Sekilas AI dan Penciptaan Karya Seni

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp

Di hari ini, teknologi digital sudah memengaruhi kehidupan manusia, termasuk dalam proses penciptaan karya sastra dan seni. Mesin dengan kecerdasan buatan atau sering kita dengar dengan istilah AI, bahkan mampu menciptakan karya sastra, misalkan dalam penggunaan ChatGPT. AI bekerja dengan perintah operator, hanya dengan memasukkan kata kunci atau tema-tema tertentu. Semakin banyak dan bervariasi data atau tema yang masuk dalam sistem AI, semakin mahir pula AI meramu kalimat-kalimatnya hingga menjadi karya sastra. Tak hanya menghasilkan karya sastra, AI juga mampu menciptakan puisi, lukisan, karya fotografi, musik, esai, dan sebagainya. 

Kemampuan AI yang makin pesat ini, kemudian juga digunakan dalam kerja-kerja manusia. Misalkan sekadar membuat tulisan pendek untuk mendampingi unggahan sebuah foto di media sosial. Operator, yaitu manusia pengguna gawai hanya tinggal memasukkan sejumlah bahan dan tema melalui ChatGPT, lalu seketika, tak sampai dua menit tulisan itu telah selesai. 

Dalam seni visual, pada 2018 muncul lukisan “Portrait of Edmond Belamy”, sebuah lukisan yang berhasil diciptakan oleh algoritma AI. Bahkan lukisan ini mendapatkan penawaran lelang seharga 6.5 miliar, angka fantastis. Lukisan ini tidak muncul dari mesin dengan sendirinya. Ia juga muncul dari ide operator, ide dari pikiran manusia, mereka adalah sekelompok orang yang menyebut dirinya Obvious yang terdiri dari tiga mahasiswa asal Prancis. Fenomena ini bisa kita katakan sebagai bentuk kesadaran kolaborasi antara kecerdasan manusia dengan kecerdasan mesin. 

Munculnya kemungkinan kolaborasi antara manusia dan mesin dalam menciptakan karya seni juga dampak dari AI yang mampu membaca ribuan data hingga bisa menjadi material mentah penciptaan sebuah karya seni. Misalnya, AI mampu menghasilkan puluhan jenis gambar hanya dengan memasukkan satu foto wajah manusia. Ia mampu mengubahnya menjadi gambar sketsa wajah, gambar lukisan, hingga gambar yang nampak menggunakan teknik cetak saring. 

Namun, keresahan pun muncul, isu yang paling kuat adalah: apakah kemudian posisi sentral sang manusia—sebagai pengubah dunia—sudah tergusur? Apakah kemudian manusia seluruhnya—bahkan barangkali idenya—akan tergantikan oleh kecerdasan buatan ini? Atau justru kembali pada kemungkinan yang lebih menarik tentang kolaborasi antara kecerdasan manusia dan kecerdasan buatan. Atau jangan-jangan kemunculan AI adalah sekadar proyek kaum elite, kaum spesialis, yang berebut kuasa politik-kepakaran?

Pembahasan ini akan diurai lebih jauh dalam seri Siniar Salihara Ngomong-Ngomong Soal: Intervensi Digital dalam Seni, Sastra, dan Ilmu Pengetahuan.

Shopping Basket

Berlangganan/Subscribe Newsletter