Catatan Pendek FOKUS! 2023 Sesi 1 dan Sesi 2
Komunitas Salihara menyelenggarakan kembali program seri diskusi FOKUS! dan mengusung tema besar “Musik Baru dan Warisan Nusantara”. Program ini dibagi dalam empat sesi dengan menghadirkan dua pembicara dan satu moderator pada tiap sesinya. Membicarakan perihal musik baru dan warisan Nusantara adalah upaya untuk melihat dan membedah kembali perkembangan musik baru Indonesia dalam perspektif kesejarahan. Selain itu, kita juga diajak untuk memaknai posisi karya-karya para komponis Indonesia yang mengeksplorasi musik baru dan warisan Nusantara. Empat sesi FOKUS! membagi pembahasan tentang gagasan dan karya komponis Indonesia dalam tajuk-tajuk berikut; Silang Pengaruh Eropa-Nusantara (Sesi 1), Memperluas Tradisi di Sekolah (Sesi 2), Jazz-Rock dan Godaan Kampung Halaman (Sesi 3), dan Musik Elektronik dan Suara yang Lain (Sesi 4). Tulisan ini hendak merangkum apa yang menjadi pembahasan pada sesi 1 dan sesi 2.
Saling-Silang Eropa-Nusantara
Sesi 1 menghadirkan pembicara dua komponis muda, yaitu Gema Swaratyagita dan Matius Shanboone. Keduanya membahas perihal musik Eropa dan Nusantara yang saling bertaut dan bersilangan dieksplorasi oleh komponis Indonesia sejak abad 20. Tak hanya membahas bagaimana eksplorasi para komponis, sesi ini juga membedah bagaimana identitas bangsa, nasionalisme, serta pemikiran filsafat tertentu hadir dalam karya mereka.
Dipandu Halida Bunga Fisandra (Dida) sebagai moderator, narasumber pertama yaitu Matius Shanboone (seorang komponis, konduktor orkestra dan dosen musik) memaparkan presentasinya. Dalam presentasinya “Musik Baru dan Warisan Nusantara: Kaitan dengan Musik Tradisi Eropa, Modernisme abad 20 dan Legasi Abad 21”, ia menyatakan bahwa hari ini kita harus berhati-hati dan menghindari pendefinisian sederhana dan pragmatis atau tidak mengkotak-kotakan musik baru Nusantara dan non-Nusantara berdasarkan aspek-aspek superfisial. Misalnya, penggunaan alat tradisi, penggunaan semangat nasionalisme semu, dan penggunaan atribut-atribut lokal sebagai pencapaian estetika. Salah satu upaya untuk menghindari pendefinisian tersebut adalah dengan menggali lebih jauh bentuk nyata dari musik baru di Indonesia dan nilai-nilai kebaharuan maupun keunikan karya-karya tersebut.
Matius mengajak kita untuk mengidentifikasi “apa itu musik Nusantara” berdasarkan beberapa aspek, seperti geografis, sejarah, dan pengaruh luar (misalnya pengaruh penjajahan). Matius juga menyinggung tentang kebaharuan dalam konteks musik kontemporer Indonesia. Musik kontemporer di Indonesia memiliki keunikannya masing-masing karena telah mengalami proses kreativitas yang beragam dari para komponisnya. Dalam proses tersebut ada transformasi pengetahuan akan gaya musik tertentu menjadi sebuah karya yang personal. Matius menyebut nama-nama komponis Indonesia sebagai komponis pionir dengan gagasan karya yang terpengaruh budaya musik Barat, di antaranya Slamet Abdul Sjukur, Otto Sidharta, dan Tony Prabowo. Tak hanya sekadar terpengaruh, para komponis ini merefleksikan budaya Indonesia dari pengalaman dan ideologi estetika masing-masing komponis. Selain generasi ‘komponis pionir’, Matius juga menyebut dan menampilkan contoh karya-karya komponis generasi terkini, seperti Arham Aryadi, Nursalim Yadi, dan Irene Tanuwidjaya.
Presentasi selanjutnya disampaikan oleh Gema Swaratyagita (seorang komponis, musisi, dan pengajar musik), ia menyinggung persoalan tentang sejauh mana karya komponis Indonesia dianggap penting sebagai identitas musik Nusantara. Gema membedahnya melalui pendekatan genealogi komponis Indonesia yang berkaitan dengan penelusuran hubungan keturunan keluarga, lingkungan pendidikan, komunitas, jaringan kesenian komponis Indonesia, hingga warisan budaya leluhur. Kita patut mempertanyakan ulang narasi ‘warisan Nusantara adalah sebuah identitas negara’.
