syafii

Obituari: Ahmad Syafii Maarif

Ahmad Syafii Maarif (Nagari Calau, Sumatra Barat, 31 Mei 1935-Yogyakarta, 27 Mei 2022) yang akrab dengan panggilan Buya Syafii, adalah cendekiawan Indonesia yang membawa nilai-nilai pluralisme dan toleransi. Ia juga sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah sepanjang 1998-2005. Buya Syafii dikenal dengan membawa pemikiran Islam Modern.

Pada 1942 Buya Syafii mengawali pendidikannya di Sekolah Rakyat (SR) Sumur Kudus. Lulus dari SR pada 1947 tidak langsung membuat Buya Syafii meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi. Ia sempat berhenti sekolah selama beberapa tahun karena kondisi ekonomi keluarganya. Pada 1950, ia melanjutkan sekolah di Madrasah Muallimin Muhammadiyah Balai Tangah.

Buya Syafii mulai merantau ke Jawa pada 1953. Ia sempat menjadi pimpinan redaksi majalah Sinar, majalah pelajar Muallimin di Yogyakarta. Ia sempat berkuliah di Universitas Cokroaminoto dan pada 1964 memperoleh gelar sarjana muda. Sebagai mahasiswa, Buya Syafii bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam. Buya Syafii mendapatkan gelar doktornya dari Universitas Chicago, Amerika Serikat, pada Program Studi Bahasa dan Peradaban Timur Dekat.

Pemikirannya yang terbuka dan mendukung nilai-nilai pluralisme ia bagikan melalui tulisan-tulisannya. Di antaranya yang terangkum dalam buku Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan: Sebuah Refleksi Sejarah; Islam dan Pancasila sebagai Dasar Negara, dan Membumikan Islam. Jasanya yang begitu besar dalam mengajak untuk terus menjaga sikap toleransi, membuat Buya Syafii kerap disebut sebagai Guru Bangsa.

Buya Syafii mendapat banyak penghargaan. Di antaranya penghargaan People of The Year 2020 kategori Lifetime Achievement pada 2020 dan penghargaan Ramon Magsaysay dari pemerintah Filipina pada 2008. Ia juga pernah menjadi presiden World Conference on Religion and Peace (WCRP), sebuah forum tokoh-tokoh lintas agama dunia di New York. Pada 2020, ia mendirikan Maarif Institute sebagai bentuk komitmennya pada nilai-nilai keislaman, kemanusiaan, dan keindonesiaan.

Di Indonesia sangat jarang tokoh intelektual yang dengan sungguh-sungguh menanamkan nilai-nilai pluralisme dan toleransi. Buya Syafii hadir dengan pandangannya yang lebih netral terhadap Islam. Pemikiran yang berusaha untuk tidak menghakimi satu sama lain. Pandangan seorang tokoh Buya Syafii sangat kita butuhkan di tengah kondisi kita yang lebih sering terombang-ambing oleh hal-hal yang belum jelas kebenarannya. Selamat jalan, Buya Syafii. Karya dan pemikiranmu menjadi teladan bangsa ini.

unit21080

Universal Iteration: Intermissions

Memantik Kesadaran Sosial akan Dampak Nyata dari Dunia Digital

Menampilkan: Aki Onda, Eldwin Pradipta, Indah Arsyad, Rizky Lazuardi, XXLAB, Yovista Ahtajida

Kurator: Asikin Hasan & Bob Edrian

Durasi pameran: 28 Mei 2022 – 28 Mei 2023

https://galeri.salihara.org/

 

Jakarta, 28 Mei 2022 – “Ragam aktivitas di dunia maya tidak hanya menghasilkan keuntungan berupa kemudahan akses informasi serta terbukanya peluang-peluang baru di berbagai bidang. Pada kenyataannya, aktivitas-aktivitas virtual menghasilkan emisi berupa jejak karbon secara perlahan memberi pengaruhnya pada kondisi lingkungan. Gagasan Intermission menjadi tawaran untuk menelusuri kesadaran seniman dalam merespons isu internet dan lingkungan, dan tentunya juga isu manusia dan kemanusiaan.” Pernyataan Bob Edrian—kurator pameran Universal Iteration (UNIT) 2—melihat fenomena dunia digital dan konsep ruang waktu yang terjadi di dalamnya sebagai tajuk utama dalam pameran UNIT tahun ini.

Manajer Galeri Komunitas Salihara, Ibrahim Soetomo memaparkan “Universal Iteration digagas pada 2021 sebagai upaya menggunakan ruang digital sebagai ruang pameran. Alih-alih memamerkan pameran virtual dengan memindahkan pameran-pameran dalam galeri luring ke ruang virtual, Universal Iteration menampilkan karya-karya seni digital, yang dipersiapkan dengan pola pikir digital, ke dalam pameran yang sepenuhnya digital.”

Berbeda dengan penyelenggaraan pertama, Universal Iteration kali ini mengambil tema khusus, yaitu Intermissions untuk merespons sebab-akibat budaya internet. Penyelenggaraan sebelumnya tidak bertema dan sifatnya lebih praktis. Selain itu pada tahun sebelumnya pameran diadakan dalam rentang waktu Mei-November 2021, maka tahun ini durasi pameran diperpanjang 1 tahun hingga Mei 2022.

Tajuk Intermissions sendiri berasal dari permainan kata Internet emissions atau emisi internet, pameran ini berbicara mengenai dampak fisik yang mungkin terjadi akibat meningkatnya aktivitas di Internet. Tajuk ini juga diangkat sebagai pengingat untuk mengambil jeda sejenak dari dunia maya yang tidak disadari menimbulkan isu lingkungan baru, yaitu meningkatnya emisi gas rumah kaca sebesar 1-5% karena penggunaan internet yang berlebihan.

Dalam penentuan seniman UNIT, Bob Edrian menjelaskan “Pemilihan seniman didasarkan pada penentuan tema tahun ini yang banyak menyentuh wilayah batas atau terluar dari perkembangan teknologi internet. Untuk mengakomodasi gagasan-gagasan tersebut, dalam hal ini mencakup manusia dan lingkungan, nama-nama seniman kemudian dipilih berdasarkan spektrum kekaryaan mereka. Dari sejumlah seniman yang diajukan, indikator keselarasan karakteristik eksplorasi karya dengan tema pameran merupakan indikator yang paling utama.”

