Musim Seni Salihara 2022 dalam Hibrida

Catatan pendek Musim Seni Salihara 2022

Seni adalah cara kita memuliakan kehidupan. Kita pernah berada pada dua tahun lebih mengalami pandemi Covid-19 yang berlaku di seluruh dunia, seni tetap menjumpai kita, dengan cara apa saja, untuk mengingatkan bahwa hidup selalu berharga dan makin berharga. Juga melalui dunia maya. Kita tahu bahwa situasi karantina sosial telah memaksa kaum profesional mencari pelbagai cara baru supaya tata kehidupan berjalan baik. Demikian juga kaum seniman. Kematian, derita dan rasa sakit di sekitar tidak bisa menghentikan kreativitas. Di tengah perkabungan dan solidaritas, tentu kita bersyukur untuk segala keindahan, kehalusan dan kecerdasan yang tetap datang kepada kita melalui seni dan ilmu melalui kanal-kanal internet dan media sosial. Pada 2022, kita memasuki waktu untuk bisa berwajah cerah ketika, di ujung pandemi saat itu, kehidupan sosial kita mulai bersemi kembali.

 Bersemi kembali—dan berseni kembali. Bukan berarti bahwa di hari-hari pandemi lalu kita kekurangan seni. Bukan sama sekali. Bukankah begitu berlimpah hasil eksperimentasi dari kaum seniman di media daring, tidak sedikit pula yang memperbaharui selera dan wawasan kita? Namun ada waktunya seni mengambil tempat lagi di tengah kancah hidup kita bersama, yakni bahwa kita, pemirsa, hadir berhadapan langsung dengan karya-karya seni—hadir dengan segala degup tubuh dan nyawa kita. Pameran seni rupa dan pertunjukan teater, misalnya, adalah peristiwa yang—sebaik-baiknya—kita alami langsung.

Musim Seni Salihara 2022 adalah tawaran untuk menyambut datangnya musim semi setelah musim dingin interaksi sosial dalam dua tahun terakhir (2020-2022). Ini adalah saat ketika kita semua, dengan sikap riang sekaligus berhati-hati, mulai kembali ke gelanggang re-kreasi bersama, melazimkan diri lagi untuk menonton bersama. Dengan tetap merawat dan mengembangkan pelbagai cara komunikasi dan format seni yang tercapai di masa karantina sosial. Para seniman pertunjukan, misalnya, telah mengupayakan pelbagai karya yang bersifat—tentu bukan hanya rekaman pertunjukan mereka—videografis dan interaktif melalui medium daring. Itu sebabnya Musim Seni Salihara 2022 menampilkan pelbagai sajian langsung maupun sajian daring. 

Musim Seni Salihara adalah kelanjutan Salihara International Performing Arts Festival (SipFest), peristiwa dua tahunan yang pernah kami selenggarakan sejak 2008 hingga 2018. Musim Seni Salihara 2022, secara khusus menampilkan sejumlah hasil eksperimentasi dari para seniman boneka kontemporer. Nusantara sangat kaya akan khazanah teater boneka dan wayang, dan sudah semestinya seni pertunjukan dan seni rupa kita mengambil inspirasi dari padanya. Warisan itu pula yang hadir dalam sajian musik di Musim Seni Salihara. Sejumlah komponis Indonesia menghadirkan karya-karya yang bertolak dari, dan tentu memperkaya, khazanah musik gamelan kita. Sikap serupa pula tampak dari karya-karya para koreografer di gelanggang yang sama. Sementara itu, ada pula pembicaraan tentang warisan Teater Baru Indonesia secara daring.

 

Program luring hingga daring. 

Musim Seni Salihara 2022 menampilkan sejumlah koreografer Indonesia, yaitu Josh Marcy dengan karya Performing Spiral, sebuah karya tari yang tidak hanya menjadi sebuah pertunjukan, namun juga dibayangkan sebagai sebuah praktik terbuka dan refleksi tubuh dalam praktik sosial sehari-hari. Josh Marcy menggagas pemanggungan karya ini sebagai suatu peleburan dari praktik terbuka dengan pertunjukan tari. Fitri Setyaningsih dalam karya Sleep Paralysis mengolah pengalaman tindihan (sleep paralysis) dengan mengurai mekanisme tidur dan mekanisme bangun dari kondisi sleep paralysis. Kelompok tari dari Taiwan Cloud Gate, turut mewarnai Musim Seni Salihara 2022 melalui karya 13 Tongues yang ditayangkan secara daring. Dalam 13 Tongues, koreografer Cheng Tsung-lung mengubah ingatan masa kecilnya tentang ritual Tao dan hiruk pikuk kehidupan jalanan Bangka menjadi dunia fantasi.  

 

Komposer Indonesia Marisa Sharon Hartanto, bersama kelompok musiknya Bar(u)atimur Ensemble menampilkan pertunjukan musik Lewat Masa Kritis. Pertunjukan musik ini menampilkan Gamelan Sunda degung temprak dengan instrumen Barat (flute, dua violin, viola, dan selo) disertai vokal kontemporer yang membawa kita pada perenungan bunyi melalui koridor masa kritis. Dewa Alit dan Gamelan Salukat hadir secara daring dengan karya GENETIC, karya ini berangkat dari sebuah ide genetik yang dilihat sebagai transformasi bentuk. Sinta Wulur (Belanda) juga hadir secara daring melalui karya Ritual Bells, Global Gongs, sebuah konser teatrikal yang memiliki nuansa Timur dan Barat.

