2024 Grant for Young Artists
Komunitas Salihara Arts Center (Indonesia)

Mr. Hisashi Hieda (Direktur The Japan Art Association), Nirwan Dewanto (Direktur Komunitas Salihara), Ening Nurjanah (Direktur Program Komunitas Salihara).

Komunitas Salihara mendapatkan the Praemium Imperiale Grant for Young Artists dari The Japan Art Association atas–kami mengutip siaran pers lembaga tersebut–“has focused on nurturing young artists while providing a space that upholds diversity and protects freedom of thought and expression.”

Grant yang diberikan setiap tahun tersebut diserahkan oleh Hisashi Hieda (Direktur the Japan Art Association) pada Selasa, 10 September 2024, pukul 18:00 waktu setempat di Hotel Okura, Tokyo. Nirwan Dewanto (Kurator-Kepala & Direktur Program) dan Ening Nurjanah (Kepala Divisi Program) mewakili Komunitas Salihara dalam konferensi pers dan serah terima tersebut. Acara penyerahan penghargaan ini dihadiri dan diliput oleh 60 media massa Jepang dan internasional.

Pada acara tersebut diumumkan juga para pemenang the Praemium Imperiale Award 2024, yaitu Ang Lee (sutradara film, Taiwan), Doris Salcedo (pematung, Kolombia), Sophie Calle (fotografer, Prancis), Maria Joao Pires (pianis, Portugal) dan Shigeru Ban (arsitek, Jepang).

Dalam pidato penerimaan, Nirwan Dewanto menyatakan, bahwa upaya Salihara dalam mendukung para seniman muda adalah bagian dari misi yang lebih luas untuk merawat kemerdekaan, demokrasi dan perdamaian di lingkungan masyarakat dunia.

Landung Simatupang dan Kisah Seni Peran

Catatan pendek Pentas Ceramah: 50 Tahun Seni Peran di Jalur Olahraga Kesehatan

Pentas Ceramah ini dimulai dengan kemunculan seorang perempuan yang meminjam mikrofon pada mc. Ia mengabarkan bahwa penampil utama malam itu mengalami sedikit demam panggung, maka penonton diminta menunggu sejenak. Penonton dibuat ikut panik dan bertanya-tanya “benarkah ia demam panggung?”. Mengingat penampil utama ini adalah seorang aktor, sutradara, penulis, dan penerjemah, Landung Simatupang, tentu kerja-kerjanya tidak jauh-jauh dari panggung, mustahil jika ia demam panggung. Lalu sembari menunggu kemunculan Landung Simatupang, fragmen pertama pada ceramah ini pun dimulai. Menampilkan adegan dari lakon Pagi Bening karya Serafin dan Joaquin Alvarez Quintero yang diterjemahkan oleh Sapardi Djoko Damono. Naskah ini pernah disutradarai oleh Landung Simatupang dalam pementasan Teater Stemka, dua tahun lalu di Yogyakarta.

Pentas Ceramah bertajuk 50 Tahun Seni Peran di Jalur Olahraga Kesehatan yang tampil di panggung SIPFest 2024 pada 13-14 Agustus lalu, membedah bagaimana pengalaman Landung Simatupang dalam dunia seni peran yang ia jalani selama 50 tahun. Setelah fragmen Pagi Bening, Landung Simatupang memasuki panggung dan mulai bercerita. Tak hanya perihal pengalamannya dalam dunia seni peran, Landung Simatupang juga berbagi bagaimana mulanya ia masuk dalam dunia seni peran melalui kegiatan badminton di masa kecil. Kemudian cerita pengalamannya berkembang hingga ke bagaimana ia bergabung dengan Teater Stemka dan Teater Mandiri saat di Yogyakarta.

Salah satu kisahnya yang menarik adalah perkenalannya dengan tokoh komponis Cornel Simanjuntak. Melalui penelusuran ulang tentang pertemanan ayahnya dengan tokoh tersebut, Landung kemudian menyusunnya menjadi sebuah pertunjukan bertajuk Selincam Cornel Simanjuntak dan menyutradarai pertunjukan tersebut. Dalam Pentas Ceramah ini, ia juga menampilkan fragmen adegan Selincam Cornel Simanjuntak dan berperan sebagai ayahnya sendiri.

Landung Simatupang juga menekankan pentingnya pelisanan dalam seni peran. Pelisanan adalah salah satu hal terpenting dalam kerja-kerja ini. Salah satu upaya untuk mempertajam pelisanan adalah dengan pembacaan dramatik. Dalam perjalanan kariernya, Landung melakukan ‘pentas baca’ untuk membacakan cerita pendek dari sastrawan terkemuka Indonesia seperti Umar Kayam, Sindhunata, Danarto, Hamsad Rangkuti, Kuntowijoyo, Ayu Utami dan Pramoedya Ananta Toer. Untuk menunjukkan bagaimana teknik pelisanan yang ia geluti, Landung menjahit ceritanya dengan menampilkan fragmen pembacaan naskah Aku Diponegoro dari Babad Diponegoro dan pembacaan dramatik lakon Pengakuan karya Anton Chekov. Ketika mendengar bagaimana Landung Simatupang membacanya, penonton akan sangat yakin bahwa inilah yang disebut ‘pelisanan’. Terang, jelas, tak berlebihan dan tetap setia pada suasana cerita naskah.

