1350-helateater2021

Siaran Pers: Helateater Salihara 2021: Ulang Alih Teater

20 & 27 Maret; 03 & 04 April 2021
Studio Patodongi (Makassar) | Teater Petra (Jakarta) | Komunitas Sakatoya (Yogyakarta) | Fortuna Creative Collective (Meksiko)

Helateater Salihara kembali lagi tahun ini. Festival mini dua tahunan (pertama diselenggarakan pada 2013) ini telah menampilkan seniman-seniman teater Indonesia dengan tema dan bentuk pertunjukan yang beraneka ragam. Kelompok teater seperti Teater Mandiri (Jakarta), Teater Satu (Bandar Lampung), Teater Garasi (Yogyakarta) pernah meramaikan Helateater Salihara. Sejak 2018, kami pun mulai mengadakan Undangan Terbuka (Open Call) untuk memberi kesempatan bagi perkembangan generasi baru seni teater di Indonesia.

Helateater Salihara 2021 mengusung tema “Ulang Alih Teater”. Melalui proses Undangan Terbuka, kami menawarkan wacana kepada calon penampil untuk menggarap kembali secara digital karya-karya mereka yang pernah tersaji secara luring maupun daring. Tema “Ulang Alih Teater” sesungguhnya mengajak calon penampil untuk mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan penampilan teater yang memperhitungkan perspektif virtual, bukan sekadar menayangkan hasil rekaman.

Melalui proses Undangan Terbuka kami telah memilih empat kelompok terbaik untuk tampil di Helateater Salihara 2021 dari 20 proposal yang kami terima dari seluruh Indonesia. Mereka adalah: Studio Patodongi (Makassar), Teater Petra (Jakarta), Komunitas Sakatoya (Yogyakarta). Satu penampil adalah bintang tamu dari Meksiko, yaitu Fortuna Creative Collective.

Berani Beradaptasi

Studio Patodongi (Makassar) mengangkat narasi sosio-politik sosok Kahar Muzakkar dengan konsep alam arwah dalam penggalan singkat I Lagaligo, naskah epik dalam bahasa Bugis Kuno. Menggunakan anasir teknologi dalam pemanggungan, karya yang berjudul [Revisi: 3 Februari 1965]_Gugatan-Gugatan Dari Dalam Tudung Saji_Final_FIX ini memperlihatkan tegangan antara sejarah dan mitos, Islam dan agama lokal, kebulatan dunia dan fragmentasi, masa kini dan masa silam, dan lain-lain.

Teater Petra (Jakarta) mengalih-wahanakan Domba-Domba Revolusi karya B. Soelarto menjadi sebuah karya film hitam putih. Dengan mempertahankan kekuatan seni peran, mereka juga memanfaatkan teknik pengambilan gambar sekali bidik dengan beberapa kamera, serta menyusun wujud visual karya dengan proses penyuntingan yang ketat.

Komunitas Sakatoya (Yogyakarta) menampilkan The Happy Family, pertunjukan teater site-specific yang membutuhkan partisipasi penonton sebagai dramaturgi. Mereka memanfaatkan platform media sosial sebagai bagian dari pentas teater; mencoba memberi makna baru pada diktum “kini dan di sini” yang telah menjadi klasik dalam teater.

Adapun bintang tamu Fortuna Creative Collective (Meksiko) menampilkan La Alacena (The Cupboard) atau dalam bahasa Indonesia berarti Lemari. Karya ini adalah sebuah miniatur dokumenter tentang María Izquierdo, pelukis penting Meksiko. Mengeksplorasi bahasa visual dan teater boneka dari benda sehari-hari, kertas, bayangan (wayang) hingga mainan, pertunjukan ini sekaligus memperkenalkan kita kepada tokoh inklusif, sejarah, gerakan seni muralisme, revolusi, konstruksi seni baru di Meksiko.

Kangen Suasana Teater

Kita pasti kangen menonton teater di ruang pertunjukan, kangen suasana intim yang dibangun dalam sebuah pentas, merasakan komedi dan ironi, dan mendengar suara tawa dan kesunyian yang menegangkan. Tapi kita belum kehilangan hal-hal tersebut, karena empat penampil Helateater Salihara 2021 sebenarnya hendak memberikan sensasi baru dalam menikmati teater dalam masa pandemi hari ini. Meskipun dari layar, Helateater Salihara tetap memberikan kita sebuah suasana menonton teater.

