari kita turut menikmati dan mengkhidmati karyanya di masa kini.

diesenta-2023

Decenta dan Sejarah Desain Kita

Pada 1973, lima orang perupa bersepakat mendirikan sebuah biro desain berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) yang diberi nama Decenta (Design Center Association). Kesepakatan ini diputuskan setelah berhasil mengerjakan proyek Convention Hall dan mendapatkan dana yang cukup besar sebagai tabungan awal mendirikan sebuah biro desain. Kelima perupa ini adalah A.D. Pirous, Gregorius Sidharta, Adrian Palar, Sunaryo, T. Sutanto dan Priyanto Sunarto. Berbekal kemampuan mereka dalam hal seni rupa dan desain, Decenta diciptakan dengan visi untuk menjadi perusahaan biro desain dengan kekhasan pilihan gaya artistik. Beraneka ragam hias tradisi Indonesia sebagai pokok soal maupun modus artistik dijelajahi oleh mereka untuk eksekusi proyek-proyek perancangan (elemen estetik, monumen, desain interior, desain grafis) dan penciptaan seni. Decenta juga sekaligus sebagai ruang untuk menempa pengalaman-pengalaman mereka dalam menjadi pakar bidang seni dan desain. 

Pada praktik kerja Decenta, mereka banyak menangani klien-klien dari lembaga negara. Mereka menerapkan elemen dekoratif yang khas dari daerah lembaga tersebut. Berbeda dengan menangani klien dari lembaga negara yang berada di Jakarta, mereka menerapkan perpaduan elemen dekoratif dari sejumlah daerah tertentu. Pilihan tersebut diterapkan sebagai salah satu modus untuk mengimplementasikan gagasan rezim Orde Baru tentang identitas kebudayaan nasional yang bersumber dari puncak-puncak kebudayaan daerah. 

Decenta juga memelopori teknik desain grafis yang disebut dengan istilah cetak saring. Istilah cetak saring pertama kali dipakai oleh Decenta. Pada awalnya Decenta menggunakan teknik cetak saring untuk kepentingan komersial, berjalannya waktu teknik tersebut hadir sebagai misi Decenta untuk mempromosikan seni grafis. Teknik cetak saring Decenta juga memiliki karakteristik yang khas. Karya cetak saring DECENTA banyak hadir dalam bentuk sampul poster, sampul buku, maupun karya yang bisa dijadikan elemen dekorasi. 

Selain dalam mengurus elemen dekorasi dan teknik seni grafis cetak saring, Decenta juga memiliki peran penting dalam dunia pendidikan, terlebih karena anggota Decenta terdiri dari seniman dan juga para pengajar seni. Mereka sebagai pendidik turut memperluas perwujudan seni nonrepresentasional apolitis yang sebelumnya dibatasi oleh perupaan formalis ala Mazhab Bandung. Teknik-teknik penciptaan yang ditawarkan oleh Decenta sangat memungkinkan untuk diajarkan pada mahasiswa seni rupa dan desain. Salah satu teknik penciptaan tersebut adalah dengan menggunakan ragam hias tradisi dan primitif Indonesia untuk dipadukan dalam lukisan, patung, dan serigrafi. 

Decenta mengerjakan proyek-proyek elemen estetik, desain interior, monumen, dan desain grafis di tengah kondisi di mana studio-studio seni terapan mulai dirintis dan dikembangkan oleh Departemen Seni Rupa ITB. Maka pengalaman juga teknik penciptaan dalam kerja-kerja Decenta menjadi hal yang penting sebagai bahan ajar studio seni terapan yang tengah dirintis pada era itu. 

Seperti apa sejarah panjang dan siapa sajakah yang berperan penting dalam keberlangsungan Decenta pada masa politik Orde Baru? Komunitas Salihara akan menggelar pameran tentang sejarah panjang Decenta. Bersama kurator tamu Chabib Duta Hapsoro, pameran ini akan digelar sepanjang Mei hingga Juni 2023. Menilik kembali bagaimana salah satu biro desain penting di Indonesia bertumbuh, akan membawa kita pada perjalanan panjang tentang seni rupa dan desain di Indonesia yang perlu kita ketahui sebagai salah satu upaya mengenal identitas dan sejarah bangsa.