Pentas Ceramah ini diakhiri dengan diskusi pendek antara Landung Simatupang dan penonton, dipandu oleh moderator Hendromasto sebagai Kurator Teater Komunitas Salihara. Dalam ceramahnya, kita bisa menangkap bahwa Landung Simatupang tidak hendak mengkotak-kotakan bagaimana metode dalam pertumbuhan kerja-kerja seni peran. Ada yang menggunakan teknik latihan yang keras, ada juga yang fokus pada bagaimana cara lebih fasih dalam pelisanan. Semua teknik itu sah dan terbuka untuk dipelajari. Sebab kerja-kerja teater di hari ini tak hanya persoalan bagaimana memainkan ‘peran’ tokoh dalam sebuah naskah. Teater juga sebuah ruang untuk bersiasat, berbaur, dan mendekati masyarakat. Teater juga turut membentuk cara pandang publik pada suatu fenomena. Pentas Ceramah Landung Simatupang membuka wacana yang menarik tentang bagaimana manusia dan seni peran sesungguhnya tidak berjarak, ia selalu tumbuh di tengah-tengah kehidupan kita.

KOMPETISI DEBAT SASTRA 2024
BERITA ACARA PENJURIAN TAHAP I FINALIS

Pada Selasa, 27 Agustus 2024, telah dilaksanakan Penjurian Tahap I Kompetisi Debat Sastra 2024 Komunitas Salihara melalui platform virtual, Zoom. Dewan Juri dalam Penjurian Tahap I ini, yaitu:

  1. Feby Indirani
  2. Kiki Sulistyo
  3. Ronny Agustinus

Berdasarkan hasil penjurian dan diskusi yang dilaksanakan, Dewan Juri mengambil keputusan bahwa Finalis Kompetisi Debat Sastra 2024, adalah sebagai berikut:

1. Kelompok Mayapada, SMA Negeri 8 Jakarta

Judul Makalah

“Antroposentrisme: Kaitan Moralitas Manusia Terhadap Hegemoni Alam pada Novel Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta Karya Luis Sepúlveda dan Harimau! Harimau! Karya Mochtar Lubis”

 

 

2. Kelompok Pasukan Akhir Tahun, Tidak dari Satu Sekolah (SMA ABBS Surakarta, SMK Negeri 2 Depok, SMA Warga Surakarta)

Judul Makalah

“Menembus Hutan dan Menjelajahi Karakter: Membandingkan Tema, Tokoh, dan Hal-Hal yang Membentuk Novel Harimau! Harimau! Karya Mochtar Lubis dan Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta Karya Luis Sepúlveda”

 

 

3. Kelompok Tiga Serumpun, SMA Santo Fransiskus Asisi 

Judul Makalah

“Pascakolonial: Interpretasi Selera dan Kuasa dalam Novel Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta Karya Luis Sepúlveda dan Novel Harimau! Harimau! Karya Mochtar Lubis”

 

Demikian berita acara ini kami sampaikan hendaknya diterima. Keputusan Dewan Juri tidak dapat diganggu gugat.

 

Jakarta, 27 Agustus 2024

Dewan Juri,

KUSUKUSU II dan Perasaan yang Beragam

Catatan pendek pertunjukan tari karya Jecko Siompo.

 

Panggung teater blackbox Salihara menjelma dua sisi ruang; gelap dan terang. Dari kegelapan yang gulita di bagian panggung belakang, seperti tempat bersarang hewan-hewan misterius. Satu persatu penari muncul dari kegelapan menuju bagian bercahaya. Gerakan tubuhnya mewakili gestur-gestur hewan yang beragam. Di kursi penonton, kita seperti diajak untuk menebak hewan apakah yang sedang diperankan. Ia bisa komodo, kangguru, ular, burung, hingga kura-kura yang berjalan dengan tempo pelan. Tubuh penari tuntas sempurna mewujudkan mimikri hewan dalam bentuk yang lebih estetis. 

Pertunjukan tari ini bertajuk KUSUKUSU II, judul ini diambil dari sebuah dialek yang dipakai masyarakat Papua untuk menunjukkan sesuatu yang berbahaya, tak kasat mata, mencekam dalam kegelapan di antara semak-semak belukar. Lima menit awal pertunjukan ini diberi musik yang membawa kita pada suasana padang sabana luas. Selanjutnya, suara vokal penari dan dentuman tubuh pada lantai panggung menggiring penonton untuk sesekali tertawa dan takjub.