Helateater Salihara 2021 bisa kita saksikan pada Sabtu, 20 & 27 Maret 2021 dan Sabtu-Minggu 03-04 April 2021, di kanal YouTube: Salihara Arts Center.

__________________________________________________________________

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

Untuk mengetahui detail pertunjukan sila kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara atau hubungi: media@salihara.org/0821-1252-0568 (Muhammad Ridho)

Salihara-Jazz-Buzz-2021-800x533_c

Siaran Pers: Salihara Jazz Buzz 2021: Joyous Metamorphosis

Sabtu-Minggu, 20-21, 27-28 Februari 2021, 19:00 WIB

Adra Karim dan Wahono | Daniel Dyonisius, Hanhan & Qadra Shakuhachi | Ferdy & Friends | Jason Mountario • Rupa Baru

 

16 Februari 2021

Sejak Komunitas Salihara Arts Center berdiri (2008), salah satu acara yang paling diminati penonton adalah Salihara Jazz Buzz, sebuah festival jazz tahunan yang menampilkan komposisi dan presentasi sebuah konsep musik baru. Jazz Buzz telah menampilkan deretan musisi seperti Dewa Budjana, Indra Lesmana dan Tohpati, sampai musisi terkini seperti Adra Karim, Gerald Situmorang, Sri Hanuraga dan masih banyak lagi yang sudah memberikan pembaruan terhadap musik jazz.

Walaupun sampai saat ini situasi belum memungkinkan bagi kami untuk membuka ruang pertunjukan, Salihara Jazz Buzz tetap menemani Anda Februari 2021 dengan tema, konsep dan penampil segar.

Tahun ini, tiga dari empat penampil adalah musisi-musisi terpilih dari program Undangan Terbuka (Open Call) Salihara Jazz Buzz 2021 yang kami adakan tahun 2020. Pertama kalinya Jazz Buzz mengadakan open call, kami ingin membuka ruang partisipasi  bagi para musisi gagasan dan konsep bermusik baru dalam ranah musik jazz di Indonesia.

Para musisi dan grup terpilih itu adalah: trio Daniel Dyonisius, Hanhan & Qadra Shakuhachi; Ferdy & Friends; dan Jason Mountario • Rupa Baru.

Hembusan Napas Baru Musik Jazz


Trio Daniel Dyonisius (gitar/komponis), Hanhan (bas) dan Qadra Shakuhachi (drum) menampilkan konsep musik minimalis dengan improvisasi yang maksimal melalui perpaduan unsur genre jazz, rock dan blues.

Ferdy & Friends adalah Ferdian Wahyu Satria (komponis) bersama M. Chevin Chaniago (tiup/vokal), Yoga Ardiyanto (biola/keyboard), Wikal Usny (bas), Vindo Alhamda Putra (piano/keyboard), Rafi Mahaldi (talempong) dan Avantgarde Dewa Gugat (drum). Mereka akan menggabungkan jazz fusion, funky, pop,juga unsur musik tradisi Minangkabau dalam konser yang berjudul Minanga Metamorfosa.

Lalu Jason Mountario • Rupa Baru melalui pertunjukan Nomenasia menampilkan komposisi yang ditulis utuh dan ketat, hingga komposisi yang mengambil idiom free-jazz. Melalui konser ini pula si komposer hendak mengungkapkan kegelisahan pribadinya terhadap berbagai fenomena terkini.

Ada juga satu penampilan spesial dari Adra Karim (keyboards dan electronics) yang akan berkolaborasi dengan Wahono (perkusi dan electronics). Kolaborasi ini mengeksplorasi dan menggabungkan suara sintetis dari synthesizer analog dengan hasil manipulasi suara akustik piano.

Joyous Metamorphosis


Salihara Jazz Buzz 2021 membawa tema Joyous Metamorphosis. Tema ini menawarkan gagasan dalam situasi pandemi yang sudah dan sedang mengubah perilaku dan gaya hidup kita, terutama ketika menonton seni pertunjukan melalui ruang virtual. Perubahan seperti ini sudah seharusnya kita tanggapi dengan sikap terbuka dan gembira, joyous, sebagai alternatif dari pesimisme dan sikap menutup diri.