Le Corbusier dan Desain Hari Ini

Prancis dikenal dengan arsitektur yang indah dan beragam. Bahkan beberapa sumber tertulis mengatakan berkat arsitektur yang indah dan beragam tersebut Prancis dikatakan sebagai negara paling stylish  di dunia. Yang sangat terkenal misalkan arsitektur dari keindahan Menara Eiffel karya Gustave  Eiffel, dekorasi bergaya Art Nouveau yang dipelopori oleh Eugène Grasset, juga arsitektur bergaya Gotik yang memiliki hubungan erat dengan desain katedral di Eropa. Selain terkenal dengan gaya arsitektur tersebut, Prancis juga dikenal dengan arsitektur modern yang salah satunya dipelopori oleh Le Corbusier. 

Charles-Edouard Jeanneret atau yang lebih dikenal dengan nama Le Corbusier, lahir di Swiss (1887-1965) dan pada 1930 menjadi warga negara Prancis. Ia bisa dikatakan sebagai salah satu pelopor gaya arsitektur modern pada abad 20. Di Paris ia sempat menempuh pendidikan konstruksi bangunan modern di bawah bimbingan Auguste Perret dan sempat bekerja sama dengan arsitek Jerman, Josef Hoffman. Ia juga menulis beberapa artikel tentang bidang arsitektur dan dimuat dalam majalah L’Esprit Nouveau, sebuah majalah yang ia dirikan bersama Ozenfant pada 1920. 

Le Corbusier menciptakan bangunan dengan tipe yang unik, ia mengedepankan tipe bangunan yang tetap mengikuti perkembangan zaman dan juga memanfaatkan kemajuan teknologi. Ia memikirkan perihal efisiensi, ekonomis namun tetap memiliki keindahan di dalamnya. Salah satu aliran desain yang paling fenomenal dari Corbusier adalah Purism, yaitu desain bangunan yang tidak memiliki motif atau ornamen apapun, berlawanan dengan gaya art nouveau yang lebih ramai dengan ornamen seperti ilustrasi patung perempuan dan uliran-uliran. Desain Purism ini diciptakan dari gagasan Corbusier bahwa suatu bangunan meskipun ia hadir tanpa ornamen, ia tetap hadir dengan indah dan tidak berpengaruh pada fungsi bangunan itu sendiri. 

Corbusier juga mencetuskan gagasan soal hunian yang mampu menampung atau menjadi tempat tinggal orang banyak. Gagasan itu terkenal dengan sebutan Immeubles Villas, sebuah apartemen individu yang didukung dengan konsep arsitektur modern. Gagasan ini muncul dari pengamatannya pada krisis perumahan dalam lingkungan perkotaan yang mulai padat namun tetap butuh ruang untuk bergerak. Karya-karya Corbusier juga sangat berperan penting dalam pembangunan di Rusia, Amerika, dan India. Selain itu karya Corbusier turut dicatat sebagai daftar warisan dunia UNESCO melalui 17 bangunan yang ia rancang, salah satunya adalah The National Museum of Western Art di Tokyo. Karya bangunan Corbusier lainnya seperti Maison Guiette (1926) di sebuah rumah di Antwerpen, Belgia dan La Haut Cour de Justice di India.

 

Tak hanya memikirkan bagaimana perkembangan desain dalam bidang bangunan, Corbusier juga menciptakan rancangan furnitur. Ia menciptakan furnitur modern berupa kursi. Kursi yang diciptakan bernama LC4 Chaise Longue, sebuah kursi malas yang didesain dengan prinsip desain modern yang tetap efisien dan ergonomi. 