Tidak hanya pameran, acara ini juga akan menghadirkan berbagai aktivitas lain selama satu tahun ke depan salah satunya adalah ‘Bincang Seniman’. Bersama dengan para seniman UNIT, acara ini akan membahas lebih dalam mengenai karya-karya yang mereka pamerkan yang dapat disaksikan secara daring. Diharapkan melalui berbagai rangkaian aktivasi acara ini, para pengunjung dapat menumbuhkan sikap kritis terhadap isu-isu yang lahir di dalam dunia virtual baik yang berdampak terhadap lingkungan maupun terhadap sesama manusia lainnya.

 

Biodata Seniman

Aki Onda adalah seorang seniman dan komposer yang tinggal di Mito, Jepang. Karya-karyanya sering mengangkat isu sekitar ingatan, baik pribadi, kolektif dan sejarah. Salah satu proyeknya yang terkenal adalah Cassette Memories (2004) yang direkam selama tiga dekade. Karyanya telah dipresentasikan di berbagai negara, di antaranya documenta 14, Museum Louvre, Pompidou Center, Palais de Tokyo, Fondation Cartier, Argos, Bozar, ICA London, International Film Festival Rotterdam, Toronto Biennial of Art, The Kitchen, dan MoMA.

Eldwin Pradipta lulus dari Jurusan Intermedia, Fakultas Seni & Desain, Institut Teknologi Bandung. Karyanya kerap mengeksplorasi proyeksi video dan media digital lainnya. Ia pernah terpilih sebagai salah satu finalis BaCAA ke-4 pada 2015 dan turut mengambil bagian dalam Indonesia Art Award 2015 yang diinisiasi oleh Yayasan Seni Rupa Indonesia. Ia juga telah mengikuti beberapa pameran, seperti South East Asia Forum (Art Stage Singapore) dan Fantasy Island in Objectificts (Center for Film and Photography, Singapura, 2017). Karyanya pernah dipamerkan di Manifesto 6.0: Multipolar (Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, 2018) dan Beyond Painting: Extend the Boundaries (Art Expo Malaysia, 2019).

Indah Arsyad berkarya dalam bentuk tulisan, instalasi, patung dan seni media. Karya-karyanya mengangkat isu-isu sosial, budaya dan lingkungan yang selalu didasarkan pada penelitian ilmiah. Ia menyelesaikan pendidikan di Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan, Universitas Trisakti. Karyanya telah dipamerkan dalam berbagai pameran nasional dan internasional, termasuk pameran tunggal di Museum Nasional Indonesia dengan tajuk On The Way (2008). Ia juga berpameran di London Art Biennale di Chelsea Old Town Hall (Inggris, 2021) dan KNOCK KNOCK KNOCK di Hancock Art Museum (Korea Selatan, 2021).

Rizki Lazuardi adalah seniman dan kurator yang bekerja dengan medium gambar bergerak dan expanded cinema. Ia menyelesaikan pendidikan Film dan Seni Media di HFBK University of Fine Arts Hamburg, Jerman. Karya dan programnya menjadi bagian dari sejumlah pameran dan festival, di antaranya IFFR Rotterdam, Singapore Art Museum, European Media Arts Festival Osnabrueck, Image Forum Tokyo, dan Jakarta Biennale. Saat ini ia menjadi salah satu konsultan program di Arsenal Berlin untuk Berlinale Forum.

XXLAB adalah grup inisiatif dari Yogyakarta yang terdiri atas beberapa perempuan dengan berbagai latar belakang disiplin dan keahlian. XXLAB berfokus pada eksplorasi seni, sains dan teknologi bebas berbasis open source (sumber terbuka) yang dikerjakan secara DIY (Do It Yourself) dan DIWO (Do It With Others). XXLAB terbentuk pada 2013, sebagai kelanjutan dari lokakarya berseri Ms. Baltazar ID. Pada 2015 XXLAB memenangi penghargaan Voestalpine Award Prix Ars Electronica, sebuah penghargaan bergengsi di bidang seni media baru untuk kategori “next idea”. XXLAB juga mengikuti berbagai pameran seni dan inovasi, serta aktif mengadakan berbagai edukasi nonformal.

Yovista Ahtajida adalah seniman independen yang tinggal di Jakarta. Karya-karyanya sering mengangkat relasi kapitalisme dan Islamisme berdasarkan pengalaman keluarga muslim fundamentalis dan latar belakang pendidikan. Pada 2012 ia mendirikan The Youngrrr, sebuah kolektif seni video. Karyanya dengan The Youngrrr telah dipresentasikan di European Media Art Festival (EMAF) 2014, Berlin International Film Festival (Berlin, 2014), South Asian Visual Art Centre (Toronto, 2014) dan Jakarta Biennale 2015. Karya tunggalnya telah dipresentasikan dalam Video Vortex XI, pada Kochi Muziris Biennale (India, 2017), W:OW 18, Torrance Art Museum (Los Angeles, 2018) dan Bandung Contemporary Art Award 2017. Pameran tunggalnya bertajuk Hijrah di LIR Space Yogyakarta (2018).

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center
Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.
___________________________________________________________________
Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

ayumenulis

Kelas Menulis Kreatif yang Berbobot: Mulai dari Karakter

Pengajar: Ayu Utami
Sabtu, 04, 11, 18 Juni; 02, 16, 23 Juli 2022, 13.00 WIB
Zoom Webinar Komunitas Salihara

 

Jakarta, Mei 2022 – Semua orang pada dasarnya bisa menulis kreatif dengan baik. Di antara semua itu, ada juga yang terlahir dengan bakat menulis yang sangat baik. Namun, kemampuan menulis tersebut akan sia-sia jika tidak diimbangi dengan latihan yang rutin dan konsisten. Melalui latihan, seseorang tidak hanya bisa menulis atau menciptakan tulisan melainkan mampu melahirkan sebuah tulisan kreatif yang berbobot.

Seperti apa tulisan kreatif yang berbobot itu? Bagaimana cara menulisnya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat ditemukan dalam kelas menulis yang diadakan tahun ini oleh Komunitas Salihara Arts Center.

Komunitas Salihara kembali menyelenggarakan Kelas Menulis Kreatif yang Berbobot secara daring pada bulan Juni 2022 dengan pengajar Ayu Utami, penulis sekaligus kurator Komunitas Salihara Arts Center. Di tahun 2021, peserta Kelas Menulis Kreatif diajak untuk mempelajari bagaimana memberikan penekanan khusus dalam bobot tulisan melalui muatan intelektual dan artistik. Berbeda dengan kelas menulis sebelumnya, kali ini Ayu Utami akan mengampu kelas dengan metode pendekatan karakter.

