artcamgm

Menelisik Gagasan Seorang Tokoh Intelektual dalam ART CAMP: MEMBACA GOENAWAN MOHAMAD

25-27 Maret 2022
Komunitas Salihara & Zoom webinar

 

Kurangnya kajian mengenai pemikiran intelektual Indonesia mendorong Komunitas Salihara一bekerja sama dengan Komunitas Utan Kayu一untuk memulai program Art Camp, sebuah acara berkala mendiskusikan pemikiran para intelektual Indonesia. Art Camp hendak memperdalam pemahaman kita dengan membaca kembali karya-karya dari tokoh-tokoh yang telah memberikan sumbangan pemikiran dan gagasan di Indonesia.

Memperingati usia Goenawan Mohamad yang ke-80 pada 2021 lalu, Art Camp tahun ini mengangkat pembacaan terhadap karya-karya Goenawan Mohamad serta sumbangsihnya kepada dunia seni, sastra, jurnalistik, filsafat dan demokrasi di Indonesia.

Pemilihan Goenawan Mohamad sebagai tokoh yang dibahas dalam Art Camp juga didasari atas relevansi karya-karyanya di zaman sekarang ini, di mana kini kebebasan berekspresi dan sikap kritis mulai terkungkung kembali karena sikap dogmatisme, fundamentalisme dan ujaran-ujaran kebencian. Melalui karya-karya Goenawan Mohamad, kita bisa belajar mengenai sejarah pemikiran di Indonesia dan polemiknya, serta pandangan dan sikapnya mengenai kemanusiaan, seni dan filsafat, beririsan dengan itu juga: politik dan agama.

Art Camp menampilkan beragam diskusi menarik bersama para penulis dan intelektual Indonesia dari pelbagai generasi. Mereka akan menanggapi pemikiran Goenawan Mohamad yang ditulis pada masa kemarin hingga hari ini.

Ni Made Purnama Sari, penulis dan salah seorang pemateri dalam acara ini mengatakan sosok Goenawan Mohamad merupakan tokoh yang mengedepankan kritik elaboratif sebagai upaya dialog dengan pemikiran-pemikiran seni budaya yang berbeda.

“Goenawan Mohamad  adalah sosok yang memiliki dimensi kekaryaan luas. Dari sisi genre, dia menulis puisi, prosa, naskah drama, serta esai-esai budaya. Dari sisi tematik, dia mengolah khazanah tradisi hingga penjelajahan ke pemikiran modern. Dia tumbuh dari generasi intelektual pada zamannya yang masih mengedepankan kritik elaboratif sebagai upaya dialog dengan pemikiran-pemikiran seni budaya yang berbeda, meskipun tradisi ini mengalami represi kekuasaan negara.”

Purnama menambahkan, “dan sayangnya, tradisi intelektual seperti ini kian memudar akibat perkembangan teknologi, media sosial dan perilaku kita berinteraksi di dunia maya: kritik elaboratif tidak hadir sebagai upaya membangun silang pendapat yang membangkitkan pengetahuan, bahkan kesadaran.”

Selain itu Art Camp dapat menjadi jawaban akan kerinduan para peminat sastra dan filsafat yang selama dua (2) tahun ini tidak dapat berdiskusi secara langsung karena pandemi Covid-19. Kegiatan ini adalah langkah awal Komunitas Salihara untuk mempertemukan para penikmat sastra dan filsafat dari Jakarta dan sekitarnya secara langsung.

Art Camp diadakan selama akhir pekan secara hybrid (luring dan daring). Pada kegiatan luring, para peserta akan mengikuti acara di Salihara dengan protokol kesehatan yang ketat. Para peserta luring pun dapat berinteraksi langsung dengan para pembicara. Sedangkan untuk kegiatan daring, peserta bisa mengikuti materi-materi pembicara dari rumah melalui Zoom Meeting.

Rangkaian materi yang bisa diikuti para peserta terbagi ke dalam beberapa sesi, di antaranya adalah:

Jumat, 25 Maret 2022
Sesi 1 | 15:30 WIB – Di Antara Sajak dan Intelektualisme
Pembicara: Ni Made Purnama Sari, Nirwan Dewanto, Triyanto Triwikromo
Moderator: Avianti Armand
19:00 WIB (khusus luring) – Diskusi dan Musik
Goenawan Mohamad, Seni dan Kebebasan
Bersama Ayu Utami dan Sri Hanuraga

Sabtu, 26 Maret 2022
Sesi 2 | 10:00 WIB – Adorno: Bagaimana Seni Membebaskan?
Pembicara: Fitzerald K. Sitorus & Bambang Sugiharto
Moderator: Akhmad Sahal

Sesi 3 | 13:00 WIB – Nietzsche: Mungkinkah Ambiguitas Dijelaskan?
Pembicara: A. Setyo Wibowo & Yulius Tandyanto
Moderator: Martin Sinaga

Sesi 4| 15:30 WIB – Rancière: Apakah Politik Selalu Tentang Kekuasaan?
Pembicara: A. Setyo Wibowo & Sri Indiyastutik
Moderator: Martin Sinaga

Sesi 5 | 19:00 WIB – Dari Marx ke Derrida: Masih Adakah Humanisme?
Pembicara: Y.D. Anugrahbayu & Martin Suryajaya
Moderator: Akhmad Sahal

Minggu, 27 Maret 2022
Sesi 6 | 10:00 WIB – Jurnalisme, Demokrasi dan Pergulatannya
Pembicara: Agus Sudibyo dan Donny Danardono
Moderator: Arif Zulkifli

Sesi 7 | 14:00 WIB – Tuhan dan Hal-hal yang Tidak Selesai
Pembicara: Ayu Utami dan Ulil Abshar Abdalla
Moderator: Nong Darol Mahmada
Direktur Program Komunitas Utan Kayu dan Perumus Art Camp: Membaca Goenawan Mohamad, Ayu Utami memaparkan bahwa pemilihan tema dan pembicara dalam acara ini secara garis besar memiliki dua tema utama: filsafat dan pemikiran tentang seni. Tapi, beririsan dengan dua tema utama itu adalah isu politik dan agama. Tema filsafat dibahas oleh para ahli dalam studi filsafat. Tema pemikiran seni oleh praktisi.