 

Komunitas Sakatoya dan Ugo Untoro berkolaborasi menampilkan karya Amongraga, pertunjukan teater boneka yang menggunakan teks Amongraga dari Serat Centhini untuk dikembangkan menjadi dialog, alur cerita, penentuan tokoh karakter, dan kebutuhan artistik pertunjukan. Kelompok teater asal Bandung, Wayang Motekar yang dipimpin oleh seniman Herry Dim menampilkan Let’s Save the Earth. Karya ini menunjukkan perkembangan Wayang Motekar dari masa sebelumnya yang meletakkan aspek penceritaan pada bahasa verbal melalui narasi dalang, kini bergeser menggunakan bahasa rupa dan bunyi. Musim Seni Salihara 2022 juga menghadirkan Pentas Bincang secara daring bertajuk Mengapa Seni Peran?, menampilkan Tatiek Maliyati  alumni ATNI generasi pertama yang melanjutkan studi teaternya hingga rampung di Department of Drama-Fine Arts, Carnegie-Tech Pittsburgh, Pennsylvania, Amerika Serikat, pada 1961. Pentas Bincang ini memperbincangkan ihwal teater dan seni peran. Terutama seni peran yang dikembangkan oleh lembaga pendidikan teater semacam Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI), tempat Tatiek belajar teater dan seni peran hingga selesai. Perbincangan menyoal teater juga hadir dalam program gagasan khusus yang dikemas secara daring, yaitu Fokus!. Program ini membicarakan perihal pertumbuhan teater di Indonesia dan menghadirkan narasumber tokoh-tokoh seni yang dekat dengan wacana teater seperti Matthew Isaac Cohen, N. Riantiarno, Barbara Hatley, Goenawan Mohamad, Cahyaningrum Dewojati, M. Yoesoef, Benny Yohanes, Slamet Rahardjo, Kurniasih Zaitun, Yudi Ahmad Tajudin , Arthur S. Nalan dan Ibed S. Yuga. 

 

Tidak hanya menampilkan karya terbaru, Musim Seni Salihara 2022 membuka akses untuk melihat kembali arsip dokumentasi video pertunjukan program Komunitas Salihara terdahulut. Di antaranya pertunjukan Butterfly Dream karya Arica Theater Company (Jepang), Transducer karya Speak Percussion (Australia), Monolog Sutan Sjahrir yang disutradarai Rukman Rosadi, dan Cablaka karya koreografer Otniel Tasman. Semua dokumentasi ini dapat dilihat secara daring melalui website Musim Seni Salihara yang saat itu beralamat musimseni.salihara.org. 

Pada 2024, Komunitas Salihara akan kembali menghadirkan karya-karya seniman terbaik Indonesia dan mancanegara melalui SIPFest 2024. Nantikan karya-karya terbaik yang hadir di Komunitas Salihara. Kunjungi sipfest.salihara.org untuk informasi jadwal dan daftar penampil SIPFest 2024!

WhatsApp Image 2024-09-19 at 16.54.21

Cinta dan Ingatan: Menghidupkan Kisah Cinta Masyarakat Metropolitan bersama Dansity

Jakarta, 14 September 2024 – Komunitas Salihara kembali dengan program tari, menghadirkan rangkaian pertunjukan tari kontemporer dari Dansity pada 21-22 September mendatang. Acara ini menghadirkan empat karya dari empat koreografer (Josh Marcy, Nudiandra Sarasvati, Siko Setyanto, & Yola Yulfianti) dengan tajuk Cinta dan Ingatan

Cinta dan Ingatan tumbuh dari narasi tentang kota sebagai tempat hubungan cinta berkembang dan bersemi yang dihadirkan dalam empat karya tari. Suasana kota yang energik, keindahan arsitektur, dan keragaman budaya dapat menjadi latar belakang yang memainkan peran penting dalam menghidupkan cerita-cerita cinta. Di sisi lain, kota juga menyimpan ingatan yang melibatkan rasa sakit atau kehilangan. Kota juga mencerminkan perubahan zaman dan transformasi hubungan cinta. Ingatan kolektif tentang kota dalam konteks cinta, berdampak pada bagaimana kita menghubungkan cinta dan ingatan dengan kota tersebut. Empat karya tari ini menghadirkan ingatan kolektif yang melibatkan memori bersama tentang pengalaman dan perasaan dalam cinta. 

Kurator Tari Komunitas Salihara, Tony Prabowo mengatakan bahwa Dansity selalu berkomitmen dalam memberikan inovasi di bidang tari melalui eksperimen lintas media dalam seni pertunjukan.

“Grup ini berfokus pada eksplorasi tari kontemporer dan eksperimen lintas medium dalam seni pertunjukan, dengan komitmen terhadap profesionalisme dan inovasi di bidang tari.

Cinta dan Ingatan merupakan sebuah pertemuan 3 koreografer dan penari yang proses penciptaannya mengutamakan latihan terbuka ( open rehearsal ) yang telah mereka lakukan sejak akhir tahun lalu. Dalam prosesnya, keberlangsungan karya bertumbuh ini membutuhkan feedback dan mendiskusikan langsung dengan penontonnya.”

“Peran dan konsistensi Salihara sebagai art center /presenter diharapkan bisa memberikan sumbangan dalam mendorong pertumbuhan serta perkembangan tari kontemporer di Indonesia,” lanjutnya.

Dalam pertunjukan yang akan dibawakan di Teater Salihara pekan ini, Dansity menghadirkan empat judul koreografi dengan detail;

 

1. The LoversKoreografer: Josh Marcy | Penari: Josh Marcy & Nudiandra Sarasvati 

Sabtu, 21 September 2024 | 20:00 WIB

The Lovers mempertunjukan dua manusia, dua medan yang bertemu, bertaut, dan kelindan. Karya ini berupa kolase imaji bernuansa romansa, yang justru menemukan pemaknaannya yang sekilas-kilas melalui disrupsi terhadap apa yang dibayangkan sebagai romantisme. The Lovers ingin bermain-main dengan gairah, lalu dengan dingin menyingkap hal-hal yang tersembunyi di balik penggambarannya—pada hantu ingatan, mesin kekuasaan, kematian dan lahir kembali.