Peserta tetap bisa mengikuti kelas menulis ini tanpa perlu menjadi peserta di kelas menulis tahun sebelumnya. Silabus Kelas Menulis Kreatif yang Berbobot kali ini, akan mengajak peserta berkenalan dengan salah satu metode menulis kreatif dari banyaknya cara mengembangkan tulisan kreatif yang berbobot. Kelas ini akan mengajak peserta untuk membangun tokoh, memilih konflik yang cocok untuk tokoh tersebut dan menciptakan tema yang sesuai untuk sang tokoh.

Melalui kelas ini, peserta diharapkan bisa membangun tokoh yang dapat membantu pembaca mengikuti alur cerita dengan mudah, melalui kondisi psikologis dan empati yang dibangun di dalam diri tokoh tersebut. Peserta juga diharapkan dapat mengajak pembaca untuk memahami diri dan orang lain melalui tulisan yang mereka ciptakan.

 

Profil Pengajar

Ayu Utami adalah salah satu penulis yang dianggap sebagai pendobrak kemapanan, khususnya masalah seks dan agama yang ia angkat dalam karya-karyanya. Karya-karya yang ditulisnya mengangkat wacana seksualitas dari sudut pandang perempuan.

Novel pertamanya, Saman (1998), memenangkan Sayembara Penulisan Roman Terbaik Dewan Kesenian Jakarta tahun 1998. Beberapa karya sastranya yang lain adalah Bilangan Fu (2008) yang beroleh Khatulistiwa Literary Award 2008 dan yang termutakhir Anatomi Rasa (2019). Atas kiprah di dunia sastra, Ayu Utami meraih Prince Claus Award pada tahun 2000 dari Prince Claus Fund (Belanda), sebuah yayasan yang memberi penghargaan kepada individu dan organisasi yang berkontribusi dalam kebudayaan.

Ayu Utami adalah salah satu pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan ikut membangun Komunitas Utan Kayu, sebuah pusat seni, pemikiran dan kebebasan informasi. Saat ini Ayu Utami aktif sebagai kurator sastra dan Direktur Literature and Ideas Festival (LIFEs) di Komunitas Salihara serta Direktur Program Teater Utan Kayu.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

jazzbuzz 2022

Mempersembahkan Warna Baru dalam Musik Jazz

Salihara Jazz Buzz 2022: Next Sound

Penampil: Aryo Adhianto, Agam Hamzah Project,  Fascinating Rhythm, dan Sandrums dengan Sri Hanuraga

13, 15, 20, 22 Mei 2022 | 19:00 WIB

www.youtube.com/salihara

 

Jakarta, Mei 2022 – Sejak berdiri pada tahun 2008, salah satu program unggulan Komunitas Salihara Arts Center adalah Salihara Jazz Buzz, festival musik jazz yang pertama kali diadakan pada 2012. Salihara Jazz Buzz selalu konsisten menampilkan ragam pilihan genre, komposisi, dan konsep bermusik yang baru dari tahun ke tahun. 

Munculnya beragam aliran baru dalam musik jazz seperti free jazz, contemporary jazz, avant-garde jazz serta aliran-aliran jazz lainnya memicu Salihara Jazz Buzz membuka ruang untuk menawarkan ragam kebaruan yang terjadi di dalam dunia jazz kepada publik. 

Tahun ini pun menjadi perayaan satu dekade berlangsungnya festival musik yang telah banyak menampilkan sejumlah musisi tanah air seperti Dewa Budjana, Tohpati, Indra Lesmana dan sebagainya, hingga generasi terbaru seperti Monita Tahalea, Sri Hanuraga, Tesla Manaf dan sebagainya.

Tentang satu dekade Salihara Jazz Buzz, Kurator musik Komunitas Salihara, Tony Prabowo mengutarakan bahwa, “satu dekade ini tentu tidak semudah yang kita harapkan. Memilih musisi yang terbaik agar penonton bisa hadir tentu membutuhkan diskusi yang panjang, terutama bagaimana terus bisa menawarkan kebaruan tersebut.” 

Tony Prabowo melanjutkan bahwa “musik-musik yang avant-garde dan hanya didengar oleh kalangan tertentu, tentu menjadi PR bagi kami kedepannya.”

Namun, tantangan tersebut menjadi pemacu bagi Komunitas Salihara untuk terus menggarap tema-tema baru. Tahun ini mengusung tema Next Sound, Salihara Jazz Buzz mengedepankan adaptasi, kreativitas dan tawaran akan kebaruan tentang situasi yang terjadi: realita tentang pandemi dan realita musik jazz yang selalu bisa melebur ke dalam genre-genre berevolusi. 

Di tahun ini pula Salihara Jazz Buzz tampil untuk kedua kalinya secara daring sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada 2020. Rangkaian konser yang akan disiarkan melalui kanal Youtube Komunitas Salihara Arts Center menampilkan empat musisi jazz tanah air yaitu Aryo Adhianto, Fascinating Rhythm, Sandrums dan Agam Hamzah Project

Melalui penampilan dari keempat musisi dan grup tersebut, Salihara Jazz Buzz 2022 diharapkan bisa menyajikan kebaruan dan dapat membawa semangat jazz buzz tentang musik “lintas-batas” yang mampu memperkaya musik jazz. 

Profil Penampil:

  • Aryo Adhianto adalah komposer dan produser musik elektronik. Tertarik dengan jazz dan piano sejak kecil, ia menemukan kecintaannya pada musik elektronik ketika ia kuliah. Dalam perjalanan karirnya ia terlibat dalam beberapa klinik musik yang diprakarsai oleh Sacred Bridge Foundation seperti Rhythm Salad: A Bowl of Roots Music (2008), GAUNG: the 21st Century Global Music Education (2009) dan INTRASIA: the Cross-cultural Performing Arts Clinic (2013). 
  • Fascinating Rhythm adalah sebuah band jazz kontemporer berbasis di Jakarta. Band ini mengusung ide untuk memainkan berbagai jenis ritmik dari seluruh dunia seperti samba, choro, bikutsi, cuban dan lain-lain. Berbagai jenis ritmik tersebut dibalut dengan sentuhan jazz yang menarik dan juga variasi “call and response” pada setiap solo instrumennya. Band ini beranggotakan Timoti Hutagalung (drum), Noah Revevalin (piano), Jonathan Prawira (klarinet), Hafiz Aga (bas), dan Yosua Sondakh (gitar). 
  • Sandy Winarta memiliki sebuah proyek eksperimental yang dinamakan Sandrums. Sandrums sendiri adalah eksplorasi spektrum suara elektronik yang luas dan digunakan dalam improvisasi musik yang berakar pada jazz secara harmonis dan berirama. Dalam pertunjukan kali ini, Sandy mengajak Sri Hanuraga sebagai rekan duetnya mempersembahkan komposisi irama yang khusus bisa disaksikan di Salihara Jazz Buzz 2022.
  • Agam Hamzah Project merupakan grup musik baru dari Agam Hamzah yang sebelumnya dikenal melalui grup musik Ligro Trio. Agam Hamzah adalah musisi yang konsisten menciptakan karya musik dengan konsep fusion sejak tahun 90an. Konsep fusion adalah satu genre musik di mana idiom-idiom musik seperti jazz, rock, kontemporer klasik dan musik etnik dipadukan menjadi satu karya yang utuh. Dalam Agam Hamzah Project kali ini, ia memiliki format instrumen dalam bentuk Quintet, terdiri dari bas, drum, gitar, keyboard dan biola.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