Jecko Siompo dikenal sebagai koreografer dengan eksplorasi gerakan hewan, menyusun karya ini sejak 2022. Salah satu fragmen menarik dalam karya ini adalah refleksi Jecko pada pulau Nusa Tenggara Timur. Satu penari muncul dari kegelapan dengan gestur komodo, setengah melata dengan kaki yang diseret. Pergerakannya cepat dan sesekali kepala mereka meliuk selayaknya lidah komodo. Satu penari melompat dari kegelapan, membawa ranting kayu panjang yang ujungnya digunakan untuk menahan leher komodo, persis dengan adegan pawang yang menghadapi komodo. Sebelum dipentaskan di SIPFest 2024, fragmen gerakan komodo ini sempat ditampilkan oleh Jecko dan penari Animal Pop di depan warga lokal NTT. Presentasi itu disambut baik oleh warga. 

Pertunjukan tari KUSUKUSU II, karya Jecko Siompo terasa begitu serasi dihadirkan dalam pembukaan SIPFest 2024, pada 03 Agustus lalu. Penampilan para penari dengan gerakan yang tegas, teknik yang terlihat rumit namun penuh dengan kejutan gestur hewan yang diperagakan dengan tepat, kerampakan bunyi yang dihasilkan dentuman tubuh penari pada lantai, dan fragmen-fragmen kemunculan hewan dari sisi panggung yang gelap menjahit keutuhan karya tari ini. 

KUSUKUSU II, adalah juga menandai keragaman gerak tari yang muncul dari gestur hewan-hewan. Tari tak hanya muncul dari sebuah kemolekan penari, atau upaya meniru gerakan aktivitas sehari-hari manusia seperti berjalan, berlari, duduk, yang diolah dengan gagasan estetika. Tari adalah juga upaya mengidentifikasi budaya, struktur masyarakat, dan kekayaan flora-fauna yang kita miliki. 

Selama 60 menit, penonton dibawa pada bermacam perasaan, misalnya dibuat tertawa dengan gerakan dan celotehan lucu para penari, takjub dengan daya tahan tubuh dan keringat dramatis luruh dari tubuh penari, hingga ketegangan ketika melihat sesekali penari melakukan salto, jungkir balik, dan membanting tubuh dari posisi berdiri menuju duduk. Perasaan yang timbul selayaknya sensasi yang muncul ketika manusia melihat alam dan makhluk hidupnya. 

Jecko Siompo sadar betul tentang bagaimana memunculkan keragaman dalam karya tari ini. Melalui lima penari laki-laki yang ketika kita lihat dari bangku penonton akan terlihat memiliki model rambut dan postur tubuh yang sama. Namun, ketika kita mencoba mengamatinya dengan saksama dan detail, model rambut mereka jelas berbeda. Siasat lainnya dimunculkan lewat penampilan satu penari yang mampu mewakili lebih dari dua gestur hewan yang berbeda melalui koreografi Jecko. Jika lima penari ini digabungkan, maka kita akan menemukan lebih dari lima jenis gestur hewan. 

Sebelum sepuluh menit terakhir, pertunjukan ini sempat membuat kita yakin bahwa akan segera usai. Lima penari menghilang dalam cahaya gelap bagian panggung belakang. Lalu tak lama musik hiphop mengisi ruang blackbox. Para penari muncul kembali dari kegelapan dan secara rampak menarikan sebuah koreografi yang kental dengan gestur hiphop bertempo cepat. Sejenak penonton akan bisa curiga bahwa bagian ini adalah upaya para penari menarik napas panjang setelah koreografi gestur hewan yang padat. Namun, musik hiphop hilang dan penari masuk kembali pada beberapa koreografi gestur hewan. Barulah lima menit kemudian pertunjukan ini selesai. Bagian ini sedikit membuat kita merasa melewati waktu yang panjang. 

KUSUKUSU II adalah pilihan menarik sebagai pembukaan sebuah festival seni pertunjukan berskala internasional, SIPFest 2024 yang mengusung slogan “Orde Seni Baru”. Sensasi yang dimunculkan lewat ragam gerak yang diciptakan Jecko Siompo mampu mewakili seperti apa ragam karya seni pertunjukan yang dimunculkan dalam festival ini.

komas

(SIPFest) Salihara International Performing Arts Festival 2024
Orde Seni Baru

Hadir Kembali dengan Seni Pertunjukan Bermutu Tinggi

 

Jakarta, 24 Juli 2024 – Setelah vakum sejak 2019, Komunitas Salihara kembali menyelenggarakan SIPFest (Salihara International Performing Arts Festival) pada 02-31 Agustus 2024. SIPFest merupakan festival seni pertunjukan yang menampilkan beragam pertunjukan tari, musik, teater, dan juga lokakarya yang bisa diikuti mulai dari anak-anak hingga dewasa.

Direktur Program Komunitas Salihara Arts Center, Nirwan Dewanto mengatakan bahwa SIPFest merupakan puncak dari seluruh program Salihara dalam dua tahun terakhir. Bahkan menjadi sangat istimewa di mana festival ini menjadi luring sepenuhnya setelah sebelumnya dilaksanakan secara hibrida (2022) dan daring (2020) dengan nama Musim Seni Salihara,

Dengan SIPFest 2024 ini, kami hendak mengajak para pemirsa berekreasi dengan sesungguh-sungguhnya. Re-kreasi: ikut menciptakan kembali kesenian dan kebudayaan dengan penuh kegembiraan dan kemerdekaan. Menciptakan masyarakat yang sehat dan peka akan perubahan dan kemajuan.