 

2. Longing You

Koreografer: Yola Yulfianti | Penari: Sri Qadariatin & Savika Refa Zahira

Sabtu, 21 September 2024 | 20:00 WIB

Longing You terinspirasi dari ketegangan dan konsistensi yang muncul dari aksi Kamisan. Suatu gerakan yang diinisiasi oleh Maria Catarina Sumarsih, atau orang tua Bernadinus Realino Norma Irmawan, salah satu korban dari Tragedi Semanggi I, 1998. Ibu Sumarsih menjadi simbol keteguhan dan keberanian. Ia berkomitmen dan konsisten dalam melawan penindasan dan berjuang untuk memperoleh keadilan terhadap hak asasi manusia dan penegakan hukum. Eksplorasi antara gerakan yang intens dan ketidakseimbangan tubuh merupakan dasar dari proses penciptaan karya ini. Bagaimana tubuh merespons dan beradaptasi serta berinteraksi dinamis antara kontrol dan kekacauan. Bagaimana ketegangan dan ketidakstabilan dapat memengaruhi ekspresi tubuh.

 

3. Ketika Menyala

Koreografer: Nudiandra Sarasvati | Penampil: Nudiandra Sarasvati

Minggu, 22 September 2024 | 16:00 WIB

Karya terbaru Nudiandra berasal dari ketakutannya sendiri akan penuaan tanpa melakukan apa-apa. Waktu terus berjalan tanpa henti dan ia ingin menghentikannya. Namun, apa yang akan  dilakukan jika waktu benar-benar berhenti? Bisakah kita menanggung konsekuensinya? Karya ini adalah pertunjukan berdasarkan naskah yang ditulis oleh Nusa Wicastya. Ketika Menyala juga mengajak keterlibatan penonton dalam karya ini.

 

4. Tentang Kamu Dulu, Aku Nanti

Koreografer: Siko Setyanto | Penampil: Siko Setyanto

Minggu, 22 September 2024 | 16:00 WIB

Siko merefleksikan masa duka dan trauma yang berdampak besar pada kehidupannya. Proses berat, gejolak batin, penerimaan dan berdamai dengan kesedihan dirangkai dalam adegan sebagai perwujudan salam perpisahan terakhir dan doa bagi yang telah pergi menuju ketenangan abadi.

 

Untuk bisa melihat empat karya dari empat koreografer Dansity secara langsung, calon pengunjung bisa melakukan pemesanan tiket di tiket.salihara.org dengan harga Rp110.000 (umum) dan Rp55.000 (pelajar/mahasiswa). Untuk pertunjukan The Lovers dikhususkan untuk calon pengunjung yang sudah berusia 21 tahun ke atas. 

____________________________________________________________________________________

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

tandacinta

Salihara International Performing Arts Festival (SIPFest) 2024: Ruang Bebas untuk Seni Bermutu Tinggi

Jakarta, 12 September 2024 – Pertunjukkan Tanda Cinta oleh Teater Koma menjadi penanda berakhirnya Salihara International Performing Arts Festival (SIPFest) 2024 pada 31 Agustus lalu. Sebelumnya SIPFest–yang menjadi festival terbesar Komunitas Salihara di tahun ini–diselenggarakan selama 1 bulan penuh dari 02-31 Agustus menampilkan berbagai kesenian bermutu tinggi dari dalam dan luar negeri.

Teater Koma menjadi penutup yang manis, sebab pertunjukannya di SIPFest merupakan kemunculan pertama kali Teater Koma setelah terakhir pentas di Salihara 14 tahun yang lalu. Sutradara Tanda Cinta, Rangga Riantiarno mengatakan bahwa bisa bermain di SIPFest merupakan kesempatan yang luar biasa bagi Teater Koma,

“Menurut saya, (ketika) kita bingung dengan kondisi Jakarta tidak ada gedung pertunjukan (serupa Salihara), bersyukur banget ada Salihara. Sangat luar biasa memberikan ruang untuk seniman menyajikan karya yang entah work in progress atau yang sudah jadi. Penontonnya intim sekali, ada banyak lakon potensial yang bisa dimainkan di Salihara. 

Dan bisa bermain di SIPFest adalah kesempatan yang luar biasa, karena udah 14 tahun berlalu kami terakhir di sini, dan kenalan lagi dengan penonton Salihara.” terang Rangga.

SIPFest merupakan festival seni pertunjukan yang menampilkan beragam pertunjukan tari, musik, teater, dan juga lokakarya yang bisa diikuti mulai dari anak-anak hingga dewasa.

“Orde Seni Baru” menjadi jargon dalam SIPFest tahun ini. Dalam keterangan tertulis, Nirwan Dewanto  menjelaskan bahwa “kita” tidak hanya punya orde politik melainkan juga ada orde seni yang dapat mengajak kita memperbarui diri dan membuka ruang-ruang kreativitas yang tertutup oleh kekuasaan resmi,

“Seni bukan hanya mengatasi politik, tapi juga mengisi ruang-ruang yang tidak diisi oleh politik. Seni memberikan alternatif terhadap klise dan kemandegan yang dijajakan oleh politik. Seni mengajak kita memperbarui diri kita dan masyarakat kita. 

Seni itu menggoda, mengejutkan, sekaligus menyenangkan. Membuka ruang-ruang kreativitas yang tertutupi kekuasaan resmi. Kita memimpikan orde yang lain melalui kesenian. Kita menyurung orde kesenian, alih-alih orde politik, untuk mengembangkan kebangsaan dan kemanusiaan.” 

Selama satu bulan penyelenggaraan, Komunitas Salihara telah menampilkan 15 kelompok seniman termasuk seniman dalam rangkaian program Work in Progress (menampilkan karya yang masih dalam tahap pengembangan) untuk ditampilkan kepada publik Komunitas Salihara. Dalam festival ini Komunitas Salihara juga menampilkan kelompok seniman luar negeri, antara lain dari  Australia, Jerman, Korea Selatan, dan Malaysia.