“Kita mengundang pembicara ahli untuk tema itu dan melihat bagaimana GM mengolah pemikiran tersebut. Untuk seni, juga agama, kita memilih orang-orang yang juga terlibat di dalam dunia kesenian yang memikirkan bagaimana seni, bahasa, dan agama berperan atau berhubungan dalam masyarakat,” lanjut Ayu Utami.

Melalui tujuh (7) sesi yang dipaparkan di atas, para peserta diharapkan bisa berkenalan dengan garis besar sejarah pemikiran Indonesia dan dunia melalui kacamata Goenawan Mohamad. Diharapkan pada akhir sesi, peserta bisa memetakan isu pemikiran, politik, dan seni baik dari konteks sejarah nasional maupun dunia.

Diskusi ini juga bisa menjadi perkenalan sosok Goenawan Mohamad kepada para pembaca yang menaruh minat terhadap perkembangan intelektual di Indonesia. Bagi para pembaca yang ingin mengenal Goenawan Mohamad bisa memulai dengan merujuk rekomendasi bacaan dari Ayu Utami yaitu sajak-sajak karya Goenawan Mohamad, atau bisa juga dengan membaca novel pendeknya yang berjudul Surti dan Tiga Sawunggaling.

Ayu Utami menambahkan, “untuk pembaca yang ingin tahu garis besar pemikiran Goenawan Mohamad tentang tokoh-tokoh penting dalam sejarah Indonesia, bisa baca Pembentuk Sejarah: Pilihan Tulisan Goenawan Mohamad, terbitan KPG, Freedom Institute  dan Komunitas Salihara.”

 

Tentang Goenawan Mohamad:

Goenawan Mohamad atau akrab disapa GM lahir di Kabupaten Batang, 29 Juli 1941. Sebagai seorang intelektual, Goenawan Mohamad menempati posisi khas dalam perkembangan pemikiran seni di Indonesia. Ia berseberangan dengan Sutan Takdir Alisjahbana maupun Pramoedya Ananta Toer dalam hal hubungan seni dengan politik dan pembangunan. Tapi, seperti Takdir, ia mengolah filsafat Barat dengan tekun dan bergairah. Karya-karya Goenawan Mohamad dapat dikatakan tak lekang oleh waktu, karena meskipun ditulis pada masa kemarin, pemikirannya selalu relevan hingga saat ini. Ia sangat dikenal sebagai penulis Catatan Pinggir, esai-esai pendek di majalah Tempo yang sampai kini telah dibukukan dalam 14 jilid. Beberapa karya-karya terbaru Goenawan Mohamad adalah Estetika Hitam: Adorno, Seni, Emansipasi (2021); Rupa, Kata, Obyek, dan yang Grotesk: Esai-Esai Seni Rupa dan Filsafat Seni 1961-2021 (2021); Eco dan Iman (2021); Dari Sinai sampai Al-Ghazali (2021); dan Albert Camus: Tubuh dan Sejarah (2021).

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center merupakan sebuah Institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

Untuk mengetahui jadwal pertunjukan dan pameran berikutnya sila kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara atau hubungi: media@salihara.org

siaranpers-kelas-filsafat-2022

Memahami Perkembangan Dunia Digital dalam Perjalanan Sejarah Manusia melalui Kacamata Filsafat

Seri Kelas Filsafat Manusia dan Dunia Digital
Antropologi: Manusia dan Dunia Digital
Pengampu: Reza A.A. Wattimena
Setiap Sabtu, 05, 12, 19, 26 Februari 2022, 13:00 WIB
Zoom Webinar

Jakarta, 10 Januari 2022 – Revolusi digital telah mengubah modes of being kita. Dunia digital ada secara paralel dengan dunia korporeal. Kita hidup dalam keduanya. Bagaimana filsafat menanggapi perubahan ini? Mengusung tema besar Manusia dan Dunia Digital, tahun ini Komunitas Salihara Arts Center menggelar seri kelas filsafat yang membahas fenomena dunia digital yang kita alami dan berbagai perubahannya dari perspektif antropologi, etika dan epistemologi.

Seri kelas filsafat tahun ini dibagi dalam tiga putaran. Pertama, melalui perspektif antropologi (Februari) kita akan membahas bagaimana eksistensi pikiran manusia ketika berhadapan dengan “kemayaan realitas” di dunia digital. Kedua, dari perspektif etika (Mei), kita akan membahas berbagai cabang filsafat Barat dari yang klasik hingga mutakhir dalam mempersepsikan dunia virtual. Ketiga, melalui perspektif epistemologi (November), kita akan membahas kata-kata kunci terpenting dari filsafat Barat kontemporer (demokrasi dan sosialitas) dan kaitannya dengan watak dunia digital.

Untuk putaran pertama dan kedua, kelas diampu oleh Reza A.A. Wattimena (peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur). Adapun pada putaran ketiga kelas diampu oleh F. Budi Hardiman (alumnus Hochschule für Philosophie München dan pengajar di Universitas Pelita Harapan).

*

Putaran pertama berjudul Antropologi: Manusia dan Dunia Digital. Di sini kita akan membahas bagaimana manusia dan dunia digital dilihat melalui sudut pandang antropologi. Dibagi dalam empat pertemuan, kelas akan berlangsung secara daring setiap Sabtu, 05, 12, 19, 26 Februari 2022 pukul 13:00 WIB.

Reza A.A. Wattimena, pengampu kelas sekaligus penulis buku Urban Zen (2021) menuturkan bahwa dunia digital banyak memberikan pengaruh baik terhadap cara berpikir, pola hubungan antar sesama manusia, dan pemaknaan identitas. “Makna kenyataan dan identitas berubah total. Kenyataan tidak lagi sekadar kenyataan fisik, tetapi juga kenyataan digital yang dibentuk oleh angka dan algoritma. Pola hubungan antar manusia pun berubah. Ada peluang kemajuan, sekaligus ancaman kehancuran peradaban. Filsafat-filsafat sebelumnya tak lagi mampu menanggapi kompleksitas yang terjadi. Diperlukan pemaknaan reflektif dan kritis yang lebih sesuai.”