SIPFest 2024 adalah gelanggang bagi para seniman-penampil dan masyarakat penonton untuk berbagi kreativitas, kebaruan dan kegembiraan. Sebuah daya-upaya untuk mengembangkan orde yang lain, yang tidak biasa-biasa saja. “ tambah Nirwan.

Festival dua tahunan Salihara baik SIPFest dan LIFEs selalu muncul dengan jargon yang menggambarkan semangat dari keseluruhan acara tersebut. “Orde Seni Baru” menjadi jargon dalam SIPFest tahun ini. Dalam keterangan tertulis, Nirwan Dewanto  menjelaskan bahwa “kita” tidak hanya punya orde politik melainkan juga ada orde seni yang dapat mengajak kita memperbaharui diri dan membuka ruang-ruang kreativitas yang tertutup oleh kekuasaan resmi,

Seni bukan hanya mengatasi politik, tapi juga mengisi ruang-ruang yang tidak diisi oleh politik. Seni memberikan alternatif terhadap klise dan kemandegan yang dijajakan oleh politik. Seni mengajak kita memperbaharui diri kita dan masyarakat kita. 

Seni itu menggoda, mengejutkan, sekaligus menyenangkan. Membuka ruang-ruang kreativitas yang tertutupi kekuasaan resmi. Kita memimpikan orde yang lain melalui kesenian. Kita menyurung orde kesenian, alih-alih orde politik, untuk mengembangkan kebangsaan dan kemanusiaan.” 

Selama ± satu (1) bulan pelaksanaan SIPFest akan menghadirkan rangkaian acara yang menampilkan keragaman pertunjukan seni dari berbagai negara seperti Australia, Jerman, Korea Selatan, Malaysia, dan tentunya; Indonesia. 

SIPFest akan resmi dibuka pada 03 Agustus 2024 dengan Jecko Siompo dan Animal Pop Family yang akan membawakan tari KUSUKUSU II. Jecko Siompo adalah penari dan koreografer asal Papua. la telah banyak membawa karya tari ke pentas-pentas internasional. Salah satu penemuan bentuk tarinya adalah Animal Pop, sebuah tarian yang lahir dari gerak gerik binatang yang dipadukan dengan gerak tradisi modern dan animasi. Tidak hanya menarik, Jecko dan Animal Pop Family juga akan mengadakan lokakarya tari yang dapat diikuti dari usia tujuh tahun, pada 02 Agustus 2024. Untuk bisa mengikuti lokakarya ini peserta cukup sudah memiliki tiket pertunjukan KUSUKUSU II.

Selain Jecko pengunjung dapat menikmati rangkaian pertunjukan yang akan dibawakan oleh Lucy Guerin Inc. (Australia), CCOTBBAT (Korea Selatan), Chong Kee Yong & Ensemble Studio C (Malaysia), Numen Company (Jerman), Jason Mountario & Trio, Jecko Siompo, Megatruh Banyu Mili, Annastasya Verina, dan Teater Koma (Indonesia). Jadwal lengkap dan detail pertunjukan mereka serta lokakarya yang diampu oleh beberapa penampil tersebut dapat dilihat melalui sipfest.salihara.org.

Tidak hanya pertunjukan, pengunjung juga dapat mengikuti Pentas Ceramah oleh Landung Simatupang yang akan mengangkat tajuk 50 Tahun Seni Peran di Jalur Olahraga Kesehatan. Ceramah yang akan diadakan pada 13-14 Agustus 2024, 20:00 WIB ini akan membahas mengenai cara mengolah pembacaan/penyuaraan teks menjadi pertunjukan yang bertumpu pada keaktoran dan didukung unsur-unsur artistik seperti lazimnya pergelaran teater.

Untuk dapat menikmati seluruh rangkaian acara yang ada dalam SIPFest 2024, pengunjung bisa langsung melakukan pemesanan tiket atau reservasi melalui laman resmi di sipfest.salihara.org. Harga tiket bervariasi mulai dari Rp75.000 (pelajar) hingga Rp155.000 (umum). 

____________________________________________________________________________________

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

streamyard-pameran mediascape - Untitled Page

Filsafat Ilmu dalam Geliat Sains dan Teknologi

Dikutip dan disarikan berdasarkan tulisan “Kata Pengantar” oleh A. Setyo Wibowo dalam buku Cara Kerja Ilmu Filsafat Dan Filsafat Ilmu: Dari Dialektika Ke Dekonstruksi (2022), Kepustakaan Populer Gramedia. 