Sejumlah tokoh seniman dan public figure tanah air juga turut menjadi saksi akan keseruan rangkaian pertunjukan festival ini seperti; Guruh Soekarno Putra, Dewa Budjana, Maudy Koesnaedi, Ladya Cheryl, dan masih banyak lagi.

Untuk Melihat berbagai ulasan dari rangkaian program yang berjalan di SIPFest 2024, Anda bisa membacanya secara lengkap di blog.salihara.org. Dalam blog tersebut terangkum berbagai kegiatan seputar rangkuman pertunjukan yang telah dipentaskan dalam festival ini. Untuk jadwal pertunjukan dan buku program SIPFest 2024, sila mengunduh di sipfest.salihara.org.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

__________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

Screenshot_1

Komunitas Salihara Mendapatkan
Penghargaan Internasional dari The Japan Art Association

Jakarta, 10 September 2024 – Komunitas Salihara mendapatkan “The Praemium Imperiale Grant for Young Artists” dari The Japan Art Association atas upaya dalam merawat kebebasan berpikir dan berekspresi melalui penyediaan ruang kepada seniman-seniman muda di Indonesia. Penghargaan ini diberikan langsung oleh Hisashi Hieda (Direktur the Japan Art Association) pada 10 September, pukul 18:00 waktu setempat di Hotel Okura, Tokyo. 

Nirwan Dewanto (Direktur Utama) dan Ening Nurjanah (Direktur Program) mewakili Komunitas Salihara dalam konferensi pers dan serah terima tersebut. Acara penyerahan penghargaan ini dihadiri dan diliput oleh 60 media massa Jepang dan internasional.

The Praemium Imperiale Grant for Young Artists didirikan pada 1997 dengan tujuan mendukung dan mendorong kegiatan para seniman muda yang sejalan dengan visi dan misi Japan Art Association.

Penganugerahan ini diberikan setiap tahun kepada seniman maupun organisasi yang secara aktif berkontribusi pada pengembangan bakat artistik para generasi muda. Untuk bisa mendapatkannya, calon penerima harus melalui beberapa kriteria tertentu salah satunya merupakan seniman / lembaga seni profesional atau sedang dalam pelatihan menjadi profesional.

Direktur Utama Komunitas Salihara, Nirwan Dewanto menanggapi penganugerahan ini dengan bangga lewat keterangan tertulisnya, 

“Anugerah yang kami terima hari ini merupakan hal yang penting bagi kami, Komunitas Salihara dan juga komunitas seni di Indonesia, terutama dalam tiga hal. Pertama, hal ini mengingatkan kami agar selalu berada di garda depan dalam mendorong perkembangan talenta baru baik di panggung nasional dan internasional.

Kedua, pengakuan internasional seperti ini dapat membuat lembaga kami semakin ‘nyata’ di mata audiens Indonesia, serta mendorong kami untuk memperluas jaringan dengan seniman dan pemangku kepentingan seni di tingkat global.

Dan yang ketiga, ini adalah pengingat bagi semua orang di Indonesia bahwa ekosistem kita, yang begitu kaya akan warisan seni yang beragam, masih perlu membangun strategi yang lebih baik dalam mengembangkan bakat-bakat baru, mungkin melalui hibah seni, penghargaan yang adil, dan lain sebagainya bagi seniman serta penyelenggara seni.” 

Komunitas Salihara Arts Center merupakan institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta. Dalam mewujudkan seni yang berkelanjutan dan merawat kebebasan berpikir dan berekspresi, Komunitas Salihara hadir dengan berbagai program-program unggulan seperti:

  1.  Kelas Publik: Kelas Menulis Kreatif, Kelas Menulis Lakon, Kelas Akting, dan Kelas Filsafat 
  2. Undangan terbuka yang ditujukan untuk seniman/organisasi baru (emerging): Helatari (Tari), Helateater (teater), dan Salihara Jazz Buzz (musik)
  3. Festival skala internasional: Festival Sastra dan Gagasan (Literature and Ideas Festival – LIFEs) dan Festival Seni Pertunjukan Internasional (Salihara International Performing Arts Festival – SIPFest)
  4. Pameran (kontemporer, kesejarahan, hingga pameran lintas-disiplin)

Dalam pidato penerimaan, Nirwan Dewanto menyatakan, bahwa upaya Salihara dalam mendukung para seniman muda adalah bagian dari misi yang lebih luas untuk merawat kemerdekaan, demokrasi dan perdamaian di lingkungan masyarakat dunia.

Pada acara tersebut diumumkan juga para pemenang the Praemium Imperiale Award 2024, yaitu Ang Lee (sutradara film, Taiwan), Doris Salcedo (pematung, Kolombia), Sophie Calle (fotografer, Prancis), Maria Joao Pires (pianis, Portugal) dan Shigeru Ban (arsitek, Jepang).

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

2024 Grant for Young Artists
Komunitas Salihara Arts Center (Indonesia)

Mr. Hisashi Hieda (Direktur The Japan Art Association), Nirwan Dewanto (Direktur Komunitas Salihara), Ening Nurjanah (Direktur Program Komunitas Salihara).

Komunitas Salihara mendapatkan the Praemium Imperiale Grant for Young Artists dari The Japan Art Association atas–kami mengutip siaran pers lembaga tersebut–“has focused on nurturing young artists while providing a space that upholds diversity and protects freedom of thought and expression.”

