Yang Klasik dan Asyik dalam Membaca Dini, Sitor, dan Wing

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp

Catatan pendek program Klasik Nan Asyik: Membaca Dini, Sitor, dan Wing dalam LIFEs 2023.

Pada 10 Agustus, LIFEs 2023 menghadirkan salah satu program pilihan, bertajuk Klasik Nan Asyik. Program ini adalah panggung untuk membicarakan kembali sastrawan dan karyanya yang sudah menjadi klasik dalam sastra Indonesia di masa kini. Program ini dikemas dalam bentuk diskusi dan pembacaan karya. Generasi muda dan penikmat sastra hari ini, perlu mengenal kembali sebanyak mungkin khazanah sastra Indonesia modern yang terbilang klasik. Tahun 2023, Klasik Nan Asyik menghadirkan tiga sastrawan yang akan berbagi tentang pengarang dan karya sastra klasik Indonesia yang terkait dengan Prancis.

Para sastrawan yang diperkenalkan dalam program ini adalah Nh. Dini, Sitor Situmorang dan Wing Kardjo. Tiga pengarang ini bukan hanya nama penting dalam kesusastraan Indonesia modern, tetapi juga mereka secara langsung mengalami atau bersentuhan dengan apa-apa yang terkait Prancis, baik sastra, budaya maupun masyarakatnya. Pengalaman mereka bersentuhan atau bergelut dengan Prancis, dibahas dan ditampilkan dalam forum ini. Terutama untuk melihat bagaimana kontribusi dan nilai penting karya-karya mereka bagi kita hari ini. 

Menariknya, pembahasan tentang tiga pengarang ini disampaikan oleh tiga pengarang masa kini, yaitu Avianti Armand, JJ Rizal, dan Zen Hae. Avianti Armand membahas tentang perjalanan kesusastraan Nh. Dini, JJ. Rizal membahas Sitor Situmorang dan karya-karyanya, dan Zen Hae membahas tentang penyair sekaligus penerjemah sastra, Wing Kardjo. 

 

previous arrow
next arrow
Slider

 

Nh. Dini dan Permulaan Sastra Feminis
Pembicara: Avianti Armand

Nh. Dini (1936-2018) adalah satu dari sedikit pengarang perempuan Indonesia yang muncul pada dekade 1950-an. Ia muncul saat sastra Indonesia didominasi oleh sastrawan laki-laki. Pada sesi ini, Avianti Armand membicarakan bagaimana karya-karya Nh. Dini muncul dan menjadi salah satu tonggak penting sastra feminis dalam khazanah sastra Indonesia modern. Meskipun sebelum Dini ada beberapa nama penulis perempuan, tetapi pengarang perempuan yang cukup berani menyuarakan sikap keperempuanan adalah Nh. Dini. Pergaulannya sangat internasional—salah satu sebabnya karena perkawinannya dengan diplomat Prancis—dan pandangannya tentang perempuan, cinta dan perkawinan sangat pribadi dan berani. Avianti juga menyampaikan tentang bagaimana mula-mula kemunculan Nh. Dini dalam dunia sastra Indonesia pada akhir 1950-an. 

 

Sitor Situmorang: Pengelana Cinta yang Kesepian
Pembicara: JJ Rizal

Sitor Situmorang (1924-2014) adalah sastrawan Angkatan 45 yang mereguk pengalaman internasional melebihi Chairil Anwar, Asrul Sani dan Rivai Apin. Jika Chairil, Asrul dan Rivai banyak masuk ke gelanggang internasional melalui bacaan berbahasa Belanda dan Inggris, Sitor justru memasukinya dengan kehidupan pribadinya secara langsung. Pengalamannya tinggal di Belanda dan Prancis membentuk puisi dan cerpen Sitor selanjutnya. Dalam artian, ia memperluas lanskap penulisan puisi dan cerpen dari generasinya dengan menggunakan pendekatan autobiografis manusia Indonesia di Barat. Tegangan antara budaya nasional dan daerah—Batak dalam hal ini—dengan kehidupan di Barat yang sama sekali berbeda adalah momen-momen yang membentuk watak puisi dan cerpen Sitor. Hasrat pengelanaan di satu sisi mesti dibayar dengan kesepian yang mencekam, petualangan asmara dan erotisme mesti pula dibayar dengan perpisahan dan perjumpaan dengan dunia baru lainnya. JJ Rizal menyampaikan bagaimana Sitor menggunakan pendekatan autobiografis dalam menulis karya-karyanya. Meskipun ia menolak pendekatan autobiografis dalam penilaian karya seorang penyair, laku Sitor sebagai sastrawan tidak jauh-jauh dari mengolah segala sesuatu yang autobiografis tadi. 

 

Wing Kardjo: Jembatan Sastra Prancis dari Bandung
Pembicara: Zen Hae

Wing Kardjo Wangsaatmadja (1937-2002) adalah penyair dan penerjemah sastra Prancis yang penting pada masa 1970-an. Sebagai penyair mungkin Wing bukanlah yang kuat—puisi-puisinya terlampau berhasrat kepada bentuk klasik soneta dan mengimbuhkan sebanyak mungkin napas kritik sosial di dalamnya; kurang peduli pada bentuk—tetapi sebagai penerjemah dialah yang secara sungguh-sungguh memperkenalkan puisi-puisi modern Prancis ke bahasa Indonesia melalui Sajak-Sajak Modern Perancis dalam Dua Bahasa / Anthologie Bilingue de la Poezie Moderne Francaise (Pustaka Jaya, 1975). Yang lain, ia juga menerjemahkan satu cerita anak Prancis yang penting: Pangeran Kecil karya Antoine de Saint-Exupéry (Pustaka Jaya, 1979). Buku puisinya yang menghimpun puisi-puisi bergaya soneta adalah Fragmen Malam: Setumpuk Soneta (Pustaka Jaya, 1997). Zen Hae membahas tentang sosok dan karya Wing Kardjo yang menempatkan puisi-puisinya dalam korpus puisi Indonesia modern masa 1970-an dan sesudahnya. Ia juga menjelaskan tentang yang dimaksud soneta oleh Wing dalam himpunan puisinya. Zen Hae menjelaskan peran Wing sebagai “Jembatan Sastra Prancis” bisa dilihat dalam upayanya menerjemahkan sajak-sajak modern Prancis dan cerita anak Antoine Saint de Exupery. 

Sesi diskusi ini sangat menarik untuk diikuti, selain membahas tentang kedekatan tiga sastrawan Indonesia dengan Prancis, juga kemudian menggulirkan pertanyaan “kenapa Prancis begitu menggiurkan bagi para ketiga pengarang tersebut?”.

Shopping Basket

Berlangganan/Subscribe Newsletter