Pembahasan cara kerja ilmu-ilmu dilakukan bertitik tolak dari sudut pandang filsafat. Ilmu-ilmu (khususnya sians) dikaji dari sudut pandang filsafat, misalnya, lewat aliran-aliran besar filsafat seperti Positivisme, Fenomenologi Edmund Husserl (yang juga ahli matematika), dan Teori Kritis Postmodernisme. Aliran-aliran besar terakhir juga banyak dipakai dalam ilmu-ilmu sosial-empiris. Auguste Comte (1798-1857) menggunakan istilah philosophie des sciences saat hendak mengklasifikasi ragam ilmu pengetahuan. Dalam bahasa Inggris, istilah philosophy of science baru muncul pada 1840 dari tangan William Whewell (1794-1866) dalam bukunya The Philosophy of the Inductive Sciences Founded upon Their History. Dalam bahasa Indonesia, kita lantas menerjemahkannya sebagai filsafat ilmu—sebuah kajian mengenai hakikat pengetahuan manusia yang biasa disebut sebagai ilmu (dalam arti luas maupun dalam arti sains). 

Positivisme Auguste Comte

Auguste Comte, seorang Prancis yang royalis (pro raja, anti-revolusi) menolak Revolusi Prancis yang matanya adalah sebuah “metafisika”. Mengapa metafisis? Karena orang merombak tatanan sosial dengan alasan tak jelas bernama “kehendak rakyat”. Menurut Comte, Prancis harus ditata berdasarkan sains yang mulai membuahkan banyak hasil di awal abad ke-19. Comte mengusung doktrin Positivisme, baginya masyarakat harus ditata secara rasional dan ilmiah. Masyarakat tidak bisa maju kalau landasannya adalah hal-hal fiktif seperti teologi, atau hal-hal metafisis dan abstrak yang hanya memberi “istilah tepat” tetapi tidak memecahkan masalah dan tidak memberi solusi apa-apa. Optimisme kaum positivis menggambarkan zaman awal penemuan mesin uap, listrik, dan berbagai industri massal di abad ke-19 sampai awal abad ke-20. 

Martin Heidegger melihat tanda-tanda bahaya dari sains yang tidak dilihat Auguste Comte. 

Martin Heidegger (1889-1976) mempertajam kritiknya pada sains yang menurutnya juga berakar pada tradisi filsafat itu sendiri. Sejarah filsafat di mata Heidegger adalah onto-teo-logi. Tiap kali pikiran manusia mencari sesuatu, hasrat ini hanya terpenuhi bila ia telah menemukan on (being, yang terdasar), yang sekaligus dianggap sebagai yang berderajat paling tinggi (those) dan bisa dijadikan pengetahuan (logos). Cara berpikir ontoteologis ini turunan paling nyatanya tampak dalam sains dan teknologi. Tiap kali kita sudah menemukan bahwa dasar realitas sebagai atom (atau quark, atau quantum), maka kunci rahasia alam telah ditemukan, dan alam tinggal dieksploitasi. Demikianlah kemajuan sains dan teknologi—yang intinya sebuah pola pikir metafisis—membawa manusia pada nihilisme. Segala apa yang ada di depan diperlakukan sebagai “sumber daya” yang siap dieksploitasi. 

Thomas S. Kuhn dan paradigma dalam sains

Sejalan dengan kritik atas sains, Thomas S. Kuhn (1922-1996) membuktikan bahwa perkembangan sains tidak bersifat akumulatif dan evolutif, melainkan sains berkembang secara revolusioner. Lewat teori tentang paradigma, Kuhn menjelaskan bahwa sains bekerja di bawah sebuah payung sudut pandang tertentu. Di bawah payung itu, metode ilmiah dan proyek penelitian sains dilakukan. Manakala anomali-anomali bermunculan, sains mengalami krisis. 

Kelas Filsafat Salihara seri kedua bertajuk Filsafat Ilmu dalam Bayang-Bayang Pascamodernisme diampu oleh A. Setyo Wibowo,  J. Sudarminta, dan Karlina Supelli, akan mengurai bagaimana posisi Filsafat Ilmu di tengah munculnya ilmu baru: Sains dan Teknologi, serta tokoh filsuf siapa saja yang terlibat di dalamnya. Daftar sekarang melalui kelas.salihara.org.

?????????????????????????????????

Pameran Rupa Panggung: Sepilihan Skenografi Indonesia Hadir di Galeri Salihara

06 Juli – 04 Agustus 2024 | Selasa – Minggu | 11:00 – 19:00 WIB

Jakarta, 04 Juli 2024 – Dalam upaya memperkenalkan salah satu unsur produksi panggung dalam dunia teater, Komunitas Salihara menyelenggarakan sebuah pameran dengan tajuk Rupa Panggung: Sepilihan Skenografi Indonesia. Skenografi–dalam keterangan tertulis yang dibuat oleh Kurator Galeri Salihara, Asikin Hasan–adalah sisi seni rupa dalam pertunjukan dan merupakan bagian penting dalam pentas teater dan tari.

Perwujudan skenografi antara lain berbentuk komposisi tata panggung, cahaya, suara, unsur gambar, dan aroma. Skenografi menjadi penting sebab seorang skenografer dapat memberikan pengalaman inderawi serta menyakinkan penonton akan suatu dunia dalam panggung pertunjukan.