“Dunia digital mengubah hidup manusia, dan bahkan mengubah jati diri kita sebagai manusia.” Reza menambahkan bahwa keempat diskusi ini ingin memberikan kejernihan pemahaman atas revolusi digital yang terjadi, sekaligus menawarkan arah, sehingga keseimbangan hidup bisa terjaga di masa revolusi digital ini.

 Pertemuan pertama dimulai dengan sub materi “Zen, Ilusi Ego dan Internet” yang membahas bagaimana Zen dapat membantu memahami ego di era digital. Pertemuan kedua “Nietzsche dan Cyborg” kita akan berdiskusi tentang konsep “manusia atas” dari Nietzsche yang telah mengantisipasi realitas pasca-humanisme antara manusia dan mesin.

Pertemuan ketiga “Neurofilosofi dan Manusia Digital” kita akan membahas perkembangan baru dalam neurofilosofi yang telah banyak mengubah pemahaman kita tentang kesadaran di era digital. Pertemuan terakhir “Panpsikisme dan Kesadaran Digital” akan membahas sejauh mana dunia digital mendukung panpsikisme yaitu sebuah pemahaman bahwa semua hal termasuk benda-benda yang ada di dunia memiliki kesadarannya masing-masing.

Koordinator program edukasi Komunitas Salihara Arts Center, Rebecca Kezia memaparkan bagaimana teknologi berkembang begitu pesat dan memainkan peran penting terutama di masa pandemi ini. “Kita melihat dan merasakan bagaimana teknologi berkembang pesat dan sejumlah peranti di dalamnya memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Apalagi di masa pandemi yang membatasi ruang gerak kita di dunia fisik, kian mempercepat keakraban kita dengan teknologi dan ruang-ruang digital.” Rebecca menambahkan bahwa sesuai dengan tujuan kelas filsafat, Komunitas Salihara ingin mengajak publik memaknai perubahan dan kenyataan hari ini melalui pemikiran filsafat dari sejumlah tokoh penting seperti Nietzsche, Kant, Marx hingga prinsip pemikiran Buddhisme.

Program Kelas Filsafat ini niscaya dapat merawat ruang berpikir kritis publik melalui sejarah dan teori para pemikir dunia. Rebecca juga mengatakan bahwa Komunitas Salihara selalu mengambil tema-tema yang spesifik berkaitan dengan isu sosial, politik, bahkan fenomena-fenomena terkini di dunia digital yang semakin marak selama pembatasan sosial di masa pandemi. Tema pilihan tersebut kemudian dilihat dari kacamata filsafat bukan sebagai kebenaran cara pandang yang tunggal tapi jalan untuk melihat suatu isu dengan lebih luas dan kritis.

Untuk informasi lebih lanjut tentang Kelas Filsafat Salihara silakan kunjungi website salihara.org dan media sosial kami.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

web banner-helatari-2021

Siaran Pers: Helatari Salihara 2021

26 & 27 Juni; 03 & 04 Juli 2021
Densiel Lebang | Eka Wahyuni | Krisna Satya | Leu Wijee

YouTube Komunitas Salihara

 

Tahun ganjil selalu dipenuhi acara dan program seru dari Komunitas Salihara Arts Center. Bukan hanya sebagai tahun penyelenggaraan Literature and Ideas Festival Salihara (LIFEs) saja, tapi juga tahun di mana dua mini festival yaitu Helateater (festival teater) dan Helatari (festival tari) berlangsung. Setelah Helateater 2021 mengobati rasa kangen para penikmat seni pertunjukan dengan penampilan seniman teater pilihan dari seleksi open call, kali ini giliran Helatari Salihara yang akan menemani anda semua!

Helatari Salihara sendiri adalah festival seni tari kontemporer dua tahunan yang menampilkan karya-karya tari baru yang berangkat dari khazanah tradisi tari Nusantara maupun dunia. Tahun ini Komunitas Salihara menampilkan empat koreografer yang lolos melalui proses seleksi Undangan Terbuka. 

Empat koreografer tersebut terpilih dari total 51 proposal dari seluruh Indonesia. Dewan Juri memilih para koreografer atau kelompok tari yang mendaftar dengan beragam pertimbangan. Totalitas dari artikulasi konsep yang diajukan, bagaimana penyajian secara digital, portfolio pelamar hingga rekam-jejak perjalanan kreatif para koreografer. Akhirnya empat koreografer pilihan itu adalah Densiel Lebang (Jakarta), Eka Wahyuni (Yogyakarta), Krisna Satya (Bali) dan Leu Wijee (Jakarta)

Empat koreografer pilihan ini hadir dengan bentuk presentasi dan ekspresi artistik yang lain dari pentas seni tari selama ini. Empat koreografer ini mengajak kita menikmati alih wahana seni tari ke dalam media digital.

 

Densiel Lebang (Jakarta) membawakan Another Body – Another Space – Another Time, sebuah karya memperlihatkan bagaimana kemampuan tubuh beradaptasi di dalam situasi apa pun, misalnya ketika berada di ruang yang sempitㅡsebuah interpretasi berdasarkan situasi hari ini. Densiel Lebang sendiri adalah koreografer yang baru saja menciptakan film-tari berjudul Chaotic (2020) yang menjadi Official Selection di Kalakari Film Festival, India dan Reeling: Dance on Screen Festival oleh Mile Zero Dance, Kanada, serta ditampilkan di Dance in Asia pada 2020

Eka Wahyuni (Yogyakarta) membawakan karya berjudul Pesona yang mengeksplorasi sudut pandang penonton dan kesan erotika dalam tarian Gong. Karya ini membongkar konsepsi dominan tentang “keindahan” tubuh dan gerak perempuan melalui eksperimentasi terhadap kamera. Eka Wahyuni sendiri adalah koreografer yang banyak terlibat di dalam beberapa proyek dan kolaborasi seni. Ia menginisiasi forum kecil untuk seniman muda di Berau, Kalimantan Timur, juga platform Portaleka dan Tepian Kolektif yang kegiatannya berhubungan dengan seni pertunjukan baik diskusi maupun penciptaan karya.