Ide, karya, dan gagasan arsitek Le Corbusier tak bisa kita lupakan begitu saja, karena ia menjelma jadi hal-hal yang kita butuhkan dan tumbuh menjadi desain modern yang bersandingan dengan kecepatan era dan teknologi. Sebuah hal yang melesat melewati waktu yang panjang sekaligus bersandingan dengan kebutuhan yang kita kehendaki. 

soewarsih

Mengenal Sosok Soewarsih Djojopuspito dalam Siniar Salihara Putaran Ketiga

Kehadiran penyair dan sastrawan perempuan dalam gelanggang kesusastraan Indonesia tidak sebanyak nama-nama sastrawan laki-laki di awal abad 20-an. Meski begitu, kehadiran mereka tidak kalah penting untuk dibicarakan baik dari sisi ketokohan dan kekaryaannya. Pada putaran siniar kali ini Komunitas Salihara mengangkat topik “Para Perempuan Penulis”, topik ini dimaksudkan untuk mengenal sekaligus menampilkan pentingnya gagasan dan karya penulis perempuan yang namanya barangkali jarang kita dengar. Pada episode pertama, Ibam (Ibrahim Soetomo) sebagai pemandu acara ditemani oleh narasumber Dhianita Kusuma Pertiwi (penulis) membahas Soewarsih Djojopuspito yang dikenal lewat roman “Manusia Bebas” yang terbit pertama kali dalam bahasa Belanda. 

 

Bibit Pergerakan Nasional dalam Diri Soewarsih

Diskusi dibuka dengan pertanyaan oleh Ibam “Apa yang membuat Soewarsih perlu turun ke pusaran pergerakan? Apakah ada pengaruh dari suaminya? Atau apakah ini adalah keputusan Soewarsih sendiri?”, Dhianita menjelaskan bahwa Soewarsih lahir dari lingkungan ningrat dengan ayah yang berprofesi sebagai dalang. Walaupun ayahnya seorang yang buta huruf, namun ia sadar betapa pentingnya pendidikan bagi anak laki-laki maupun perempuan. Hal ini yang membuat Soewarsih dan kakaknya–Nining–sudah disekolahkan di sekolah Belanda seperti Kartini School, MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), dan sekolah pendidikan guru di Surabaya. 

Dalam masa studinya di sekolah pendidikan guru ini, Soewarsih dan Nining menjadi dua bumiputera dari total 28 murid lainnya yang keturunan Belanda. Dhianita pun mengutip sebuah tulisan yang ditulis Soewarsih dengan kakaknya, berbunyi:

Pendidikan itu satu-satunya senjata buat kami untuk menghadapi tantangan masa depan.

Kutipan tersebut menjadi penanda bahwa sebagai perempuan dan bumiputera di masa tersebut pendidikan sangatlah diperlukan. Selain itu, keikutsertaan Soewarsih dalam organisasi seperti Jong Java semakin memantik kesadaran wanita kelahiran 20 April 1912 ini untuk aktif di dalam pergerakan; terutama untuk menggaungkan pendidikan bagi perempuan bumiputera dengan aktif mendirikan sekolah-sekolah liar. Dhianita menegaskan bahwa kesadaran–untuk aktif dalam pergerakan nasional–tersebut sudah hadir jauh sebelum ia menikahi suaminya; Sugondo Djojopuspito pada 1933.

Menyuarakan emansipasi perempuan memang menjadi fokus utama dalam pergerakan Soewarsih. Tidak hanya menyuarakan tentang emansipasi, suara vokal Soewarsih juga melebar pada isu-isu lain terutama dalam mengkritik pemerintahan kolonial Belanda; terutama pasca ia menikah dan masuk ke dalam lingkaran tokoh-tokoh nasionalis lainnya. Soewarsih tercatat pernah menulis artikel pada 1941 di sebuah majalah revolusi; Kritiek en Opbouw yang isinya meminta kepada pemerintah kolonial Belanda untuk mengembalikan para tokoh nasionalis yang dibuang ke Boven Digoel, Papua Selatan.

