jazzbuzz2023penampil

Pertukaran/Exchange

Penampil: Filipus Cahyadi Project, Guernica Quartet, Sandikala Ensemble
Kolaborator: Adra Karim, Indra Perkasa, Sri Hanuraga

Sabtu-Minggu, 04, 05, & 11 Februari 2023
Teater Salihara

Jazz Buzz 2023 hadir dengan tema Pertukaran/Exchange, sebuah gagasan untuk terus mencari bentuk dan estetika baru. Salihara Jazz Buzz 2023 menampilkan tiga penampil dengan komposisi musik yang menyajikan tema, gaya ritme, motif, serta warna yang dinamis dan dikembangkan ke arah gaya yang lebih ekspresif. Mereka adalah Filipus Cahyadi Project, Guernica Quartet, dan Sandikala Ensemble. Selain itu ketiga musisi ini bekerjasama dengan para kolaborator musisi jazz Indonesia yaitu Adra Karim, Sri Hanuraga, dan Indra Perkasa. Selamat menikmati musik jazz!

Jadwal Acara

Sandikala Ensemble
Sabtu, 04 Februari 2023, 20:00 WIB
Teater Salihara

Sandikala Ensemble adalah grup dengan format yang banyak menggunakan instrumen gamelan. Dion Nataraja adalah komponis sekaligus direktur artistik Sandikala Ensemble, grup ini menawarkan konsep yang lebih dalam pada improvisasi instrumen gamelan dan jazz.

Filipus Cahyadi Project
Minggu, 05 Februari 2023, 16:00 WIB
Teater Salihara

Grup dengan format kuintet ini telah menciptakan empat karya dan satu karya kolaborasi dengan musisi senior Indra Perkasa. Grup ini dengan direktur artistik Filipus Cahyadi akan menghadirkan karya dengan konsep yang menarik, yaitu menggunakan konsep Meter atau pola hitungan 3, 5, 7, 11, 13. Hitungan ganjil ini menandai sebagai pola asimetris.

Guernica Quartet
Sabtu, 11 Februari 2023, 20:00 WIB
Teater Salihara

Guernica Quartet hadir dengan format kuartet (saksofon, piano, bas dan drum), mereka merepresentasikan karya-karyanya berupa campuran berbagai genre musik dan instrumental yang beragam. Mereka mencoba mengeksplorasi suara dan berbagai jenis musik lain seperti musik tradisional Jepang, India, musik-musik Timur Tengah dan musik Armenia.

blog-lakon

Mendalami Logika Pertunjukan melalui Kelas Menulis Lakon

Dalam upaya merawat kesenian bahkan di masa pandemi, Komunitas Salihara rutin mengadakan Kelas Menulis Lakon yang aktif dimulai sejak 2021. Kelas ini bertujuan untuk melatih para peserta dari berbagai latar belakang untuk bisa berpikir kreatif serta kritis dalam membangun sebuah naskah pementasan teater. Melalui kelas yang diadakan secara daring di setiap awal tahun ini, peserta akan dibawa untuk menulis langsung naskah ciptaan mereka. Selain itu peserta juga akan diminta untuk presentasi bahkan bersikap kritis lewat sesi diskusi atau bedah naskah yang dipandu oleh penulis naskah lakon dan aktor, Joned Suryatmoko.

Tidak hanya menyelami bagaimana cara membuat naskah yang baik, peserta akan diperkenalkan ke berbagai bentuk atau genre pementasan dan konteksnya. Lewat perkenalan tersebut, peserta diharapkan bisa menentukan mana yang sesuai dengan gaya penulisan mereka. Dalam kelas ini, peserta juga diarahkan untuk bisa membangun sebuah adegan terstruktur yang melibatkan lebih dari satu karakter.

Di kelas ini, pengampu juga akan mengenalkan logika-logika yang terjadi dalam membangun sebuah pertunjukan serta membedakan bagaimana logika dalam membuat naskah teater akan berbeda dengan naskah film, sinetron, dan juga webseries.

 

2023 Siap Menyapa secara Luring

Pada 2023 Kelas Menulis Lakon hadir dengan program hibrida, di mana peserta bisa merasakan pengalaman kelas secara luring. Ini menjadi sebuah kesempatan yang langka sebab kelas ini memang diprogram untuk daring. Lewat pengalaman luring yang tersedia selama dua sesi di Komunitas Salihara, peserta dapat memanfaatkan suasana tersebut untuk membangun diskusi yang lebih intim baik dengan pengampu maupun dengan sesama peserta lain.

Bagi para peserta di luar Jakarta tetap akan mendapatkan manfaat yang sama lewat interaksi yang bisa dibangun secara digital. Diskusi mengenai membangun naskah yang baik tetap bisa berlanjut di luar jam kelas lewat sesi coffee break atau asistensi via surel.

 

Melahirkan Peserta dengan Karya Gemilang

Di akhir kelas, peserta akan menyelesaikan satu naskah drama yang menerapkan baik kaidah penulisan yang baik dan benar, treatment dialog yang sesuai, serta logika panggung yang baik. Setelah itu, para peserta bisa menerapkan ilmu dari kelas ini sesuai dengan kebutuhan masing-masing yang berhubungan dengan menulis kreatif.

Di antara para alumni yang hadir dari berbagai latar belakang, banyak yang hadir dengan kabar yang membanggakan di antaranya adalah Yessy Natalia dengan karya Tuhan, Tolong Bunuh Emak menjadi Pemenang Rawayan Award oleh Dewan Kesenian Jakarta 2022 sebagai Naskah Terbaik. Ada juga Rizal Iwan dengan naskah berjudul Pindah sebagai pemenang Naskah Potensial pada sayembara yang sama, Rawayan Award. Keduanya merupakan peserta Kelas Menulis Lakon gelombang pertama (2021). Lalu ada I.B. Uttarayana Rake Sandjaja, dengan karya Muspra, Jong Santiasa Putra, Manik Sukadana dengan naskah Panen Anak, Udiarti dengan naskah Dari Dalam Tubuh dan Wulan Dewi Saraswati yang terpilih untuk dibukukan oleh Kalabuku pada program Lelakon 2022, nama-nama tersebut menghasilkan naskah yang dikembangkan dalam Kelas Menulis Lakon maupun yang tidak ditulis selama kelas. Kelima orang ini merupakan peserta Kelas Menulis Lakon gelombang dua (2022).