Rupa Panggung di Galeri Salihara ini adalah pameran yang sangat langka, bahkan belum pernah diadakan di Indonesia. Kami menampilkan beberapa skenografi terpilih dalam bentuk rancangan, foto, sketsa, maket dan rekonstruksi-bagian, dari sejumlah pentas tari dan teater dalam 50 tahun terakhir. Ini adalah pameran dokumentasi yang menunjukkan skenografi sebagai tulang punggung bagi khazanah seni pentas Indonesia. Mari kita saksikan karya-karya para pemuka skenografer kita, antara lain Roedjito, Danarto, Jay Subyakto.” Terang Direktur Program Komunitas Salihara, Nirwan Dewanto.

Di Indonesia kesadaran pada pentingnya skenografi dalam pentas teater sudah ada di awal abad ke-20, seiring dengan tumbuhnya sandiwara modern ketika bentuk-bentuk komedi stambul beringsut ke arah tonil (teater). Dalam perkembangannya, kehadiran Taman Ismail Marzuki (TIM) di masa awal Orde Baru menempatkan skenografi sebagai medan kerja sama antara orang-orang yang bertugas dalam tata panggung, properti, musik, cahaya, hingga busana.

Di era Orde Baru tersebut muncul nama-nama penting yang bekerja untuk skenografi pertunjukan antara lain seniman Roedjito, Danarto, dan Rusli. Pameran ini hendak menghadirkan kerja skenografi dalam berbagai aspek pertunjukan yang menghubungkan skenografi dengan penyutradaraan, aktor-aktor, dan naskah secara keseluruhan. 

Secara khusus, pameran ini menghadirkan karya, pemikiran dan berbagai aspek pertunjukan teater dan tari Indonesia seperti Sumur Tanpa Dasar, Danarto, Teater Kecil (1971), Dhemit, Roedjito, Teater Gandrik (1987), Sampek Engtay, Sjaeful Anwar, Teater Koma (1988), Biografi Yanti setelah 12 Menit, Teater Sae (1992), The Birds, Farida Oetoyo, Ballet Sumber Cipta (2001), Ariah, Jay Subyakto, Atilah Soeryadjaya (2011) dan Nggiring Angin, Roedjito, Bagong Kusudiarjo (1986), baik melalui rekonstruksi, maket, sketsa, serta dokumentasi foto dan video. Pameran ini menunjukkan panggung pertunjukan di Indonesia tak pernah jauh dari seni rupa dan para pelakunya.

Rupa Panggung: Sepilihan Skenografi Indonesia akan dibuka pada 06 Juli 2024 di Galeri Salihara, 16:00 WIB yang dapat dikunjungi secara gratis dengan mengisi tautan: Bit.ly/rsvpskenografi. Setelahnya, pameran ini dapat dikunjungi hingga 04 Agustus 2024 setiap Selasa-Minggu dari 11:00-19:00 WIB. Bagi calon pengunjung yang tertarik untuk hadir dalam pameran ini dapat membeli tiket sebesar Rp35.000 (umum) dan Rp25.000 (pelajar) dengan mengunjungi tiket.salihara.org

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

bannersipfest2024-D

TENTANG SIPFEST 2024: ORDE SENI BARU

Setiap dua tahun—yaitu pada tahun genap, seperti tahun 2024 ini—kami menghadirkan sebuah program sangat istimewa yang berlangsung selama sebulan penuh. Program ini bernama SIPFest, Salihara International Performing-arts Festival.

Boleh dikatakan bahwa SIPFest adalah puncak dari seluruh program kami selama dua tahun terakhir.

Pada SIPFest kali ini akan hadir para seniman maupun kelompok seni tari, teater dan musik dengan reputasi tinggi maupun mereka yang muda-segar dan akan menjadi penting di tahun-tahun mendatang.

Para penampil dari Australia, Jerman, Korea Selatan, Malaysia, dan Indonesia ini akan memberikan tontonan bermutu tinggi selama 03-31 Agustus di tahun ini.

SIPFest kali ini menjadi lebih istimewa lagi: ia hadir secara luring sepenuhnya, setelah pada masa pandemi Covid-19 ia hanya bisa hadir secara daring pada 2020 dan secara hibrida pada 2022.

Dengan SIPFest 2024 ini, kami hendak mengajak para pemirsa berekreasi dengan sesungguh-sungguhnya. Re-kreasi: ikut menciptakan kembali kesenian dan kebudayaan dengan penuh kegembiraan dan kemerdekaan. Menciptakan masyarakat yang sehat dan peka akan perubahan dan kemajuan.

Jakarta layak jadi setara dengan kota-kota besar terkemuka di dunia ini. Yaitu bahwa ia mampu membanggakan diri dengan festival seni pertunjukan kontemporer yang sungguh berkelas. SIPFest mendorong kota kita ke arah sana.

Masyarakat Jakarta, sebagaimana terwakili oleh penonton Komunitas Salihara, membuktikan bahwa Jakarta bisa melompat tinggi dan jauh ke depan. Membuat Jakarta bergaya, bergengsi, dan berciri dengan rangkaian pentas seni kontemporer yang sangat terpilih.