 

Kebangkitan Karya Soewarsih di Negara Asing

Diskusi ini juga membahas hubungan antara Soewarsih dengan Edgar du Perron, terutama bagaimana du Perron memiliki peran yang besar dalam mendorong Soewarsih untuk menerbitkan karya perdananya yaitu Buiten het Gareel (Manusia Bebas). Dhianita sebagai narasumber menjabarkan bahwa sebelumnya Soewarsih juga sudah pernah menulis sebuah novel pendek dalam bahasa Sunda yang kemudian dikirimkan ke Balai Pustaka namun ditolak akibat penggunaan bahasa yang dinilai rendahan, dan substansi yang subversif yakni mengenai perempuan yang tidak bahagia dalam kehidupan pernikahannya. Pascapenolakan tersebut, Soewarsih bertemu dengan du Perron dan menceritakan penolakan yang ia terima dari Balai Pustaka. Edgar Du Perron seorang penyair Belanda mendorong Soewarsih untuk kembali menulis namun kali ini menggunakan bahasa Belanda.

Dorongan ini bukan tanpa sebab, Soewarsih yang besar lewat pendidikan yang berbasis bahasa Belanda lebih terbiasa menulis dalam bahasa tersebut. Sebab menurut penuturan Dhianita, bahasa ibu Soewarsih adalah Sunda, dan bahasa Belanda adalah bahasa kedua yang Soewarsih fasih menggunakannya. Selain menyarankan untuk mengganti penggunaan bahasa, du Perron juga meminta Soewarsih menulis dengan cara yang terbuka, personal, dan langsung sehingga cara penulisan ini dinilai memberikan warna baru dalam kesusastraan Indonesia pada masa tersebut. Naskah tersebut akhirnya dibawa oleh du Perron ke Belanda dan diterbitkan di Utretch dengan judul Buiten het Gareel di mana du Perron juga menuliskan kata pengantarnya dalam buku tersebut. 

Buku ini termasuk ke dalam otobiografi fiksi di mana Soewarsih merepresentasikan dirinya dalam tokoh yang ia namakan Sulastri. Buku ini menampilkan kompleksitas antara ruang publik dan ruang privat di mana Sulastri digambarkan memiliki kompleksitas baik di rumah tangganya, seperti masalah keuangan dan relasi dengan suaminya; Soedarmo dan kehidupannya di luar sebagai seorang wanita yang aktif dalam kegiatan aktivis dalam mendirikan sekolah-sekolah liar. Dhianita menyebutkan lewat karyanya, Soewarsih ingin memperlihatkan bahwa perjuangan emansipasi tidak hanya dilakukan di ruang publik saja namun juga terjadi dalam skala kecil seperti ruang-ruang privat bahkan termasuk hak dalam menentang poligami karena bagi Soewarsih, pernikahan tidak seharusnya mereduksi peran dan hak perempuan.

 

Perjuangan Manusia Bebas untuk Hadir di Indonesia

Novel Buiten het Gareel atau “Manusia Bebas” yang mendominasi diskusi 40 menit ini memiliki perjalanan yang cukup sulit untuk bisa dinikmati pembaca Indonesia. Mulai dari awal terbitnya pada 1940 yang tidak bisa didistribusikan di Indonesia akibat situasi perang, bahkan saat cetak ulangnya pada 1946 akibat agresi militer yang terjadi di tanah air. Novel ini baru bisa dibaca dalam bahasa Indonesia pada 1975 lewat penerbit Djambatan. Dhianita mengakui bahwa penerimaan karya ini tidak semeriah karya bertema nasionalis lainnya yang banyak menggunakan narasi heroik dan maskulin. Soewarsih cenderung banyak menggunakan unsur-unsur privat yang dinilai sepele dan remeh. 