Kami percaya bahwa penghargaan ini bukanlah salah satu tolok ukur keberhasilan para peserta, karena implementasi dari Kelas Menulis Lakon bisa beragam dan menjadi berhasil apabila para peserta merasakan dan mendapatkan manfaat yang nyata dari kelas ini sesuai kebutuhan yang mereka cari. Bentuk apresiasi dan pengakuan terhadap para peserta dari pihak-pihak luar merupakan bonus yang tentunya menyenangkan serta diharapkan dapat memotivasi calon peserta lain untuk bersama memelihara dan mengembangkan seni teater Indonesia terutama di bidang penulisan naskah lakon.

sidang PPKI 2 (1)

Menemukan Sejarah dari Kitab yang Hilang

Sepanjang Oktober hingga Desember 2022 setiap Selasa dan Kamis, Komunitas Salihara telah menyelenggarakan program Membaca Kitab yang “Hilang”: Risalah BPUPKI. Sebuah program yang berkolaborasi dengan Teater Ghanta, mengajak publik yang luas untuk membaca, mendiskusikan, dan memaknai apa-apa yang terjadi pada bulan-bulan sebelum Indonesia terbentuk. Peserta akan sama-sama membaca dengan memilih tokoh mana yang ingin diperankan. Pembacaan ini juga dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana pergulatan ideologi dan gagasan para tokoh pendiri bangsa untuk membentuk undang-undang, pembagian kewilayahan hingga siapa saja yang bisa disebut sebagai warga negara Indonesia. 

Teks notulensi sidang BPUPKI yang digunakan adalah teks pada Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) yang diterbitkan pada 1998 dan disusun oleh Muh. Yamin. Penyusunan notulensi sidang yang dilakukan oleh Muh. Yamin adalah sebuah kerja penting yang pada masa kini hingga masa ke depan menjadi sumber sejarah tentang semua perdebatan hingga fakta yang muncul pada suasana-suasana sidang pembentukan negara. Program ini memberikan kita kesempatan untuk membaca ulang bagaimana negara Indonesia ini bisa berdiri. 

Usai pembacaan, para peserta, tim Salihara dan teater Ghanta saling berdiskusi untuk mengutarakan analisis mereka tentang teks BPUPKI. Banyak pertanyaan dan kecurigaan muncul dari hasil pembacaan tersebut. Kecurigaan tentang aslikah teks yang dikumpulkan oleh Muh. Yamin hingga membayangkan bagaimana jika beberapa gagasan tokoh dalam sidang yang ditolak justru disepakati hingga hari ini. 

Sidang BPUPKI yang berlangsung pada akhir Mei hingga Agustus 1945 ini diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat dengan anggota di antaranya adalah Soekarno, Muh. Yamin, Hatta, Agoes Salim, Parada Harahap hingga Dahler. Dalam program Membaca Kitab yang “Hilang”: Risalah BPUPKI pembacaan dibagi dalam 25 sesi. Setiap sesi menampilkan konflik yang beragam dan muncul dari pidato beberapa tokoh yang mengutarakan gagasannya. 

 

Ketegangan Pada Setiap Sesi

Sesi pertama pada pembacaan ini dibuka dengan pembicaraan tentang Dasar Negara Indonesia dan diawali dengan pidato dari Muh. Yamin. Dalam pidatonya, Yamin  menguraikan poin-poin penting yang perlu dimasukkan ke dalam Dasar Negara. Poin-poin tersebut di antaranya adalah Peri- Kebangsaan, Peri- Kemanusiaan, Peri- ke-Tuhanan, Peri- Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Yamin menyampaikan bahwa bentuk Negara Indonesia yang merdeka berdaulat ialah suatu Republik Indonesia yang tersusun atas paham unitarisme. Yamin dengan tegas mempersembahkan lampiran suatu rancangan sementara berisi perumusan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. 

Apa yang diutarakan Yamin kemudian berlanjut pada tanggapan-tanggapan anggota lainnya pada sesi kedua hingga kelima dengan pembahasan tentang Dasar Negara Indonesia. Misalnya, pada sesi kedua Ki Bagoes Hadikoesoemo menyampaikan pendapatnya yang terkesan konservatif. Ia mengatakan bahwa Negara Indonesia baru yang akan datang itu berdasarkan agama Islam dan akan menjadi negara yang tegak dan teguh serta kuat dan kokoh, pernyataan ini berbeda dengan keinginan Yamin yang cenderung memandang masa depan Indonesia sebagai negara  dengan paham unitarisme. Terlebih lagi, Ki Bagoes mengutarakan pendapatnya dengan gaya yang meyakinkan dan cukup provokatif. Kemudian pada sesi-sesi berikutnya, gaya Ki Bagoes ini juga turut membakar semangat anggota yang lain untuk teguh dengan pendapatnya masing-masing. 

Ketegangan lainnya juga muncul pada pembacaan sesi ketiga yang banyak menyampaikan pendapat-pendapat dari Soepomo. Ada tiga poin penting yang disampaikan oleh Soepomo, tentang perhubungan negara dan agama, cara bentukan pemerintahan, perhubungan negara dan kehidupan ekonomi. Soepomo seperti hendak merespon apa yang disampaikan Ki Bagoes dengan menyetujui apabila negara juga berjalan beriringan dengan norma-norma yang ada pada agama.  Selain itu hal penting lainnya dari pendapat Soepomo bahwa negara hanya bisa adil, jikalau negara itu menyelenggarakan rasa keadilan rakyat dan menuntun rakyat kepada cita-cita yang luhur. 

Pembicaraan tentang bentuk negara pun masuk pada sesi keenam dan ketujuh. Muncullah tokoh-tokoh lainnya seperti Sanoesi, Soeroso, Dasaad, juga anggota perempuan Nyonya Soenardjo. Kemudian sesi kedelapan dan kesembilan memasuki pembahasan tentang wilayah negara. Pembahasan tentang wilayah negara ini juga tidak terhindar dari perdebatan dan ketegangan. Misalkan perdebatan tentang apakah Papua masuk dalam wilayah Indonesia atau bukan hingga muncul keputusan sementara bahwa daerah yang masuk pada Indonesia merdeka adalah Hindia Belanda, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis, dan pulau-pulau sekitarnya.