Orde Seni Baru, begitu kata SIPFest kali ini. Yang kita punya bukan hanya orde politik, namun juga orde seni. Seni bukan hanya mengatasi politik, tapi juga mengisi ruang-ruang yang tidak diisi oleh politik. Seni memberikan alternatif terhadap klise dan kemandegan yang dijajakan oleh politik. Seni mengajak kita memperbaharui diri kita dan masyarakat kita. 

Seni itu menggoda, mengejutkan, sekaligus menyenangkan. Membuka ruang-ruang kreativitas yang tertutupi kekuasaan resmi. Kita memimpikan orde yang lain melalui kesenian. Kita menyurung orde kesenian, alih-alih orde politik, untuk mengembangkan kebangsaan dan kemanusiaan.

Demikianlah jalan kita sekarang pada SIPFest 2024 bersama, antara lain, kelompok-seniman Lucy Guerin, CCOTBBAT, Chong Kee-Yong & Studio C, Jason Mountario & Trio, Numen Company, Jecko Siompo, Megatruh Banyu Mili, Annastasya Verina, dan Teater Koma.

SIPFest 2024 adalah gelanggang bagi para seniman-penampil dan masyarakat penonton untuk berbagi kreativitas, kebaruan dan kegembiraan. Sebuah daya-upaya untuk mengembangkan orde yang lain, yang tidak biasa-biasa saja.

 

Kembali ke SIPFest 2024

Screenshot 2024-06-19 114043

Mempertanyakan Eksistensi Manusia lewat Pertunjukan “Hutan” di Salihara

22-23 Juni 2024 | Sabtu & Minggu | 14:00 – 22:00 WIB | Teater Salihara

 

Jakarta, 10 Juni 2024 – Komunitas Salihara–bekerja sama dengan Goethe-Institut–mempersembahkan sebuah pertunjukan dengan judul “Hutan”. Pertunjukan ini merupakan instalasi suara performatif di mana pengunjung akan menikmati pengalaman suara yang diambil dari hutan Rungan, Kalimantan Tengah dengan koreografi yang imajinatif dan eksploratif. 

“Hutan” merupakan karya dari Katia Engel dan Ari Ersandi yang dikerjakan oleh para seniman dari penari, koreografer serta penata  suara dan masing-masing berasal dari Long Penaneh (Kalimantan Tengah), Lampung, Berlin, Budapest dan Yogyakarta ketika mendengarkan rekaman suara hutan Runggan di Kalteng. 

Karya ini merupakan sebuah kontemplasi tentang krisis saat ini, yang bukan melulu tentang lingkungan, tetapi juga perseptual. “Hutan” mengajak kita untuk merasakan suasana hutan Rungan yang diputar terus selama 8 jam di dalam Teater Salihara di mana pengunjung bebas keluar masuk dari 14:00 – 22:00 WIB. Tidak hanya menampilkan instalasi suara, karya ini juga menghadirkan koreografi tiga penari yang bisa dinikmati oleh pengunjung.

“Hutan” merupakan sebuah jawaban atas rangkaian pertanyaan tertulis oleh Katia dan Ari sebagai latar belakang dari karya yang akan dipresentasikan di Salihara,

“Jika hutan bisa bersuara, apa yang bisa ia ungkapkan tentang eksistensi kita, manusia? Dapatkah paduan suara hutan yang kompleks ditimbang sebagai bagian ingatan kolektif tubuh kita semua? Apakah mendengarkan irama dan frekuensi non-manusia di dalam hutan menciptakan pergeseran di dalam indra pendengaran kita?”

Berbeda dengan beberapa pertunjukan di Teater Salihara sebelumnya, karya yang berlangsung selama 8 jam ini mereplika siklus hari dari sebelum matahari terbit hingga gelap malam. Pengunjung bebas untuk masuk dan keluar ruang teater selama durasi; dan di dalam, mereka pun bebas berdiri, duduk atau berbaring, menikmati.

Untuk bisa menikmati pengalaman ini secara langsung, calon pengunjung bisa melakukan pemesanan tiket di tiket.salihara.org dengan harga Rp110.000 (umum) dan Rp55.000 (pelajar/mahasiswa). Instalasi suara performatif ini akan dilangsungkan pada 22-23 Juni 2024 di mana pada 15:00 – 17:00 WIB merupakan waktu yang terbaik bagi pengunjung anak-anak.

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org

Setengah Abad “Aduh”: Tetap Relevan Meski Setengah Abad Berjalan

10-12 Mei 2024

 

Jakarta,  20 Mei 2024 – Komunitas Salihara telah sukses menggelar rangkaian Setengah Abad “Aduh” di Salihara Arts Center yang terbagi ke dalam kegiatan diskusi, pembacaan, dan pertunjukan. Setengah Abad “Aduh” merupakan rangkaian yang diselenggarakan untuk menampilkan kembali karya tokoh teater ternama Indonesia; Putu Wijaya di mana salah satu naskahnya yang berjudul “Aduh” kembali dipentaskan setelah 50 tahun lamanya di Teater Salihara.