Krisna Satya (Bali) membawakan karya berjudul Sikut Awak yang menelusuri hubungan tubuh dengan bangunan (ruang), di sini adalah sebuah istilah bernama sikut satak, salah satu konsep arsitektur tradisional Bali.  Krisna Satya adalah kreografer yang kerap berpartisipasi dalam sejumlah lokakarya kepenarian bersama sejumlah koreografer penting dari Indonesia dan mancanegara. Ia pernah mengikuti program Koreografer Muda Potensial di Indonesian Dance Festival 2018 dan mengikuti tur bersama Cie Express Company di Prancis pada 2019.

Leu Wijee (Jakarta) membawakan karya Museum I: Waves, sebuah karya tari kontemporer berdasarkan pengamatan dan ingatan kolektif si koreografer terhadap peristiwa bencana alam di Palu, Sulawesi Tengah pada tahun 2018. Leu Wijee adalah koreografer kelahiran Parigi, Sulawesi Tengah, 1998. Ia memulai proses kreatif di dunia tari dengan gaya hip-hop sejak 2011 dan memperluas praktik artistiknya ke ranah tari kontemporer. Ia pernah terpilih tsebagai salah satu seniman dalam program Open Lab Upcoming Choreographer oleh Dewan Kesenian Jakarta, 2020

 

Helatari Salihara 2021 bisa kita saksikan pada Sabtu-Minggu, 26-27 Juni & 03-04 Juli 2021, di kanal YouTube: Salihara Arts Center. Info lebih lengkap kunjungi www.salihara.org

 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

Untuk mengetahui detail pertunjukan sila kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara atau hubungi: media@salihara.org/0821-1252-0568 (Muhammad Ridho)

menulis-berbobot-home

Siaran Pers: Kelas Menulis Kreatif yang Berbobot

Pengajar: Ayu Utami
Setiap Sabtu, 12, 19, 26 Juni; 03, 10, 17 Juli 2021, 15:00 WIB
Zoom Komunitas Salihara

Menulis dengan bagus tidak hanya bergantung pada bakat. Kita juga perlu latihan yang rutin untuk mengembangkan tulisan. Dan dari sekian banyak karya yang pernah kita baca dan tulis ketika berlatih, bagaimana kita tahu seperti apa tulisan kreatif dan berbobot itu? Tapi sebelumnya, apa itu kreatif? Apa itu bobot?

Tahun ini Komunitas Salihara kembali membuka kelas Menulis Kreatif yang Berbobot yang diajar langsung oleh Ayu Utami via daring. Berbeda dari kelas langsung Ayu Utami terdahulu, kelas online kali ini memberi penekanan khusus pada bobot tulisan, yaitu muatan intelektual dan artistik suatu karya.

Para peserta akan mempelajari: bagaimana memberi bobot yang kritis dan kreatif ke dalam karya mereka; bagaimana memberi muatan intelektual dan artistik ke dalam karya mereka; dan seperti apa karya-karya penting di sastra Indonesia. Dengan demikian para peserta bisa meningkatkan wawasan melalui contoh-contoh yang ada dalam sejarah sastra Indonesia, dan menerapkan wawasan itu dalam karya mereka sendiri.

Di akhir kelas, para peserta diharapkan bisa menyelesaikan tulisan penting dan berbobot. Paket yang didapatkan dari kelas adalah buku Menulis Kreatif dan Berpikir Filosofis (2020) karya Ayu Utami, sesi latihan dan ulasan langsung dari pengajar, beserta sertifikat digital di akhir kelas.

Ayu Utami adalah salah satu penulis yang dianggap sebagai pendobrak kemapanan, khususnya masalah seks dan agama yang ia angkat dalam karya-karyanya. Karya-karya yang ditulisnya mengangkat wacana seksualitas dari sudut pandang perempuan.

Novel pertamanya Saman (1998) memenangkan Sayembara Penulisan Roman Terbaik Dewan Kesenian Jakarta tahun 1998. Beberapa karyanya yang lain yaitu: Larung (2001), Si Parasit Lajang (2003), Bilangan Fu (2008) yang beroleh Khatulistiwa Literary Award 2008, Manjali dan Cakrabirawa (2010), Cerita Cinta Enrico (2012), Soegija: 100% Indonesia (2012), Lalita (2012), Pengakuan Eks Parasit Lajang (2013) dan Anatomi Rasa (2019). Ayu Utami meraih Prince Claus Award pada tahun 2000 dari Prince Claus Fund (Belanda), sebuah yayasan yang memberi penghargaan kepada individu dan organisasi yang berkontribusi dalam kebudayaan.

Ayu Utami juga ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan ikut membangun Komunitas Utan Kayu, sebuah pusat kegiatan seni, pemikiran, dan kebebasan informasi sebagai kurator. Ia juga pernah menjadi anggota redaktur Jurnal Kalam dan peneliti di Institut Studi Arus Informasi. Saat ini Ayu Utami aktif sebagai kurator sastra dan Direktur Literature and Ideas Festival (LIFEs) di Komunitas Salihara serta Direktur Program Teater Utan Kayu.

Kelas Menulis Kreatif yang Berbobot bisa diikuti setiap hari Rabu, 12, 19, 26 Juni dan Kamis 03, 10, 17 Juli 2021 Melalui Zoom Salihara. Info dan pendaftaran lebih lanjut kunjungi www.salihara.org.