Grant yang diberikan setiap tahun tersebut diserahkan oleh Hisashi Hieda (Direktur the Japan Art Association) pada Selasa, 10 September 2024, pukul 18:00 waktu setempat di Hotel Okura, Tokyo. Nirwan Dewanto (Kurator-Kepala & Direktur Program) dan Ening Nurjanah (Kepala Divisi Program) mewakili Komunitas Salihara dalam konferensi pers dan serah terima tersebut. Acara penyerahan penghargaan ini dihadiri dan diliput oleh 60 media massa Jepang dan internasional.

Pada acara tersebut diumumkan juga para pemenang the Praemium Imperiale Award 2024, yaitu Ang Lee (sutradara film, Taiwan), Doris Salcedo (pematung, Kolombia), Sophie Calle (fotografer, Prancis), Maria Joao Pires (pianis, Portugal) dan Shigeru Ban (arsitek, Jepang).

Dalam pidato penerimaan, Nirwan Dewanto menyatakan, bahwa upaya Salihara dalam mendukung para seniman muda adalah bagian dari misi yang lebih luas untuk merawat kemerdekaan, demokrasi dan perdamaian di lingkungan masyarakat dunia.

Landung Simatupang dan Kisah Seni Peran

Catatan pendek Pentas Ceramah: 50 Tahun Seni Peran di Jalur Olahraga Kesehatan

Pentas Ceramah ini dimulai dengan kemunculan seorang perempuan yang meminjam mikrofon pada mc. Ia mengabarkan bahwa penampil utama malam itu mengalami sedikit demam panggung, maka penonton diminta menunggu sejenak. Penonton dibuat ikut panik dan bertanya-tanya “benarkah ia demam panggung?”. Mengingat penampil utama ini adalah seorang aktor, sutradara, penulis, dan penerjemah, Landung Simatupang, tentu kerja-kerjanya tidak jauh-jauh dari panggung, mustahil jika ia demam panggung. Lalu sembari menunggu kemunculan Landung Simatupang, fragmen pertama pada ceramah ini pun dimulai. Menampilkan adegan dari lakon Pagi Bening karya Serafin dan Joaquin Alvarez Quintero yang diterjemahkan oleh Sapardi Djoko Damono. Naskah ini pernah disutradarai oleh Landung Simatupang dalam pementasan Teater Stemka, dua tahun lalu di Yogyakarta.

Pentas Ceramah bertajuk 50 Tahun Seni Peran di Jalur Olahraga Kesehatan yang tampil di panggung SIPFest 2024 pada 13-14 Agustus lalu, membedah bagaimana pengalaman Landung Simatupang dalam dunia seni peran yang ia jalani selama 50 tahun. Setelah fragmen Pagi Bening, Landung Simatupang memasuki panggung dan mulai bercerita. Tak hanya perihal pengalamannya dalam dunia seni peran, Landung Simatupang juga berbagi bagaimana mulanya ia masuk dalam dunia seni peran melalui kegiatan badminton di masa kecil. Kemudian cerita pengalamannya berkembang hingga ke bagaimana ia bergabung dengan Teater Stemka dan Teater Mandiri saat di Yogyakarta.

Salah satu kisahnya yang menarik adalah perkenalannya dengan tokoh komponis Cornel Simanjuntak. Melalui penelusuran ulang tentang pertemanan ayahnya dengan tokoh tersebut, Landung kemudian menyusunnya menjadi sebuah pertunjukan bertajuk Selincam Cornel Simanjuntak dan menyutradarai pertunjukan tersebut. Dalam Pentas Ceramah ini, ia juga menampilkan fragmen adegan Selincam Cornel Simanjuntak dan berperan sebagai ayahnya sendiri.

Landung Simatupang juga menekankan pentingnya pelisanan dalam seni peran. Pelisanan adalah salah satu hal terpenting dalam kerja-kerja ini. Salah satu upaya untuk mempertajam pelisanan adalah dengan pembacaan dramatik. Dalam perjalanan kariernya, Landung melakukan ‘pentas baca’ untuk membacakan cerita pendek dari sastrawan terkemuka Indonesia seperti Umar Kayam, Sindhunata, Danarto, Hamsad Rangkuti, Kuntowijoyo, Ayu Utami dan Pramoedya Ananta Toer. Untuk menunjukkan bagaimana teknik pelisanan yang ia geluti, Landung menjahit ceritanya dengan menampilkan fragmen pembacaan naskah Aku Diponegoro dari Babad Diponegoro dan pembacaan dramatik lakon Pengakuan karya Anton Chekov. Ketika mendengar bagaimana Landung Simatupang membacanya, penonton akan sangat yakin bahwa inilah yang disebut ‘pelisanan’. Terang, jelas, tak berlebihan dan tetap setia pada suasana cerita naskah.

Pentas Ceramah ini diakhiri dengan diskusi pendek antara Landung Simatupang dan penonton, dipandu oleh moderator Hendromasto sebagai Kurator Teater Komunitas Salihara. Dalam ceramahnya, kita bisa menangkap bahwa Landung Simatupang tidak hendak mengkotak-kotakan bagaimana metode dalam pertumbuhan kerja-kerja seni peran. Ada yang menggunakan teknik latihan yang keras, ada juga yang fokus pada bagaimana cara lebih fasih dalam pelisanan. Semua teknik itu sah dan terbuka untuk dipelajari. Sebab kerja-kerja teater di hari ini tak hanya persoalan bagaimana memainkan ‘peran’ tokoh dalam sebuah naskah. Teater juga sebuah ruang untuk bersiasat, berbaur, dan mendekati masyarakat. Teater juga turut membentuk cara pandang publik pada suatu fenomena. Pentas Ceramah Landung Simatupang membuka wacana yang menarik tentang bagaimana manusia dan seni peran sesungguhnya tidak berjarak, ia selalu tumbuh di tengah-tengah kehidupan kita.