Metamorphosis adalah kenyataan yang harus kita terima dalam menghadapi “dunia atau kehidupan yang tidak pernah sama lagi seperti sebelumnya”. Selain bermetamorfosa, kita juga bisa mengadaptasi sifat musik jazz yang mengeksplorasi genre musik lain, selalu mencari pembaruan, sekaligus gairah untuk mengolah presentasi dengan cara baru dalam hal ini,digital.

Salihara Jazz Buzz 2021 bisa kita saksikan setiap Sabtu-Minggu pada 20-21 dan 27-28 Februari 2021, pukul 19:00 WIB.

__________________________________________________________________

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

Untuk mengetahui detail pertunjukan sila kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara atau hubungi: media@salihara.org/0821-1252-0568 (Muhammad Ridho)

Suara Lantang dari Pinggir

Siaran Pers Penutupan Program Peduli: Suara Lantang dari Pinggir

29 Januari-06 Februari 2021

DSS Music (Konser 7 Ruang): Andre Hehanussa, Alena Wu, Rian (D’Masiv), Ophie Danzo, Prass Audiensi | Voice of Baceprot | Sakdiyah Ma’ruf | Papermoon Puppet Theatre | Ucu Agustin (100% Manusia) | Ayu Utami | Soimah Pancawati

 

Jadikan perbedaan sebuah kekuatan bersama!

Suara Lantang dari Pinggir adalah sebuah acara persembahan mengiringi penutupan Program Peduli. Program Peduli: Suara Lantang dari Pinggir menggagas gerakan “Indonesia Inklusif, Indonesia Setara, Indonesia Semartabat.” Kami mengajak semua pihak berpartisipasi dalam membangun gerakan sosial yang inklusif ini.

Program Peduli dari The Asia Foundation adalah gerakan kolaborasi antara pemerintah dan organisasi masyarakat yang tergabung untuk mendorong gerakan inklusi sosial. Program ini merangkul bagian-bagian masyarakat yang belum bisa merasakan dampak dari pembangunan ekonomi dikarenakan persoalan “identitas”. Misalnya anak dan remaja rentan; masyarakat adat dan lokal yang terpinggirkan; korban diskriminasi, intoleransi dan kekerasan berbasis agama; orang dengan disabilitas; korban pelanggaran hak asasi manusia masa lalu; restorasi sosial; LGBTQ dan masih banyak lagi.

Program Peduli percaya bahwa kemiskinan yang dialami kelompok terpinggirkan dapat berkurang apabila mereka bisa mengakses peluang ekonomi itu tanpa diskriminasi sosial. Dan melalui acara penutupan ini, Program Peduli hendak memperluas dan memperbesar kesadaran masyarakat terhadap isu inklusivitas ini.

Untuk menutup program ini, selama satu minggu nanti, bersama Program Peduli dan Komunitas Salihara Arts Center, kita akan menyaksikan acara diskusi dan percakapan mengenai isu inklusivitas, konser musik daring dengan lagu-lagu persatuan, film, teater boneka sampai sastra.

Program musik menampilkan Konser 7 Ruang oleh DSS Music, dan band metal dari tiga perempuan berhijab, Voice of Baceprot. Kita juga bisa menyaksikan obrolan bersama Soimah Pancawati bersama penerima manfaat (beneficiary) program Peduli mengenai “Anak yang Dilacurkan” (AYLA) dan “Anak Masyarakat Adat”. Juga diskusi tentang agama minoritas dan penghayat kepercayaan di Indonesia.

Di samping itu, kita diajak tertawa bersama komika Sakdiyah Ma’ruf; menonton teater boneka Papermoon Puppet Theatre yang mempertanyakan identitas manusia; menonton film Sejauh Kumelangkah (2019) karya Ucu Agus (100% Manusia); juga mengenal Peta Sastra Perempuan oleh Ayu Utami.

Masing-masing pertunjukan ini sesungguhnya menawarkan isu-isu inklusivitas yang penting untuk kita pelajari bersama. Semua acara bisa kita nikmati selama delapan hari di berbagai kanal-kanal Program Peduli.

Acara ini mendapat dukungan dari The Asia Foundation.

Informasi: https://suaralantangdaripinggir.id/

___________________________________________________________________

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

Untuk mengetahui detail pertunjukan sila kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara atau hubungi: media@salihara.org/0821-1252-0568 (Muhammad Ridho)

20200625kompetisi_Page_1

Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA 2020

Pandemi COVID-19 tidak membuat semangat kami meredup dalam mengajak putra-putri terbaik bangsa Indonesia merayakan semangat kesusastraan dalam adu intelegensi serta pengetahuan pada Kompetisi Debat Sastra 2020.