__________________________________________________________________

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

Untuk mengetahui detail pertunjukan sila kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara atau hubungi: media@salihara.org/0821-1252-0568 (Muhammad Ridho)

Universal

Siaran Pers: Universal Iteration

“Festival Media Berkala dalam Jaringan”

22 Mei – 06 November 2021

Seniman:  Bandu Darmawan, Blanco Benz Atelier, Farhanaz Rupaidha, House of Natural Fiber & Institut Teknologi Telkom Purwokerto, Mira Rizki Kurnia, Natasha Tontey, Riar Rizaldi, Tromarama

Kurator: Bob Edrian

Bagaimana seni rupa hari ini dipamerkan melalui ruang virtual? Apakah pameran virtual hanya semata memindahkan karya-karya fisik ke ruang maya?

Pameran Universal Iteration menampilkan karya-karya seni rupa yang sepenuhnya memang diproduksi dan hendak ditujukan untuk ditonton para pemirsa secara daring. Pameran virtual ini mengajak kita menikmati pengalaman baru dalam mengapresiasi bentuk seni rupa berbasis digital.

Kita bisa menyaksikan karya-karya berbasis digital dari para seniman seperti Bandu Darmawan, Blanco Benz Atelier, Farhanaz Rupaidha, House of Natural Fiber & Institut Teknologi Telkom Purwokerto, Mira Rizki Kurnia, Natasha Tontey, Riar Rizaldi, Tromarama.

Pameran Universal Iteration dilatarbelakangi oleh pemanfaatan teknologi mutakhir yang telah melebar sampai ke kebutuhan tersier manusia, misalnya dalam ranah artistik. Beragam individu dan kelompok berlomba-lomba menampilkan pameran, pertunjukan, festival seni sampai diskusi dan seminar secara daring.

Bob Edrian selaku kurator pameran ini mengatakan bahwa “iterasi (perulangan) yang dilakukan secara bersama-sama untuk membuka alternatif-alternatif terbaik atas segala bentuk upaya artistik yang sebelumnya hampir selalu dilakukan dalam dunia fisik. Iterasi dengan harapan mencapai kesepakatan universal.”

Spektrum karya-karya para seniman berbasis digital yang dipamerkan dalam Universal Iteration tidak hanya mengangkat isu-isu yang luas, tetapi juga akan memantik pembicaraan terkait teknologi dan kesadaran internet itu sendiri. Para seniman yang akan berpameran adalah:

Bandu Darmawan beberapa kali menggunakan idiom dan cara kerja video game dalam beberapa karyanya. Ia pernah menampilkan karya interaktif dalam Pekan Kebudayaan Nasional akhir tahun lalu. Dengan memanfaatkan platform Unity, ia menawarkan karya interaktif yang memungkinkan pengunjung untuk memilih sendiri “jalan cerita’ di dalam karyanya.

Blanco Benz Atelier terdiri atas tiga seniman muda: Jeffi Manzani, William Samosir, dan Yura Kenn Kusnar. Blanco Benz Atelier menyelenggarakan pameran bersama yang mengangkat pemanfaatan manipulasi digital, kemampuan algoritma generatif dan kecerdasan buatan (artificial intelligence) untuk menciptakan karya seni pada tahun 2018. Dalam pameran tersebut mereka memandang bahwa perkembangan dan pemanfaatan algoritma dapat memicu keterbukaan beragam kemungkinan artistik yang baru.

Farhanaz Rupaidha adalah seorang seniman yang banyak mengeksplorasi algoritma generatif berbasis interaksi. Salah satu karyanya pernah dipresentasikan dalam Festival Seni Media Internasional Instrumenta #2: Machine/Magic. Khas karyanya adalah mempertanyakan hubungan “tidak terlihat” antara perkembangan teknologi digital dengan lingkungan. Bagaimana transaksi dan sirkulasi data digital menciptakan gangguan-gangguan fisik bagi alam sekitar.

House of Natural Fiber & Institut Teknologi Telkom Purwokerto adalah kolektif yang membangun sebuah instalasi tentang kemungkinan terjadinya ekosistem kehidupan yang organik. Karya instalasi ini akan ditanggapi oleh beberapa seniman dalam format pertunjukan yang disorot dan ditampilkan dalam fitur kamera 360 Youtube, sehingga pengunjung dapat leluasa menjelajahi keseluruhan instalasi beserta pertunjukan dan area di sekitar karya.

Mira Rizki Kurnia meraih gelar sarjananya di Fakultas Seni Rupa dan Desain studio Seni Intermedia di Institut Teknologi Bandung. Ia memulai karier sebagai seniman media baru yang kerap kali menggunakan medium bunyi beserta interaktivitas bunyi-bunyi keseharian. Selama pandemi, ia menelusuri beragam obyek untuk dibunyikan dan dikomposisikan. Pengalaman mengolah bebunyian tersebut ia bagikan melalui website di mana pengunjung bisa memilih sendiri bebunyian mana yang akan dimainkan, dan diharmonisasikan dengan bunyi lainnya.

Natasha Tontey  adalah seorang seniman yang juga berprofesi sebagai desainer grafis dan pengembang situs web. Karya-karyanya banyak menekankan aspek spekulatif dan imajinatif pada masa depan melalui penelusuran-penelusuran yang bersifat lokal. Dalam sebuah karyanya ia mengumpulkan ramalan-ramalan dari pertemuannya dengan dukun atau paranormal. Ramalan-ramalan tersebut kemudian ia tuangkan dalam karya instalasi dan gambar bergerak.

Riar Rizaldi adalah seorang seniman yang banyak memanfaatkan media film sebagai karyanya. Salah satu karyanya mengangkat material timah sebagai unsur alam yang menopang teknologi. Adapun karya terbarunya mengangkat peran penting Stasiun Radio Malabar pada masa lalu dalam memahami peran alam terhadap akselerasi teknologi. Eksplorasi medium film yang ia kerjakan banyak ditampilkan dalam format film dokumenter.

Tromarama banyak mengangkat gagasan algoritma media sosial dan perilaku penggunanya dalam karya-karya instalasi. Mereka mengumpulkan dan mempresentasikan ulang data-data yang disaring dengan menambahkan konteks spesifik. Mulai dari menyaring tagar di platform Twitter hingga data prakiraan dan perubahan cuaca untuk menghasilkan visualisasi-visualisasi tertentu.