 

Hak Individu dalam Undang-Undang

Penyusunan rancangan Undang-Undang Dasar dan panitia perancang Undang-Undang Dasar dibahas pula pada pembacaan sesi ke-10 hingga sesi ke-23. Dalam penyusunan ini salah satu hal yang menarik adalah pernyataan Soekarno tentang tidak perlunya menaungi soal hak-hak individu dalam Undang-Undang Dasar. Soekarno menolak adanya falsafah individualisme dalam negara yang memicu adanya persaingan antar individu sehingga memunculkan kapitalisme dan imperialisme bahkan peperangan. 

Apa yang dikemukakan oleh Soekarno kemudian dijawab oleh Hatta. Hatta pun tidak sependapat dengan adanya falsafah individualisme, namun Hatta memberikan tawaran bahwa penting bagi sebuah negara untuk mendengar dan menampung suara rakyat. Rakyat memiliki hak individu untuk mengeluarkan suara dan pendapat. Hatta membayangkan Indonesia kelak akan menjadi negara yang didirikan sebagai negara pengurus dan tidak menjadi negara kekuasaan dan negara penindas. 

Pada akhir sesi pembacaan yaitu sesi 25, segala pendapat-pendapat para tokoh pun telah sampai pada Rancangan Undang-Undang Dasar Sementara dan Piagam Jakarta. Membaca ulang jejak penting dalam sejarah melalui Membaca Kitab yang “Hilang”: Risalah BPUPKI adalah juga menyaksikan bagaimana terjadinya transfer pengetahuan para tokoh pendiri bangsa kepada publik yang lebih luas.

sri-astari

Obituari: Sri Astari Rasjid (1953-2022)

Sri Astari Rasjid mulai diperbincangkan di kancah seni rupa ketika menjadi ketua penyelenggara Biennale Seni Rupa Jakarta IX (1993-1994), sebuah pameran seni rupa kontemporer Indonesia. Biennale IX adalah perhelatan besar dan sempat menimbulkan kontroversi sepanjang sejarah TIM (Taman Ismail Marzuki) setelah Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia (1975). Biennale IX dikuratori oleh Jim Supangkat dan mengusung gagasan seni rupa pascamodern, perhelatan ini menjadi salah satu peristiwa yang sangat berpengaruh dalam menumbuhkan gagasan, praktik, dan wacana seni rupa Indonesia kontemporer.

 Astari memiliki peran penting dalam tata kelola seni, ia setara dengan peran perupa dan kurator.

 Astari adalah seorang perupa yang melahirkan banyak karya dengan pelbagai media dan ungkapan. Ia merambahi mulai dari seni lukis, fotografi, patung, objek, dan instalasi, sebagaimana yang pernah diperlihatkannya dalam Pameran 10 Perupa Perempuan di Galeri Salihara pada April 2009. Ia banyak mempercakapkan tentang perempuan dalam sebuah gambaran kontradiksi yang tak selesai-selesai di tengah modernisme. Ungkapan-ungkapan visual berupa kebaya dan simbol-simbol tradisi Jawa ditata bersamaan dengan simbol-simbol produk bermerek masa kini, dua dunia yang berjarak sekaligus bertaut.

Luasnya cakupan media yang dipakai oleh Astari sebagaimana terjadi pada seni rupa kontemporer, memungkinkan pelbagai gagasan baru muncul dalam karya-karyanya. Ia berhasil menyusupkan potret dirinya di antara simbol-simbol dan objek lain dalam karya-karya berbasis fotografi dan juga dalam lukisannya, terutama yang muncul pada 2000-an. Dalam karyanya hal definitif tentang lelaki dan perempuan saling mengaburkan bentuk dan karakter masing-masing. Seniman yang lahir di Jakarta, 26 Maret 1953 ini memang tampak berupaya keras beradaptasi dengan berbagai media dan keterampilan.

Pada 13 Januari 2016 di tengah penjelajahan seni rupa yang jauh dari selesai, ia didapuk menjadi Duta Besar RI untuk Bulgaria, Albania, dan Makedonia. Di tengah-tengah tugas yang tidak hanya berat tapi memerlukan adaptasi dan irama tersendiri pula, ia tetap berkarya dan berpameran. Hanya berjarak sebulan dari penunjukannya sebagai duta besar, ia bahkan menyelenggarakan pameran tunggal Yang Terhormat Ibu di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Di Bulgaria ia berhasil melobi museum terbesar dan bergengsi yaitu Museum Nasional Sofia, untuk memamerkan keragaman dan jenis-jenis kain—sebagian koleksi pribadinya, serta karya-karya seni rupa kontemporer perempuan Indonesia. Ia percaya bahwa seni dan budaya dapat menjadi pintu diplomasi yang baik. Kesungguhan dan reputasinya dalam dunia diplomasi itu pun mendapat pengakuan. Pada 25 Juni 2020, Presiden Bulgaria Rumen Radev memberi penghargaan Madara Horseman First Degree padanya.

Menjelang akhir jabatan sebagai duta besar pada 2020, ia sempat menulis dan menerbitkan buku Art Diplomacy. Alumni Sastra Inggris UI yang pernah belajar seni lukis di University of Minnesota dan Royal College of Art,  London ini telah menerjemahkan buku tersebut dalam bahasa Indonesia sebagai karya terakhirnya.

Sri Astari Rasjid meninggal dunia di Farrer Park Hospital, Singapura, pada 11 Desember 2022.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

             

 

remy

Obituari: Remy Sylado

Lahir dengan nama Japi Panda Abdiel Tambajong, Remy Sylado adalah sastrawan Indonesia yang penting dan unik sejak awal 1970-an.