Kekuatan Soewarsih dalam menembus batas-batas gender akan peran dan posisi perempuan di masanya juga terlihat di karya-karyanya yang lain. Dhianita menemukan adanya benang mereka antar karya Soewarsih yang ia baca berjudul Marjanah dan kumpulan cerpen Empat Serangkai dengan Manusia Bebas. Adanya unsur otobiografis yang menunjukkan perjuangan serta pengangkatan tema yang berani dalam melawan batas-batas gender. Dhianita menilai itu menjadi salah satu langkah berani Soewarsih untuk menggambarkan bagaimana perempuan digambarkan baik dari posisi dan perannya di ranah privat maupun pergerakan.

Soewarsih menjadi penting untuk dibaca karena melalui karyanya, kita bisa mengetahui bahwa memulai perubahan bisa berawal dari unsur-unsur terkecil seperti ranah privat; tidak harus melalui aksi heroik besar atau berorasi di depan banyak orang. Soewarsih menyadarkan bahwa untuk menceritakan pergerakan, kita tidak perlu ragu untuk menceritakan diri kita. Karena lewat penyampaian otobiografis tersebut, gagasan yang ingin kita sampaikan akan terasa lebih personal.

Diskusi selengkapnya bisa Anda dengarkan dalam Siniar Salihara Ngomong-ngomong Soal: Soewarsih dan Dilema Kaum Pergerakan di Youtube, Apple Podcasts, Spotify, dan Noice.

 

Menjelajah Komik Berbahasa Prancis

Komik menjadi salah satu bacaan yang banyak digandrungi di setiap negara. Penyampaian alur cerita yang disertai dengan ilustrasi adegan menjadi hal yang seru untuk diikuti. Di Indonesia budaya perkomikan juga tidak luput dari khazanah sastra kita. Pada 1930-an komik Indonesia hadir dalam bentuk strip atau gambar bersambung yang dimuat dalam majalah dan juga dalam bentuk buku komik, misalnya cerita dalam Mentjari Poetri Hidjaoe karya Nasroen A.S. yang dimuat di mingguan Ratu Timur dan komik karya Abdulsalam berjudul Kisah Penduduk Jogja. Setelah itu masuk pada 1940-1950-an, muncul cerita-cerita komik dari Amerika seperti Tarzan, Phantom, dan Rip Kirby di halaman beberapa surat kabar Indonesia. Barulah pada era 70-an muncul komikus Indonesia yang mengadaptasi khazanah budaya nusantara sebagai cerita dalam komik ciptaannya. Komik-komik itu di antaranya adalah Si Buta dari Goa Hantu karya Ganes TH, Api di Bukit Menoreh karya SH. Mintardja, dan Gundala karya Hasmi. Hingga era 2000-an tradisi perkomikan tetap muncul di Indonesia baik dengan cerita yang lebih segar maupun gaya yang lebih modern. 

Selain mendapat bacaan komik bergaya Amerika, di Indonesia juga masuk komik-komik berbahasa Prancis atau negara-negara Frankofon yang tidak kalah seru. Di antaranya komik Petualangan Tintin, Asterix, The Smurfs, dan Lucky Luke. Judul-judul tersebut tidak asing bagi para pecinta komik di Indonesia. 

 

Terjemahan Komik Prancis dan Frankofon

Petualangan Tintin

Salah satu komik Prancis yang bisa kita baca dalam bahasa Indonesia adalah Petualangan Tintin. Komik ini diciptakan oleh Hergé seorang seniman Belgia dan komik ini pertama kali ditulis dalam bahasa Prancis berjudul Les Aventures de Tintin et Milou pada 1929 yang dimuat dalam koran Le Vingtième Siècle. Tintin adalah nama tokoh utama dalam komik ini yang memiliki pekerjaan sebagai jurnalis. Ia melalui petualangan menjelajahi dunia dengan anjingnya bernama Milo. Dalam setiap petualangan selalu ada kejadian-kejadian yang seru dan lucu yang menarik untuk diikuti. 