Tradisi Tumbuh di Ruang Kelas
Kemunculan musik Baru di Indonesia tidak hanya muncul dari komponis yang berlatar pendidikan musik Eropa. Indonesia memiliki komponis musik Baru yang berlatar belakang pendidikan seni, misalnya dari Institute Seni Indonesia. Sesi 2 FOKUS! membahas tentang bagaimana musik tradisi tumbuh tidak hanya di panggung pertunjukan, namun juga tumbuh di ruang kelas, di sekolah, di ranah pendidikan seni. Musik tradisi inilah yang kemudian menjadi salah satu gagasan atau instrumen yang digunakan sebagai bahan menciptakan karya musik Baru oleh beberapa komponis Indonesia, di antaranya Rahayu Supanggah (1949-2020), Aloysius Suwardi, Dedek Wahyudi, Dewa Alit dan Iwan Gunawan.
Narasumber pertama dalam sesi ini adalah Rithaony Hutajulu (dosen musik dan pendiri kelompok musik Suarasama), memaparkan presentasi berjudul “Etnomusikologi, Karawitan, dan World Music di Indonesia: sumber Kreativitas Penciptaan Musik Baru Berbasis Nusantara”. Ritha menjelaskan tentang kemunculan studi Karawitan dan Etnomusikologi di Indonesia. Studi Karawitan muncul pada 1964 di Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI) Surakarta, sedangkan studi Etnomusikologi muncul pada 1979 di Universitas Sumatera Utara. Dua studi musik inilah yang kemudian mencetak para mahasiswa dengan karya musik Baru yang berangkat dari khasanah musik tradisi Nusantara.
Kedua studi musik tersebut kemudian memunculkan istilah yang biasa digunakan untuk menyebut musik tradisi dunia, yaitu world music. istilah ini sebetulnya sudah biasa digunakan dalam diskursus akademik etnomusikologi Barat untuk menyebutkan ragam musik dunia. Istilah tersebut pertama kali dicetuskan oleh Robert E. Brown (seorang etnomusikolog) pada awal 1960-an. Ritha juga menyebutkan kemunculan festival-festival musik berbasis musik Nusantara di Indonesia dari era 1990-an hingga kini, di antaranya Yogyakarta Gamelan Festival, dan Bali World Music Festival. Festival-festival tersebut tidak lepas dari keterlibatan komponis musik Baru Indonesia berlatar pendidikan seni tradisi Nusantara.
Selain kemunculan karya-karya musik Baru yang berangkat dari khasanah musik tradisi Nusantara, muncul beberapa permasalahan dalam penciptaannya. Penggunaan atau pemanfaatan elemen musik tradisi Nusantara yang kurang mempertimbangkan aspek etika, seperti kurangnya memperhatikan konteks dari asal budaya musik yang dipakai. Pengembangan karya baru yang mengambil suatu repertoar tertentu dan sudah dikenal oleh masyarakat asalnya, penting pula memperhatikan isu permasalahan tentang Hak Cipta. Bagi Ritha butuh lebih luas dan mudah untuk generasi hari ini mengakses musik-musik Nusantara.
Paparan Ritha dilengkapi oleh narasumber kedua, Iwan Gunawan (komposer dan dosen musik) dengan presentasi berjudul “Memperluas Musik Tradisi di Sekolah sebagai Proses Interaksi Budaya Secara Global”. Iwan menajamkan persoalan pentingnya musik tradisi harus diperluas di sekolah atau ranah pendidikan Indonesia. Bahwa pengetahuan terhadap musik tradisi sangat memiliki relevansi dengan tujuan pendidikan nasional. Musik tradisi Nusantara yang sangat beragam bisa menjadi modal atau inspirasi untuk berkreasi seni dalam mengisi peradaban budaya dunia.
Iwan memberikan beberapa tawaran sebagai upaya memperluas musik tradisi Nusantara di sekolah. Di antaranya adalah dengan melakukan riset dalam kekayaan tersembunyi tentang aspek musikal pada musik tradisi Nusantara. Melakukan eksperimentasi musik yang bersumber dari musik tradisi Nusantara dan melakukan pengarsipan digital atau memanfaatkan teknologi terkini.
Menggali Sejarah
Pembicaraan mengenai musik Eropa yang turut memengaruhi karya-karya komponis Indonesia juga memiliki kaitan dengan bagaimana kemudian musik tradisi Nusantara yang muncul melalui pendidikan seni justru memperkaya gagasan musik Baru di Indonesia. Pengetahuan tentang keberagaman gagasan, konsep, instrumen, hingga faktor-faktor budaya yang memengaruhi terciptanya musik Baru di Indonesia sangat penting untuk kita gali lebih luas lagi. Pun juga mengetahui permasalahan apa yang kemudian muncul dalam proses penciptaan maupun proses distribusi pengetahuan tersebut, menjadi hal yang tidak kalah penting sebagai upaya untuk menggali tawaran baru agar kesejarahan musik Baru di Indonesia tak hanya berhenti di tangan para pencipta, yaitu komponis. Dua sesi diskusi FOKUS!: Musik Baru dan Warisan Nusantara yang telah berjalan tersebut masih bisa disimak kembali melalui website Kelas.Salihara.org.