Pada 1972 ia memperkenalkan Puisi Mbeling. Remy memelopori genre puisi ini melalui majalah Aktuil, sebuah majalah musik dan budaya pop yang terbit di Bandung. Puisi Mbeling saat itu adalah sebuah gangguan atau interupsi bagi sejarah sastra Indonesia modern, khususnya langgam puisi lirik yang mendominasi sejak sebelum Kemerdekaan. Bagi Remy dan penyair mbeling saat itu, puisi hadir sebagai segala sesuatu yang tidak indah, dengan tema dan bahasa yang rendahan, banal, nakal, humoris, jorok pun bisa.

Dengan humor, gerakan Puisi Mbeling memberikan alternatif penting bagi puisi (lirik) berbahasa Indonesia yang cenderung serius, cenderung selektif dalam pemilihan kosakata dan monoton dalam gaya.

“Remy Sylado (dan Gerakan Puisi Mbeling) datang untuk memperkarakan keseriusan dan ketinggian puisi Indonesia. Bagi dia dan para penyair Puisi Mbeling, puisi harus kembali ke tengah keramaian, merengkuh segala derau dan kotoran yang diingkari kaum priyayi, borjuis dan segala kaum mapan lain. Buat mereka, penyair bukanlah makhluk istimewa: artinya, semua orang bisa jadi penyair,” sebagaimana dinyatakan dalam argumentasi dewan juri Penghargaan Achmad Bakrie 2013 untuk Kesusastraan—salah satu penghargaan sastra yang pernah diterima Remy Sylado.

Sebagai sebuah selaan, Puisi Mbeling terbilang gerakan sastra yang berhasil. Puisi Mbeling menjadi wabah penciptaan sastra pada era 1970-an dengan semangat meledek otoritas sastra Indonesia dan mendesakkan cara pandang pascamodernis melalui sastra—jauh sebelum gerakan pascamodernisme merebak pada 1990-an. Puisi Mbeling juga melahap budaya pop dan meleburkan batas-batas antara budaya tinggi dan budaya rendah dalam produksi kebudayaan kontemporer.

Banyak penyair muda dan bergaya mbeling yang muncul dari Aktuil dan Top. Meskipun berlangsung pada sekitar lima dasawarsa silam, semangat Puisi Mbeling yang penuh humor dan ledekan serta slengekan itu sendiri masih menjadi bagian dari perpuisian Indonesia hari ini, termasuk dalam puisi-puisi Joko Pinurbo dan penyair  lainnya.

Dengan Puisi Mbeling, Remy Sylado dan kawan-kawan memperluas cakupan sastra—sesuatu yang selama ini tidak dilakukan oleh puisi lirik yang menjadi tolok ukur kepenyairan di Indonesia saat itu. Puisi Mbeling juga bisa disebut sebagai gerakan kebudayaan yang mendahului gerakan dan pemikiran seni yang menentang elitisme serta mengusung pluralisme dan demokratisasi seni di Indonesia, seperti Gerakan Seni Rupa Baru (1975) dan Sastra Kontekstual (1982).

Remy Sylado dilahirkan di Makassar, Sulawesi Selatan, pada masa pendudukan Jepang, 12 Juli 1945. Ia menempuh kariernya dalam banyak bidang, mulai dari wartawan, penulis, dosen, pelukis, sutradara teater, aktor film, penggubah lagu dan penyanyi hingga ahli bahasa Indonesia dan organisator gerakan kebudayaan. Profesinya sebagai wartawan dan sastrawan dibangunnya di Bandung, setelah ia menghabiskan masa kecil dan remajanya di Makassar, Semarang dan Solo. Di Bandung, selain menjadi redaktur majalah Aktuil, ia juga mengelola majalah Top yang sama-sama membuka ruang untuk genre Puisi Mbeling.

Puisi-puisi mbeling Remy Sylado dikumpulkan dalam buku Puisi Mbeling Remy Sylado (2004)—yang lain dalam Kerygma dan Martyria (2004). Adapun novel-novelnya, antara lain, adalah Gali Lobang Gila Lobang (1977), Ca Bau Kan (1999, kemudian difilmkan dengan sutradara Nia Dinata), Kerudung Merah Kirmizi (2002, memperoleh Khatulistiwa Literary Award), Parijs van Java (2003) dan Namaku Mata Hari (2010). Sebagian besar novelnya berkonsentrasi kepada fiksi sejarah, terutama masa kolonial Belanda, dan cerita detektif.

Sebagai pemikir bahasa Remy memberikan sumbangan penting pada segi kesejarahan bahasa Indonesia modern. Ia menelaah bukan hanya sejarah kata-kata dan frasa yang khas dalam bahasa Indonesia, tetapi juga mengajukan watak kosmopolitanisme dan eklektisisme bahasa Indonesia modern. “Sembilan dari sepuluh kata bahasa Indonesia berasal dari bahasa asing,” begitu argumen Remy, sebagaimana diuraikannya dalam bukunya 9 dari 10 Kata Bahasa Indonesia Adalah Asing (1996).

Yang cukup unik dari kerja kepenulisan Remy Sylado adalah ia memproduksi sejumlah buku dan tulisan dalam pelbagai nama samaran, antara lain, Juliana C. Panda, Dova Zila, Alif Danya Munsyi. Berbeda dari para penulis generasi tua yang bisa beradaptasi kepada teknologi komputer, Remy masih menuliskan seluruh pemikirannya dengan mesin tik manual. Ia mengoleksi tidak kurang dari 50 mesin tik tua di rumahnya.

Selamat jalan, Remy Sylado.

 

 

semalam-masa silam

Teater Satu hadir membawakan Semalam Masa Silam Mengunjungiku

Sabtu, 10 Desember 2022 | 20:00 WIB
Minggu, 11 Desember 2022 | 16:00 WIB
Teater Salihara

 

Jakarta, 01 Desember 2022– “Ketika desa-desa berubah menjadi kota; ladang, sawah, kebun-kebun yang hijau berubah menjadi bangunan-bangunan beton, tiang listrik, pemancar satelit, jalan layang, toko-toko, supermarket, minimarket, bioskop, tersebar bak jamur di mana pun. Bersamaan dengan itu, setiap orang kehilangan ikatannya dengan masa lalunya; sejarahnya, dan biografi hidupnya”. Berikut merupakan penggalan dari sinopsis mengenai pentas Semalam Masa Silam Mengunjungiku yang akan dibawakan oleh Teater Satu (Bandar Lampung); ditulis dan disutradarai oleh Iswadi Pratama selaku salah satu pendiri dari kelompok teater tersebut.