debat-sastra-salihara-2022

Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA 2022

Perkembangan sastra Indonesia modern, khususnya puisi, tidak lepas dari pengaruh kesusastraan asing. Di Indonesia, Chairil Anwar adalah penyair terpenting dari Angkatan 45 yang terpengaruh oleh sastra dunia. Sajak-sajak Chairil Anwar tidak hanya menyerap pengaruh dari penyair Belanda, Jerman dan Cina, tetapi juga Amerika Serikat.

Komunitas Salihara mendorong kreativitas dan intelektualitas generasi muda dengan kembali mengadakan:

Kompetisi Debat Sastra SMA 2022: Membandingkan Chairil Anwar dan Penyair Amerika Serikat.

Tahun ini peserta akan membandingkan hubungan dan pengaruh sajak-sajak penyair Amerika Serikat terhadap sajak-sajak Chairil Anwar.

 

Jadwal Kompetisi

  • Pendaftaran dan pengumpulan makalah: 07 Mei 2022-9 September 2022;
  • Tenggat pengumpulan makalah: 10 September 2022 (Tanggal kirim surat elektronik);
  • Penjurian tahap 1: 11-28 September 2022;
  • Pengumuman finalis: 5 Oktober 2022;
  • Final: Oktober 2022.

Hadiah

Juara 1: Rp20.000.000
Juara 2: Rp15.000.000
Tiga makalah favorit (maksimal) masing-masing Rp3.000.000
*pajak ditanggung pemenang

Syarat dan Ketentuan

  • Peserta adalah kelompok yang terdiri atas 3 (tiga) siswa dari satu sekolah setingkat SMA. Setiap sekolah boleh mengirimkan lebih dari satu kelompok. Peserta boleh memberi nama kelompoknya secara bebas;
  • Peserta adalah siswa yang masih duduk di bangku SMA atau setara ketika final debat berlangsung hingga 30 Oktober 2022;
  • Kelompok dari sekolah yang telah menjadi finalis dan juara pada tahun sebelumnya tidak diperkenankan mendaftar;
  • Peserta yang telah melengkapi pendaftaran dan menerima karya, tetapi tidak mengumpulkan makalah hingga batas akhir pengumpulan, akan didiskualifikasi pada tahun penyelenggaraan berikutnya;
  • Karya yang ditelaah dapat diunduh setelah menyelesaikan proses pendaftaran (mengisi dan melengkapi formulir);
  • Peserta (atas nama kelompok) membuat telaah (berupa tulisan atau makalah) dalam bahasa Indonesia setelah membaca dan membandingkan karya sastra di atas;
  • Makalah dikirim tanpa mencantumkan identitas di dalam makalah dan tanpa menggunakan sampul (cover) berlogo sekolah atau nama kelompok. Tidak perlu menambahkan lembar persetujuan, lembar ucapan terima kasih maupun kata pengantar;
  • Telaah yang diunggulkan adalah yang menawarkan kedalaman pemahaman dan keluasan perspektif;
  • Format pelaksanaan final akan ditentukan dengan melihat perkembangan kondisi kesehatan (bila diadakan secara langsung di Salihara, Salihara akan menanggung akomodasi dan transportasi kelompok peserta dari luar Jabodetabek);
  • Kirim hasil telaah karya sesuai jadwal yang ditentukan ke alamat surel berikut:debatsastra2022@salihara.org dengan subyek: Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA (nama sekolah/kelompok)

Teknis Penilaian

  • Juri Tahap I menilai karya tulis berdasarkan mutu argumen, pendalaman dan penggalian masalah serta ketertiban dan keindahan bahasa Indonesia yang digunakan;
  • Masing-masing kelompok finalis boleh memilih satu wakil untuk presentasi atau mengatur anggota-anggota kelompok berbicara secara bergiliran (gaya presentasi bebas);
  • Juri Tahap II menilai keterampilan peserta dalam menyampaikan gagasan secara lisan dan kekuatan argumen dalam perdebatan;
  • Keputusan juri tidak dapat diganggu gugat.
etika moral

Melihat Etika dan Moralitas di Dunia Digital Melalui Perspektif Filsafat

Seri Kelas Filsafat Manusia dan Dunia Digital 
Etika: Moral dan Dunia Digital
Pengampu: Reza A.A. Wattimena
Setiap Sabtu, 07, 14, 21, 28 Mei 2022, 13:00 WIB
Zoom Webinar

 

Jakarta, April 2022 – Revolusi digital telah mengubah cara kita bersikap. Dunia digital turut hadir berdampingan dengan dunia nyata sehingga kita hidup di dalam keduanya. Lantas, bagaimana manusia menanggapi perubahan ini apabila dilihat dari kacamata filsafat? Mengusung tema besar Manusia dan Dunia Digital, tahun ini Komunitas Salihara Arts Center menggelar seri kelas filsafat yang membahas fenomena dunia digital yang terbagi ke dalam tiga putaran.

Setelah sukses dengan putaran pertama yang membahas hubungan antara manusia dengan dunia digital dari sudut pandang antropologi, kali ini Komunitas Salihara kembali hadir dalam putaran kedua dengan tema Etika: Moral dan Dunia Digital. Putaran kedua ini masih diampu oleh peneliti di bidang Filsafat Politik, FIlsafat Ilmu, dan Kebijaksanaan Timur, Reza A.A. Wattimena. 