Pameran Universal Iteration akan dimulai 22 Mei hingga 06 November 2021 dan bisa dinikmati bersama di website: galeri.salihara.org.

__________________________________________________________________

Tentang Komunitas Salihara Arts Center
Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

Untuk mengetahui detail pertunjukan sila kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara atau hubungi: media@salihara.org/0821-1252-0568 (Muhammad Ridho)

debatsastra2021

Press Release: Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA 2021

Pendaftaran: 02 Mei – 04 Juni 2021

Setahun sudah pandemi COVID-19 sudah melanda dunia, namun semangat kami tidak pernah surut dalam menjaga regenerasi literatur Indonesia tetap berjalan dengan mengajak putra-putri terbaik bangsa Indonesia merayakan semangat kesusastraan dalam adu cerdas dan berpikir pada Kompetisi Debat Sastra 2021.

Melalui kompetisi ini, kami menantang para siswa-siswi SMA/K dalam untuk beradu wawasan dalam membandingkan karya sastra dalam negeri dan luar negeri. Tahun ini karya yang diperbandingkan adalah novel “Lusi Lindri” karya Y.B. Mangunwijaya (Indonesia) dan memoar “Perempuan di Titik Nol” karya Nawal El Saadawi (Mesir).

Kedua karya ini berbeda genre tetapi memiliki kedekatan, yaitu dalam menggambarkan tokoh perempuan yang berhadapan dengan situasi zaman dan masyarakatnya. Membaca dua karya ini secara berdampingan akan memberi kita kesempatan untuk memahami masalah yang mirip sekaligus berbeda dalam perspektif yang lebih luas dan kaya.

Para juri akan menilai karya tulis berdasarkan mutu argumen, pendalaman dan penggalian masalah serta ketertiban dan keindahan bahasa Indonesia yang digunakan dan juga menilai keterampilan para peserta dalam menyampaikan gagasan secara lisan dan kekuatan argumen dalam perdebatan. Peserta yang lolos menuju babak final akan beradu kembali melalui debat daring yang diadakan pada Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2020.

Pendaftaran kompetisi ini dibuka mulai dari 02 Mei hingga 04 Juni 2021. Pengumpulan makalah paling lambat 14 September 2020. Hadiah yang kami siapkan berupa: Juara 1 sejumlah Rp20.000.000, Juara 2 sejumlah Rp10.000.000, dan tiga makalah favorit masing-masing Rp3.000.000.

Para peserta dapat melihat syarat serta ketentuan yang disediakan oleh Komunitas Salihara melalui web: tiket.salihara.org. Segera jadi bagian dalam sejarah edukasi dan menangkan total hadiah sebesar Rp44.000.000!

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

Untuk mengetahui detail pertunjukan sila kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara atau hubungi: media@salihara.org/0821-1252-0568 (Muhammad Ridho)

1350-helateater2021

Siaran Pers: Helateater Salihara 2021: Ulang Alih Teater

20 & 27 Maret; 03 & 04 April 2021
Studio Patodongi (Makassar) | Teater Petra (Jakarta) | Komunitas Sakatoya (Yogyakarta) | Fortuna Creative Collective (Meksiko)

Helateater Salihara kembali lagi tahun ini. Festival mini dua tahunan (pertama diselenggarakan pada 2013) ini telah menampilkan seniman-seniman teater Indonesia dengan tema dan bentuk pertunjukan yang beraneka ragam. Kelompok teater seperti Teater Mandiri (Jakarta), Teater Satu (Bandar Lampung), Teater Garasi (Yogyakarta) pernah meramaikan Helateater Salihara. Sejak 2018, kami pun mulai mengadakan Undangan Terbuka (Open Call) untuk memberi kesempatan bagi perkembangan generasi baru seni teater di Indonesia.

Helateater Salihara 2021 mengusung tema “Ulang Alih Teater”. Melalui proses Undangan Terbuka, kami menawarkan wacana kepada calon penampil untuk menggarap kembali secara digital karya-karya mereka yang pernah tersaji secara luring maupun daring. Tema “Ulang Alih Teater” sesungguhnya mengajak calon penampil untuk mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan penampilan teater yang memperhitungkan perspektif virtual, bukan sekadar menayangkan hasil rekaman.

Melalui proses Undangan Terbuka kami telah memilih empat kelompok terbaik untuk tampil di Helateater Salihara 2021 dari 20 proposal yang kami terima dari seluruh Indonesia. Mereka adalah: Studio Patodongi (Makassar), Teater Petra (Jakarta), Komunitas Sakatoya (Yogyakarta). Satu penampil adalah bintang tamu dari Meksiko, yaitu Fortuna Creative Collective.

Berani Beradaptasi

Studio Patodongi (Makassar) mengangkat narasi sosio-politik sosok Kahar Muzakkar dengan konsep alam arwah dalam penggalan singkat I Lagaligo, naskah epik dalam bahasa Bugis Kuno. Menggunakan anasir teknologi dalam pemanggungan, karya yang berjudul [Revisi: 3 Februari 1965]_Gugatan-Gugatan Dari Dalam Tudung Saji_Final_FIX ini memperlihatkan tegangan antara sejarah dan mitos, Islam dan agama lokal, kebulatan dunia dan fragmentasi, masa kini dan masa silam, dan lain-lain.

Teater Petra (Jakarta) mengalih-wahanakan Domba-Domba Revolusi karya B. Soelarto menjadi sebuah karya film hitam putih. Dengan mempertahankan kekuatan seni peran, mereka juga memanfaatkan teknik pengambilan gambar sekali bidik dengan beberapa kamera, serta menyusun wujud visual karya dengan proses penyuntingan yang ketat.

Komunitas Sakatoya (Yogyakarta) menampilkan The Happy Family, pertunjukan teater site-specific yang membutuhkan partisipasi penonton sebagai dramaturgi. Mereka memanfaatkan platform media sosial sebagai bagian dari pentas teater; mencoba memberi makna baru pada diktum “kini dan di sini” yang telah menjadi klasik dalam teater.