Pementasan ini merupakan bentuk kerja sama antara Teater Satu dengan Komunitas Salihara yang bisa disaksikan di Teater Salihara pada Sabtu (10 Desember 2022) dan Minggu (11 Desember 2022). Lakon Semalam Masa Silam Mengunjungiku dibawakan secara khusus sebagai bentuk hasil riset dan eksplorasi yang dilakukan oleh rekan-rekan Teater Satu sebagai bentuk persembahan kepada seniman-seniman yang sudah wafat. Karya ini bercerita mengenai kerinduan akan “masa silam” setelah lama terkapar di dalam bangsal-bangsal Rumah Sakit Besar bernama “Jakarta”.

Teater Satu (Bandar Lampung) adalah kelompok teater yang berdiri pada 18 Oktober 1996. Didirikan oleh Iswadi Pratama, Imas Sobariah, dan Ema. Sejak 1996 teater ini telah memproduksi 52 nomor pertunjukan dan aktif mengembangkan, merintis, dan menghimpun teater pelajar seprovinsi Bandar Lampung. Dalam rentang 1996 hingga sekarang, teater ini juga aktif memainkan naskah-naskah baik dari karya Indonesia dan mancanegara, Teater Satu juga meraih berbagai prestasi berskala nasional maupun internasional.

Untuk bisa menikmati pertunjukan ini, pengunjung bisa melakukan pemesanan tiket melalui tiket.salihara.org dengan biaya Rp150.000,- (umum) dan Rp75.000,- (pelajar). 

 

Jajaran Produksi 

Sutradara: Iswadi Pratama
Asisten Sutradara: Rarai Masae
Koreografer: Ari Ersandi
Manajer: Imas Sobariah
Tim Produksi: Baysa Deni & Vita Oktaviana
Manajer Panggung: M. Aria Gibran
Penata Cahaya: Ahmad Jusmar
Penata Musik: Anas Nurhada, Alex, Nigel, Nursini, Taufik
Penata Artistik: Ari Ersandi, Ikhtiar Pratama, M Aria Gibran, M Ragah
Penata Rias & Kostum: Afrizal AR, Wika Widya
Penata Seni Video: Adji Nugroho
Pemain: Afrizal AR, Amelia Yusmaneti, Baysa Deni, Denta Pratama, Deri Efwanto, Deri Setiawan, Desi Susanti, Dodi Firmansyah, Dona Sabatina, Gandi Maulana, Ikhtiar Pratama, Izzati Isyarah, Jayen Sugianto, Laras Utami, M Ragah, Riza Kharisma, Wika Widya.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

Event-Slider-T1

Kelas Akting Salihara 2022 Hadir dalam Tiga Lakon

Jumat, 25 November 2022 |Kotak Teka-Teki | 20:00 WIB
Sabtu, 26 November 2022 |Tuhan, Tolong Bunuh Emak & Makan Malam | 20:00 WIB
Teater Salihara

 

Jakarta, November 2022 – Komunitas Salihara dengan bangga mempersembahkan pementasan Kelas Akting Salihara 2022 pada 25 dan 26 November 2022. Pementasan ini menghadirkan peserta Kelas Akting Tingkat 1 dan 2 yang akan membawakan tiga lakon yakni: Kotak Teka-Teki, Tuhan, Tolong Bunuh Emak, dan Makan Malam.

Kelas Akting Salihara sendiri merupakan program reguler yang diselenggarakan setiap tahun; kelas dibagi dalam Tingkat 1 dan Tingkat 2. Dalam program ini, peserta akan mendalami metode keaktoran menggunakan Sistem Stanislavski selama tiga bulan dan kelas ini bisa diikuti oleh siapa saja yang tertarik untuk menyelami seni peran tanpa menimbang latar belakang keaktoran masing-masing peserta. Pada akhir kelas, para peserta harus mempresentasikan hasil latihan mereka dalam bentuk sebuah pementasan yang bisa dilihat pada Jumat dan Sabtu pekan ini.

Kurator Teater Komunitas Salihara, Hendromasto Prasetyo mengatakan tujuan utama dari program Kelas Akting ini adalah untuk mendistribusikan pengetahuan kepada mereka yang tertarik mendalami seni peran. Hasil dari pelatihan ini tentunya dapat diimplementasikan sesuai kebutuhan masing-masing peserta dalam kehidupan sehari-hari.

“Program ini sejak awal didesain untuk menjadi ruang mendistribusikan pengetahuan yakni seni peran. Kita percaya seni peran tidak hanya berguna bagi para aktor di panggung atau di depan kamera, tetapi juga bisa untuk keseharian. Bagaimana seni peran dapat dipahami semua orang tanpa peduli latar belakangnya. Jadi hadirnya kelas ini adalah untuk mereka bisa mendalami dan mengimplementasikannya sesuai dengan kebutuhan masing-masing.”

Kelas ini dilatih langsung oleh Rukman Rosadi yang juga akan hadir sebagai sutradara dalam tiga lakon yang akan dipentaskan. Menariknya, dalam Kelas Akting tahun ini, peserta Tingkat 2 akan memainkan dua naskah hasil dari Kelas Menulis Lakon Salihara yakni Tuhan, Tolong Bunuh Emak yang ditulis oleh Yessy Natalia dan Makan Malam oleh Aziz Azthar. Ini merupakan terobosan baru yang dilakukan oleh Kelas Akting Salihara 2022 ini. Melalui kedua karya ini, peserta Tingkat 2–yang sebelumnya harus sudah mengikuti Tingkat 1–akan menghadirkan karakter-karakter khusus dalam lakon yang belum pernah dipentaskan dalam bentuk teater sebelumnya.