Tema Etika: Moral dan Dunia Digital membahas bagaimana persoalan etika dan moralitas di dalam dunia digital kita lihat melalui perspektif dan pemikiran filsuf penting seperti Immanuel Kant, Karl Marx, maupun prinsip-prinsip dalam Buddhisme. Acara ini akan dibagi ke dalam empat sesi yang dilaksanakan pada 07, 14, 21, dan 28  Mei 2022 secara daring.  

 

Empat sesi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

 

  • Kant dan Tindakan Digital (07 Mei 2022 | 13:00 WIB)

Dalam sesi ini, peserta akan mendalami persoalan mengenai tipe tindakan baru yang lahir dari interaksi dunia digital yang dinamakan “tindakan digital”. Diskusi ini akan banyak mendalami masalah tersebut menggunakan perspektif etika dari Immanuel Kant.

 

  • Stoikisme untuk Para Pengguna Gawai (14 Mei 2022 | 13:00 WIB)

Di sesi kedua, para peserta akan melihat bagaimana nasihat-nasihat dalam stoikisme bisa diterapkan untuk menjaga kewarasan dalam hidup yang serba digital ini. Melalui kelas ini, peserta akan dibantu untuk menemukan jawabannya bersama termasuk dalam saran-saran untuk mengendalikan diri dalam menerima informasi di dunia maya.

 

  • Buddhisme dan Virtualitas (21 Mei 2022 | 13:00 WIB)

Melalui pandangan Buddhisme, para peserta kelas akan belajar dan mencari tahu apakah konsep “maya” dalam ajaran tersebut dapat memberikan pencerahan terhadap cara hidup manusia yang sudah bersentuhan terhadap kecanggihan teknologi sehingga menghasilkan realitas visual.

 

  • Marx dan Sosialisme Digital (28 Mei 2022 | 13:00 WIB)

Sesi terakhir ini akan memberikan jawaban akan seperti apa bentuk sosialisme digital itu menurut pandangan Karl Marx. Serta menemukan jawaban apakah kelas-kelas sosial yang diratakan di dalam dunia digital merupakan bentuk perwujudan mimpi dari utopia sosialisme sang filsuf tersebut.

Koordinator program edukasi Komunitas Salihara Arts Center, Rebecca Kezia memaparkan bahwa program kelas filsafat ini niscaya dapat merawat ruang berpikir kritis publik melalui sejarah dan teori para pemikir dunia. “Komunitas Salihara selalu mengambil tema-tema yang spesifik berkaitan dengan isu sosial, politik, bahkan fenomena-fenomena terkini di dunia digital yang semakin marak selama pembatasan sosial di masa pandemi. Tema pilihan tersebut kemudian dilihat dari kacamata filsafat bukan sebagai kebenaran cara pandang yang tunggal tapi jalan untuk melihat suatu isu dengan lebih luas dan kritis.”

*

Untuk informasi lebih lanjut tentang Kelas Filsafat Salihara silakan kunjungi website salihara.org dan media sosial kami. 

 

Tentang Reza A.A. Wattimena

Reza A.A. Wattimena adalah peneliti di bidang filsafat politik, filsafat ilmu dan kebijaksanaan timur. Ia meraih gelar Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Buku terbarunya adalah Urban Zen: Tawaran Kejernihan untuk Manusia Modern (2021). Untuk mengenal Reza lebih dekat, bisa mengunjungi profil lengkapnya di sini.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

asemic3

ASEMIC SOUND CYCLES

Representasi Seni dalam Memvisualisasikan Bunyi
Selasa-Minggu, 10-24 April 2022, 13:00-20:30 WIB
Galeri Salihara
Jl. Salihara No. 16, Jakarta Selatan

 

Jakarta, 09 April 2022 – Pada semester pertama di tahun 2022, Komunitas Salihara mengadakan pameran tunggal seniman Kanada, Félix-Antoine Morin yang bertajuk Asemic Sound Cycles. Pameran ini bisa menjadi pilihan kegiatan ngabuburit seni bagi seluruh warga DKI Jakarta dan sekitarnya di bulan Ramadan. Pameran ini adalah salah satu rangkaian tur pameran tunggal si seniman yang telah dilaksanakan di Prancis, Meksiko, dan Turki.

Asemic Sound Cycles adalah pameran yang khusus dibuat oleh Félix-Antoine Morin untuk Komunitas Salihara Arts Center. Karya-karya Morin dalam pameran ini menawarkan sebuah pengalaman berkesenian baru yang menampilkan kolase visual antara bunyi dan gambar. Pameran ini menjadikan Galeri Salihara sebagai satu-satunya platform untuk menikmati karya-karya Morin di Indonesia.

 

Tentang Pameran Asemic Sound Cycles

Asemic Sound Cycles memamerkan representasi bentuk musik berdasarkan repertoar komposisi yang digubah juga oleh Félix-Antoine Morin. Melalui konstruksi visual dan permainan ketukan, ia menciptakan hubungan antar bunyi dan mengubah nada-nada utama menjadi materi yang abstrak. Hasilnya adalah bentuk-bentuk karya yang puitis dan berirama dalam torehan-torehan grafis.

Karya media baru ini tidak hendak ditafsirkan dari sisi musikalitasnya. Kita dapat menikmati pengalaman estetik yang multitafsir berdasarkan keberagaman persepsi yang abstrak. Di sisi yang lain Asemic Sound Cycles hendak menunjukkan sisi kepekaan musik dan gambar dari si seniman.

Selain torehan-torehan grafis, karya lain dalam pameran ini adalah instalasi yang terletak di tengah Galeri Salihara. Terinspirasi oleh teknik “locked groove” yang ditemukan oleh Pierre Schaeffer pada pertengahan abad 20. Teknik tersebut hendak menjelaskan fenomena timbulnya bunyi saat jarum alat pemutar piringan hitam menyentuh alur-alur di piringan. Dengan metode serupa, instalasi bunyi karya Morin terdiri dari sebuah mikrofon yang mengeluarkan reaksi bunyi terhadap benda-benda yang dilewatinya di sepanjang lantai.

 

Tentang Félix-Antoine Morin

Félix-Antoine Morin belajar seni visual di Université du Québec à Montréal (UQAM) dan aransemen elektro akustik di Conversatory of Montreal. Ia pernah memenangkan penghargaan JTTP pada tahun 2008 dan menerima penghargaan Joseph S. Stauffer dari dewan kesenian Kanada pada tahun 2012. Karya-karyanya telah banyak dipamerkan di berbagai acara berskala nasional dan internasional.