Sumber gambar: gramedia.com

 

Asterix

Selain Petualangan Tintin, kita juga bisa membaca komik Asterix dalam terjemahan bahasa Indonesia. Versi bahasa Indonesia diterjemahkan oleh Maria Antonia Rahartati Bambang Haryo, ia tidak hanya menerjemahkan bahasa tapi ia juga mengubah nama-nama tokoh dalam komik tersebut menjadi nama yang familiar di Indonesia. Komik yang pada dasarnya penuh humor ini makin terasa dengan humor yang lebih lokal. Misalnya ia menciptakan nama-nama seperti Licik Munafiks dan Asmabengekis. Komik ini pertama kali diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Maria pada 1984. Asterix berkisah tentang pahlawan di wilayah Eropa bernama Asterix, ia digambarkan cerdik dan lucu. Asterix berpetualang ke berbagai negara dengan sahabatnya Obelix. 

Sumber gambar: blj.co.id

 

Lucky Luke

Komik Lucky Luke diciptakan oleh ilustrator Morris. Versi bahasa Indonesia diterjemahkan oleh YY Hidayat dan diterbitkan oleh penerbit Indira. Komik ini berkisah tentang seorang koboi yang berkelana, ia dikenal dengan koboi yang mampu menembak lebih cepat daripada bayangannya. Petualangannya ditemani oleh kuda bernama Jolly Jumper dan anjing bernama Rantanplan. Kisahnya dikenal dengan akhir di mana si Koboi berjalan ke arah tenggelamnya matahari yang diiringi dengan cahaya jingga matahari, sembari bersenandung “I’m a poor lone some cowboy and a long way from home…”.

Sumber gambar: Lucky Luke: Kota Hantu, Penerbit Indira, 1987.

 

 

Marsupilami

Satu lagi komik berbahasa Prancis dari Belgia adalah Marsupilami karya André Franquin. Komik ini terkenal dengan kisah seekor hewan berwarna kuning dengan motif polkadot hitam di tubuhnya. Ia adalah hewan fiksi yang diimajinasikan oleh Franquin. Komik ini pertama kali diterbitkan pada 1952 di majalah Spirou. Pada 1980-an Marsupilami kemudian dibuat versi serial televisi. Tingkah lucu dan khas dari hewan Marsupilami ini kemudian banyak digandrungi oleh pecinta komik dan serialnya.

Sumber gambar: steemit.com

 

Selain judul-judul komik di atas, masih banyak lagi komik Prancis dan Frankofon yang bisa kita jelajahi. Salah satu upaya untuk melihat bagaimana pertumbuhan komik Prancis dan bagaimana pengaruhnya dalam kesusastraan Indonesia, LIFEs (Literature and Ideas Festival) 2023 akan menggelar pameran komik Prancis yang bisa disaksikan secara langsung di Komunitas Salihara pada Agustus nanti. Untuk informasi selengkapnya dapat dilihat di salihara.org.

 

Sampai jumpa di LIFEs mon Amour!

debat-sastra2023

MENYAMBUT LIFEs 2023: Frankofon
PENDAFTARAN KOMPETISI DEBAT SASTRA TINGKAT SMA DIBUKA

Pendaftaran: 16 Maret–17 Agustus 2023

Total Hadiah: Rp44.000.000

 

Jakarta, 17 Maret 2023– Membaca karya sastra penting dilakukan sejak usia dini sebab sastra seperti novel, cerpen, atau puisi dapat memberikan kekayaan psikologis dan perspektif dalam memahami persoalan manusia atau dunia. Untuk mendukung minat baca yang dipupuk sejak dini serta mendorong peningkatan intelektualitas generasi muda, Komunitas Salihara kembali mengadakan Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA 2023. Sesuai dengan tema Literature and Ideas Festival (LIFEs) 2023 yakni Sastra Prancis & Frankofoni–negara berbahasa Prancis–, tahun ini Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA akan mengajak calon peserta untuk membandingkan novel Nyonya Bovary karya Gustave Flaubert (Prancis) dengan Kerudung Merah Kirmizi karya Remy Sylado (Indonesia).