Pada pentas peserta Tingkat 1 yang akan dipentaskan pada Jumat, 25 November 2022, peserta akan membawakan Kotak Teka-Teki yang ditulis oleh Rukman Rosadi. Naskah ini sendiri bercerita tentang  garis-garis yang membingkai perjalanan hidup tiap manusia. Garis yang pada satu langkah perhentian kadang membawa pada keterasingan yang penuh teka-teki. Melalui pentas yang berdurasi 40 menit, peserta akan menguji diri mereka masing-masing seturut dengan Sistem Stanislavski yang telah mereka pelajari.

 

Tentang Acara: 

Kotak Teka-Teki 

Penampil: Kelas Akting Salihara Tingkat 1 2022
Sutradara: Rukman Rosadi
Durasi: 40 menit

Sinopsis:

Peserta Kelas Akting Salihara Tingkat 1 akan mementaskan Kotak Teka-Teki karya Rukman Rosadi. Karya ini menyajikan garis-garis yang membingkai perjalanan hidup tiap manusia. Garis yang pada satu langkah perhentian kadang membawa pada keterasingan penuh teka-teki. Garis-garis itu merupa kotak persembunyian yang mempertemukan aku dan ‘aku’ di mana tak ada lagi celah keluar dari diri sendiri. Di sana, kerap muncul dialog-dialog tanpa bunyi yang kadang sesak dengan tanda baca.

Daftar Pemain:

Ade Manggoana, Amanda Gondowijoyo, Anne Yasmine, Dimas Danang Suryonegoro, Ego Heriyanto, Elghandiva Astrilia T., Erik Lasmono, Fifira A. Maharani, Henry C. Widjaja, Karen Beverly, Maudy Puteri Agusdina, Nadine Adyla, Natalius Chendana, Natanya Aloifolia, Ravi Septrian, Sal Priadi, Zulfa Maharani

 

********

 

Tuhan, Tolong Bunuh Emak 

Penampil: Kelas Akting Salihara Tingkat 2 2022
Sutradara: Rukman Rosadi
Naskah: Yessy Natalia
Durasi: 40 menit

 

Sinopsis:

Tuhan, Tolong Bunuh Emak menceritakan tentang Bekti seorang pegawai rendahan yang tengah gundah. Uang bonus tahunan yang ia terima masih jauh dari cukup untuk menutup kebutuhannya. Ia dikejar utang sementara anaknya butuh dana masuk kuliah dan ibunya perlu biaya pengobatan akibat kanker.

Ia juga menyaksikan tetangganya mati bunuh diri akibat terbelit utang. Di saat yang sama, ibu Bekti meminta hidupnya diakhiri demi melenyapkan rasa sakit dan tak menjadi beban hidup bagi Bekti. 

Daftar Pemain:

Anton E. Girgis, Ranggih Wukiranuttama (pemain tamu), Rezky Dwimarsya, Tisha Hudaya Winny Diyah Triswandhani 

 

*******

 

Makan Malam

Penampil: Kelas Akting Salihara Tingkat 2 2022
Sutradara: Rukman Rosadi
Naskah: Aziz Azthar
Durasi: 45 menit

 

Sinopsis:

Gadis berulang tahun ke-80 mengadakan makan malam bersama keempat anaknya. Mereka adalah Ruben, Nora, Wina, dan Fajar. Makan malam itu menjadi tegang karena masing-masing anak menumpahkan masalah dalam hidup mereka. Selain itu, Wina ingin meja tua di ruang makan diganti dengan yang baru, sedangkan Gadis menolak mengganti meja yang sudah menemani keluarganya sejak tahun 1960-an. Satu per satu anaknya mengungkapkan kenangan terhadap meja itu. Dari cerita tersebut, ternyata ada rahasia yang belum dipahami oleh anak-anaknya. Apakah keluarga ini akan saling memahami atau malah tercerai berai?

Profil Pemain:

Andhika Prabowo, Fransisca Desy Aryani, Marsha Habib, Rizal Iwan, Winny Diyah Triswandhani

Tentang Sutradara dan Penulis Naskah

Rukman Rosadi adalah pengajar seni peran di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Bersama Saturday Acting Club (SAC) ia menjelajahi panggung-panggung teater di dalam dan luar Indonesia. Pada 2018 ia memanggungkan The Decision karya Bertolt Brecht dalam Asian Directors Festival di Toyama, Jepang. Di tahun sebelumnya ia menggarap pementasan Hedda Gabler karya Henrik Ibsen. Selain teater, ia banyak terlibat dalam film dari Marsinah (2001), Rudy Habibie (2016), hingga Pengabdi Setan II dan Srimulat (2022). 

Aziz Azthar menulis sejak belajar alfabet di Sekolah Dasar. Setelah menulis puisi, cerpen, novel, artikel, sampai skenario, kini ia juga menulis naskah lakon. Makan Malam adalah naskah hasil dari Kelas Menulis Lakon Salihara 2022.

Yessy Natalia bergabung dengan komunitas seni D’ArtBeat sejak 2000. Ia juga tampil dalam drama musikal dan menulis naskah drama. Tuhan, Tolong Bunuh Emak adalah naskah teater well-made pertamanya sekaligus hasil dari Kelas Menulis Lakon Salihara 2021. 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

Undangan Terbuka Helateater Salihara 2023: Berita Acara Penjurian

Undangan Terbuka Helateater Salihara 2023 dengan tema “Teater Objek” telah ditutup. Kami menerima 40 berkas lamaran yang memenuhi persyaratan administrasi. Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia dengan karya yang beragam dari segi tema, bentuk dan kemungkinan pemanggungan. Ada yang berpijak pada tradisi wayang hingga karya berbasis riset. Tidak sedikit yang masih berupa ide dan eksplorasi yang masih perlu dibenahi di sana-sini. Tidak sedikit pula yang belum menemukan rencana pementasan yang menarik dan layak dipanggungkan.

Merujuk pada tema Helateater 2023, kami memutuskan untuk memilih empat karya yang dinilai paling menjanjikan keberhasilan sebuah pentas teater berbasis objek seturut konsep karya masing-masing dalam Helateater 2023. Empat karya itu menawarkan pertunjukan yang kuat pada cerita dan berbeda satu sama lain. Juga, memiliki ansambel permainan objek yang rapi dan terukur.