Melalui kompetisi ini, kami menantang para siswa-siswi SMA/K dalam untuk beradu wawasan dalam membandingkan karya sastra dalam negeri dan luar negeri. Tahun ini karya yang diperbandingkan adalah novel “Lusi Lindri” karya Y.B. Mangunwijaya (Indonesia) dan memoar “Perempuan di Titik Nol” karya Nawal El Saadawi (Mesir).

Kedua karya ini berbeda genre tetapi memiliki kedekatan, yaitu dalam menggambarkan tokoh perempuan yang berhadapan dengan situasi zaman dan masyarakatnya. Membaca dua karya ini secara berdampingan akan memberi kita kesempatan untuk memahami masalah yang mirip sekaligus berbeda dalam perspektif yang lebih luas dan kaya.

Para juri akan menilai karya tulis berdasarkan mutu argumen, pendalaman dan penggalian masalah serta ketertiban dan keindahan bahasa Indonesia yang digunakan dan juga menilai keterampilan para peserta dalam menyampaikan gagasan secara lisan dan kekuatan argumen dalam perdebatan. Peserta yang lolos menuju babak final akan beradu kembali melalui debat daring yang diadakan pada Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2020.

Pendaftaran kompetisi ini dibuka mulai dari 17 Juni hingga30 Agustus 2020. Pengumpulan makalah paling lambat 14 September 2020. Hadiah yang kami siapkan berupa: Juara 1 sejumlah Rp30.000.000, Juara 2 sejumlah Rp20.000.000, dan lima makalah favorit masing-masing Rp2.000.000.
Para peserta dapat melihat syarat serta ketentuan yang disediakan oleh Komunitas Salihara melalui web: tiket.salihara.org. Segera jadi bagian dalam sejarah edukasi dan menangkan total hadiah sebesar Rp60.000.000!

Untuk mengetahui detail pertunjukan, sila kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara atau hubungi: media@salihara.org/0822-2552-3959 (Muhammad Ridho)

20200625serigagasan_Page_1

Seri Gagasan Diskriminasi

07, 10, 14, 21, 24 Juni 2020

Diskriminasi dan rasisme, mau sampai kapan? ‘Stay A(r)t Home’ Kali ini kami akan menampilkan secara daring program-program yang pernah membahas soal diskriminasi dan rasisme di Indonesia dan dunia. Sebelumnya, yuk simak dulu tulisan berikut ini.

Diskriminasi terhadap suatu kelompok belum sepenuhnya hilang. Kasus meninggalnya George Floyd (25/05/2020) karena perlakuan polisi di Minneapolis, Amerika Serikat, adalah yang terbaru dari sekian banyak kasus diskriminasi di dunia.

Diskriminasi yang serupa dalam bentuk lain juga sering kita temukan di banyak negara, termasuk Indonesia. Sentimen dan diskriminasi terhadap warga Papua dan Tionghoa sejak masa kemarin sampai hari ini masih sering kita temukan.

Serta beberapa kasus diskriminasi lain terhadap Timor Leste (ketika masih menjadi bagian provinsi Indonesia), orientasi seksual, agama/kepercayaan minoritas, pilihan politik berbeda dan masih banyak lagi, seakan tidak pernah berakhir.

Mereka mengalami perisakan, persekusi bahkan pembunuhan karena dianggap berbeda dari warga mayoritas, yang punya lebih banyak kuasa, akses di parlemen, bahkan kecenderungan akan kekerasan bersenjata. Kasus-kasus diskriminasi dan mengalienasi kelompok minoritas di Indonesia atau di negara mana pun membuktikan adanya ketimpangan atau ketidakadilan.

Kenapa ini terus terjadi dan bagaimana kita bersikap untuk menghadapi hal ini? Komunitas Salihara berupaya, melalui seri program daring ini kita bisa belajar dari berbagai perspektif, seniman dan peneliti, tentang pentingnya menerima perbedaan sebagai bagian dari diri kita.

Program yang kami tampilkan juga menawarkan cara melihat sejarah dengan beragam narasi (inklusif), bukan hanya dari satu sisi (eksklusif) yang gagal membangun kebhinekaan. Sebagai pembuka, kita bisa menyimak penampilan kolaborasi seniman Indonesia, Indo-Belanda dan Suriname.