Karya-karya Félix-Antoine Morin terinspirasi dari komposisi nada musik sakral dan tradisional yang banyak digunakan dalam berbagai ritual adat. Ia menjelajahi bermacam kemungkinan dan menciptakan karya melalui berbagai medium sehingga eksekusi karya-karyanya dapat diterjemahkan menjadi mantra-mantra yang puitis. 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

artcamgm

Membaca Pemikiran Goenawan Mohamad Bersama Penikmat Sastra di Seluruh Indonesia

Komunitas Salihara x Komunitas Utan Kayu
Art Camp: Membaca Goenawan Mohamad
Jumat-Minggu: 25-27 Maret 2022

Jakarta, 28 Maret 2022 Komunitas Salihara bekerja sama dengan Komunitas Utan Kayu telah sukses menggelar Art Camp: Membaca Goenawan Mohamad pada Jumat-Minggu, 25-27 Maret lalu. Acara ini menghadirkan 16 pembicara yang terdiri dari kalangan sastrawan, filosof dan akademisi lainnya. Terbagi ke dalam tujuh sesi, masing-masing pembicara memaparkan pemikiran mereka tentang tulisan-tulisan Goenawan Mohamad seputar sastra, filsafat dan demokrasi. 

Sebagai acara hybrid pertama di tahun 2022 ini, Art Camp diikuti oleh 25 peserta luring, dan 33 peserta daring dari berbagai kalangan yang tentunya memiliki satu visi yaitu hendak mengupas secara mendalam pemikiran Goenawan Mohamad. 

 

Karya yang Dapat Dinikmati Lintas Generasi

Karya Goenawan Mohamad tak terbatas pada generasi tertentu, terbukti dalam acara kemarin juga hadir peserta remaja yang ikut berdiskusi dan mengkritisi tulisan-tulisan Goenawan Mohamad yang genap berusia 80 pada tahun lalu. Ayu Utami, selaku Direktur Program Komunitas Utan Kayu dan Perumus Art Camp: Membaca Goenawan Mohamad mengatakan bahwa karya Goenawan Mohamad masih relevan untuk dibahas sampai sekarang terutama bagi mereka yang ingin mengasah kebebasan berpikir dan berekspresi. 

Melalui karya Goenawan Mohamad kita belajar sejarah bagaimana pemikiran Indonesia berkembang, kita belajar bagaimana berinteraksi dengan filsafat dunia, dan belajar mengasah kepekaan estetika juga. Itulah yang dibutuhkan untuk mengisi kebebasan berpikir dan ekspresi.”

Maka tidak heran, bahwa tulisan Goenawan Mohamad masih mendapat tempat di kalangan generasi muda yang tertarik mendalami dan memahami sosoknya yang banyak dikenal sebagai salah satu tokoh jurnalis penting Indonesia.

Salah satu peserta Art Camp: Membaca Goenawan Mohamad, Thalia (17) memaparkan bahwa kegiatan ini membuka lebih banyak lagi wawasan terutama bagi dirinya yang menyukai sastra dan filsafat. Seluruh diskusi yang dipaparkan oleh pemateri justru menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru selepas sesi usai. 

“Itu sih yang menarik, menjadi pemikir itu seperti itu toh. Materi yang diberikan tadi justru meninggalkan kita banyak pertanyaan yang memancing untuk lebih mencari tahu dan memperdalam lagi pemahaman kita, itu sih yang asik banget menurutku.”

Peserta lain Tamara (18), memiliki respon yang berbeda, pertanyaan-pertanyaan yang muncul memotivasi dia untuk bertanya lebih banyak melalui sesi coffee break atau saat jamuan malam. 

“Serunya adalah, saat kita timbul banyak pertanyaan, aku bisa memanfaatkan sesi coffee break atau dinner untuk kembali menanyakan kepada pemateri untuk meminta penjelasan lebih. Karena jujur, kalau saat sesi QnA itu cukup intimidating karena bicara depan banyak orang. Ternyata para pemateri begitu hangat saat di-approached secara personal di sesi yang di luar sesi acara.”

 

Tentang Art Camp:

Kurangnya kajian mengenai pemikiran intelektual Indonesia mendorong Komunitas Salihara一bekerja sama dengan Komunitas Utan Kayu一untuk memulai program Art Camp, sebuah acara berkala mendiskusikan pemikiran para intelektual Indonesia. Art Camp hendak memperdalam pemahaman kita dengan membaca kembali karya-karya dari tokoh-tokoh yang telah memberikan sumbangan pemikiran dan gagasan di Indonesia. 

Acara ini pun menjadi acara luring perdana bagi Komunitas Salihara di masa pandemi COVID_19. Sehingga kegiatan ini menjadi pintu pembuka yang memotivasi kami untuk memulai kembali kegiatan yang sebenarnya sudah dirindukan baik bagi kami sendiri maupun para penikmat setia program-program seni di Komunitas Salihara.

Untuk mengetahui tentang Art Camp: Membaca Goenawan Mohamad baca di sini

 

Tentang Goenawan Mohamad:

 

Goenawan Mohamad atau akrab disapa GM lahir di Kabupaten Batang, 29 Juli 1941. Sebagai seorang intelektual, Goenawan Mohamad menempati posisi khas dalam perkembangan pemikiran seni di Indonesia. Ia berseberangan dengan Sutan Takdir Alisjahbana maupun Pramoedya Ananta Toer dalam hal hubungan seni dengan politik dan pembangunan. Tapi, seperti Takdir, ia mengolah filsafat Barat dengan tekun dan bergairah. Karya-karya Goenawan Mohamad dapat dikatakan tak lekang oleh waktu, karena meskipun ditulis pada masa kemarin, pemikirannya selalu relevan hingga saat ini. Ia sangat dikenal sebagai penulis Catatan Pinggir, esai-esai pendek di majalah Tempo yang sampai kini telah dibukukan dalam 14 jilid. Beberapa karya-karya terbaru Goenawan Mohamad adalah Estetika Hitam: Adorno, Seni, Emansipasi (2021); Rupa, Kata, Obyek, dan yang Grotesk: Esai-Esai Seni Rupa dan Filsafat Seni 1961-2021 (2021); Eco dan Iman (2021); Dari Sinai sampai Al-Ghazali (2021); dan Albert Camus: Tubuh dan Sejarah (2021).