Empat karya itu adalah:

  1. Jalinan Kusam di Lemari Sosi karya Flying Balloons Puppet (DI Yogyakarta). Pentas ini memberi kita permainan boneka di atas meja yang digabungkan dengan aktor dan manipulasi benda-benda keseharian. Hubungan aktor dengan objek dikembangkan ke dalam tiga kemungkinan: aktor sebagai dalang, aktor menggunakan objek sebagai properti pentas dan aktor adalah objek yang dimanipulasi oleh ruang dan aktor lainnya. Dengan pola permainan yang menyisakan tilas pengaruh kelompok teater boneka yang telah mapan, pentas ini mengusung tema memori dan tantangan yang dihadapi perempuan terkait dunia domestik yang membesarkannya dan dunia sosial yang mengungkungnya.
  2. Himba karya Institute Tingang Borneo Theater (Palangka Raya, Kalimantan Tengah). Himba akan dipentaskan menggunakan boneka yang dikolaborasikan dengan permainan bayangan, topeng khas suku Dayak dan pantomime. Dengan tema pelestarian hutan dan tegangan kepentingan antara adat dan industri perkebunan, antara kakek penjaga hutan keramat dan anak muda yang ambisius, kisah ini mengantarkan kita kepada permainan boneka yang kolaboratif; memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga kelestarian hutan, tanpa kehilangan permainan bentuk boneka dan anasir pentas lainnya yang tak kalah menarik.
  3. Identikit karya Sekat Studio (Bekasi, Jawa Barat). Bercerita tentang seorang seniman yang mencoba menembus kerinduan akan kekasihnya melalui permainan jailangkung, yang di beberapa tempat di Indonesia dipercaya sebagai ritus yang bisa menghubungkan dunia manusia dengan dunia arwah orang mati. Identikit akan menjelajahi penggunaan set ruang dan waktu yang berjalan secara paralel dalam dimensi yang berbeda. Di dalamnya pemanggung akan menghadirkan serangkaian objek, mulai dari topeng, boneka, aktor, bayangan hingga instrumen musik. Pada bentuknya yang paripurna, pentas ini akan menyuguhkan serangkaian permainan metafora terkait tubuh, pikiran dan jiwa manusia.
  4. Bandung Bondowoso karya Wayang Suket Indonesia (Tuban, Jawa Timur). Pentas ini akan memberi watak baru kepada Bandung Bondowoso sebagai lelaki baik dan bagaimana ia bertanggung jawab terhadap pilihannya membangun seribu candi bagi Roro Jonggrang hanya dalam semalam. Penceritaan kembali legenda terkenal, tetapi dengan sudut pandang perwatakan yang berbeda, akan memberikan penonton kenikmatan tersendiri. Pementasan akan menampilkan wayang suket (wayang yang terbuat dari rumput) dengan teknik teatrikal dan permainan bayangan, dan imbuhan elemen tari, musik dan seni rupa yang memikat. Kelompok ini punya perhitungan terperinci mengenai konsep pemanggungan dan eksekusinya di atas panggung.

Empat kelompok terpilih akan menampilkan karya mereka pada Helateater Salihara yang berlangsung sepanjang Februari-Maret 2023.

Keputusan Dewan Juri ini tidak dapat diganggu gugat.

Jakarta, 05 Desember 2022

Hendromasto Prasetyo

Iwan Effendi

Zen Hae

web banner-2022-sep-membaca BPUPKI

Melihat Proses Membaca Kitab yang “Hilang”: Risalah BPUPKI bersama Komunitas Salihara

Zoom Webinar Salihara | 04 Oktober – 22 Desember 2022 

Jakarta, 01 November 2022 – Setelah sukses menggelar delapan sesi awal program Membaca Kitab yang “Hilang”: Risalah BPUPKI, Komunitas Salihara berterima kasih kepada antusiasme peserta yang hadir untuk sama-sama membaca dan menilik buah pemikiran para pendiri bangsa dalam program ini. Mulai dari pembahasan dasar negara, bentuk negara, dan yang terakhir (dalam sesi kedelapan ini) yakni pembahasan mengenai batas-batas negara dalam rapat yang diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat.

Program Membaca Kitab yang “Hilang”: Risalah BPUPKI merupakan program pembacaan secara daring yang diinisiasi oleh Komunitas Salihara dengan kolaborator Teater Ghanta. Tujuan dari program ini adalah untuk melihat kilasan sejarah dan berempati terhadap kejadian yang terjadi di detik-detik kelahiran NKRI. Program yang sudah berjalan sebanyak delapan sesi dari 25 sesi ini mengajak peserta untuk memilih peran yang mereka kehendaki mulai dari tokoh-tokoh bangsa seperti Soekarno, Muhammad Yamin, Agoes Salim, Oto Iskandardinata dan tokoh lainnya.

Ikke Dirga Santoso, selaku perwakilan dari Teater Ghanta mengatakan bahwa kegiatan ini menarik bila menilik dari sisi kontroversi yang muncul selama pembacaan sembilan sesi terakhir. Menurutnya, pembacaan ini membuat kita dapat melihat sistem pengambilan keputusan yang terjadi di masa itu, yang dipengaruhi oleh desakan atau kepentingan elit.

“Hal menarik terkait BPUPKI sampai sesi sembilan ini adalah kontroversinya. Pada intinya risalah ini memang belum matang, karena desakan dan kepentingan elit untuk membangun kemerdekaan. Ini (program) sangat menarik, karena apa yang dihadirkan dalam sidang ini adalah gambaran ekosistem cara mengambil keputusan ala negara kita. Nilai sejarah di sini jadi bukan terletak pada bentuk arsipnya namun pada tokoh dan kebijakan yang dibuat dalam mengambil keputusannyalah yang menjadi sejarah.”

Salah satu peserta pembacaan risalah BPUPKI, Amilia Amin mengatakan bahwa program ini menarik diikuti karena selain dapat dilihat dari sisi kesejarahannya, dapat juga membangun atmosfir yang kurang lebih sama seperti dengan keadaan saat sidang terjadi.