KOMPETISI DEBAT SASTRA 2024
BERITA ACARA PENJURIAN TAHAP I FINALIS

Pada Selasa, 27 Agustus 2024, telah dilaksanakan Penjurian Tahap I Kompetisi Debat Sastra 2024 Komunitas Salihara melalui platform virtual, Zoom. Dewan Juri dalam Penjurian Tahap I ini, yaitu:

  1. Feby Indirani
  2. Kiki Sulistyo
  3. Ronny Agustinus

Berdasarkan hasil penjurian dan diskusi yang dilaksanakan, Dewan Juri mengambil keputusan bahwa Finalis Kompetisi Debat Sastra 2024, adalah sebagai berikut:

1. Kelompok Mayapada, SMA Negeri 8 Jakarta

Judul Makalah

“Antroposentrisme: Kaitan Moralitas Manusia Terhadap Hegemoni Alam pada Novel Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta Karya Luis Sepúlveda dan Harimau! Harimau! Karya Mochtar Lubis”

 

 

2. Kelompok Pasukan Akhir Tahun, Tidak dari Satu Sekolah (SMA ABBS Surakarta, SMK Negeri 2 Depok, SMA Warga Surakarta)

Judul Makalah

“Menembus Hutan dan Menjelajahi Karakter: Membandingkan Tema, Tokoh, dan Hal-Hal yang Membentuk Novel Harimau! Harimau! Karya Mochtar Lubis dan Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta Karya Luis Sepúlveda”

 

 

3. Kelompok Tiga Serumpun, SMA Santo Fransiskus Asisi 

Judul Makalah

“Pascakolonial: Interpretasi Selera dan Kuasa dalam Novel Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta Karya Luis Sepúlveda dan Novel Harimau! Harimau! Karya Mochtar Lubis”

 

Demikian berita acara ini kami sampaikan hendaknya diterima. Keputusan Dewan Juri tidak dapat diganggu gugat.

 

Jakarta, 27 Agustus 2024

Dewan Juri,

KUSUKUSU II dan Perasaan yang Beragam

Catatan pendek pertunjukan tari karya Jecko Siompo.

 

Panggung teater blackbox Salihara menjelma dua sisi ruang; gelap dan terang. Dari kegelapan yang gulita di bagian panggung belakang, seperti tempat bersarang hewan-hewan misterius. Satu persatu penari muncul dari kegelapan menuju bagian bercahaya. Gerakan tubuhnya mewakili gestur-gestur hewan yang beragam. Di kursi penonton, kita seperti diajak untuk menebak hewan apakah yang sedang diperankan. Ia bisa komodo, kangguru, ular, burung, hingga kura-kura yang berjalan dengan tempo pelan. Tubuh penari tuntas sempurna mewujudkan mimikri hewan dalam bentuk yang lebih estetis. 

Pertunjukan tari ini bertajuk KUSUKUSU II, judul ini diambil dari sebuah dialek yang dipakai masyarakat Papua untuk menunjukkan sesuatu yang berbahaya, tak kasat mata, mencekam dalam kegelapan di antara semak-semak belukar. Lima menit awal pertunjukan ini diberi musik yang membawa kita pada suasana padang sabana luas. Selanjutnya, suara vokal penari dan dentuman tubuh pada lantai panggung menggiring penonton untuk sesekali tertawa dan takjub.

Jecko Siompo dikenal sebagai koreografer dengan eksplorasi gerakan hewan, menyusun karya ini sejak 2022. Salah satu fragmen menarik dalam karya ini adalah refleksi Jecko pada pulau Nusa Tenggara Timur. Satu penari muncul dari kegelapan dengan gestur komodo, setengah melata dengan kaki yang diseret. Pergerakannya cepat dan sesekali kepala mereka meliuk selayaknya lidah komodo. Satu penari melompat dari kegelapan, membawa ranting kayu panjang yang ujungnya digunakan untuk menahan leher komodo, persis dengan adegan pawang yang menghadapi komodo. Sebelum dipentaskan di SIPFest 2024, fragmen gerakan komodo ini sempat ditampilkan oleh Jecko dan penari Animal Pop di depan warga lokal NTT. Presentasi itu disambut baik oleh warga. 

Pertunjukan tari KUSUKUSU II, karya Jecko Siompo terasa begitu serasi dihadirkan dalam pembukaan SIPFest 2024, pada 03 Agustus lalu. Penampilan para penari dengan gerakan yang tegas, teknik yang terlihat rumit namun penuh dengan kejutan gestur hewan yang diperagakan dengan tepat, kerampakan bunyi yang dihasilkan dentuman tubuh penari pada lantai, dan fragmen-fragmen kemunculan hewan dari sisi panggung yang gelap menjahit keutuhan karya tari ini. 

KUSUKUSU II, adalah juga menandai keragaman gerak tari yang muncul dari gestur hewan-hewan. Tari tak hanya muncul dari sebuah kemolekan penari, atau upaya meniru gerakan aktivitas sehari-hari manusia seperti berjalan, berlari, duduk, yang diolah dengan gagasan estetika. Tari adalah juga upaya mengidentifikasi budaya, struktur masyarakat, dan kekayaan flora-fauna yang kita miliki. 

Selama 60 menit, penonton dibawa pada bermacam perasaan, misalnya dibuat tertawa dengan gerakan dan celotehan lucu para penari, takjub dengan daya tahan tubuh dan keringat dramatis luruh dari tubuh penari, hingga ketegangan ketika melihat sesekali penari melakukan salto, jungkir balik, dan membanting tubuh dari posisi berdiri menuju duduk. Perasaan yang timbul selayaknya sensasi yang muncul ketika manusia melihat alam dan makhluk hidupnya. 