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

artcamgm

Menelisik Gagasan Seorang Tokoh Intelektual dalam ART CAMP: MEMBACA GOENAWAN MOHAMAD

25-27 Maret 2022
Komunitas Salihara & Zoom webinar

 

Kurangnya kajian mengenai pemikiran intelektual Indonesia mendorong Komunitas Salihara一bekerja sama dengan Komunitas Utan Kayu一untuk memulai program Art Camp, sebuah acara berkala mendiskusikan pemikiran para intelektual Indonesia. Art Camp hendak memperdalam pemahaman kita dengan membaca kembali karya-karya dari tokoh-tokoh yang telah memberikan sumbangan pemikiran dan gagasan di Indonesia.

Memperingati usia Goenawan Mohamad yang ke-80 pada 2021 lalu, Art Camp tahun ini mengangkat pembacaan terhadap karya-karya Goenawan Mohamad serta sumbangsihnya kepada dunia seni, sastra, jurnalistik, filsafat dan demokrasi di Indonesia.

Pemilihan Goenawan Mohamad sebagai tokoh yang dibahas dalam Art Camp juga didasari atas relevansi karya-karyanya di zaman sekarang ini, di mana kini kebebasan berekspresi dan sikap kritis mulai terkungkung kembali karena sikap dogmatisme, fundamentalisme dan ujaran-ujaran kebencian. Melalui karya-karya Goenawan Mohamad, kita bisa belajar mengenai sejarah pemikiran di Indonesia dan polemiknya, serta pandangan dan sikapnya mengenai kemanusiaan, seni dan filsafat, beririsan dengan itu juga: politik dan agama.

Art Camp menampilkan beragam diskusi menarik bersama para penulis dan intelektual Indonesia dari pelbagai generasi. Mereka akan menanggapi pemikiran Goenawan Mohamad yang ditulis pada masa kemarin hingga hari ini.

Ni Made Purnama Sari, penulis dan salah seorang pemateri dalam acara ini mengatakan sosok Goenawan Mohamad merupakan tokoh yang mengedepankan kritik elaboratif sebagai upaya dialog dengan pemikiran-pemikiran seni budaya yang berbeda.

“Goenawan Mohamad  adalah sosok yang memiliki dimensi kekaryaan luas. Dari sisi genre, dia menulis puisi, prosa, naskah drama, serta esai-esai budaya. Dari sisi tematik, dia mengolah khazanah tradisi hingga penjelajahan ke pemikiran modern. Dia tumbuh dari generasi intelektual pada zamannya yang masih mengedepankan kritik elaboratif sebagai upaya dialog dengan pemikiran-pemikiran seni budaya yang berbeda, meskipun tradisi ini mengalami represi kekuasaan negara.”

Purnama menambahkan, “dan sayangnya, tradisi intelektual seperti ini kian memudar akibat perkembangan teknologi, media sosial dan perilaku kita berinteraksi di dunia maya: kritik elaboratif tidak hadir sebagai upaya membangun silang pendapat yang membangkitkan pengetahuan, bahkan kesadaran.”

Selain itu Art Camp dapat menjadi jawaban akan kerinduan para peminat sastra dan filsafat yang selama dua (2) tahun ini tidak dapat berdiskusi secara langsung karena pandemi Covid-19. Kegiatan ini adalah langkah awal Komunitas Salihara untuk mempertemukan para penikmat sastra dan filsafat dari Jakarta dan sekitarnya secara langsung.

Art Camp diadakan selama akhir pekan secara hybrid (luring dan daring). Pada kegiatan luring, para peserta akan mengikuti acara di Salihara dengan protokol kesehatan yang ketat. Para peserta luring pun dapat berinteraksi langsung dengan para pembicara. Sedangkan untuk kegiatan daring, peserta bisa mengikuti materi-materi pembicara dari rumah melalui Zoom Meeting.

Rangkaian materi yang bisa diikuti para peserta terbagi ke dalam beberapa sesi, di antaranya adalah:

Jumat, 25 Maret 2022
Sesi 1 | 15:30 WIB – Di Antara Sajak dan Intelektualisme
Pembicara: Ni Made Purnama Sari, Nirwan Dewanto, Triyanto Triwikromo
Moderator: Avianti Armand
19:00 WIB (khusus luring) – Diskusi dan Musik
Goenawan Mohamad, Seni dan Kebebasan
Bersama Ayu Utami dan Sri Hanuraga

Sabtu, 26 Maret 2022
Sesi 2 | 10:00 WIB – Adorno: Bagaimana Seni Membebaskan?
Pembicara: Fitzerald K. Sitorus & Bambang Sugiharto
Moderator: Akhmad Sahal

Sesi 3 | 13:00 WIB – Nietzsche: Mungkinkah Ambiguitas Dijelaskan?
Pembicara: A. Setyo Wibowo & Yulius Tandyanto
Moderator: Martin Sinaga

Sesi 4| 15:30 WIB – Rancière: Apakah Politik Selalu Tentang Kekuasaan?
Pembicara: A. Setyo Wibowo & Sri Indiyastutik
Moderator: Martin Sinaga

Sesi 5 | 19:00 WIB – Dari Marx ke Derrida: Masih Adakah Humanisme?
Pembicara: Y.D. Anugrahbayu & Martin Suryajaya
Moderator: Akhmad Sahal

Minggu, 27 Maret 2022
Sesi 6 | 10:00 WIB – Jurnalisme, Demokrasi dan Pergulatannya
Pembicara: Agus Sudibyo dan Donny Danardono
Moderator: Arif Zulkifli

Sesi 7 | 14:00 WIB – Tuhan dan Hal-hal yang Tidak Selesai
Pembicara: Ayu Utami dan Ulil Abshar Abdalla
Moderator: Nong Darol Mahmada
Direktur Program Komunitas Utan Kayu dan Perumus Art Camp: Membaca Goenawan Mohamad, Ayu Utami memaparkan bahwa pemilihan tema dan pembicara dalam acara ini secara garis besar memiliki dua tema utama: filsafat dan pemikiran tentang seni. Tapi, beririsan dengan dua tema utama itu adalah isu politik dan agama. Tema filsafat dibahas oleh para ahli dalam studi filsafat. Tema pemikiran seni oleh praktisi.

“Kita mengundang pembicara ahli untuk tema itu dan melihat bagaimana GM mengolah pemikiran tersebut. Untuk seni, juga agama, kita memilih orang-orang yang juga terlibat di dalam dunia kesenian yang memikirkan bagaimana seni, bahasa, dan agama berperan atau berhubungan dalam masyarakat,” lanjut Ayu Utami.

