Catatan pendek presentasi karya Aliansi Teras pada SIPFest 2024
Arsip pembentukan sebuah negara menjadi harta penting untuk merefleksikan kembali apa yang menjadi cita-cita bangsa dan apakah ia dapat terwujud di masa selanjutnya. Upaya merefleksikan kembali baik dari gagasan, visi dan tegangan-tegangan apa saja yang muncul ketika negara hendak dibentuk, dilakukan oleh kolektif teater Aliansi Teras melalui pembacaan dramatik risalah BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) bertajuk Rumah dengan Selembar Tikar. Pembacaan dramatik ini adalah bagian dari program Work In Progress SIPFest 2024 pada 17 Agustus lalu, sebuah program untuk mempresentasikan karya bertumbuh sekaligus ruang diskusi antara seniman dengan penontonnya.
Naskah yang dibacakan pada presentasi tersebut adalah respons dari 300 halaman risalah BPUPKI yang telah disusun ulang. Pembacaan ini menggunakan teknik satu aktor memerankan lebih dari satu tokoh, misalnya KRT Radjiman Wedyodiningrat dan Mohammad Hatta diperankan oleh satu aktor, begitu pun dengan tokoh Mohammad Yamin, Oto Iskandar Dinata, Soepomo, Baswedan, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo diperankan oleh satu aktor lainnya. Selain beberapa nama tokoh bangsa tersebut, Aliansi Teras juga memasukkan tokoh jembatan yaitu Seseorang yang dimainkan oleh satu aktor perempuan untuk membacakan teks narator. Aliansi Teras juga mencoba untuk mengikutsertakan penonton yang hadir dengan membagikan tiga kategori kertas bertuliskan Kerajaan, Republik, dan Lain-lain. Setiap penonton akan mendapat satu kategori yang sudah disiapkan. Peran penonton pun dihadirkan sebagai peserta pertemuan BPUPKI yang pada momen tertentu akan memberikan suaranya untuk memilih bentuk negara yang diinginkan.
Presentasi ini adalah percobaan pertama pembacaan dramatik risalah BPUPKI oleh Aliansi Teras, meski belum dengan halus menciptakan struktur dramatik dengan visual yang lebih mendukung dan adanya kontrak penonton untuk terlibat. Pembacaan dramatik Aliansi Teras ini telah membawa penonton mampu membayangkan bagaimana ketegangan yang terjadi saat pembentukan negara Indonesia. Narasi-narasi tentang batas wilayah dan kedaulatan, identitas warga negara, dan kehidupan beragama, memicu pertanyaan bagi Aliansi Teras tentang “negara ini punya siapa?”
Rumah dengan Selembar Tikar juga mengacu pada salah satu dialog Soekarno yang ditampilkan dalam video presentasi pembacaan ini.
“Tuan mengatakan seakan-akan kami memerlukan perabotan, radio, dan ini dan itu sebelum kami kawin. Permintaan kami hanyalah membuat sebuah rumah dengan sehelai tikar.”
(Soekarno, Pejambon 1945: Konsensus Agung Para Peletak Fondasi Bangsa, hal. 7-8)
Tikar juga dijadikan sebagai salah satu properti dalam pembacaan ini. Tikar berbahan jerami dipotong kotak seukuran tegel dan digunakan untuk permainan pola lantai aktor. Aktor akan berdiri di atas salah satu tikar dan akan berpindah ke tikar lainnya apabila berganti peran. Tikar di sini seolah seperti kedudukan atau posisi dan dapat menjadi makna yang lebih besar yaitu rumah, tempat tinggal dengan segala visi-misinya.
Pembacaan dramatik Rumah dengan Selembar Tikar membuka impresi kita pada bagaimana negara ini dibentuk dan mempertanyakan kembali tentang cita-cita yang muncul dalam proses pembentukan tersebut. Selain Aliansi Teras, Work in Progress dalam SIPFest 2024 juga menampilkan seniman teater dan tari, antara lain Teater Gardanalla, Teater Asa, Try Anggara, Fitri Setyaningsih, dan Rheza Oktavia.