Adapun bintang tamu Fortuna Creative Collective (Meksiko) menampilkan La Alacena (The Cupboard) atau dalam bahasa Indonesia berarti Lemari. Karya ini adalah sebuah miniatur dokumenter tentang María Izquierdo, pelukis penting Meksiko. Mengeksplorasi bahasa visual dan teater boneka dari benda sehari-hari, kertas, bayangan (wayang) hingga mainan, pertunjukan ini sekaligus memperkenalkan kita kepada tokoh inklusif, sejarah, gerakan seni muralisme, revolusi, konstruksi seni baru di Meksiko.

Kangen Suasana Teater

Kita pasti kangen menonton teater di ruang pertunjukan, kangen suasana intim yang dibangun dalam sebuah pentas, merasakan komedi dan ironi, dan mendengar suara tawa dan kesunyian yang menegangkan. Tapi kita belum kehilangan hal-hal tersebut, karena empat penampil Helateater Salihara 2021 sebenarnya hendak memberikan sensasi baru dalam menikmati teater dalam masa pandemi hari ini. Meskipun dari layar, Helateater Salihara tetap memberikan kita sebuah suasana menonton teater.

Helateater Salihara 2021 bisa kita saksikan pada Sabtu, 20 & 27 Maret 2021 dan Sabtu-Minggu 03-04 April 2021, di kanal YouTube: Salihara Arts Center.

__________________________________________________________________

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

Untuk mengetahui detail pertunjukan sila kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara atau hubungi: media@salihara.org/0821-1252-0568 (Muhammad Ridho)

Salihara-Jazz-Buzz-2021-800x533_c

Siaran Pers: Salihara Jazz Buzz 2021: Joyous Metamorphosis

Sabtu-Minggu, 20-21, 27-28 Februari 2021, 19:00 WIB

Adra Karim dan Wahono | Daniel Dyonisius, Hanhan & Qadra Shakuhachi | Ferdy & Friends | Jason Mountario • Rupa Baru

 

16 Februari 2021

Sejak Komunitas Salihara Arts Center berdiri (2008), salah satu acara yang paling diminati penonton adalah Salihara Jazz Buzz, sebuah festival jazz tahunan yang menampilkan komposisi dan presentasi sebuah konsep musik baru. Jazz Buzz telah menampilkan deretan musisi seperti Dewa Budjana, Indra Lesmana dan Tohpati, sampai musisi terkini seperti Adra Karim, Gerald Situmorang, Sri Hanuraga dan masih banyak lagi yang sudah memberikan pembaruan terhadap musik jazz.

Walaupun sampai saat ini situasi belum memungkinkan bagi kami untuk membuka ruang pertunjukan, Salihara Jazz Buzz tetap menemani Anda Februari 2021 dengan tema, konsep dan penampil segar.

Tahun ini, tiga dari empat penampil adalah musisi-musisi terpilih dari program Undangan Terbuka (Open Call) Salihara Jazz Buzz 2021 yang kami adakan tahun 2020. Pertama kalinya Jazz Buzz mengadakan open call, kami ingin membuka ruang partisipasi  bagi para musisi gagasan dan konsep bermusik baru dalam ranah musik jazz di Indonesia.

Para musisi dan grup terpilih itu adalah: trio Daniel Dyonisius, Hanhan & Qadra Shakuhachi; Ferdy & Friends; dan Jason Mountario • Rupa Baru.

Hembusan Napas Baru Musik Jazz


Trio Daniel Dyonisius (gitar/komponis), Hanhan (bas) dan Qadra Shakuhachi (drum) menampilkan konsep musik minimalis dengan improvisasi yang maksimal melalui perpaduan unsur genre jazz, rock dan blues.

Ferdy & Friends adalah Ferdian Wahyu Satria (komponis) bersama M. Chevin Chaniago (tiup/vokal), Yoga Ardiyanto (biola/keyboard), Wikal Usny (bas), Vindo Alhamda Putra (piano/keyboard), Rafi Mahaldi (talempong) dan Avantgarde Dewa Gugat (drum). Mereka akan menggabungkan jazz fusion, funky, pop,juga unsur musik tradisi Minangkabau dalam konser yang berjudul Minanga Metamorfosa.

Lalu Jason Mountario • Rupa Baru melalui pertunjukan Nomenasia menampilkan komposisi yang ditulis utuh dan ketat, hingga komposisi yang mengambil idiom free-jazz. Melalui konser ini pula si komposer hendak mengungkapkan kegelisahan pribadinya terhadap berbagai fenomena terkini.

Ada juga satu penampilan spesial dari Adra Karim (keyboards dan electronics) yang akan berkolaborasi dengan Wahono (perkusi dan electronics). Kolaborasi ini mengeksplorasi dan menggabungkan suara sintetis dari synthesizer analog dengan hasil manipulasi suara akustik piano.

Joyous Metamorphosis


Salihara Jazz Buzz 2021 membawa tema Joyous Metamorphosis. Tema ini menawarkan gagasan dalam situasi pandemi yang sudah dan sedang mengubah perilaku dan gaya hidup kita, terutama ketika menonton seni pertunjukan melalui ruang virtual. Perubahan seperti ini sudah seharusnya kita tanggapi dengan sikap terbuka dan gembira, joyous, sebagai alternatif dari pesimisme dan sikap menutup diri.

Metamorphosis adalah kenyataan yang harus kita terima dalam menghadapi “dunia atau kehidupan yang tidak pernah sama lagi seperti sebelumnya”. Selain bermetamorfosa, kita juga bisa mengadaptasi sifat musik jazz yang mengeksplorasi genre musik lain, selalu mencari pembaruan, sekaligus gairah untuk mengolah presentasi dengan cara baru dalam hal ini,digital.

Salihara Jazz Buzz 2021 bisa kita saksikan setiap Sabtu-Minggu pada 20-21 dan 27-28 Februari 2021, pukul 19:00 WIB.