Melalui tujuh (7) sesi yang dipaparkan di atas, para peserta diharapkan bisa berkenalan dengan garis besar sejarah pemikiran Indonesia dan dunia melalui kacamata Goenawan Mohamad. Diharapkan pada akhir sesi, peserta bisa memetakan isu pemikiran, politik, dan seni baik dari konteks sejarah nasional maupun dunia.

Diskusi ini juga bisa menjadi perkenalan sosok Goenawan Mohamad kepada para pembaca yang menaruh minat terhadap perkembangan intelektual di Indonesia. Bagi para pembaca yang ingin mengenal Goenawan Mohamad bisa memulai dengan merujuk rekomendasi bacaan dari Ayu Utami yaitu sajak-sajak karya Goenawan Mohamad, atau bisa juga dengan membaca novel pendeknya yang berjudul Surti dan Tiga Sawunggaling.

Ayu Utami menambahkan, “untuk pembaca yang ingin tahu garis besar pemikiran Goenawan Mohamad tentang tokoh-tokoh penting dalam sejarah Indonesia, bisa baca Pembentuk Sejarah: Pilihan Tulisan Goenawan Mohamad, terbitan KPG, Freedom Institute  dan Komunitas Salihara.”

 

Tentang Goenawan Mohamad:

Goenawan Mohamad atau akrab disapa GM lahir di Kabupaten Batang, 29 Juli 1941. Sebagai seorang intelektual, Goenawan Mohamad menempati posisi khas dalam perkembangan pemikiran seni di Indonesia. Ia berseberangan dengan Sutan Takdir Alisjahbana maupun Pramoedya Ananta Toer dalam hal hubungan seni dengan politik dan pembangunan. Tapi, seperti Takdir, ia mengolah filsafat Barat dengan tekun dan bergairah. Karya-karya Goenawan Mohamad dapat dikatakan tak lekang oleh waktu, karena meskipun ditulis pada masa kemarin, pemikirannya selalu relevan hingga saat ini. Ia sangat dikenal sebagai penulis Catatan Pinggir, esai-esai pendek di majalah Tempo yang sampai kini telah dibukukan dalam 14 jilid. Beberapa karya-karya terbaru Goenawan Mohamad adalah Estetika Hitam: Adorno, Seni, Emansipasi (2021); Rupa, Kata, Obyek, dan yang Grotesk: Esai-Esai Seni Rupa dan Filsafat Seni 1961-2021 (2021); Eco dan Iman (2021); Dari Sinai sampai Al-Ghazali (2021); dan Albert Camus: Tubuh dan Sejarah (2021).

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center merupakan sebuah Institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

Untuk mengetahui jadwal pertunjukan dan pameran berikutnya sila kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara atau hubungi: media@salihara.org

richard

Obituari: Richard Oh

Richard Oh (Tebing Tinggi, 30 Oktober 1959 – Jakarta, 7 April 2022) adalah perpaduan yang jarang bagi dunia sastra dan film Indonesia. Ia berangkat dari bisnis periklanan, masuk dunia sastra dan film sebagai hobi yang kemudian jadi serius. Namanya mulai dikenal publik ketika mendirikan toko buku berbahasa Inggris QB World Books pada 1999. Indonesia baru saja mengalami kerusuhan dan Reformasi, gerai yang bertempat di jalan Sunda, Jakarta Pusat—di lantai dasar gedung yang sama dengan lokasi Bakmi GM—ini menawarkan kafe dan toko buku yang nyaman dan mentereng, yang waktu itu belum jamak. Sebelum mal jadi lazim, bisa dibilang Richard Oh adalah orang yang memperkenalkan paduan intelektualitas dan gaya hidup gemerlap perkotaan.

Tapi, kecintaannya pada sastra bukan cuma permukaan. Sejak kecil sebenarnya ia suka mengarang. Pendidikannya adalah penulisan kreatif di University of Wisconsin, Madison, dan University of California, Berkeley. Ia bekerja di periklanan dan berbisnis sebelum memutuskan untuk ikut berkiprah di dunia sastra dan film. Dekade awal 2000-an adalah periode optimistisnya di dunia sastra. QB World Books membuka gerai baru, ia membuat penerbit Metafor—salah satu buku pertamanya adalah Goenawan Mohamad: Sajak-Sajak Lengkap 1961-2001, bekerja sama dengan Metro TV dalam program Book Review. Bahkan, melalui penerbit yang sama, ia menerbitkan majalah Jakarta Review of Books—meski hanya bertahan beberapa nomor. Pada 2001 ia melahirkan Khatulistiwa Literary Award, hadiah sastra tahunan dengan nilai seratus juta rupiah, yang penyerahannya dilakukan di Atrium Plaza Senayan. Meski berubah nama dan beberapa tahun belakangan ini nilai hadiahnya menurun jauh, Kusala Sastra Khatulistiwa tetap menjadi penghargaan sastra yang bergengsi dan dinanti.

Masa cemerlang toko buku kafe mulai redup dengan pergantian ke zaman digital. Tak sampai sepuluh tahun, QB World Books menutup gerai-gerainya. Richard dikenang membiarkan para pecinta buku, yang kebanyakan tak punya uang, mengambil buku-buku tanpa jaminan melunasi. Ia kemudian membuka Reading Room di Kemang Timur, tempat orang bisa menikmati perpustakaan dan kafe, ikut diskusi atau nonton film bersama. Bahkan, setelah Reading Room tutup, ia masih berniat membuka ruang yang sama di kawasan Bumi Serpong Damai.

Richard mengarang dan membuat film—baik sebagai produser, sutradara, penulis naskah, maupun pemain. Novel pertamanya, The Pathfinders of Love (2000). Film pertamanya—ia menjadi penulis dan sutradara—adalah Koper (2006). Tapi, karya layar lebarnya—juga sebagai penulis naskah dan sutradara—yang paling dinanti publik barangkali adalah Perburuan (2019), adaptasi dari novela Pramoedya Ananta Toer. Di antara itu, ia ringan bermain sebagai aktor pembantu di banyak film, antara lain Yowis Ben (1), 2, dan 3.

Tidak semua karya Richard Oh dibicarakan orang, tidak semua usahanya berhasil. Tapi, di dalam jatuh-bangun hidup dan bisnisnya ia tidak pernah berhenti berkarya atau menciptakan ruang-ruang bagi bertumbuhnya sastra dan film. Itu semua justru menunjukkan cinta dan dedikasinya yang luar biasa pada sastra dan film. Selamat jalan, Richard Oh! Selamat beristirahat, teman!

 

Sumber foto: Instagram/@richard0h._