Jecko Siompo sadar betul tentang bagaimana memunculkan keragaman dalam karya tari ini. Melalui lima penari laki-laki yang ketika kita lihat dari bangku penonton akan terlihat memiliki model rambut dan postur tubuh yang sama. Namun, ketika kita mencoba mengamatinya dengan saksama dan detail, model rambut mereka jelas berbeda. Siasat lainnya dimunculkan lewat penampilan satu penari yang mampu mewakili lebih dari dua gestur hewan yang berbeda melalui koreografi Jecko. Jika lima penari ini digabungkan, maka kita akan menemukan lebih dari lima jenis gestur hewan. 

Sebelum sepuluh menit terakhir, pertunjukan ini sempat membuat kita yakin bahwa akan segera usai. Lima penari menghilang dalam cahaya gelap bagian panggung belakang. Lalu tak lama musik hiphop mengisi ruang blackbox. Para penari muncul kembali dari kegelapan dan secara rampak menarikan sebuah koreografi yang kental dengan gestur hiphop bertempo cepat. Sejenak penonton akan bisa curiga bahwa bagian ini adalah upaya para penari menarik napas panjang setelah koreografi gestur hewan yang padat. Namun, musik hiphop hilang dan penari masuk kembali pada beberapa koreografi gestur hewan. Barulah lima menit kemudian pertunjukan ini selesai. Bagian ini sedikit membuat kita merasa melewati waktu yang panjang. 

KUSUKUSU II adalah pilihan menarik sebagai pembukaan sebuah festival seni pertunjukan berskala internasional, SIPFest 2024 yang mengusung slogan “Orde Seni Baru”. Sensasi yang dimunculkan lewat ragam gerak yang diciptakan Jecko Siompo mampu mewakili seperti apa ragam karya seni pertunjukan yang dimunculkan dalam festival ini.

komas

(SIPFest) Salihara International Performing Arts Festival 2024
Orde Seni Baru

Hadir Kembali dengan Seni Pertunjukan Bermutu Tinggi

 

Jakarta, 24 Juli 2024 – Setelah vakum sejak 2019, Komunitas Salihara kembali menyelenggarakan SIPFest (Salihara International Performing Arts Festival) pada 02-31 Agustus 2024. SIPFest merupakan festival seni pertunjukan yang menampilkan beragam pertunjukan tari, musik, teater, dan juga lokakarya yang bisa diikuti mulai dari anak-anak hingga dewasa.

Direktur Program Komunitas Salihara Arts Center, Nirwan Dewanto mengatakan bahwa SIPFest merupakan puncak dari seluruh program Salihara dalam dua tahun terakhir. Bahkan menjadi sangat istimewa di mana festival ini menjadi luring sepenuhnya setelah sebelumnya dilaksanakan secara hibrida (2022) dan daring (2020) dengan nama Musim Seni Salihara,

Dengan SIPFest 2024 ini, kami hendak mengajak para pemirsa berekreasi dengan sesungguh-sungguhnya. Re-kreasi: ikut menciptakan kembali kesenian dan kebudayaan dengan penuh kegembiraan dan kemerdekaan. Menciptakan masyarakat yang sehat dan peka akan perubahan dan kemajuan.

SIPFest 2024 adalah gelanggang bagi para seniman-penampil dan masyarakat penonton untuk berbagi kreativitas, kebaruan dan kegembiraan. Sebuah daya-upaya untuk mengembangkan orde yang lain, yang tidak biasa-biasa saja. “ tambah Nirwan.

Festival dua tahunan Salihara baik SIPFest dan LIFEs selalu muncul dengan jargon yang menggambarkan semangat dari keseluruhan acara tersebut. “Orde Seni Baru” menjadi jargon dalam SIPFest tahun ini. Dalam keterangan tertulis, Nirwan Dewanto  menjelaskan bahwa “kita” tidak hanya punya orde politik melainkan juga ada orde seni yang dapat mengajak kita memperbaharui diri dan membuka ruang-ruang kreativitas yang tertutup oleh kekuasaan resmi,

Seni bukan hanya mengatasi politik, tapi juga mengisi ruang-ruang yang tidak diisi oleh politik. Seni memberikan alternatif terhadap klise dan kemandegan yang dijajakan oleh politik. Seni mengajak kita memperbaharui diri kita dan masyarakat kita. 

Seni itu menggoda, mengejutkan, sekaligus menyenangkan. Membuka ruang-ruang kreativitas yang tertutupi kekuasaan resmi. Kita memimpikan orde yang lain melalui kesenian. Kita menyurung orde kesenian, alih-alih orde politik, untuk mengembangkan kebangsaan dan kemanusiaan.” 

Selama ± satu (1) bulan pelaksanaan SIPFest akan menghadirkan rangkaian acara yang menampilkan keragaman pertunjukan seni dari berbagai negara seperti Australia, Jerman, Korea Selatan, Malaysia, dan tentunya; Indonesia. 

SIPFest akan resmi dibuka pada 03 Agustus 2024 dengan Jecko Siompo dan Animal Pop Family yang akan membawakan tari KUSUKUSU II. Jecko Siompo adalah penari dan koreografer asal Papua. la telah banyak membawa karya tari ke pentas-pentas internasional. Salah satu penemuan bentuk tarinya adalah Animal Pop, sebuah tarian yang lahir dari gerak gerik binatang yang dipadukan dengan gerak tradisi modern dan animasi. Tidak hanya menarik, Jecko dan Animal Pop Family juga akan mengadakan lokakarya tari yang dapat diikuti dari usia tujuh tahun, pada 02 Agustus 2024. Untuk bisa mengikuti lokakarya ini peserta cukup sudah memiliki tiket pertunjukan KUSUKUSU II.

Selain Jecko pengunjung dapat menikmati rangkaian pertunjukan yang akan dibawakan oleh Lucy Guerin Inc. (Australia), CCOTBBAT (Korea Selatan), Chong Kee Yong & Ensemble Studio C (Malaysia), Numen Company (Jerman), Jason Mountario & Trio, Jecko Siompo, Megatruh Banyu Mili, Annastasya Verina, dan Teater Koma (Indonesia). Jadwal lengkap dan detail pertunjukan mereka serta lokakarya yang diampu oleh beberapa penampil tersebut dapat dilihat melalui sipfest.salihara.org.