Selama tiga hari penyelenggaraan pada 10-12 Mei lalu, pengunjung dapat mengenal Putu Wijaya lebih dalam lewat kekaryaannya dalam diskusi Apa Kabar Telegram yang dibawakan oleh Goenawan Mohamad (10/05) dan Aduh Setelah 50 Tahun bersama  Cobina Gillitt (12/05). Selain dua diskusi tersebut, Komunitas Salihara juga mempersembahkan alumni Kelas Akting Salihara untuk membacakan fragmen karya dari Putu Wijaya dalam Malam Pembacaan Putu Wijaya (10/05). Rangkaian acara ini juga dihadiri oleh sejumlah tokoh seniman tanah air seperti Jajang C. Noer, Niniek L. Karim, Butet Kartaredjasa, dan lainnya.

Sebagai puncak dari rangkaian ini, pertunjukan “Aduh” yang dibawakan oleh Teater Mandiri dan disutradarai oleh Putu Wijaya ditampilkan selama dua hari pada 11-12 Mei. Tiket terjual habis dengan lebih dari 400 pasang mata menyaksikan “Aduh” setelah 50 tahun lamanya. 

Di depan awak media pascapementasan; dalam penggarapan “Aduh” yang dipentaskan di Teater Salihara, Putu mengatakan bahwa apa yang dia garap menggunakan process oriented

“Berbeda dengan product oriented yang dilakukan di barat–di mana semuanya sudah jelas dan tahu apa yang dituju–apa yang saya garap saya tidak tahu. Ketika masuk, bertemu dengan pemain, bertemu dengan kesulitan di lapangan, menimbulkan masalah yang menyebabkan saya berpikir dan setelah berpikir saya memanfaatkan apa yang ada.”

 

Para tokoh sibuk berdebat terhadap nasib “tokoh” yang terkapar tanpa ada aksi pertolongan dalam pentas Aduh di Teater Salihara
Dok. Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya.

 

Aduh merupakan pementasan yang menceritakan tokoh tanpa nama yang mengerang dan mengaduh kesakitan di tengah kesibukan orang banyak. Orang-orang sibuk berdebat, perlukah memberi pertolongan hingga yang sakit akhirnya mati. Mereka panik lalu susah payah membuang mayat yang sakit ke sumur. Tanpa sadar, di antara mereka ada yang terjebak di dalam sumur. Dari sumur itu lantas muncul suara mengaduh minta tolong di sela erangan. Lagi-lagi mereka berdebat perlukah menolong tanpa pernah bertindak hingga suara itu lenyap bersama ajal yang menjemputnya.  

Meski naskah ini dimainkan pertama kali di 1974, Putu menceritakan bahwa Aduh pernah dibawakan di 2010 meskipun tidak utuh. Sehingga pementasan di Salihara menjadi sesuatu yang begitu spesial baginya.

 

Siapakah Putu Wijaya?

Dalam dunia sastra dan teater tanah air, Putu Wijaya dikenal sebagai seorang seniman yang lengkap. Ia piawai dalam menulis esai, cerita pendek, novel, naskah lakon, dan juga cerita film. Kekaryaan Putu Wijaya dan jejaknya terentang dari 1964 saat ia masih merantau di Yogyakarta, ia menghasilkan karya-karya yang dekat dengan realisme, antara lain Dalam Cahaya Bulan, Lautan Bernyanyi dan Bila Malam Bertambah Malam.

Di Jakarta, Putu melahirkan kembali Bila Malam Bertambah Malam sebagai novel yang pertunjukannya juga pernah ditampilkan di Teater Salihara pada 2013. Putu merupakan seorang penulis yang mahir membangun cerita. Ia pernah menulis novel Telegram dan berhasil menjadi pemenang Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta (1972) disusul oleh novel-novel lainnya yang memenangkan penghargaan seperti Stasiun, Pabrik, dan lain-lain. Sebagai penulis, ia piawai menjelajahi prosa dan produktif melahirkan karya beragam bentuk. Tidak hanya novel, karya dramanya pun juga menarik untuk disimak salah satunya adalah naskah Aduh yang ia tulis pada 1971. Naskah ini; seperti karya-karya Putu Wijaya lainnya juga memenangkan Lomba Penulisan Lakon DKJ dan dipentaskan pertama kali pada 1974. 

Cerita di dalam naskah ini terinspirasi dari konflik manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk individu. Apakah komunitas yang sudah menzolimi individu atau individu yang sejatinya menindas komunitas, keputusannya diserahkan kepada penonton. Setelah 50 tahun atau setengah abad Aduh, naskah ini ditampilkan kembali di Teater Salihara. 

 

Tentang Komunitas Salihara Arts Center

Komunitas Salihara Arts Center adalah sebuah institusi kesenian dan kebudayaan yang selalu menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia, baik yang bersifat pertunjukan maupun edukasi, dalam lingkungan kreatif dan sejuk di tengah keramaian selatan Jakarta.

___________________________________________________________________ 

Untuk mengetahui detail pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara | atau hubungi: media@salihara.org