Kedua novel ini dipilih untuk dibandingkan karena sama-sama mengangkat tokoh utama perempuan yang ditulis oleh pengarang laki-laki. Meski jarak antara kedua novel tersebut adalah 150 tahun–Nyonya Bovary terbit pada 1857 dan Kerudung Merah Kirmizi terbit pada 2002–masing-masing ditulis dalam kuatnya sensor negara serta hadir di tengah masyarakat dengan budaya patriarki yang kuat.

Fokus perbandingan yang diminta adalah: penggarapan atas tokoh utama perempuan dalam hubungan dengan tokoh-tokoh lainnya serta bagaimana penggarapan itu merupakan kritik atau justru konfirmasi atas nilai-nilai masyarakat zamannya.

Bagi calon peserta yang ingin mengikuti “Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA” ini diharapkan untuk membentuk tim yang terdiri dari 3 (tiga) siswa tingkat SMA/sederajat dari sekolah yang sama. Tiap sekolah dapat mengirimkan lebih dari 1 (satu) tim. Siswa/i yang mendaftar harus merupakan siswa yang masih bersekolah di bangku SMA ketika final debat berlangsung di 28 Oktober 2023.

Kompetisi ini tertutup bagi peserta yang sudah menjadi juara 1 (satu) pada tahun sebelumnya. Peserta yang mendaftar akan membuat karya tulisan telaah (berupa tulisan atau makalah) dalam bahasa Indonesia setelah membaca dan membandingkan kedua karya (Nyonya Bovary dan Kerudung Merah Kirmizi) yang dapat diunduh setelah proses pendaftaran.

Pendaftaran sudah dapat dimulai sejak 16 Maret–17 Agustus 2023, sedangkan untuk makalah dapat dikumpulkan mulai 17 Agustus–4 September 2023 (tenggat kirim surat elektronik). Perlu diingat, sekolah yang mendaftar namun tidak mengirimkan makalahnya akan didiskualifikasi pada tahun penyelenggaraan berikutnya.

Makalah yang terpilih akan dilihat dari mutu argumen, pendalaman, penggalian masalah, dan ketertiban serta keindahan bahasa Indonesia yang digunakan. Pemenang Kompetisi Debat Sastra akan mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp20.000.000 dan Rp15.000.000 untuk pemenang kedua. Tiga makalah favorit juga akan mendapatkan masing-masing Rp3.000.000 (pajak ditanggung pemenang). 

 

Tentang Nyonya Bovary dan Kerudung Merah Kirmizi 

Kedua karya ini sama-sama mengangkat tokoh perempuan yang berhadapan dengan situasi zaman dan masyarakatnya. Nyonya Bovary sempat mendapat perlawanan dari otoritas setempat saat peluncurannya atas amoralitas yang terdapat di dalamnya. Namun tetapi, karya tersebut juga mendapatkan respon yang baik dari masyarakat Prancis bahkan menjadi karya terlaris di masanya. Di era modern, novel ini telah diadaptasi ke berbagai medium seperti film, televisi, layar lebar, opera, dan bahkan disebut sebagai salah satu sastra Prancis yang penting dalam kesusastraan dunia.

Sedangkan Kerudung Merah Kirmizi yang terbit di awal 2000-an membawa Remy Sylado meraih penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa 2002, sebuah penghargaan bergengsi di bidang sastra  yang pernah diraih oleh penulis-penulis ternama seperti Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono, dan Seno Gumira Ajidarma. Karya ini menceritakan kisah cinta dengan latar Orde Baru–yang sensitif untuk dibahas di masa tersebut–yang penuh kesewenang-wenangan dan pandangan budaya patriarki yang kuat di dalamnya.

Membaca dua karya ini secara berdampingan akan memberi kita kesempatan untuk memahami masalah yang mirip sekaligus berbeda dalam perspektif yang lebih luas dan kaya. 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org