Tidak hanya pertunjukan, pengunjung juga dapat mengikuti Pentas Ceramah oleh Landung Simatupang yang akan mengangkat tajuk 50 Tahun Seni Peran di Jalur Olahraga Kesehatan. Ceramah yang akan diadakan pada 13-14 Agustus 2024, 20:00 WIB ini akan membahas mengenai cara mengolah pembacaan/penyuaraan teks menjadi pertunjukan yang bertumpu pada keaktoran dan didukung unsur-unsur artistik seperti lazimnya pergelaran teater.

Untuk dapat menikmati seluruh rangkaian acara yang ada dalam SIPFest 2024, pengunjung bisa langsung melakukan pemesanan tiket atau reservasi melalui laman resmi di sipfest.salihara.org. Harga tiket bervariasi mulai dari Rp75.000 (pelajar) hingga Rp155.000 (umum). 

____________________________________________________________________________________

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

streamyard-pameran mediascape - Untitled Page

Filsafat Ilmu dalam Geliat Sains dan Teknologi

Dikutip dan disarikan berdasarkan tulisan “Kata Pengantar” oleh A. Setyo Wibowo dalam buku Cara Kerja Ilmu Filsafat Dan Filsafat Ilmu: Dari Dialektika Ke Dekonstruksi (2022), Kepustakaan Populer Gramedia. 

Pembahasan cara kerja ilmu-ilmu dilakukan bertitik tolak dari sudut pandang filsafat. Ilmu-ilmu (khususnya sians) dikaji dari sudut pandang filsafat, misalnya, lewat aliran-aliran besar filsafat seperti Positivisme, Fenomenologi Edmund Husserl (yang juga ahli matematika), dan Teori Kritis Postmodernisme. Aliran-aliran besar terakhir juga banyak dipakai dalam ilmu-ilmu sosial-empiris. Auguste Comte (1798-1857) menggunakan istilah philosophie des sciences saat hendak mengklasifikasi ragam ilmu pengetahuan. Dalam bahasa Inggris, istilah philosophy of science baru muncul pada 1840 dari tangan William Whewell (1794-1866) dalam bukunya The Philosophy of the Inductive Sciences Founded upon Their History. Dalam bahasa Indonesia, kita lantas menerjemahkannya sebagai filsafat ilmu—sebuah kajian mengenai hakikat pengetahuan manusia yang biasa disebut sebagai ilmu (dalam arti luas maupun dalam arti sains). 

Positivisme Auguste Comte

Auguste Comte, seorang Prancis yang royalis (pro raja, anti-revolusi) menolak Revolusi Prancis yang matanya adalah sebuah “metafisika”. Mengapa metafisis? Karena orang merombak tatanan sosial dengan alasan tak jelas bernama “kehendak rakyat”. Menurut Comte, Prancis harus ditata berdasarkan sains yang mulai membuahkan banyak hasil di awal abad ke-19. Comte mengusung doktrin Positivisme, baginya masyarakat harus ditata secara rasional dan ilmiah. Masyarakat tidak bisa maju kalau landasannya adalah hal-hal fiktif seperti teologi, atau hal-hal metafisis dan abstrak yang hanya memberi “istilah tepat” tetapi tidak memecahkan masalah dan tidak memberi solusi apa-apa. Optimisme kaum positivis menggambarkan zaman awal penemuan mesin uap, listrik, dan berbagai industri massal di abad ke-19 sampai awal abad ke-20. 

Martin Heidegger melihat tanda-tanda bahaya dari sains yang tidak dilihat Auguste Comte. 

Martin Heidegger (1889-1976) mempertajam kritiknya pada sains yang menurutnya juga berakar pada tradisi filsafat itu sendiri. Sejarah filsafat di mata Heidegger adalah onto-teo-logi. Tiap kali pikiran manusia mencari sesuatu, hasrat ini hanya terpenuhi bila ia telah menemukan on (being, yang terdasar), yang sekaligus dianggap sebagai yang berderajat paling tinggi (those) dan bisa dijadikan pengetahuan (logos). Cara berpikir ontoteologis ini turunan paling nyatanya tampak dalam sains dan teknologi. Tiap kali kita sudah menemukan bahwa dasar realitas sebagai atom (atau quark, atau quantum), maka kunci rahasia alam telah ditemukan, dan alam tinggal dieksploitasi. Demikianlah kemajuan sains dan teknologi—yang intinya sebuah pola pikir metafisis—membawa manusia pada nihilisme. Segala apa yang ada di depan diperlakukan sebagai “sumber daya” yang siap dieksploitasi. 

Thomas S. Kuhn dan paradigma dalam sains

Sejalan dengan kritik atas sains, Thomas S. Kuhn (1922-1996) membuktikan bahwa perkembangan sains tidak bersifat akumulatif dan evolutif, melainkan sains berkembang secara revolusioner. Lewat teori tentang paradigma, Kuhn menjelaskan bahwa sains bekerja di bawah sebuah payung sudut pandang tertentu. Di bawah payung itu, metode ilmiah dan proyek penelitian sains dilakukan. Manakala anomali-anomali bermunculan, sains mengalami krisis. 

Kelas Filsafat Salihara seri kedua bertajuk Filsafat Ilmu dalam Bayang-Bayang Pascamodernisme diampu oleh A. Setyo Wibowo,  J. Sudarminta, dan Karlina Supelli, akan mengurai bagaimana posisi Filsafat Ilmu di tengah munculnya ilmu baru: Sains dan Teknologi, serta tokoh filsuf siapa saja yang terlibat di dalamnya. Daftar sekarang melalui kelas.salihara.org.