“Dengan mengikuti program membaca risalah ini, menjadi lebih tahu akan penuansaan yang terjadi saat rapat BPUPKI berlangsung. Menurutku prosesnya cukup seru karena ternyata ada banyak sumber literasi lain mengenai BPUPKI yang ditemukan selain risalah yang dibaca. Ditambah lagi dengan kita ikut terlibat seakan-akan diajak untuk “terlibat” di dalam rapat BPUPKI.”

Untuk bisa merasakan suasana yang sama dengan Amilia, publik masih bisa mengikuti sesi selanjutnya yang rutin dilaksanakan hingga 22 Desember 2022, setiap Selasa dan Kamis pukul 19:00 WIB via Zoom Salihara. Selain dapat memilih peran, peserta juga dipersilakan untuk menjadi narator, atau hadir sebagai pendengar saja. Untuk bisa mengetahui jadwal sesi, publik bisa melihat di laman kami:

https://salihara.org/membaca-kitab-yang-hilang-risalah-bpupki/

Tidak hanya membaca, peserta juga bisa berdiskusi bersama membicarakan hasil pembacaan terkait temuan-temuan baru yang didapat setelah sesi pembacaan berakhir. 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

loker

Tafsir Pribadi Karna dalam Pentas Surat-Surat Karna

Teater Salihara | 12-13 November 2022
Sutradara & Penulis: Goenawan Mohamad
Tiket: Rp100.000 (umum) | Rp75.000 (pelajar/hahasiswa)

 

Jakarta, 03 November 2022 – Sebagai tokoh pewayangan, tokoh Karna diceritakan berbeda dengan tokoh-tokoh lainnya seperti para Kurawa maupun Pandawa. Ia bertempur di pihak Kurawa meski bukan seorang Kurawa; Ia merupakan anak Kunthi meskipun bukan bagian dari Pandawa. Goenawan Mohamad, selaku Penulis Lakon dan Sutradara menaruh perhatian khusus terhadap tokoh ini. Baginya, Karna bukanlah siapa-siapa, bukan dari kalangan bangsawan dan juga tidak perkasa. Sisi minoritas dalam diri Karna inilah yang diharapkan dapat memantik empati bagi siapa pun yang mendengar kisahnya. Seorang kesatria dari golongan minoritas yang mendambakan status bangsawan. 

“Ini (Surat-Surat Karna) adalah pentas yang bagus dan sudah 11 tahun lamanya tidak dipentaskan. Karna ini kan manusia yang tidak perkasa, tidak dalam golongan manapun. Dia minoritas dalam minoritas. Sehingga kita harus punya empati. Dia anak rakyat yang ingin menjadi bangsawan.” ujar Goenawan.

Goenawan menafsirkan kisah Karna dengan memanfaatkan naskah Jawa Kuno, cerita tentang nasib tragis anak “rahasia” Kunthi; ibu dari para Pandawa–Arjuna, Bima, dan Yudhistira–tersebut. Dalam Perang Bharatayudha, Karna berada di pihak Kurawa yang akan bertempur melawan Arjuna. Sosoknya begitu misterius, asal usulnya tidak jelas. Ia lahir sebelum kelima Pandawa dan hidup jauh dari sorotan keluarga kesatria, ia diasuh oleh keluarga dari kasta Sudra yang merupakan seorang kusir kereta para bangsawan. Karna tidak tahu bahwa dia adalah seorang anak bangsawan karena ia dibuang setelah ia dilahirkan, ia dipisahkan secara paksa tanpa sepengetahuan Kunthi, ibunya.

Cerita ini dikemas dengan menggunakan sudut pandang empat tokoh yakni Karna, Radha; ibu yang mengasuh Karna, Kunthi; ibu yang melahirkan, dan Parashurama; guru yang melatih dan memberikan pengetahuan menceritakan kisah sang kesatria misterius tersebut. Sebelas tahun lalu, pada 2011 Surat-Surat Karna pernah dipentaskan di Teater Salihara pada 17-20 November. Berbeda dengan pementasan sebelumnya, pada pertunjukan kali ini produksi Surat-Surat Karna akan dipentaskan ala teater Brecht yakni menggunakan metode dramaturgi berdasarkan pada ide Bertold Brecht, seorang tokoh teater Marxis terkemuka di tahun 1930-an.

Hendromasto Prasetyo, Kurator Teater Komunitas Salihara mengatakan bahwa metode Brechtian yang digunakan dalam pertunjukan ini mengusung gaya pemanggungan di mana secara sengaja memperlihatkan kepada penonton bahwa apa yang dipresentasikan di atas panggung adalah peristiwa yang kontras dan berjarak dengan realitas keseharian. Metode ini sangat berbeda dengan ala realisme Stanislavski yang mengejar kewajaran demi menyakinkan penonton lewat pendekatan sehari-hari.

“Tidak seperti realisme ala Stanislavski yang mengejar kewajaran demi menyakinkan penonton hingga memerlukan kedekatan dengan kenyataan sehari-hari, Brechtian justru secara sengaja menuntun audiens agar sadar bahwa presentasi di atas pentas adalah peristiwa panggung yang berjarak lagi kontras dengan realitas keseharian. Dari sana, pertunjukan di jalan Brechtian diharapkan mampu mengetuk kesadaran penonton dan mengubah kenyataan.” 

Surat-Surat Karna akan dimainkan oleh sejumlah tokoh seperti Landung Simatupang sebagai Parashurama, Ruth Marini sebagai Kunthi, Syam Ancoe Amar sebagai Karna, dan Rebecca Kezia sebagai Radha. Dipentaskan di Teater Salihara, 12 November 2022 pukul 20:00 WIB dan 13 November 2022 pukul 16:00 WIB. Pementasan ini akan dimainkan dalam durasi 90 menit menyajikan sudut pandang baru terhadap tokoh Karna yang jarang disorot dalam kisah-kisah pewayangan pada umumnya.

 

Tentang Sutradara

Goenawan Mohamad dikenal sebagai penulis esai, penyair dan perupa. Ia juga menulis lakon di antaranya, Karna, Tan Malaka, Gundala Gawat dan Visa. Ia membuat dua cerita untuk wayang kulit: Wisanggeni dan Alap-alapan Surtikanti. Karya terbarunya adalah Kitab Kurawa (2022).

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org