Pentas Sastra ini hendak menampilkan sudut pandang sejarah melalui cerita-cerita keluarga. Kita juga bisa menyimak tiga podcast tentang bagaimana menyikapi ujaran kebencian yang mendiskriminasi agama minoritas; melihat kembali keindonesiaan dan ketionghoaan; dan diskusi tentang akar kekerasan.

Selain itu, kami menyajikan ceramah Nancy Jouwe, peneliti Belanda yang sebenarnya dekat dengan Indonesia karena ia berasal dari keluarga yang mengungsi akibat peristiwa politik di Papua Barat pada 1960-an.

Tak ketinggalan, penampilan Felix K. Nesi yang membaca petikan dari Orang-Orang Oetimu, sebuah novel yang berlatar peristiwa kekerasan di sebuah tempat di Pulau Timor.

Semoga materi-materi ini bisa memberi fondasi yang kokoh bagi semangat kebhinekaan kita sebagai bangsa Indonesia. Terus ikuti informasinya di media sosial kami. #DiSeniSehat #StayArtHome

Untuk mengetahui detail pertunjukan sila kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara atau hubungi: media@salihara.org/0822-2552-3959 (Muhammad Ridho)

20200625senipertunjukan

Seni Pertunjukan dan Social Distancing: Beberapa Eksperimen

Diskusi Daring (Live)
Pembicara: Ria Papermoon, Yola Yulfianti, Hilmar Farid
Moderator: Nirwan Dewanto (Rabu, 17 Juni 2020)

Wabah Corona telah mengubah cara pandang kita terhadap dunia, manusia, masa kini, masa depan—segalanya. Produksi seni sekarang ini sepenuhnya mengandalkan presentasi daring, melalui jejaring media sosial, dengan kolaborasi yang tanpa batas.

Di samping itu, seni bukan melulu ekspresi yang indah dan subtil, tetapi juga punya kekuatan terapeutik atas trauma akibat pandemi. Pengelola museum seni rupa atau seniman pada umumnya melihat semua ini sebagai cara baru dalam melihat hubungan antara seniman, karya seni dan penikmatnya.

Dalam Situasi seperti ini status ontologis seni dipersoalkan kembali. Seni mengalami “pendefinisian kembali” karena berbagai perubahan yang terjadi akibat wabah yang mendunia dan tidak terduga sebelumnya.

Apakah sebenarnya seni itu? Siapa penikmat seni sekarang ini? Bagaimana ia bisa diakses di tengah penjarakan sosial seperti sekarang ini? Masih diperlukannya “seni tinggi” yang melulu berkutat pada nilai-nilai keindahan yang adiluhung? Ataukah yang kita perlukan sekarang ini adalah seni yang bisa menyembuhkan kita dari trauma? Yang bisa membuat kita bertahan lebih lama di tengah derita dunia ini? Apakah seniman itu sebenarnya? Di mana posisinya di antara derita dunia ini? Apakah akan ada genre baru seni setelah wabah global ini? Komunitas Salihara membuka wadah bagi pertanyaan-pertanyaan itu dalam diskusi daring yang disiarkan secara langsung.

Bersama: Maria Tri Sulistyani (Ria Papermoon), Yola Yulfianti, Hilmar Farid yang akan di moderator oleh Nirwan Dewanto. Diskusi ini akan mempersoalkan perkembangan terbaru di Indonesia dan dunia terkait dengan produksi seni.

Diskusi ini akan mempersoalkan kembali latar belakang filosofis produksi seni di satu sisi, di sisi lain akan meneroka upaya-upaya seniman dalam mengalami wabah global ini. Perbandingan situasi mutakhir wabah global ini dengan peristiwa yang mirip di masa silam, Perang Dunia Kedua misalnya, juga dimungkinkan.

Jika setelah Perang Dunia Kedua muncul pernyataan Adorno “Menulis puisi setelah Auswitcz adalah barbar”, apakah produksi seni setelah wabah Corona akan bernasib serupa. Saksikan diskusinya secara langsung via Youtube: Komunitas Salihara Arts Center, Rabu, 17 Juni 2020, 16:00 WIB.

Untuk mengetahui detail pertunjukan sila kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara atau hubungi: media@salihara.org/0822-2552-3959 (Muhammad Ridho)