__________________________________________________________________

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

Untuk mengetahui detail pertunjukan sila kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara atau hubungi: media@salihara.org/0821-1252-0568 (Muhammad Ridho)

Suara Lantang dari Pinggir

Siaran Pers Penutupan Program Peduli: Suara Lantang dari Pinggir

29 Januari-06 Februari 2021

DSS Music (Konser 7 Ruang): Andre Hehanussa, Alena Wu, Rian (D’Masiv), Ophie Danzo, Prass Audiensi | Voice of Baceprot | Sakdiyah Ma’ruf | Papermoon Puppet Theatre | Ucu Agustin (100% Manusia) | Ayu Utami | Soimah Pancawati

 

Jadikan perbedaan sebuah kekuatan bersama!

Suara Lantang dari Pinggir adalah sebuah acara persembahan mengiringi penutupan Program Peduli. Program Peduli: Suara Lantang dari Pinggir menggagas gerakan “Indonesia Inklusif, Indonesia Setara, Indonesia Semartabat.” Kami mengajak semua pihak berpartisipasi dalam membangun gerakan sosial yang inklusif ini.

Program Peduli dari The Asia Foundation adalah gerakan kolaborasi antara pemerintah dan organisasi masyarakat yang tergabung untuk mendorong gerakan inklusi sosial. Program ini merangkul bagian-bagian masyarakat yang belum bisa merasakan dampak dari pembangunan ekonomi dikarenakan persoalan “identitas”. Misalnya anak dan remaja rentan; masyarakat adat dan lokal yang terpinggirkan; korban diskriminasi, intoleransi dan kekerasan berbasis agama; orang dengan disabilitas; korban pelanggaran hak asasi manusia masa lalu; restorasi sosial; LGBTQ dan masih banyak lagi.

Program Peduli percaya bahwa kemiskinan yang dialami kelompok terpinggirkan dapat berkurang apabila mereka bisa mengakses peluang ekonomi itu tanpa diskriminasi sosial. Dan melalui acara penutupan ini, Program Peduli hendak memperluas dan memperbesar kesadaran masyarakat terhadap isu inklusivitas ini.

Untuk menutup program ini, selama satu minggu nanti, bersama Program Peduli dan Komunitas Salihara Arts Center, kita akan menyaksikan acara diskusi dan percakapan mengenai isu inklusivitas, konser musik daring dengan lagu-lagu persatuan, film, teater boneka sampai sastra.

Program musik menampilkan Konser 7 Ruang oleh DSS Music, dan band metal dari tiga perempuan berhijab, Voice of Baceprot. Kita juga bisa menyaksikan obrolan bersama Soimah Pancawati bersama penerima manfaat (beneficiary) program Peduli mengenai “Anak yang Dilacurkan” (AYLA) dan “Anak Masyarakat Adat”. Juga diskusi tentang agama minoritas dan penghayat kepercayaan di Indonesia.

Di samping itu, kita diajak tertawa bersama komika Sakdiyah Ma’ruf; menonton teater boneka Papermoon Puppet Theatre yang mempertanyakan identitas manusia; menonton film Sejauh Kumelangkah (2019) karya Ucu Agus (100% Manusia); juga mengenal Peta Sastra Perempuan oleh Ayu Utami.

Masing-masing pertunjukan ini sesungguhnya menawarkan isu-isu inklusivitas yang penting untuk kita pelajari bersama. Semua acara bisa kita nikmati selama delapan hari di berbagai kanal-kanal Program Peduli.

Acara ini mendapat dukungan dari The Asia Foundation.

Informasi: https://suaralantangdaripinggir.id/

___________________________________________________________________

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

Untuk mengetahui detail pertunjukan sila kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara atau hubungi: media@salihara.org/0821-1252-0568 (Muhammad Ridho)

20200625kompetisi_Page_1

Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA 2020

Pandemi COVID-19 tidak membuat semangat kami meredup dalam mengajak putra-putri terbaik bangsa Indonesia merayakan semangat kesusastraan dalam adu intelegensi serta pengetahuan pada Kompetisi Debat Sastra 2020.

Melalui kompetisi ini, kami menantang para siswa-siswi SMA/K dalam untuk beradu wawasan dalam membandingkan karya sastra dalam negeri dan luar negeri. Tahun ini karya yang diperbandingkan adalah novel “Lusi Lindri” karya Y.B. Mangunwijaya (Indonesia) dan memoar “Perempuan di Titik Nol” karya Nawal El Saadawi (Mesir).

Kedua karya ini berbeda genre tetapi memiliki kedekatan, yaitu dalam menggambarkan tokoh perempuan yang berhadapan dengan situasi zaman dan masyarakatnya. Membaca dua karya ini secara berdampingan akan memberi kita kesempatan untuk memahami masalah yang mirip sekaligus berbeda dalam perspektif yang lebih luas dan kaya.

Para juri akan menilai karya tulis berdasarkan mutu argumen, pendalaman dan penggalian masalah serta ketertiban dan keindahan bahasa Indonesia yang digunakan dan juga menilai keterampilan para peserta dalam menyampaikan gagasan secara lisan dan kekuatan argumen dalam perdebatan. Peserta yang lolos menuju babak final akan beradu kembali melalui debat daring yang diadakan pada Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2020.

Pendaftaran kompetisi ini dibuka mulai dari 17 Juni hingga30 Agustus 2020. Pengumpulan makalah paling lambat 14 September 2020. Hadiah yang kami siapkan berupa: Juara 1 sejumlah Rp30.000.000, Juara 2 sejumlah Rp20.000.000, dan lima makalah favorit masing-masing Rp2.000.000.
Para peserta dapat melihat syarat serta ketentuan yang disediakan oleh Komunitas Salihara melalui web: tiket.salihara.org. Segera jadi bagian dalam sejarah edukasi dan menangkan total hadiah sebesar Rp60.000.000!

Untuk mengetahui detail pertunjukan, sila kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara atau hubungi: media@salihara.org/0822-2552-3959 (Muhammad Ridho)